Anda di halaman 1dari 3

Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan

multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme
karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat
disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau
disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin(1). Klasifikasi DM dibagi menjadi 5 yaitu (1,2):
Klasifikasi Etiologi
DM tipe 1 Kerusakan pada sel langerhans akibat autoimun atau idiopatik
DM tipe 2 Defisiensi insulin, gangguan sekresi insulin, resistensi insulin. Faktor genetik dan pengaruh
lingkungan cukup besar dalam menyebabkan terjadinya DM tipe 2, antara lain obesitas, diet
tinggi lemak dan rendah serat, serta kurang gerak badan.
DM tipe lain Defek genetik fungsi sel (MODY), Defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,
Endokrinopati, obat/zat kimia (Glukokortikoid, hormon tiroid, asam nikotinat, pentamidin, vacor,
tiazid, dilantin, interferon), Infeksi, Imunologi, dan Sidrom genetik lain. (Sindrom Down,
Klinefelter, Turner, Huntington,Chorea, Prader Willi)
DM Intoleransi glukosa selama masa kehamilan (umumnya terdeteksi pada trisemester kedua-
gestasional ketiga) disebabkn karena ganggguan hormon estrogen pada masa kehamilan
Pra- Impaired Fasting Glucose (IFG): KGD puasa 100-125 mg/dl. Atau Impaired Glucose Tolerance
Diabetes (IGT): KGD 140-199 mg/dl setelah uji toleransi glukosa 75 gram (OGTT) jam.
Tanda dan gejala DM tipe 1 antara lain poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan BB, fatigue, iritabilitas,
dan pruritus. Pada DM tipe 2 sering muncul tanpa diketahui, sehingga penanganannya sering terlambat yakni
ketika penyakit sudah berkembang disertai komplikasi, mudah terkena infeksi, luka sukar sembuh, letargi,
nokturia, penglihatan kabur, umumnya menderita hipertensi dan hiperlipidemia. Secara umum tanda DM dapat
diukur dengan melihat nilai HBA1C serta peningkatan gula darah dan glukosa urin. Seseorang dikatakan terkena
DM apabila nilai A1C 6,5% atau lebih, Gula darah puasa selama 8 jam bernilai 126 mg/dl (7,0 mmol/L) atau
lebih, Gula darah 2 jam bernilai 200 mg/dl (11,1 mmol/L) atau lebih selama OGTT, Gula darah acak bernilai 200
mg/dl (11,1 mmol/L) atau lebih dengan gejala klasik hiperglikemik. Faktor resiko DM antara lain keturunan, usia,
obesitas, etnik/ras, lifestyle, dan penyakit lain seperti hipertensi, hiperlipidemia (3,5,6).
Secara umum, patofisiologi DM terjadi karena adanya penurunan sekresi insulin dan/atau menurunya
sensitifitas insulin (reistensi insulin). Insulin berfungsi sebagai pengangkut glukosa dalam darah masuk kedalam
sel yang berfungsi sebagai energi maupun untuk disimpan sebagai cadangan tenaga, akibat adanya masalah
pada insulin menyebabkan peningkatan level KGD. Karena kurangnya pasokan glikogen dalam sel maka sel
akan mulai memecah baik protein maupun lemak sehingga dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan
ketoasidosis. Dengan kata lain patofisiologi DM terjadi karena terganggunya fungsi homeostatis pengaturan
KGD dalam tubuh. Pada DM tipe 2, kondisi obesitas menyebabkan lipolisis lemak dijaringan meningkat sehingga
produksi asam lemak bebas naik dan menstimulasi produksi VLDL. Hal tersebut menyebabkan sensistivitas
insulin turun. Selain itu, lipolisis lemak meningkatkan produksi sitokin yang berakibat resistensi insulin(3).
Terapi farmakologi DM tipe 1 dengan insulin, sedangkan pada DM tipe 2 menggunakan Obat Anti
Diabetes Oral (ADO) atau bisa kombinasi insulin dengan ADO(3). Selain itu, insulin juga digunakan pada kondisi
DM tipe 2 tertentu, keadaan stres berat (infeksi berat, tindakan pembedahan dll), DM gestasional, ketoasidosis
diabetik, sindrom hiperglikemia hiperosmolar non-ketotik, DM yang mendapat nutrisi parenteral, gangguan
fungsi ginjal atau hati yang berat, kontra indikasi atau alergi terhadap ADO(1). Obat ADO digolongkan menjadi(3):
Golongan Mekanisme Contoh ESO dan Perhatian Khusus/KI
Sulfonilurea merangsang sekresi insulin di glimepirid, glikazid, ESO: peningkatan BB, hipoglikemi.
