Anda di halaman 1dari 19

MATA KULIAH

METODE PENELITIAN AKUNTANSI


SKALA PENGUKURAN DAN INSTRUMEN
PENELITIAN

Disusun oleh :

LITASARI
G2E1 16 005

PRODI ILMU EKONOMI-KONSENTRASI AKUNTANSI


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HALU OLEO
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penelitian dapat diartikan sebagai suatu proses penyelidikan secara
sistematis yang ditujukan pada penyediaan informasi untuk menyelesaikan
masalah. Sebagai suatu kegiatan sistematis penelitian harus dilakukan dengan
metode tertentu yang dikenal dengan istilah metode penelitin, yakni suatu cara
ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah
ini harus didasari ciri-ciri keilmuan yaitu rasional, empiris, dan sistematis.
Dalam melaksanakan kegiatan penelitian, keberadaan instrumen
penelitian merupakan bagian yang sangat integral dan termasuk dalam komponen
metodelogi penelitian karena instrumen penelitian merupakan alat yang
digunakan untuk mengumpulkan, memeriksa, menyelidiki suatu masalah yang
sedang diteliti.
Suatu intrumen yang baik tentu harus memiliki validitas dan realibitas
yang baik. Untuk memperoleh instrument yang baik tentu selain harus
diujicobakan, dihitung validitas dan realibilitasnya juga harus dibuat sesuai
kaidah-kaidah penyusunan instrument.
Berkaitan dengan hal tersebut, pada pembahasan ini akan diuraikan
berbagai hal terkait dengan instrument penelitian yang pembahasannya diawali
dengan pengertian instrumen penelitian, jenis, langkah-langkah penyusunan, dan
teknik pengujian validitas dan reliabilitasnya.
B. Ruang Lingkup
Ruang lingkup permasalah yang dibahas pada makalah ini, meliputi:
1. Skala Pengukuran
2. Instrumen Penelitian
BAB II
PEMBAHASAN

A. SKALA PENGUKURAN
Teknik pengukuran merupakan aturan dan prosedur yang digunakan untuk
menjembatani antara apa yang ada dalam dunia konsep dengan apa yang terjadi di
dunia nyata. Proses Pengukuran sangat berkaitan dengan desain instrumen. Desain
instrumen dapat diartikan sebagai penyusunan instrumen pengumpulan data
(biasanya berupa suatu kuesioner) untuk mendapatkan data yang dibutuhkan guna
memecahkan masalah penelitian.

1. Komponen Pengukuran
Tujuan pengukuran adalah menerjemahkan karakteristik data empiris ke
dalam bentuk yang dapat dianalisa oleh peneliti. Titik fokus pengukuran adalah
pemberian angka terhadap data empiris berdasarkan sejumlah aturan/prosedur
tertentu. Prosedur ini dinamakan proses pengukuran yaitu investigasi mengenai
ciriciri yang mendasari kejadian empiris dan member angka atas ciriciri tersebut.
Komponen yang dibutuhkan dalam setiap pengukuran:
(1) Kejadian empiris (empirical events).
Kejadian empiris merupakan sejumlah ciri cirri dari objek, individu, atau
kelompok yang dapat diamati.
(2) Penggunaan angka (the use of number).
Komponen ini digunakan untuk memberi arti bagi ciri cirri yang menjadi
pusta perhatian peneliti. Spesifikasi tingkat pengukuran, kemudian diberikan
dengan member arti bagi angka tersebut.
(3) Sejumlah aturan pemetaan (set of mapping rules).
Komponen ini merupakan pernyataan yang menjelaskan arti angka terhadap
kejadian empiris. Aturan-aturan ini menggambarkan dengan gamblang ciri-
ciri apa yang kita ukur. Aturan aturan pemetaan disusun oleh peneliti untuk
tujuan studi.

