Anda di halaman 1dari 14

1.

Organ pada System Gastrointestinal


Pada dasarnya sistem pencernaan makanan dalam tubuh manusia dibagi menjadi 3 bagian, yaitu
proses penghancuran makanan yang terjadi dalam mulut hingga lambung.Selanjutnya adalah
proses penyerapan sari - sari makanan yang terjadi di dalam usus. Kemudian proses pengeluaran
sisa - sisa makanan melalui anus.

a. Mulut

Mulut adalah suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air, merupakan bagian awal
dari system pencernaan lengkap yang berakhir di anus.
Bagian-bagian yang terdapat dalam mulut:
Gigi (dens)
Lidah (lingua) adalah kumpulan otot rangka pada bagian lantai mulut yang dapat
membantu pencernaan makanan dengan mengunyah dan menelan.
Berfungsi untuk:
1. sebagai indera pengecap/perasa
2. mengaduk makanan di dalam rongga mulut
3. membantu proses penelanan
4. membantu membersihkan mulut
5. membantu bersuara/berbicara
Ludah (saliva) dihasilkan oleh kelenjar ludah.

b. Esofagus

Esofagus atau kerongkongan adalah tabung (tube) yang dilalui sewaktu makanan mengalir dari
bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui esofagus dengan menggunakan
proses peristaltik.
Esofagus bertemu dengan faring yang menghubungkan esofagus dengan rongga mulut pada ruas
ke-6 tulang belakang. Menurut histologi, esofagus dibagi menjadi tiga bagian: bagian superior
(sebagian besar adalah otot rangka), bagian tengah (campuran otot rangka dan otot polos), serta
bagian inferior (terutama terdiri dari otot polos).

c. Lambung

Lambung atau ventrikulus berupa suatu kantong yang terletak di bawah sekat rongga badan.
Lambung dapat dibagi menjadi tiga daerah, yaitu daerah kardia, fundus dan pilorus. Kardia
adalah bagian atas, daerah pintu masuk makanan dari kerongkongan . Fundus adalah bagian
tengah, bentuknya membulat. Pilorus adalah bagian bawah, daerah yang berhubungan dengan
usus 12 jari (duodenum).
Di dalam lambung, makanan dicerna secara kmiawi. Dinding lambung tersusun dari tiga lapisan
otot, yakni otot melingkar, memanjang dan menyerong. Kontraksi dan ketiga macam lapisan otot
tersebut mengakibatkan gerak peristaltik (gerak menggelombang). Gerak peristaltik
menyebabkan makanan di dalam lambung diaduk-aduk.
Di bagian dinding lambung sebelah dalam terdapat kelenjar-kelenjar yang menghasilkan getah
lambung. Aroma, bentuk, warna, dan selera terhadap makanan secara refleks akan menimbulkan
sekresi getah lambung. Getah lambung mengandung asam lambung (HCI), pepsin, musin, dan
renin. Asam lambung berperan sebagai pembunuh mikroorganisme dan mengaktifkan enzim
pepsinogen menjadi pepsin. Pepsin merupakan enzim yang dapat mengubah protein menjadi
molekul yang lebih kecil. Musin merupakan mukosa protein yang melicinkan makanan. Renin
merupakan enzim khusus yang hanya terdapat pada mamalia, berperan sebagai kaseinogen
menjadi kasein. Kasein digumpalkan oleh Ca+ dari susu sehingga dapat dicerna oleh pepsin.
Tanpa adanya reninm sus yang berwujud cair akan lewat begitu saja di dalam lambuing dan usu
tanpa sempat dicerna.
Kerja enzim dan pelumatan oleh otot lambung mengubah makanan menjadi lembut seperti
bubur, disebut chyme (kim) atau bubur makanan. Otot lambung bagian pilorus mengatur
pengeluaran kim sedikit demi sedikit dalam duodenum. Caranya, otot pilorus yang mengarah ke
lambung akan relaksasi (mengendur) jika tersentuk kim yang bersifat asam.Sebaliknya, oto
pilorus yang mengarah ke duodenum akan berkontraksi (mengerut) jika tersentu kim. Jadi,
misalnya kim yang bersifat asam tiba di pilorus depan, maka pilorus akan membuka, sehingga
makanan lewat. Oleh karena makanan asam mengenai pilorus belakang, pilorus menutup.
Makanan tersebut dicerna sehingga keasamanya menurun. Makanan yang bersifat basa di
belakang pilorus akan merangsang pilorus untuk membuka. Akibatnya, makanan yang asam dari
lambung masuk ke duodenum. Demikian seterusnya. Jadi, makanan melewati pilorus menuju
duodenum segumpal demi segumpal agar makanan tersebut dapat tercerna efektif. Seteleah 2
sampai 5 jam, lambung kosong kembali.

d. Pankreas

Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama: menghasilkan
enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian
posterior perut dan berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari).