kelenjar pankreas glipizid, gliburid KI: kehamilan, px gang.ginjal & hepar
Biguanida Menurunkan produksi glukosa Metformin ESO: penurunan BB, diare, mual
hati, menaikan sensitifitas insulin muntah. KI: gang.ginjal, px CHF
Tiazolin- Menaikkan sensitifitas insulin. Rosiglitazone, ESO: edema.
dindion Berikatan dengan PPAR di Troglitazone, KI: kehamilan, pasien CHF,
otot, jaringan lemak, dan hati Pioglitazone gangguan hepar
Inhibitor Menghambat pemecahan karbo Akarbose ESO: kembung, flatulence, diare. KI:
glukosidase &sukrosaglukosa diusus halus ulcerasi kolon, gang.GI
Meglitinida Merangsang sekresi insulin di Repaglinide, ESO: Hipoglikemi
kelenjar pankreas Nateglinide KI: kehamilan
DPP 4 Menghambat enzim DPP 4 Sitagliptin,Saxaglip ESO: hipoglikemi (jarang). ADR: SJS
inhibitor tin, Linagliptin
Terapi Non Farmakologi yang dapat mendukung adalah terapi gizi medis dengan makan makanan yang
seimbang sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu, dan Olahraga seperti jalan kaki
sebaiknya 30 menit sehari, bersepeda santai, jogging dan berenang(3).
Kondisi DM sangat memungkinkan adanya penyakit penyerta yang akan timbul. Salah satu penyakit
penyerta yang dapat timbul pada DM adalah Infeksi Saluran Kemih (ISK). Infeksi saluran kemih (ISK) adalah
infeksi yang terjadi akibat terbentuknya koloni kuman di saluran kemih(5). ISK diklasifikasikan berdasarkan
anantomi dan klinis. Secara anatomi ISK dibedakan menjadi ISK bawah /sistitis (presentasi klinis infeksi saluran
kemih disertai bakteriuria bermakna); Sindroma Uretra Akut (presentasi klinis sistitis tanpa ditemukan
mikroorganisme /steril); prostatitis, epidimidis; dan urethritis. Sedangkan urea bagian atas terdiri dari
pyelonephritis akut (inflamasi parenkim ginjal yang disebabkan oleh infeksi bakteri) dan pyelonephritis kronis
(terjadi akibat lanjut dari infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil)(6). Secara klinis, ISK
terbagi menjadi tak berkomplikasi dan ISK berkomplikasi. Etiologi ISK paling banyak disebabkan oleh bakteri
gram-negatif termasuk bakteri yang biasanya menghuni usus kemudian naik ke sistem saluran kemih. Dari gram
negatif tersebut, paling banyak disebabkan Escherichia coli kemudian diikuti oleh Proteus sp, Klebsiella,
Enterobacter, dan Pseudomonas. Gejala klinis ISK sesuai dengan bagian saluran kemih yang terinfeksi, yaitu
pada ISK bagian bawah, keluhan pasien biasanya berupa nyeri supra pubik,disuria, frekuensi, hematuri, urgensi,
dan stranguria; sedangkan pada ISK bagian atas, dapat ditemukan gejala demam, kram, nyeri punggung,
muntah, skoliosis, dan penurunan berat badan(5). Patofisiologi ISK hampir seluruhnya disebabkan invasi
mikroorganisme asending dari uretra ke dalam kandung kemih. Invasi mikroorganime dapat mencapai ginjal
dipermudah dengan refluks vesikoureter. Pada wanita mulamula kuman dari anal berkoloni di vulva, kemudian
masuk ke kandung kemih melalui uretra yang pendek secara spontan atau mekanik akibat hubungan seksual
dan mungkin perubahan pH dan flora vulva dalam siklus menstruasi. Terapi ISK diberikan berdasarkan tipenya
yaitu: (a) Sistitis akut (nitrofurantoin,fosfomycin, dan tmp-smx), (b) komplikasi isk bagian bawah (ciprofloxacin,
ofloxacin, tmp-smx, dan cefuroxime), (c) pyelonephritis tanpa komplikasi (ciprofloxacin, ofloxacin, gentamycun,
dan cefuroxime), (d) komplikasi pyelonephritis/ urosepsis (ciprofloxacin, ofloxacin, gentamycin, amikacin,
piperacillin-tazobactam, ertapenem)(7). Terapi non farmakologi yang dapat dilakukan adalah perbanyak minum
air putih, tidak menahan berkemih, dan menjaga kebersihan daerah kemaluan. ISK dapat dipengaruhi banyak
faktor, beberapa faktor predisposisi yang mempermudah untuk terjadinya ISK, yaitu bendungan aliran urin
(Anomali kongenital, batu saluran kemih, Oklusi ureter), refluks vesikoureter, DM, dan instrumentasi (kateter,
dilatasi uretra, sitoskopi)(5). Selain faktor tersebut, hygiene dan sanitasi penderita yang buruk dapat pula
meningkatkan resiko terjadinya infeksi(8). Dalam islam, kebersihan diri sangatlah diperhatikan. Dalam QS. Al-
Baqarah ayat 222 disebutkan Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyucikan
diri.. Islam telah mengatur perihal kebersihan diri seperti intinja (membersihakan kotoran dari dubur dan qubul)
dan thaharah atau bersuci. Tujuannya untuk membersihkan hadas maupun najis sehingga seorang
diperbolehkan untuk mengerjakan suatu ibadah yang dituntut harus dalam keadaan suci seperti shalat.