2. Proses Pengukuran
Proses pengukuran dapat digambarkan sebagai sederet tahap yang saling
berkaitan yang dimulai dari:
1. Mengisolasi kejadian empiris Aktivitas ini merupakan konsekuensi langsung
dari masalah identifikasi dan formulasi. Intinya kejadian empiris dirangkum
dalam bentuk konsep/konstruksi yang berkaitan dengan masalah penelitian.
2. Mengembangkan konsep kepentingan Yang dimaksud dengan konsep dalam
hal ini adalah abstraksi ide yang digeneralisasi dari fakta tertentu.
3. Mendefinisikan konsep secara konstitutif dan operasional.
Definisi konstitutif mendefinisikan konsep dengan konsep lain sehingga
melandasi konsep berkepentingan. Jika suatu konsep telaH didefinisikaN secara
konstitutif dan benar, berarti konsep tersebut telah siap untuk dibedakan dengan
konsep lain. Definisi operasional memperinci aturan pemetaan dan alat di mana
variable akan diukur dalam kenyataan. Definisi ini menyatakan prosedur yang harus
diikuti oleh peneliti dalam memberikan angka terhadap konsep yang diukur. Oleh
karena itu defenisi operasional akan merefleksikan dengan tepat esensi defenisi
konstitutif.
4. Mengembangkan skala pengukuran.
5. Mengevaluasi skala berdasarkan reliabilitas dan validitasnya.
6. Penggunaan skala.
Tahap 4, 5 dan 6 merupakan tahap selanjutnya setelah definisi dinyatakan
dengan tepat, pemberian angka dapat dilakukan. Tujuannya utamanya adalah agar sifat
sifat angka tersebut seiring dengan sifat sifat kejadian yang ingin diukur. Tugas
ini dicapai oleh peneliti dengan memahami betul hakekat kejadian empiris yang
diuku dan menerjemahkan pengetahuan ini dalam pemilihan dan penyusunan skala
pengukuran yang mencerminkan sifat sifat yang sama. Skala pengukuran dapat
didefinisikan sebagai suatu alat yang digunakan untuk memberikan angka terhadap
objek/kejadian empiris.
3. Jenis Skala Pengukuran
Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan
untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga
alat ukur tersebut jika digunakan akan menghasilkan data kuantitatif. Contohnya
timbangan emas sebagai instrumen untuk mengukur berat emas.
Jenis-jenis skala pengukuran ada empat: skala nominal, skala ordinal, skala
interval, dan skala rasio.
1. Skala Nominal
Skala nominal adalah skala yang memungkinkan peneliti untuk
menempatkan subyek pada kategori atau kelompok tertentu.
Menurut Indriantoro (2002:97) skala nominal merupakan skala
pengukuran yang menyatakan kategori, kelompok atau klasifikasi dari kontruk
yang diukur dalam bentuk variabel. Skala ini digunakan untuk memperoleh data
pribadi seperti gender atau departemen tempat seorang bekerja, dimana
pengelompokan individu atau objek. Contohnya: Jenis kelamin (yang terdiri dari
pria dan wanita).
Adapun ciri-ciri dari skala nominal adalah:
a) Kategori data bersifat mutually ecclusive (saling memisah)
b) Kategori data tidak mempunyai aturan yang logis (bisa sembarang). Hasil
perhitungan dan tidak ditemui bilangan pecahan. Angka yang tertera hanya
label semata. Tidak mempunyai ukuran baru dan tidak mempunyai nol
mutlak.
2. Skala Ordinal
Skala ordinal adalah skala pengukuran yang tidak hanya menyatakan
kategori, tetapi juga menyatakan peringkat kontruk yang diukur (Indriantoro,
2001:98). Kelebihan skala ini jika dibandingkan dengan skala nominal adalah
skala ordinal menyatakan kategori dan peringkat.
Skala ini digunakan untuk memeringkat preferensi atau kegunaan
beragam jenis produk oleh konsumen dan untuk mengurutkan tindakan individu,
objek, atau peristiwa. Contohnya: kategori dari yang buruk sampai yang baik
dengan memberi nomor urut sesuai dengan tingkatannya. Adapun ciri-ciri dari
skala ordinal antara lain: kategori data saling memisah, kategori data memiliki
aturan yang logis, kategori data ditentukan skala berdasarkan jumlah
karakteridtik khusus yang dimilikinya.
3. Skala Interval
Skala interval merupakan skala pengukuran yang menyatakan kategori,
peringkat, dan jarak kontruk. Sedangkan menurut Indriantoro (2002:99) adaah
skala menentukan perbedaan, urutan, dan kesamaan besaran perbedaan dalam