e. Hati

Hati merupakan kelenjar terbesar di dalam tubuh, terletak dalam rongga perut sebelah kanan,
tepatnya di bawah diafragma. Berdasarkan fungsinya, hati juga termasuk sebagai alat ekskresi.
Hal ini dikarenakan hati membantu fungsi ginjal dengan cara memecah beberapa senyawa yang
bersifat racun dan menghasilkan anomia, urea, dan asam urat dengan memanfaatkan nitrogen
dari asam amino. Proses pemecahan senyawa racun oleh hati disebut proses detoksifikasi.
Sebagai kelenjar, hati menghasilkan empedu yang mencapai liter setiap hari. Empedu berasal
dari hemoglobin sel darah merah yang telah tua. Empedu merupakan cairan kehijauan dan terasa
pahit. Zat ini disimpan di dalam kantong empedut . Empedu mengandung kolestrol, garam
mineral, garam empedu, pigmen bilirubin, dan biliverdin. Empedu yang disekresikan berfungsi
untuk mencerna lemak, mengaktifkan lipase, membantu daya absorpsi lemak di usus, dan
mengubah zat yang tidak larut dalam air menjadi zat yang larut dalam air.
Sel-sel darah merah dirombak di dalam hati. Hemglobin yang terkandung di dalamnya dipecah
menjadi zat besi, globin, dan heme. Zat besi dan globin didaur ulang, sedangkan heme dirombak
menjadi bilirubin dan biliverdin yang bewarna hijau kebiruan. Di dalam usus, zat empedu ini
mengalami oksidasi menjadi urobilin sehingga warna feses dan urin kekuningan.
Hati juga menghasilkan enzim arginase yang dapat mengubah arginin menjadi ornintin dan urea.
Ornintin yang terbentuk dapat mengikat NH dan CO yang bersifat racun. Fungsi lain dari hati
adalah mengubah zat buangan dan bahan racun untuk dikeluarkan dalam empedu dan urin, serta
mengubah glukosa yang diambil dari darah menjadi glikogen yang disimpan di sel-sel hati.
Glikogen akan dirombak kembali menjadi glukosa oleh enzim amilase dan dilepaskan ke darah
sebagai respons meningkatnya kebutuhan energi oleh tubuh.

f. Usus halus

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara
lambung dan usus besar. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum),
usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum). Pada usus dua belas jari terdapat dua
muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.

Di dalam usus dua belas jari, dihasilkan enzim dari dinding usus. Enzim tersebut diperlukan
untuk mencerna makanan secara kimiawi:

Enterokinase, untuk mengaktifkan tripsinogen yang dihasilkan pankreas;


Erepsin atau dipeptidase, untuk mengubah dipeptida atau pepton menjadi asam amino;
Laktase, mengubah laktosa menjadi glukosa;
Maltase, berfungsi mengubah maltosa menjadi glukosa;
Disakarase, mengubah disakarida menjadi monosakarida;
Peptidase, mengubah polipeptida menjadi asam amino;
Lipase, mengubah trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak;
Sukrase, mengubah sukrosa menjadi fruktosa dan glukosa.

Di dalam usus penyerapan (iluem) terdapat banyak lipatan atau lekukan yang disebut jonjot-
jonjot usus (vili). Vili berfungsi memperluas permukaan penerapan, sehingga makanan dapat
terserap sempurna.

Makanan yang berupa glukosa, asam amino, vitamin, mineral, air akan diserap pembuluh darah
kapiler di vili, dan diangkut ke hati ke vena porta. Di dalam hati, beberapa zat akan diubah ke
bentuk lain dan bebrapa lainnya akan diedarkan ke seluruh tubuh.

Sedangkan asam lemak dan gliserol diangkut melalui pembuluh limfa.

g. Usus besar

Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi
utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Kolon terdiri dari kolon menanjak (ascending),
kolon melintang (transverse), kolon menurun (descending), kolon sigmoid, dan rektum. Bagian
kolon dari usus buntu hingga pertengahan kolon melintang sering disebut dengan "kolon kanan",
sedangkan bagian sisanya sering disebut dengan "kolon kiri".

h. Appendix

Sekum (Bahasa Latin: caecus, "buta") dalam istilah anatomi adalah suatu kantung yang
terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar. Usus buntu dalam
bahasa latin disebut sebagai Appendix vermiformis. Pada awalnya Organ ini dianggap sebagai
organ tambahan yang tidak mempunyai fungsi, tetapi saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks
adalah sebagai organ imunologik dan secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobulin (suatu
kekebalan tubuh) dimana memiliki/berisi kelenjar limfoid.

Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, Umbai cacing
berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks
selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda - bisa di retrocaecal atau di pinggang
(pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.

i. Rektum

Rektum (Bahasa Latin: regere, "meluruskan, mengatur") adalah organ terakhir dari usus besar
yang berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses.
Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu
sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi,
sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali
dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses
akan terjadi.

j. Anus

Dalam anatomi, anus (Latin: nus) adalah sebuah bukaan dari rektum ke lingkungan luar tubuh.
Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter ani externa. Feses dibuang dari tubuh
melalui proses defekasi, yang merupakan fungsi utama anus.
Anus manusia terletak di bagian tengah gluteus, bagian posterior dari peritoneum. Terdapat dua
otot sphinkter anal (di sebelah dalam dan luar). Otot ini membantu menahan feses saat defekasi.
Salah satu dari otot sphinkter merupakan otot polos yang bekerja tanpa perintah, sedangkan
lainnya merupakan otot rangka.