Pada skenario terdapat DRP dan non-DRP. DRP yang terjadi adalah pemilihan obat yang tidak tepat
yaitu metformin dan amoxicillin. Pada pasien DM yang menderita infeksi, demi menghindari meningkatnya kadar
gula darah, maka perlu diberikan insulin. Apabila infeksi telah teratasi, maka dapat kembali ke pengobatan oral
lagi(9). Kemudian untuk terapi ISK, berdasar guideline untuk komplikasi ISK bagian bawah maka first line terapi
adalah Ciprofloxacin, Ofloxacin, TMP-SMX, dan Cefuroxime(7). Pengatasan yang perlu dilakukan adalah
penggantian dari metformin menjadi insulin basal dengan penggunaan sekali sehari untuk
meningkatkankenyamanan dan kepatuhan pasien. Dosis insulin yang diberikan untuk DM tipe 2 adalah 0,7-2,5
unit/kgBB(9). Kemudian mengganti amoxicillin dengan Cotrimoxazol, karena cotrimoxazol dapat membantu
menurunkan kadar gula darah pasien. Dosis Cotrimoxazol yang diberikan adalah 960mg 2 kali sehari selama
7-14 hari(7,10). Monitoring yang perlu dilakukan meliputi efektivitas terapi dengan melihat tanda-tanda vital target
tatalaksana DM dan ISK serta melihat parameter klinis yang ada, kemudian monitoring efek samping, alergi dan
interaksi obat dengan melihat rekam kefarmasian atau interview langsung dengan pasien. Rencana konseling
terkait terapi farmakologi (penggunaan obat secara benar dan tepat, penyimpanan obat) dan non-farmakologi
(makan atau minuman yang perlu dihindari, aktivitas tambahan, pengaturan pola makan) yang dapat
mendukung tercapainya efektivitas terapi, dan monitoring kepatuhan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim, 2005, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Melitus, Direktorat Bina Farmasi Komunitas
dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan, Jakarta
2. Association Diabetes America, 2015, Standart of Medical Care in Diabetes..
3. Wells, B.G., Dipiro, J.T., Scwinghammer, T.L., Dipiro, C.V., 2015, Pharmacotherapy Handbook, 9th, MC
grow Hill, Washington DC.
4. Sukandar, E.Y., dkk., 2008, ISO Farmakoterapi, PT. ISFI, Jakarta.
5. Rani HAA, Soegondo S, Nasir AU et al., 2004, Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam Edisi 2004,
Pusat Penerbitan IPD FKUI, Jakarta.
6. Sukandar E, 2006, Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I
Edisi IV, Pusat Penerbit IPD FK UI, Jakarta.
7. Nitzan, O., Elias, M., Chazan, B., et all, 2015, Urinary tract infections in patients with type 2 diabetes mellitus:
review of prevalence, diagnosis, and management, Diabetes, Metabolic Syndrome and Obesity: Targets and
Therapy, 8, 129136.
8. Putri, RA., Armmiyati, Y., Supriyono, M., Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Kejadian Infeksi Saluran
Kemih pada Pasien Rawat Inap Usia 20 Tahun ke atas dengan Kateter Menetap di RSUD Tugurejo
Semarang, 1-8.
9. Soelistijo dkk, 2015, Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabtes Melitus Tipe 2 di Indonesia, PB
Perkeni, Jakarta.
10. Fnfstck, R., Nicolle, L. E., Hanefeld, M., et all, 2012, Urinarty tract infectioin in patient with diabetes
mellitus, Clinical Nephrology, 77:1, 40-48.

Anda mungkin juga menyukai