variabel sehingga skala interval lebih kuat dibandingskala nominal dan ordinal.
Skala ini digunakan untuk respon beragam item yang mengukur suatu
interval bisa dihasilkan dengan skala lima atau tujuh poin. Contoh: Skala likert.
Adapun ciri-ciri dari skala interval adalah sebagai berikut:
a) Kategori data bersifat saling memisah
b) Kategori data memiliki aturan yang logis
c) Kategori data ditentukan skalanya berdasarkan jumlah karakteristik khusus
yang dimilikinya.
d) Perbedaaan karakteristik yang sama tergambar dalam jumlah yang dikenakan
pada kategori.
e) Angka nol hanya menggambarkan satu titik dalam skala ( tidak punya nilai
nol absolut)
4. Skala Rasio
Skala rasio merupakan skala pengukuran yang menunjukkan kategori,
peringkat, jarak dan perbandingan kontruk yang diukur. Skala ini menggunakan
nilai absolute, sehingga memperbaiki kelemahan skala interval yang
menggunakan nilai relative ( Indriantoro,2002:101).
Kegunaan skala ini adalah digunakan dalam penelitian organisasi ketika angka
pasti faktor-faktor objektif.
Sekaran (2006:30) dan Indriantoro (2008:102-107) membedakan antara
empat skala yang digunakan dalam mengukur sikap atau perilaku. Skala tersebut
dibagi menjadi dua kategori yaitu skala peringkat dan skala rangking
(Sekaran,2006:30). Berikut penjelasan dari masing-masing skala tersebut:
1. Skala Peringkat
Skala peringkat (rating scale) merupakan skala yang memiliki
beberapa kategori respon dan digunakan untuk mendapatkan respon yang
terkait dengan objek, peristiwa, atau orang yang dipelajari. Skala ini terbagi
menjadi beberapa skala, yaitu:
a. Skala dikotomi adalah skala yang menawarkan dua pilihan jawaban yang
harus dipilih salah satunya. Literatur lainnya seperti cooper (2006:38) dan
Indriantoro (2008:102) menyebutnya sebagai kategori sederhana.
Contoh: Apakah Anda mempunyai kartu kredit? Ya Tidak
b. Skala kategori adalah skala yang digunakan untuk mengukur sikap yang
berisi beberapa alternative kategori pendapat yang memungkinkan bagi
responden untuk memberikan alternative penilaian.
Contoh: Sangat Bagus, Bagus, Sedang, Jelek, Sangat Jelek.
c. Skala Likert adalah skala yang digunakan untuk mengukur sikap dengan
menyatakan setuju atau ketidak setujuannya terhadap subyek, objek atau
kejadian tertentu.
Contoh: (1) Sangat setuju, (2) Setuju, (3) Netral, (4) Tidak Setuju, (5)
Sangat Tidak Setuju.
d. Skala Deferensial Semantik adalah skala pengukuran sikap dengan
menggunakan pernyataan ekstremyang penilaiannya terdiri dari dua
kutup.
Contoh: Baik-Buruk, Kuat-Lemah, Modern-Kuno.
e. Skala Numerikal adalah skala semantik yang penilaiannya menggunakan
nomor terdiri atas 5 atau 7 alternatif.
f. Skala peringkat terperinci adalah skala pengukuran yang menyatakan
pilihan responden dengan melingkari nomor satu dari 5 atau 7 titik yang
ada.
g. Skala jumlah konstan atau tetap adalah skala yang digunakan untuk
pengukuran sikap dengan mendistribusikan sejumlah poin dan
mengakumulasinya.
h. Skala stapel adalah skala yang digunakan untuk mengukur sikap dengan
penilaian mulai dari +3 sampai -3 atas item yang ada.
i. Skala peringkat grafis adalah skala yang pengukuran yang menggunakan
peringkat grafis atas jawaban responden untuk pertanyaan tertentu.
j. Skala consensus adalah skala pengukuran sikap berdasarkan ketepatan
atau relevansinya dengan konsep.
k. Selain disebut di atas, skala peringkat juga bisa diukur dengan
menggunakan penskalaan multidimensional.
5. Skala Rangking
Skala rangking (rangking scale) merupakan skala yang digunakan untuk
membuat perbandingan antar objek, peristiwa, atau orang dan mengungkap
pilihan yang lebih disukai dan merangkingnya. Adapun metode yang dipakai
adalah perbandingan berpasangan, pilihan yang diharuskan, dan skala
komparatif.
a. Skala perbandingan berpasangan adalah skala yang digunakan ketika diantara
sejumlah kecil objek, responden diminta untuk memiih antara dua objek yang
dibandingkan pada satu waktu.
b. Skala pilihan yang diharuskan adalah skala pengukuran dengan meminta
responden untuk merangking objek secara relatif satu sama lainnya.
Contoh: berilah rangking pada situs berita ter-update