2. Fisiologi Sistem Gastrointestinal

Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorpsi bahan-bahan
nutrisi dan air. Semua aktivitas lainnya mengatur dan mempermudah berlangsungnya proses ini.
Proses pencernaan dimulai dari mulut dan lambung oleh kerja ptialin, HCL, pepsin, mukus,
renin, dan lipase lambung terhadap makaann yang masuk. Proses ini berlanjut di duodenum
terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein
menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Mukus juga memberikan perlindungan terhadap asam.
Sekresi empedu dari hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga
memberikan permukaan yang lebih luas bagi kerja lipase pankreas.
Kerja empedu terjadi akibat sifat deterjen asam-asam empedu yang dapat melarutkan zat-
zat lemak dengan membentuk misel. Misel merupakan agregat asam empedu dan molekul-
molekul lemak. Lemak membentuk inti hidrofobik, sedangkan asam empedu karena merupakan
molekul polar, membentuk permukaan misel dengan ujung hidrofobik menghadap ke luar
menuju medium cair. Bagian sentral misel juga melarutkan vitamin-vitamin larut lemak, dan
kolesterol. Jadi, asam-asam lemak bebas, gliserida, dan vitamin larut lemak dipertahankan dalam
larutan sampai dapat diabsorpsi oleh permukaan sel epitel.
Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim yang terdapat dalam getah usus
(sukus enterikus). Banyak enzim-enzim ini terdapat dalam brush border vili dan mencerna zat-
zat makanan sambil diabsorpsi.
Dua hormon berperan penting dalam pengaturan pencernaan usus. Lemak yang
bersentuhan dengan mukosa duodenum menyebabkan kontraksi kandung empedu yang
dioerantarai oleh kerja kolesitokinin. Hasil-hasil pencernaan protein tak lengkap yang
bersentuhan dengan mukosa duodenum merangsang sekresi getah pankreas yang kaya-enzim; hal
ini diperantarai oleh pankreozimin.

Asam lambung yang bersentuhan dengan mukosa usus menyebabkan dikeluarkannya


hormon lain, yaitu sekretin, dan jumlah yang dikeluarkan sebanding dengan jumlah asam yang
mengalir melalui duodenum. Sekretin merangsang sekresi getah yang mengandung bikarbonat
dari pankreas, merangsang sekresi empedu dari hati, dan memperbesar kerja CCK.
Pergerakan segmental usus mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret pankreas,
hepatobiliar, dan sekresi usus, dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke
ujung lain dengan kecepatan absorpsi optimal dan asupan kontinu isi lambung.
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi
usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah absorpsi air dan elektrolit, yang sudah hampir
selesai dalam kolon dekstra. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung masa
feses yang sudah terdehidrasi hingga berlangsungnya defekasi.
Pada umumnya usus besar bergerak secara lambat. Gerakan usus besar yang khas adalah
gerakan pengadukan haustral. Kantung atau haustra meregang dan dari waktu ke waktu otot
sirkular akan berkontraksi untuk mengosongkannya. Gerakan ini tidak progresif tetapi
menyebabkan isi usus bergerak bolak-balik dan mermas-remas sehingga memberi waktu untuk
terjadinya absorpsi. Terdapat dua jenis peristaltik propulsif : (1) kontraksi lambat dan tidak
teratur, berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan, menymbat beberapa haustra; dan
(2) peristaltik massa, merupakan kontraksi yang melibatkan segmen kolon. Gerakan peristaltik
ini menggerakkan massa feses ke depan, akhirnya merangsang defekasi. Kejadian ini timbul dua
sampai tiga kali sehari dan dirangsang oleh refleks gatrokolik setelah makan, terutama setelah
makanan yang pertama kali dimakan pada hari itu.
Propulsi feses ke dalam rektum menyebabkan terjadinya distensi dinding rektum dan
merangsang refleks defekasi. Defekasi dikendalikan oleh sfingter ani eksterna dan interna.
Sfingter interna dikendalikan oleh sistem saraf otonom, sedangkan sfingter eksterna
dikendalikan oleh sistem saraf voluntar. Refleks defekasi terintegrasi pada medula spinalis
segmen sakral kedua dan keempat. Serabut parasimpatis mencapai rektum melalui saraf
splangnikus panggul dan menyebabkan terjadinya kontraksi rektum dan relaksasi sfingter
interna. Pada waktu rektum yang tergang berkontraksi, otot levator ani berelaksasi, sehingga
menyebabkan sudut dan anulus anorektal hilang. Otot sfingter interna dan eksterna berelaksasi
pada waktu anus tertarik ke atas melebihi tinggi masa feses. Defekasi dipercepat dengan tekanan
intraabdomen yang meningkat akibat kontraksi voluntar otot dada dengan glotis yang tertutup,
dan kontraksi otot abdomen secara terus menerus (manuver atau peregangan valsalva). Defekasi
dapat dihambat oleh kontraksi voluntar sfingter eksterna dan levator ani. Dinding rektumsecara
bertahap menjadi relaks dan keinginan defekasi menghilang.

3. Kebutuhan Nutrisi
Tingginya kebutuhan energi dan nutrien pada remaja dikarenakan perubahan dan pertambahan
berbagai dimensi tubuh (berat badan, tinggi badan), massa tubuh serta komposisi tubuh sebagai
berikut:

Tinggi badan

Sekitar 15 20% tinggi badan dewasa dicapai pada masa remaja.