B. INSTRUMEN PENELITIAN
1. Pengertian Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah semua alat yang digunakan untuk
mengumpulkan, memeriksa, menyelidiki suatu masalah. Instrumen penelitian
dapat diartikan pula sebagai alat untuk mengumpulkan, mengolah, menganalisa
dan menyajikan data-data secara sistematis serta objektif dengan tujuan
memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis. Jadi semua alat yang
bisa mendukung suatu penelitian bisa disebut instrumen penelitian.
Menurut Suharsimi Arikunto (2000:134), instrumen pengumpulan data
adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya
mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan di permudah
olehnya.
Ibnu Hadjar (1996:160) berpendapat bahwa instrumen merupakan alat
ukur yang digunakan untuk mendapatkan informasi kuantitatif tentang variasi
karakteristik variabel secara objektif. Instrumen pengumpul data menurut
Sumadi Suryabrata (2008:52) adalah alat yang digunakan untuk merekam-pada
umumnya secara kuantitatif-keadaan dan aktivitas atribut-atribut psikologis.
Atibut-atribut psikologis itu secara teknis biasanya digolongkan menjadi atribut
kognitif dan atribut non kognitif. Sumadi mengemukakan bahwa untuk atribut
kognitif,perangsangnya adalah pertanyaan. Sedangkan untuk atribut non-kognitif,
perangsangnya adalah pernyataan.
Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa instrumen
penelitian adalah alat bantu yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan
informasi kuantitatif tentang variabel yang sedang diteliti.
2. Instrumen Penelitian untuk penelitian kualitatif
Satu-satunya instrumen terpenting dalam penelitian kualitatif adalah
peneliti itu sendiri. Peneliti mungkin menggunakan alat-alat bantu untuk
mengumpulkan data seperti tape recorder, video kaset, atau kamera. Tetapi
kegunaan atau pemanfaatan alat-alat ini sangat tergantung pada peneliti itu
sendiri.
Oleh karena dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen atau alat
penelitian adalah peneliti itu sendiri, maka peneliti harus divalidasi. Validasi
terhadap peneliti, meliputi; pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan
wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki objek
penelitian -baik secara akademik maupun logiknya- (Sugiono,2009:305).
Peneliti kualitatif sebagai human instrumen berfungsi menetapkan fokus
penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan
data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat
kesimpulan atas temuannya (Sugiono,2009:306).
Peneliti sebagai instrumen atau alat penelitian karena mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:
1. Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari
lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi penelitian,
2. Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan
dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus,
3. Tiap situasi merupakan keseluruhan artinya tidak ada suatu instrumen berupa
test atau angket yng dapat menangkap keseluruhan situasi kecuali manusia,
4. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia tidak dapat dipahami dengan
pengetahuan semata dan untuk memahaminya, kita perlu sering
merasakannya, menyelaminya berdasarkan pengetahuan kita,
5. Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh. Ia
dapat menafsirkannya, melahirkan hipotesis dengan segera untuk menentukan
arah pengamatan, untuk mentest hipotesis yang timbul seketika,
6. Hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan berdasarkan
data yang dikumpulkan pada suatu saat dan menggunakan segera sebagai
balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan, perbaikan atau perlakuan
(Sugiono 2009: 308).
Peneliti sebagai instrumen (disebut "Paricipant-Observer") di samping
memiliki kelebihan-kelebihan, juga mengandung beberapa kelemahan.
Kelebihannya antara lain:
1. Peneliti dapat langsung melihat, merasakan, dan mengalami apa yang terjadi
pada subjek yang ditelitinya. Dengan demikian, peneliti akan lambat laut
"memahami" makna-makna apa saja yang tersembunyi di balik realita yang
kasat mata (verstehen). Ini adalah salah satu tujuan yang hendak dicapai
melalui penelitian kualitatif.
2. Peneliti akan mampu menentukan kapan penyimpulan data telah mencukupi,
data telah jenuh, dan penelitian dihentikan. Dalam penelitian kualitatif,
pengumpulan data tidak dibatasi oleh instrumen (misalnya kuesioner) yang
sengaja membatasi penelitian pada variabel-variabel tertentu saja.
3. Peneliti dapat langsung melakukan pengumpulan data, menganalisanya,
melakukan refleksi secara terus menerus, dan secara gradual "membangun"
pemahaman yang tuntas tentang sesuatu hal. Ingat, dalam penelitian
kualitatif, peneliti memang "mengkonstruksi" realitas yang tersembunyi
(tacit) di dalam masyarakat.
Sementara beberapa kelemahan peneliti sebagai instrumen adalah :
1. Tidak mudah menjaga obyektivitas dan netralitas peneliti sebagai peneliti.
Keterlibatan subjek memang bagus dalam penelitian kualitatif, tetapi jika
tidak hati-hati, peneliti akan secara tidak sadar mencampuradukkan antara
data lapangan hasil observasi dengan pikiran-pikirannya sendiri.
2. Pengumpulan data dengan cara menggunakan peneliti sebagai instrumen
utama ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan peneliti dalam menulis,
menganalisis, dan melaporkan hasil penelitian. Peneliti juga harus memiliki
sensitifitas/kepekaan dan "insight" (wawasan) untuk menangkap simbol-
simbol dan makna-makna yang tersembunyi. Lyotard (1989) mengatakan
"lantaran pengalaman belajar ini sifatnya sangat pribadi, peneliti seringkali
mengalami kesulitan untuk mengungkapkannya dalam bentuk tertulis".
3. Peneliti harus memiliki cukup kesabaran untuk mengikuti dan mencatat
perubahan-perubahan yang terjadi pada subjek yang ditelitinya. Dalam
penelitian kuantitatif, penelitian dianggap selesai jika kesimpulan telah
diambil dan hipotesis telah diketahui statusnya, diterima atau ditolak. Tetapi
peneliti kualitatif harus siap dengan hasil penelitian yang bersifat plural
(beragam), sering tidak terduga sebelumnya, dan sulit ditentukan kapan
selesainya. Ancar-ancar waktu tentu bisa dibuat, tetapi ketepatan jadwal
(waktu) dalam penelitian kualitatif tidak mungkin dicapai seperti dalam
penelitian kuantitatif.
3 Instrumen Penelitian Untuk Penelitian Kuantitatif
Jika dalam penelitian kualitatif, instrumen penelitian adalah penelitinya
sendiri, maka dalam penelitian kuantitatif, instrumen harus dibuat dan menjadi
perangkat yang "independent" dari peneliti. Peneliti harus mampu membuat
instrumen sebagus mungkin, apapun instrumen itu.
Pada umumnya instrument penelitian dalam penelitian kuantitatif terbagi
dua yakni tes dan non tes. Tes sebagai instrument penelitian adalah suatu alat
yang berisi serangkaian soal-soal yang harus dijawab oleh responden untuk
mengukur suatu aspek tertentu, sesuai dengan tujuan penelitian. Selain tes,
terdapat instrumen berupa nontes, seperti skala sikap atau daftar pernyataan
untuk digunakan bagi peneliti yang menggunakan teknik pengumpulan data jenis
angket, pedoman wawancara untuk peneliti yang menggunakan teknik interview
atau wawancara, pedoman observasi untuk peneliti yang menggunakan teknik
observasi, dan lainnya.
Skala bertingkat (ratings) adalah suatu ukuran subyaktif yang dibuat
berskala. Walaupun skala bertingkat ini menghasilkan data yang kasar, tetapi
cukup memberikan informasi tertentu tentang program atau orang. Instrumen ini
dapat dengan mudah menberikan gambaran penampilan, terutama panampilan di
dalam orang menjalankan tugas, yang menunjukan frekuensi munculnya sifat-
sifat.
Pedoman wawancara berisi sebuah daftar pertanyaan yang mungkin akan
diajukan kepada responden. Sedangkan pedoman observasi berisi sebuah daftar
jenis kegiatan yang mungkin timbul dan akan diamati.
4 Langkahlangkah menyusun Instrumen
Iskandar (2008: 79) mengemukakan enam langkah dalam penyusunan
instrumen penelitian, yaitu :
1. Mengidentifikasikan variabel-variabel yang diteliti.
2. Menjabarkan variabel menjadi dimensi-dimensi
3. Mencari indikator dari setiap dimensi
4. Mendeskripsikan kisi-kisi instrumen
5. Merumuskan item-item pertanyaan atau pernyataan instrumen
6. Petunjuk pengisian instrumen.
5 Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Semua instrumen (baik yang tes maupun non tes) harus memiliki dua
syarat yaitu Valid dan reliabel. Valid berarti instrumen secara akurat mengukur
objek yang harus diukur. Reliabel berarti hasil pengukuran konsisten dari waktu
ke waktu. Menurut Ibnu Hadjar (1996:160), kualitas instrumen ditentukan oleh
dua kriteria utama: validitas dan reliabilitas. Validitas suatu instrumen
menurutnya menunjukkan seberapa jauh ia dapat mengukur apa yang hendak
diukur. Sedangkan reliabilitas menunjukkan tingkat konsistensi dan akurasi hasil
pengukuran.
Sumadi Suryabrata (2008:60) mengemukakan bahwa validitas instrumen
didefinisikan sebagai sejauh mana instrumen itu merekam/mengukur apa yang
dimaksudkan untuk direkam/diukur. Sedangkan reliabilitas instrumen merujuk
kepada konsistensi hasil perekaman data (pengukuran) kalau instrumen itu
digunakan oleh orang atau kelompok orang yang sama dalam waktu berlainan,
atau kalau instrumen itu digunakan oleh orang atau kelompok orang yang
berbeda dalam waktu yang sama atau dalam waktu yang berlainan.
Menurut Burhan Bungin (2005:96,97) Validitas alat ukur adalah akurasi
alat ukur terhadap yang diukur walaupun dilakukan berkali-kali dan di mana-
mana. Sedangkan reliabilitas alat ukur menurutnya adalah kesesuaian alat ukur
dengan yang diukur, sehingga alat ukur itu dapat dipercaya atau dapat
diandalkan. Misalnya, menimbang beras dengan timbangan beras, mengukur
panjang kain dengan meter, dan sebagainya.
Reliabilitas mempunyai tiga dimensi yaitu Stabilitas, Ekivalensi, dan
Konsistensi Internal (O'Sullivan & Rassel, 1995). Stabilitas mengacu pada
kemampuan instrumen untuk menghasilkan data yang sama dari waktu ke waktu
(dengan asumsi objek yang diukur tidak berubah).
Ekivalensi mengacu pada kemampuan dua atau lebih macam instrumen
yang dibuat dua atau lebih peneliti untuk mengukur satu hal yang sama.
Misalnya, dua peneliti mengukur penggunaan listrik di suatu aula. Dua peneliti
ini menggunakan dua instrumen yang berbeda. Tetapi jika temuan kedua peneliti
ini sama, maka instrumen mereka memilki sifat "ekivalen".
Konsistensi internal tercapai jika semua item dalam instrumen mengukur
satu hal yang sama. Jika terdapat 10 pertanyaan tentang motivasi, maka ke 10
pertanyaan itu mengukur hal yang sama (motivasi).
6 Pengujian Validitas Instrumen
Ada tiga jenis pengujian Validitas Instrumen. (Sugiyono: 2010)
1. Pengujian Validitas Konstruk