Percepatan tumbuh anak lelaki terjadi lebih belakangan serta puncak ypercepatan lebih
tinggi dibanding anak perempuan. Pertumbuhan linear dapat melambat atau terhambat
bila kecukupan makanan / energi sangat kurang atau energy expenditure meningkat misal
pada atlet.

Berat badan

Sekitar 25 50% final berat badan ideal dewasa dicapai pada masa remaja.
Waktu pencapaian dan jumlah penambahan berat badan sangat dipengaruhi yasupan
makanan / energi dan energy expenditure.

Komposisi tubuh

Pada masa pra-pubertas proporsi jaringan lemak dan otot maupun massa ytubuh tanpa
lemak (lean body mass) pada anak lelaki dan perempuan sama.
Anak lelaki yang sedang tumbuh pesat, penambahan jaringan otot lebih ybanyak daripada
jaringan lemak secara proporsional, demikian pula massa tubuh tanpa lemak dibanding
anak perempuan.
Jumlah jaringan lemak tubuh pada orang dewasa normal adalah 23% pada yperempuan
dan 15% pada lelaki.
Sekitar 45% tambahan massa tulang terjadi pada masa remaja dan pada yakhir dekade ke-
dua kehidupan 90% massa tulang tercapai.
Terjadi kegagalan penambahan massa tulang pada perempuan dengan ypubertas
terlambat sehingga kepadatan tulang lebih rendah pada masa dewasa. Nutrisi merupakan
salah satu faktor lingkungan yang turut menentukan awitan pubertas.
Pemantauan pertumbuhan selama pubertas dapat menggunakan indeks TB/U, BB/TB dan
IMT/U (indeks massa tubuh menurut umur). Rumus IMT = BB/TB.

Nutrisi pada masa remaja hendaknya dapat memenuhi beberapa hal di bawah ini:

1. Mengandung nutrien yang diperlukan untuk pertumbuhan fisik dan perkembangan


kognitif serta maturasi seksual.
2. Memberikan cukup cadangan bila sakit atau hamil.
3. Mencegah awitan penyakit terkait makanan seperti penyakit kardiovaskular, diabetes,
osteoporosis dan kanker.
4. Mendorong kebiasaan makan dan gaya hidup sehat.

Pada remaja yang sedang mengalami pertumbuhan fisik pesat serta perkembangan dan maturasi
seksual, pemenuhan kebutuhan nutrisi merupakan hal yang mutlak dan hakiki. Defisiensi energi
dan nutrien yang terjadi pada masa ini dapat berdampak negatif yang dapat melanjut sampai
dewasa. Kebutuhan nutrisi remaja dibahas berikut ini:

Energi

Kebutuhan energi remaja dipengaruhi oleh aktivitas, metabolisme basal dan peningkatan
kebutuhan untuk menunjang percepatan tumbuh-kembang masa remaja. Metabolisme basal
(MB) sangat berhubungan erat dengan jumlah massa tubuh tanpa lemak (lean body mass)
sehingga MB pada lelaki lebih tinggi daripada perempuan yang komposisi tubuhnya
mengandung lemak lebih banyak. Karena usia saat terjadinya percepatan tumbuh sangat
bervariasi, maka perhitungan kebutuhan energi berdasarkan tinggi badan (TB) akan lebih sesuai.

Percepatan tumbuh pada remaja sangat rentan terhadap kekurangan energi dan nutrien sehingga
kekurangan energi dan nutrien kronik pada masa ini dapat berakibat terjadinya keterlambatan
pubertas dan atau hambatan pertumbuhan.

Protein

Kebutuhan protein pada remaja ditentukan oleh jumlah protein untuk rumatan masa tubuh tanpa
lemak dan jumlah protein yang dibutuhkan untuk peningkatan massa tubuh tanpa lemak selama
percepatan tumbuh. Kebutuhan protein tertinggi pada saat puncak percepatan tinggi terjadi
(perempuan 11-14 tahun, lelaki 15-18 tahun) dan kekurangan asupan protein secara konsisten
pada masa ini dapat berakibat pertumbuhan linear berkurang, keterlambatan maturasi seksual
serta berkurangnya akumulasi massa tubuh tanpa lemak.

Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber energi utama dalam makanan, selain juga sebagai sumber serat
makanan. Jumlah yang dianjurkan adalah 50% atau lebih dari energi total serta tidak lebih dari
10-25% berasal dari karbohidrat sederhana seperti sukrosa atau fruktosa.

Di Amerika Serikat, konsumsi minuman ringan (soft drinks) memasok lebih dari 12% kalori
yang berasal dari karbohidrat dan konsumsinya meningkat 3 kali lipat pada dua dekade terakhir
ini. Penelitian Josep di Jakarta (2010) pada remaja siswa SMP didapatkan bahwa siswa yang
mengonsumsi minuman bersoda 3-4 kali per minggu berisiko untuk terjadi gizi lebih.

Lemak

Tubuh manusia memerlukan lemak dan asam lemak esensial untuk pertumbuhan dan
perkembangan normal. Pedoman makanan di berbagai negara termasuk Indonesia (gizi
seimbang), menganjurkan konsumsi lemak tidak lebih dari 30% dari energi total dan tidak lebih
dari 10% berasal dari lemak jenuh.

Sumber utama lemak dan lemak jenuh adalah susu, daging (berlemak), keju, mentega / margarin,
dan makanan seperti cake, donat, kue sejenis dan es krim, dan lain-lain.

Mineral

Kalsium (Ca). Kebutuhan kalsium pada masa remaja merupakan yang tertinggi dalam kurun
waktu kehidupan karena remaja mengalami pertumbuhan skeletal yang dramatis. Sekitar 45%
dari puncak pembentukan massa tulang berlangsung pada masa remaja, sehingga kecukupan
asupan kalsium menjadi sangat penting untuk kepadatan masa tulang serta mencegah risiko
fraktur dan osteoporosis. Pada usia 17 tahun, remaja telah mencapai hampir 90% dari masa
tulang dewasa, sehingga masa remaja merupakan peluang (window of opportunity) untuk
perkembangan optimal tulang dan kesehatan masa depan.

Angka kecukupan asupan kalsium yang dianjurkan untuk kelompok remaja adalah 1.300 mg per
hari. Susu merupakan sumber kalsium terbaik, disusul keju, es krim, yogurt. Kini banyak
makanan dan minuman yang difortifikasi dengan kalsium yang setara dengan kandungan
kalsium pada susu (300mg per saji). Terdapat pula kalsium dalam bentuk sediaan farmasi (dalam
bentuk karbonat, sitrat, laktat atau fosfat) dengan absorpsi sekitar 25-35%. Preparat kalsium akan
diabsorpsi lebih efisien bila dikonsumsi bersama makanan dengan dosis tidak lebih dari 500 mg.

Zat besi (Fe). Seperti halnya kalsium, kebutuhan zat besi pada remaja baik perempuan maupun
lelaki meningkat sejalan dengan cepatnya pertumbuhan dan bertambahnya massa otot dan
volume darah. Pada remaja perempuan kebutuhan lebih banyak dengan adanya menstruasi.
Kebutuhan pada remaja lelaki 10-12 mg/hari dan perempuan 15 mg/hari. Besi dalam bentuk
heme yang
terdapat pada sumber hewani lebih mudah diserap dibanding besi non-heme yang terdapat pada
biji-bijian atau sayuran.

Seng (Zn).Seng berperan sebagai metalo-enzyme pada proses metabolisme serta penting pada
pembentukan protein dan ekspresi gen. Konsumsi seng yang adekuat penting untuk proses
percepatan tumbuh dan maturasi seksual. Seperti halnya dengan kekurangan energi dan protein,
kekurangan seng dapat mengakibatkan hambatan pada pertumbuhan dan kematangan seksual.
Daging merah, kerang dan biji-bijian utuh merupakan sumber seng yang baik.

Vitamin

Vitamin A. Selain penting untuk fungsi penglihatan, vitamin A juga diperlukan untuk
pertumbuhan, reproduksi dan fungsi imunologik. Kekurangan vitamin A awal ditandai dengan
adanya buta senja. Sumber vitamin A utama : serealia siap saji, susu, wortel, margarin dan keju.
Sumber - karoten sebagai pro-vitamin A yang sering dikonsumsi remaja berupa wortel, tomat,
bayam dan sayuran hijau lain, ubi jalar merah dan susu.
Vitamin E. Vitamin E dikenal sebagai antioksidan yang penting pada remaja karena pesatnya
pertumbuhan. Meningkatnya konsumsi makanan yang mengandung vitamin E merupakan
tantangan karena makanan sumber vitamin E umumnya mengandung lemak tinggi.

Vitamin C . Keterlibatannya dalam pembentukan kolagen dan jaringan ikat menyebabkan


vitamin ini menjadi penting pada masa percepatan pertumbuhan dan perkembangan. Status
vitamin C pada remaja perokok lebih rendah walaupun telah mengonsumsinya dalam jumlah
cukup dikarenakan stres oksidatif sehingga mereka memerlukan tambahan vitamin C hingga 35
mg per hari.

Folat. Folat berperan pada sintesis DNA, RNA dan protein sehingga kebutuhan folat meningkat
pada masa remaja. Kekurangan folat menyebabkan terjadinya anemia megaloblastik dan
kecukupan folat pada masa sebelum dan selama kehamilan dapat mengurangi kejadian spina
bifida pada bayi.

Lain-lain

Serat (fiber). Serat makanan penting untuk menjaga fungsi normal usus dan mungkin berperan
dalam pencegahan penyakit kronik seperti kanker, penyakit jantung koroner dan diabetes
mellitus tipe-2. Asupan serat yang cukup juga diduga dapat menurunkan kadar kolesterol darah,
menjaga kadar gula darah dan mengurangi risiko terjadinya obesitas. Kebutuhan serat per hari
dapat dihitung dengan rumus : ( umur + 5 ) gram dengan batas atas sebesar ( umur + 10 ) gram.

4. Status Gizi

Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan makanan
dan penggunaan zat gizi. Bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara efisien
akan tercapai status gizi optimal yang memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak,
kemampuan kerja, dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin.
Asupan makan anak tergantung pada konsumsi makanan dalam keluarga. Konsumsi makanan dalam
keluarga dipengaruhi oleh jumlah dan jenis pangan, pemasakan, kebiasaan makan secara perorangan,
pendapatan, agama, adat istiadat, dan pendidikan keluarga yang bersangkutan. Makin bertambah usia
anak maka makin bertambah pula kebutuhan akan zat gizi.

Penilaian Status Gizi


Pada hakikatnya, penilaian status gizi pada anak tidak berbeda jauh dengan penilaian status gizi pada
periode kehidupan lainnya. Beberapa cara untuk menilai status gizi adalah : (1) Anamnesis asupan
diet, (2) Pemeriksaan klinis, (3) Pemeriksaan antropometri, (4) Uji biokimiawi.

1. Anamnesis Asupan Diet


Komponen anamnesis asupan diet meliputi : (1) 24-hour food recall/record, (2) food frequency
questionaire, (3) food history.
Cara ini biasanya dipilih untuk penilaian secara retrospektif. Namun, teknik anamnesis ini memiliki
beberapa kelemahan, diantaranya : bias karena sifat manusiawi yaitu sifat lupa, penghitungan
kandungan gizi tidak akurat, dan cara masak dan makan yang bervariasi di tiap daerah.

2. Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan fisik secara menyeluruh, termasuk riwayat kesehatan.
Beberapa bagian tubuh yang harus lebih diperhatikan, diantaranya: kulit, gusi, bibir, lidah, mata, dan
alat kelamin. Rambut, kulit, dan mulut sangat rentan sebab usia sel epitel dan mukosa tidak lama.
Untuk defisiensi zat gizi tertentu juga terdapat tanda fisik yang bersifat patognomonis.
Selain itu, penting pula ditanyakan keadaan nafsu makan, makanan yang digemari dan dihindari,serta
masalah saluran pencernaan. Masalah tersebut dapat mengganggu asupan pangan yang nantinya
dapat pula berpengaruh pada status gizi.

3. Uji Biokimiawi
Uji yang sering digunakan adalah pengukuran jenis protein viseral dan somatik. Parameter protein
viseral ialah serum albumin, prealbumin, transferin, hitung jumlah limfosit, dan uji antigen pada
kulit. Sementara parameter protein somatik selain melalui uji biokimiawi dapat diketahui dengan
mengukur lingkar pertengahan lengan atas (mid-arm circumferences).

4. Pemeriksaan Antropometri
Pada pemeriksaan antropometri tujuan yang hendak dicapai adalah :
a. Penapisan status gizi, yang diarahkan untuk orang dengan keperluan khusus.
b. Survei status gizi, yang ditujukan untuk memperoleh gambaran status gizi masyarakat
pada saat tertentu, serta faktor yang berkaitan.
c. Pemantauan status gizi, yang digunakan untuk memberikan gambaran perubahan status
gizi dari waktu ke waktu.

Pemeriksaan antropometri dilakukan dengan mengukur ukuran fisik, seperti: tinggi badan, berat
badan, serta lingkar beberapa bagian tubuh tertentu.

Pemeriksaan Antropometri Gizi


Antropometri berasal dari kata anthropos (tubuh) dan metros (ukuran). Sehingga, antropometri
berarti ukuran tubuh. Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi
tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Dimensi tubuh yang diukur
adalah tulang, otot, dan jaringan lemak. Perubahan dimensi tubuh dapat menggambarkan keadaan
kesehatan dan kesejahteraan secara umum individu maupun populasi.

Tabel 3. Parameter yang dianjurkan WHO untuk diukur pada survei gizi
Usia Pengamatan di Lapangan Pengamatan lebih rinci
0-1 tahun Berat dan panjang badan. Panjang batang badan,
lingkar kepala dan dada,
diameter krista iliaca, lipat
kulit dada, triceps, dan
subscapula
1-5 tahun Berat dan panjang badan Panjang batang badan (3
(sampai 3 tahun), tinggi tahun), lingkar kepala dan
badan (diatas 3 tahun), lipat dada (inspirasi setengah),
kulit biseps dan triceps, dan diameter bikristal, lipat kulit
lingkar lengan. dada dan subskapula, lingkar
betis, rontgen postero-
anterior tangan dan kaki.

5-20 tahun Berat dan tinggi badan, lipat Tinggi duduk, diameter
kulit triceps. bikristal, diameter bikromial,
lipat kulit di tempat lain,
lingkar lengan dan betis,
rontgen postero-anterior
tangan dan kaki.
>20 tahun Berat dan tinggi badan, lipat Lipat kulit di tempat lain,
kulit triceps. lingkar lengan dan betis.

1. Tinggi Badan
Tinggi atau panjang badan ialah indikator umum dalam mengukur tubuh dan panjang tulang.
Namun, tinggi badan saja tidak cukup representatif untuk menilai status gizi; pengukuran ini
harus digabungkan dengan indikator lain seperti berat badan dan usia. Alat yang biasa dipakai
disebut stadiometer. Ada dua macam yaitu : stadiometer portabel yang memiliki kisaran
pengukur 840-2060 mm dan harpenden stadiometer digital yang memiliki kisaran pengukur
600-2100 mm.
Tinggi badan diukur dalam keadaaan berdiri tegak lurus, tanpa alas kaki, kedua tangan merapat
ke badan, punggung dan pantat menempel di dinding, dan pandangan mata diarahkan ke depan.
Kedua lengan tergantung relaks di samping badan. Potongan kayu atau logam (bagian dari akar
pengukur tinggi yand dapat digeser-geser) diturunkan hingga menyentuh kepala (bagian verteks).
Sentuhan diperkuat jika anak yang diperiksa berambut tebal.
Pada bayi yang diukur bukan tinggi melainkan panjang badan. Biasanya panjang badan diukur
jika anak belum mencapai ukuran linier 85 cm atau berusia kurang dari 2 tahun. Ukuran panjang
badan lebih besar 0,5-1,5 cm daripada tinggi.
Oleh sebab itu, bila anak diatas 2 tahun diukur dalam keadaan berbaring maka hasilnya dikurangi
1 cm sebelum diplot pada grafik pertumbuhan.
Pengukuran panjang badan dilakukan oleh 2 orang pengukur. Pengukur pertama memposisikan
bayi agar lurus di papan pengukur sehingga kepala bayi menyentuh papan penahan kepala dalam
posisi bidang datar Frankfort (Frankfort Horizontal Line : posisi anatomis saat batas bawah
orbita dan batas atas meatus auditorius berada segaris). Pengukur kedua menahan agar lutut dan
tumit bayi secara datar menempel dengan papan penahan kaki.
Anak dengan keterbatasan fisik seperti kontraktur dan tidak memungkinkan dilakukan
pengukuran tinggi seperti diatas, terdapat cara pengukuran alternatif. Indeks lain yang dapat
dipercaya dan sahih untuk mengukur tinggi badan ialah : rentang lengan (arm span), panjang
lengan atas (upper arm length), dan panjang tungkai bawah (knee height). Semua pengukuran
diatas dilakukan sampai ketelitian 0,1 cm.
2. Berat Badan
Berat badan merupakan indikasi antropometri yang juga lazim digunakan karena mudah
dimengerti. Seperti pada tinggi badan, pengukuran berat badan harus juga dikombinasikan
dengan parameter lain agar menjadi ukuran yang valid. Parameter lain yang perlu
dipertimbangkan adalah tinggi, ukuran rangka, proporsi lemak, otot, tulang, serta komponen
antropometris berat badan patologis (misal : edema, splenomegali).
Alat pengukur yang dipakai adalah timbangan. Ada dua macam timbangan yaitu beam balance
scale (contoh:dacin) dan spring scale/timbangan pegas (timbangan pada umumnya). Jika
dimungkinkan, subjek ditimbang dalam keadaan terlanjang atau memakai pakaian seminimal
mungkin. Pengukuran terbaik dilakukan pagi hari, sebelum makan, dan setelah buang air.
Penelitian dilakukan hingga ketelitian 0,01 kg pada bayi dan 0,1 kg pada anak.

3. Lingkar Kepala
Pengukuran ini penting dilakukan di bagian anak untuk menentukan kemungkinan adanya keadaan
patologis yang berupa pembesaran (hidrocephalus) bila nilai di kurva Nellhaus >2SD dan pengecilan
(mikrocephalus) bila <-2SD. Lingkar kepala berhubungan dengan ukuran otak. Volume otak
bertambah secara cepat pada 3 tahun pertama kehidupan. Diatas usia tersebut, pertambahan lingkar
kepala lebih lambat dan hasil pengukurannya tidak lagi bermanfaat.
Lingkar kepala bukan indikator yang baik untuk menilai status gizi jangka pendek, karena
pertumbuhan otak tetap dipertahankan oleh tubuh saat terjadi gangguan nutrisi. Pengukuran ini
dikerjakan terutama pada anak risiko tinggi gangguan status gizi.
Pengukuran dilakukan dengan pita pengukur fleksibel yang tidak dapat diregangkan. Panjang lingkar
sebaiknya diambil dari lingkar maksimum dari kepala, yaitu diatas tonjolan supraorbita dan
melingkari oksiput. Saat pengukuran harus diperhatikan agar pita pengukur tetap datar pada
permukaan kepala dan paralel di kedua sisi. Pengukuran dicatat hingga ketelitian 0,1 cm.

4. Lingkar Lengan
Lingkar lengan atas merupakan penanda cadangan energi dan protein, serta memberi informasi kadar
lemak tubuh. Selama tahun pertama kehidupan otot dan lemak di tangan bertambah secara cepat.
Setelah itu nyaris tidak ada perubahan hingga usia 5 tahun dan rata-rata konstan 16 cm. Namun pada
beberapa kasus seperti malnutrisi kekurangan energi protein maka otot akan mengecil dan lemak
menipis, sehingga lingkar lengan akan susut.
Selama pengukuran, anak harus berdiri tegak lurus dengan tangan dilemaskan. Pengukuran
dilakukan dengan pita ukur pada titik tengah lengan atas tangan kiri, ditengah antara ujung lateral
akromion dan olekranon bila tangan dalam posisi fleksi dengan sudut 90o. Pita ukur yang dipakai
harus fleksibel dan tidak dapat diregangkan. Sebaiknya, pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali
kemudian diambil angka reratanya hingga ketelitian 0,1 cm.
Daftar Pustaka

1. Stang J, Story M (eds) Guidelines for Adolescent Nutrition Service (2005) diunduh dari
http://www.epi.umn.edu/let/pubs/adol_book.htm
2. Blum RW. Global trends in adolescent health. J Amer Med Assoc 1991;265:2711-9
3. Haider R. Adolescent Nutrition: A review of the Situation in Selected South-East Asian
Countries. WHO 2006.
4. Story M, Stang J. Nutrition needs of adolescents. In: Stang J, Story M (eds) Guidelines
for Adolescent Nutrition Service (2005) diunduh dari
http://www.epi.umn.edu/let/pubs/adol_book.htm
5. Rome ES, Vazquez IM, Blazar NE. Adolescence: healthy and disordered eating. Dalam:
Walker WA, Watkins JB, Duggan C, penyunting. Nutrition in pediatrics: basic science
and applications. Edisi ke-3. London: Decker, 2003. h. 861-77
6. Kennedy E, Goldberg J. What are American children eating? Implication for public
policy. Nutr Rev 1995;53(5):111-26
7. Harrington S. The Role of Sugar-Sweetened Beverage Consumption in Adolescent
Obesity: A Review of the Literature. The Journal of School Nursing 2008;24(1):3-12
8. Josep R. Hubungan antara indeks massa tubuh dengan perilaku konsumsi minuman manis
pada siswa SMP : Sebuah survei di salah satu SMP swasta di Jakarta. Tugas penelitian di
Divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolik, Dept I.Kesehatan Anak, FKUI (2010)
9. Soekarjo DD, de Pee S, Bloem MW, et al. Socio-economic status and puberty are the
main factors detemining anaemia in adolescent girls and boys in East-Java, Indonesia.
Eur J Clin Nutr. 2001;55(11):932-9
10. Sunarno RW, Untoro R. Paper dipresentasikan di WHO Regional Meeting on Adolescent
Nutrition ln Chandigarh, India, 16-17 September 2002.
11. Nelson M. Anaemia in adolescent girls: effects on cognitive function and activity. Proc
Nutr Soc 1996;55:359-67
12. Kurz KM, Johnson-Welch C. The nutrition and lives of adolescents in developing
countries: Findings from the nutrition of adolescent girls research program. ICRW , 1994.
Dikutip dari Delisle H. Should adolescents be specifically targeted for nutrition in
developing countries? To addresswhich problem and how? Diunduh dari
http://www.idpas.org/pdf/1803ShouldAdolescentBeTargeted.pdf
13. Freedman DS, Dietz WH, Srinivasan SR, Berenson GS. The Relation of Overweight to
Cardiovascular Risk Factors Among Children and Adolescents: The Bogalusa Heart
Study Pediatrics 1999;103(6):1175-82
14. Delisle H. Should adolescents be specifically targeted for nutrition in developing
countries? To addresswhich problem and how? Diunduh dari
http://www.idpas.org/pdf/1803ShouldAdolescentBeTargeted.pdf
15. Lauralee Sherwood. Sistem Pencernaan. Lauralee Sherwood. Fisiologi Manusia : Dari
Sel Ke Sistem. Jakarta: EGC 2001;541.
16. Dr. R. Mulia Bangun, AAI, Prof. DR. L. Aulia, AAI, dan Prof. Dr. A. Effendi, AAI.
Abdomen. dr, Simbar Siitepu, AAI. Buku Ajar Anatomi 2 : Kepala, Leher, Thorax,
Abdomen, Pelvis Edisi 4. Medan : Bagian Anatomi FK USU 2006; 22-28.
17. Evelyn Pearce. Saluran Pencernaan dan Pencernaan Makanan. Evelyn Pearce Anatomi
Dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia 2006;188-195.
18. Luis Carlos Junqueira, dan Jos Carnerio. Saluran cerna. Luis Carlos Junqueira, Dan Jos
Carnerio. Histologi Dasar : Teks Dan Atlas. Jakarta : EGC 2007;295-306.
19. Glenda N. Lindseth.Gangguan Usus Halus dan Gangguan Usus Besar. Sylvia A Price,
dan Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6
Volume 1. Jakarta : EGC 2003. 437 - 459.
20. Dr.Marcellus Simadibrata K, Ph.D,Sp.PD dan Prof. DR. Dr. Daldiyono, Sp.PD.Diare
Akut. DR. Dr. Aru W. Sudoyo, Sp. PD, KHOM, Dr. Bambang Sertiohadi, Sp.PD,DR. Dr.
Idrus Alwi, Sp.PD, Dr. Marcellus Simadibrata K, Ph.D, Sp.PD, dan DR. Dr. Siti Setiati,
MEpid, Sp.PD. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keempat Jilid I. Jakarta : Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2007; 408 -
413 .
21. Larry K. Pickering dan John D. Snyder.Gastroenteritis. Waldo E. Nelson, MD, Richard
E. Behrman, MD, Robert Kliegman, MD, dan Ann M.Arvin, MD. Ilmu Kesehatan Anak
Nelson Edisi 15 Volume 2. Jakarta : EGC 1996; 889-893.

Anda mungkin juga menyukai