Instrumen yang mempunyai validitas konstruk jika instrumen tersebut


dapat digunakan untuk mengukur gejala sesuai dengan dengan yang
didefinisikan. Misalnya akan mengukur efektivitas kerja, maka perlu
didefinisikan terlebih dahulu apa itu efektivitas kerja. Setelah itu
disiapkan instrumen yang digunakan untuk mengukur efektivitas kerja sesuai
dengan definisi.
Untuk menguji validitas konstruk, maka dapat digunakan pendapat ahli.
Setelah instrumen dikonstruksikan tentang aspek-aspek yang akan diukur, dengan
berlandaskan teori tertentu, maka selanjutnya dikonsultasikan dengan ahli. Para
ahli diminta pendapatnya tentang instrumen yang telah disusun itu. Jumlah
tenaga ahli yang digunakan minimal tiga orang, dan umumnya mereka telah
bergelar doktor sesuai dengan lingkup yang diteliti.
Setelah pengujian konstruk dengan ahli, maka diteruskan dengan uji coba
instrumen. Setelah data ditabulasi, maka pengujian validitas konstruk dilakukan
dengan analisis faktor, yaitu dengan mengkorelasikan antar skor item instrumen.
2. Pengujian Validitas Isi (Content)
Instrumen yang harus memiliki validitas isi adalah instrumen yang
digunakan untuk mengukur prestasi belajar dan mengukur efektivitas
pelaksanaan program dan tujuan. Untuk menyusun instrumen prestasi belajar
yang mempunyai validitas isi, maka instrumen harus disusun berdasarkan materi
pelajaran yang telah diajarkan. Sedangkan instrumen yang digunakan untuk
mengetahui pelaksanaan program, maka instrumen disusun berdasarkan program
yang telah direncanakan.
Untuk instrumen yang berbentuk tes, maka pengujian validitas isi dapat
dilakukan dengan membandingkan antara isi instrumen dengan materi pelajaran
yang telah diajarkan. Jika dosen memberikan ujian di luar pelajaran yang telah
ditetapkan, berarti instrumen ujian tersebut tidak mempunyai validitas isi.
Secara teknis, pengujian validitas konstruksi dan validitas isi dapat
dibantu dengan menggunakan kisi-kisi instrumen. Dalam kisi-kisi itu terdapat
variabel yang diteliti, indikator sebagai tolak ukur, dan nomor butir (item)
pertanyaan atau pernyataan yang telah dijabarkan dari indikator. Dengan kisi-
kisi instrumen itu, maka pengujian validitas dapat dilakukan dengan mudah dan
sistematis.
3. Pengujian Validitas Eksternal
Validitas eksternal instrumen diuji dengan cara membandingkan (untuk
mencari kesamaan) antara kriteria yang ada pada instrumen dengan fakta-fakta
empiris yang terjadi di lapangan. Misalnya instrumen untuk mengukur kinerja
sekelompok pegawai. Maka kriteria kinerja pada instrumen tersebut
dibandingkan dengan catatan-catatan di lapangan (empiris) tentang kinerja yang
baik. Bila telah terdapat kesamaan antara kriteria dalam instrumen dengan fakta
di lapangan, maka dapat dinyatakan instrumen tersebut mempunyai Validitas
eksternal yang tinggi.

7 Pengujuan Reliabilitas Instrumen


Pengujian reliabilitas instrumen menurut Sugiyono (2010:354) dapat
dilakukan secara eksternal dan internal. Secara eksternal, pengujian dilakukan
dengan test retest (stability), equivalent, dan gabungan keduanya. Secara
internal pengujian dilakukan dengan menganalisis konsistensi butir-butir yang
ada pada instrumen dengan teknik-teknik tertentu.
1. Test retest
Instrumen penelitian dicobakan beberapa kali pada responden yang sama
dengan instrumen yang sama dengan waktu yang berbeda. Reliabilitas diukur
dari koefisien korelasi antara percobaan pertama dengan yang berikutnya.
Bila koefisien korelasi positif dan signifikan, maka instrumen tersebut sudah
dinyatakan reliabel.
2. Ekuivalen
Instrumen yang ekuivalen adalah pertanyaan yang secara bahasa berbeda,
tetapi maksudnya sama. misalnya, berapa tahun pengalaman Anda bekerja di
lembaga ini? Pertanyaan tersebut ekuivalen dengan tahun berapa Anda mulai
bekerja di lembaga ini?
Pengujian dengan cara ini cukup dilakukan sekali, tetapi instrumennya dua
dan berbeda, pada responden yang sama. Reliabilitas diukur dengan cara
mengkorelasikan antara data instrumen yang satu dengan instrumen yang
dijadikan ekuivalennya. Bila korelasi positif dan signifikan, maka instrumen
dapat dinyatakan reliabel.
3. Gabungan
Pengujian dilakukan dengan cara mencobakan dua instrumen yang ekuivalen
beberapa kali ke responden yang sama. cara ini merupakan gabungan dari
test-retest (stability) dan ekuivalen.
Reliabilitas instrumen dilakukan dengan mengkorelasikan dua instrumen,
setelah itu dikorelasikan pada pengujian kedua dan selanjutnya dikorelasikan
secara silang. Jika dengan dua kali pengujian dalam waktu yang berbeda,
maka akan dapat dianalisis keenam koefisien reliabilitas. Bila keenam
koefisien korelasi itu semuanya positif dan signifikan, maka dapat dinyatakan
bahwa instrumen itu reliabel.
4. Internal Consistency
Pengujian reliabilitas dengan internal consistency, dilakukan dengan cara
mencobakan instrumen sekali saja, kemudian data yang diperoleh dianalisis
dengan teknik-teknik tertentu. Hasil analisis dapat digunakan untuk
memprediksi reliabilitas instrumen. Pengujian reliabilitas instrumen
dapat dilakukan dengan teknik belah dua dari Spearman Brown (Sp lit half),
KR20, KR21 dan Anova Hoyt.
BAB III
KESIMPULAN

Teknik pengukuran merupakan aturan dan prosedur yang digunakan untuk


menjembatani antara apa yang ada dalam dunia konsep dengan apa yang terjadi di
dunia nyata. Proses Pengukuran sangat berkaitan dengan desain instrumen. Tujuan
pengukuran adalah menerjemahkan karakteristik data empiris ke dalam bentuk yang
dapat dianalisa oleh peneliti. Titik fokus pengukuran adalah pemberian angka
terhadap data empiris berdasarkan sejumlah aturan/prosedur tertentu. Proses
pengukuran dapat digambarkan sebagai sederet tahap yang saling berkaitan yang
dimulai dari:
1. Mengisolasi kejadian empiris Aktivitas ini merupakan konsekuensi langsung
dari masalah identifikasi dan formulasi. Intinya kejadian empiris dirangkum
dalam bentuk konsep/konstruksi yang berkaitan dengan masalah penelitian.
2. Mengembangkan konsep kepentingan Yang dimaksud dengan konsep dalam hal
ini adalah abstraksi ide yang digeneralisasi dari fakta tertentu.
3. Mendefinisikan konsep secara konstitutif dan operasional.
Desain instrumen dapat diartikan sebagai penyusunan instrumen pengumpulan
data (biasanya berupa suatu kuesioner) untuk mendapatkan data yang dibutuhkan
guna memecahkan masalah penelitian.

Instrumen penelitian adalah alat bantu yang digunakan oleh peneliti untuk
mengumpulkan informasi kuantitatif tentang variabel yang sedang diteliti. Dalam
penelitian kualitatif, instrumen penelitian adalah penelitinya sendiri, sedangkan
dalam penelitian kuantitatif, instrumen harus dibuat dan menjadi perangkat yang
"independent" dari peneliti. Peneliti harus mampu membuat instrumen sebagus
mungkin, apapun instrumen itu.
Enam langkah dalam penyusunan instrumen penelitian, yaitu: 1)
Mengidentifikasikan variabel-variabel yang diteliti. 2) Menjabarkan variabel menjadi
dimensi-dimensi, 3) Mencari indikator dari setiap dimensi, 4) Mendeskripsikan kisi-
kisi instrument, 5) Merumuskan item-item pertanyaan atau pernyataan instrument, 6)
Petunjuk pengisian instrumen.
Semua instrumen (baik yang tes maupun non tes) harus memiliki dua syarat
yaitu Valid dan reliabel. Valid berarti instrumen secara akurat mengukur objek yang
harus diukur. Reliabel berarti hasil pengukuran konsisten dari waktu ke waktu.
DAFTAR PUSTAKA

Ibnu Hadjar. 1996. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kwantitatif dalam


Pendidikan. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Iskandar. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan
Kualitatif). Jakarta: Gaung Persada Press.
M. Burhan Bungin. 2005.Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, ekonomi,
dan kebij akan publik serta ilmu-ilmu sosial lainnya. Jakarta: Prenada Media.
Sugiyono. 2010. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Suharsimi Arikunto. 2000. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Sumadi Suryabrata. 2008.Metodologi Penelitian. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai