Anda di halaman 1dari 36

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

1. Konsep S truma

1.1 Pengertian
Struma nodusa non toksik adalah pembesaran kelenjar thyroid yang
secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda
hyperthyroidisme.
Struma nodusa non toksik adalah pembesaran kelenjar thyroid yang
merupakan benjolan berbatas jelas dengan konsistensi yang berbeda
dengan jaringan thyroid normal tanpa gejala-gejala hyperthyroid (Dorland,
2002).
1.2 natomi Thyroid
!elenjar thyroid terdiri atas dua buah lobus yang terletak di sebelah
kanan dan kiri trakea dan diikat bersama oleh secarik jaringan thyroid yang
disebut isthmus thyroid dan yang melintas trakea di sebelah depannya,
isthmus thyroid masing-masing berbentuk lonjong berukuran panjang 2,"-
" cm, lebar 1," cm dan berkisar 10-20 gram. !elenjar thyroid sangat
penting untuk mengatur metabolisme dan bertanggung ja#ab atas
normalnya kerja setiap sel tubuh. !elenjar ini memproduksi hormon
tiroksin ($%) dan triodotironin ($&) dan menyalurkan hormon tersebut ke
dalam aliran darah. $erdapat % atom yodium disetiap molekul $ % dan &
atom yodium pada setiap molekul $ &. 'ormon tersebut dikendalikan oleh
kadar hormon perangsang thyroid TSH (thyroid stimulating hormone) yang
dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipoisis. odium adalah bahan
dasar pembentukan hormon $ & dan $ % yang diperoleh dari makanan dan
minuman yang mengandung yodium.

1
*ambar 2.1 natomi !elenjar Thyroid

1.& +isiologi !elenjar Thyroid


!elenjar thyroid menghasilkan hor mon thyroid utama yaitu
tiroksin ($%) yang kemudian berubah menjadi bentuk aktinya yaitu
triyodotironin ($&). odium non organik yang diserap dari saluran cerna
merupakan bahan baku hormon thyroid. at ini dipekatkan kadarnya
menjadi &0-%0 kali sehingga mempunyai ainitas yang sangat tinggi di
dalam jaringan thyroid. ebagian besar $ % kemudian akan dilepaskan ke
sirkulasi sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar yang kemudian

mengalami daur ulang. Di sirkulasi, hormon thyroid akan terikat dengan


protein yaitu globulin pengikat thyroid (thyroid binding globulin, $/*)
atau prealbumin pengikat albumin ( thyroxine binding prealbumine ,
$/P). 'ormon stimulator thyroid (thyroid stimulating hormone , TSH)
memegang peranan penting untuk mengatur sekresi dari kelenjar thyroid.
TSH dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hypofisis. Proses yang dikenal
sebagai negatie eedback sangat penting dalam pengeluaran hormon
thyroid ke sirkulasi. Pada pemeriksaan akan terlihat adanya sel

paraolikuler yang menghasilkan kalsitonin yang berungsi untuk


mengatur metabolisme kalsium yaitu menurunkan kadar kalsium serum
terhadap tulang. !elenjar thyroid pada keadaan normal mensekresi dua

2
hormon yaitu tetraiodothyronin ($%) d an triodothyronin ($&). Proses
pembentukan dan pelepasan $& dan $ % dijelaskan sebagai berikut iodine
dari diet dipompa dan dikonsentrasikan dalam sel-sel koloid kelenjar
gondok kemudian iodine mengalami oksidasi dan diikat oleh thyroglobulin

yang merupakan molekul protein. Proses pembentukan dan pelepasan $ &

dan $ % dipengaruhi oleh TSH yang merupakan produk dari kelenjar


pituitari. +ungsi $& adalah mempercepat reaksi metabolisme tubuh
sedangkan $% mempertahankan metabolisme. /ila kadar $ & dan $ % dalam
sirkulasi rendah maka kelenjar pituitari akan merangsang TSH untuk
mensekresi lebih banyak tiroksin dan triodotironin. !ekurangan TSH
mengakibatkan atrophy dan hypovaskularisasi dari kelenjar thyroid dengan
akibat berkurangnya pelepasan hormon tiroksin. !ekurangan hormon
tiroksin lama kelamaan akan meny ebabkan hyperplasia dari kelenjar
thyroid yang akhirnya menimbulkan suatu nodular.
1.% Penyebab
Penyebab kelainan ini bermacam-macam. Pada setiap orang dapat
dijumpai masa di mana kebutuhan terhadap tiroksin bertambah, terutama
masa pertumbuhan, pubertas, men strumasi, kehamilan, laktasi,
menopause, ineksi atau stress lain. Pada masa-masa tersebut dapat
ditemui hyperplasia dan involusi kelenjar thyroid. Perubahan ini dapat
menimbulkan nodularitas kelenjar thyroid serta kelainan arsitektur yang
dapat berlanjut dengan berkurangnya aliran darah di daerah tersebut
sehingga terjadi iskemia. (ansjoer, ri 2000)
1." $anda dan *ejala
kibat berulangnya episode hyperplasia dan involusi dapat terjadi
berbagai bentuk degenerasi seperti ibrosis, nekrosis, kalsiikasi,
pembentukan kista dan perdarahan ke dalam kista tersebut. Pada umumnya
kelainan-kelainan yang dapat menampakkan diri sebagai struma nodosa
nontoksik ialah adenoma, kista, perdarahan, tiroditis dan karsinoma.
Struma nodusa dapat diklasiikasikan berdasarkan beberapa hal, yaitu
1. /erdasarkan juml ah nodul bila jumlah nodul hanya satu dise but

struma nodosa soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut
struma multinodusa.

3
2. /erdasarakan kemampuan menangkap yodium radioakti dikenal &
bentuk nodul thyroid yaitu nodul dingin, nodul hangat dan nodul
panas.
&. /erdasarkan konsistensinya nodul lunak, kistik, keras dan sangat

Padakeras.
status pemeriksaan isik perlu dinilai
1. 3umlah nodul satu ( soliter) atau lebih dari satu ( multipel).
2. !onsistensi lunak, kistik, keras atau sangat keras.
&. 4yeri pada penekanan ada atau tidak.
%. Pembesaran kelenjar getah bening di seki tar thyroid ada atau tidak
ada.
!eganasan umumnya terjadi pada nodul yang soliter dan
konsistensinya keras sampai sangat keras. a ng multiple biasanya tidak
ganas kecuali apabila salah satu dari nodul tersebut lebih menonjol dan
lebih keras dari pada yang lainnya. pabila suatu nodul nyeri pada
penekanan dan mudah digerakkan, kemungkinan terjadi suatu perdarahan
ke dalam kista suatu adenoma atau thyroiditis, tetapi kalau nyeri dan sukar
digerakkan kemungkinan besar suatu karsinoma.
4odul yang tidak nyeri, multiple dan bebas digerakkan mungkin
merupakan struma difusa atau hyperplasia thyroid. pabila nodul multiple
tidak nyeri tetapi tidak mudah ada kemungkinan itu suatu keganasan.
danya limadenopati mencurigakan suatu keganasan dengan anak sebar.
Pada umumnya pasien struma nodusa datang berobat karena
keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan. ebagian kecil pasien,
khususnya yang dengan struma nodusa besar, mengeluh adanya gejala
mekanis, yaitu penekanan pada esophagus atau trakea. Diagnosis
ditegakkan atas dasar adanya struma yang bernodul dangan keadaan
euthyroid.

1.5 Patoisiologi
6mur, temperature, iklim $idak diketahui !elainan system en9im
neksi kekurangan iodium didalam kelenjar thyroid
Hypothyroidisme Deisiensi mekanisme
8ingan peningkatan iodide

odium diserap usus ekresi TSH Deisiensi


diodinase en9im
odium akti distimuter meningkat dan
7leh TSH pertumbuhan yg makanan mengandung
progresi subtansi goitrogenik

4
enjadi molekul tiroksin
rangsangan TSH
olekul diyodotironin
pembesaran kel.thyroid;
$% $&
STRUMA 47D6
Pengaturan umpan balik 'ormon
4egati dr sekresi TSH : Penekanan kelenjar
metabolik tidak
/ekerja langsung pada
kti thyroid
Tirotrophypofisis
Penyempitan trakea
eningkatkan
! gangguan <iksasi pada trakea
pelepasan TSH
citra diri
usah menelan
embesarkan kelenjar
! ketidakseim-
thyroid ! perubahan nutrisi
bangan pola jalan

1.= !lasiikasi truma


1.=.1 /erdasarkan +isiologisnya
1. uthyroidisme
uthyroidisme adalah suatu keadaan hypertrophy pada
kelenjar thyroid yang disebabkan stimulasi kele njar thyroid yang
berada di ba#ah normal, sedangkan kelenjar hypophysis

menghasilkan TSH dalam juml ah yang meningkat. !oiter atau


struma semacam ini biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali
pembesaran pada leher yang terjadi secara berlebihan dapat
mengakibatkan kompresi trakea.
". Hypothyroidisme
Hipothyroidisme adalah kelainan struktural atau ungsional
kelenjar thyroid sehingga sintesis dari hormon thyroid menjadi
berkurang. !egagalan dari kelenjar untuk mempertahankan kadar
plasma yang cukup dari hormon.
/eberapa pasien hyperthyroidisme mempunyai kelenjar
yang mengalami atrophy atau tida k mempunyai kelenjar thyroid
akibat pembedahan>ablasi radiosotop atau akibat destruksi oleh

5
antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi. *ejala
hyperthyrodisme adalah penambahan berat badan, sensiti terhadap
udara dingin, demensia, sulit berkonsentrasi, gerakan lamban,
konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, menstrumasi berlebihan,

pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan berbicara.


#. Hyperthyroidisme
Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau graves yang dapat
dideinisikan sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap
pengaruh metabolik hormon thyroid yang berlebihan. !eadaan ini
dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalam darah
yang merangsang kelenjar thyroid, sehingga tidak hanya produksi
hormon yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar thyroid menjadi
besar.
*ejala hyperthyroidisme berupa berat badan menurun,
nasu makan meningkat, keringat berlebihan, lebih suka udara
dingin, sesak napas. elain itu juga terdapat gejala jantung
berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian atas, mata melotot,
diare, haid tidak teratur, rambut rontok dan atrophy otot.
1.=.2 /erdasarkan !linisnya
1. Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan menja di dua yaitu struma

difusa toksik dan struma nodusa toksik. stilah difusa dan nodusa
lebih mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma
difusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. 3ika tidak
diberikan tindakan mdis sementara, nodusa akan memperlihatkan
benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan ( struma
multinoduler toksik ). Struma difusa toksik merupakan
hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon
thyroid yang berlebihan dalam darah.
Penyebab tersering adalah penyakit grave (gondok
eksoftalmik>exophtalmi$goiter), be ntuk tiroktosikosis yang paling
banyak ditemukan diantara hyperthyroidisme lainnya. Perjalanan
penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diidap

6
selama bebulan-bulan. ntibodi yang berbentuk reseptor TSH
beredar dalam sirkulasi darah, mengaktikan reseptor tersebut dan
menyebabkan kelenjar thyroid hiperakti.
eningkatnya kadar hormon thyroid cenderung

menyebabkan peningkatan pembentukan antibodi, sedangkan


turunnya konsentrasi hormon tersebut sebagai hasil pengobatan
penyakit ini cenderung untuk menurunkan antibodi tetapi bukan
mencegah pembentukannya. pabila gejala hyperthyroidisme
bertambah berat dan mengancam ji#a, maka akan terjadi krisis
tirotoksik. *ejala klinik adanya rasa ka#atir yang berat, mual,
muntah, kulit dingin, pucat, sulit berbicara dan menelan, koma dan
dapat meninggal.
". Struma %on Toksik
Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang
dibagi menjadi struma difusa non toksik dan struma nodusa non
toksik. Struma non toksik disebabkan oleh kekurangan yodium
yang kronik. Struma ini disebut seba gai simple goiter, struma
endemik, atau goiter koloid yang sering ditemukan di daerah yang
air minumnya kurang sekali mengandung yodium dan goitrigen
yang menghambat sintesa hormon oleh 9at kimia.
pabila dalam pemeriksaan kelen jar thyroid teraba satu
nodul, maka pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma
nodusa tanpa disertai tanda-tanda hyperthyroidisme dan
hipothyroidisme disebut struma nodusa non toksik. /iasanya
thyroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang
menjadi multinodular pada saat de#asa.
!ebanyakan penderita tidak mengalami keluhan karena
tidak ada hipothyroidisme atau hyperthyroidisme. Penderita datang
berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan.

4amun sebagian pasien mengeluh adanya gejala mekanis, yaitu


penekanan esofagus (disfagia) atau trakea (sesak naas), biasanya

7
tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam
nodul.
Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik,
berat ringannya endemisitas dinilai dari prevalensi dan ekskresi

yodium urin. Dalam keadaan seimbang maka yodium yang masuk


ke dalam tubuh hampir sama dengan yang diekskresi le#at urin.
!riteria daerah endemis gondok yang dipakai Depkes 8 adalah
endemis ringan prevalensi gondok diata s 10? - 20?, endemik
sedang 20? - 2@? dan endemik berat diatas &0?.
1.A Diagnosis
1.A.1 Pemeriksaan sidik thyroid
'asil pemeriksaan dengan radioisotope adalah teraan ukuran,
bentuk lokasi dan yang utama ialah ungsi bagian-bagian thyroid. Pada

pemeriksaan ini pasien diberi 4al peroral dan setelah 2% jam secara
otograik ditentukan konsentrasi yodium radioakti yang ditangkap
oleh thyroid.
Dari hasil sidik thyroid dapat dibedakan & bentuk, yaitu
1. 4odul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang
dibandingkan sekitarnya. 'asil ini menunjukkan ungsi yang
rendah.
2. 4odul panas bila penangkapan yodium lebi h banyak dari pada
sekitarnya. !eadaan ini memperlihatkan aktiitas yang berlebihan.
&. 4odus hangat bila penan gkapan yodium sama den gan sekitarnya.
ni berarti ungsi nodul sama dengan bagian thyroid yang lain.
Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan apakah nodul itu ganas
atau jinak.
1.A.2 Pemeriksaan ultrasonograi (6 *)
Dengan pemeriksaan 6* dapat dibedakan antara yang padat,
cair dan beberapa bentuk kelainan, tetapi belum dapat membedakan
dengan pasti apakah suatu nodul ganas atau jinak. !elainan-kelainan
yang dapat didiagnosis dengan 6* ialah
1. !ista kurang lebih bulat, seluruhnya hyperkoid, sonolusen,
dindingnya tipis.
2. Adenoma>nodul padat iso atau hyperkoid, kadang-kadang disertai
halo yaitu suatu lingkaran hypokoid di sekelilingnya.
&. !emungkinan karsinoma nodul padat, biasanya tanpa halo.
%. Thyroiditis hypokoid, difus, meliputi seluruh kelenjar.

8
Pemeriksaan ini dibandingkan pemeriksaan sidik thyroid lebih
menguntungkan karena dapat dilakukan kapan saja tanpa perlu
persiapan, lebih aman, dapat dilakukan pada orang hamil atau anak-
anak, dan lebih dapat membedakan antara yang jinak dan ganas.

1.A.&/iopsi
/iopsi
iniaspirasi jarum
dilakukan halus pada keadaan yang mencurigakan
khusus
suatu keganasan. /iopsi aspirasi jarum halus tidak nyeri,hamper tidak
menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. !erugian pemeriksaan
dengan cara ini adalah dapat memberikan hasil negatie palsu karena
lokasi biopsi kurang tepat, teknik biopsi kurang benar, pembuatan
preparat yang kurang baik atau positi palsu karena salah interpretasi
oleh ahli sitologi.
1.A.% $ermograi
$ermograi adalah metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran
suhu kulit pada suatu tempat dengan memakai &ynami$
Telethermography. Pemeriksaan ini dilakukan khusus pada keadaan
yang mencurigakan suatu keganasan. 'asilnya disebut panas
o
apabilaperbedaan panas dengan sekitarnya B0,@ C dan dingin apabila
0, @ oC. pada penelitian les dkk. Didapatkan bah#a pada yang
ganas semua hasilnya panas. Pemeriksaan ini paling sensitie dan
spesiik bila dibandingkan dengan pemeriksaan lain.
1.A." Petanda tumor
Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peninggian tiroglobulin
($g) serum. !adar $g serum normal antara 1,"-&0 ng>ml, pada
kelainan jinak rata-rata &2& ng>ml, dan pada keganasan rata-rata %2%
ng>ml.
!hususnya pada penegakan diagnosis keganasan, menurut *obien,
ketepatan diagnosis gabungan biopsi, 6* dan sidik thyroid adalah
@A?.
1.@ Penatalaksanaan
1.'.1 Strume$tomi
Strume$tomi dilakukan pada struma yang besar dan menyebabkan
keluhan mekanis. Strume$tomi juga diindikasikan terhadap kista
thyroid yang tidak mengecil setelah dilakukan biopsi aspirasi jarum
halus. 4odul panas dengan diameter B 2," mm dilakukan operasi
karena dikha#atirkan mudah timbul hyperthyroidisme.

9
1.@.2 (-tiroksin selama %-" bulan
Preparat ini diberikan apabila terhadap nodul hangat, lalu
dilakukan pemeriksaan sidik thyroid ulang. pabila nodul mengecil
maka terapi diteruskan namun apabila tidak mengecil atau bahkan

1.@.& membesar, dilakukan


)iopsi aspirasi biopsi aspirasi atau operasi.
jarum halus
Cara ini dilakukan pada kista thyroid hingga nodul kurang dari 10
mm.
1.10 ndikasi 7p erasi
1.10.1 danya gejala keg anasan.
1.10.2 Struma dengan keganasan atau potensial kearah ganas.
1.10.& /erhubungan dengan kosmetik.
1.10.% enimbulkan masalah-masalah mekanis yaitu
1.10." 7bstruksi jalan naas akibat kompresi trakea dan penje pitan plika
okalis.
1. kstensi ke retrosternal.
2. Struma yang residi.
1.11!ontraindikasi 7perasi Struma.
1. Struma toksik yang belum dipersiapkan.
2. Penderita struma dengan dekompresi kordis, diabetes dan hypertensi.
&. Struma besar dan melekat erat dengan struktur leher.
%. *ar$inoma thyroid dengan ena $ava superior syndrome.
1.12 !omplikasi Pembedahan
1.12.1 /adai thyroid (Thyroid storm)
1. $anda Hyperpireksia, takhikardia, hipotensi, perubahan
kesadaran.
2. ering terjadi pada pasien operasi hyperthyroid akut.
&. $erjadi 5-2% jam sesu dah pembedahan, bisa terjadi pada intra
operati.
%. Dibedakan dari hipertermia maligna+ feokromositoma , anestesi
inadekuat.
1.12.2 !erusakan nerves laryngeal re$urent
1 )ilateral terdapat gejala pasien tidak mampu bicara ( aponia dan
stridor) maka tindakan yang dilakukan adalah reintubasi.
2 Unilateral akan terjadi gejala serak, tes ungsi pita suara
kemampuan mengucapkan huru (i atau e).
1.12.& 7bstruksi jalan naas setelah operasi, disebabkan oleh
hematoma atau trakeomalasia akan membutuhkan intubasi
trakea yang segera.

10
1. Hipoparathyroidisme, gejala hypokalsemi akut akibat
pengangkatan kelenjar parathyroid (12-=2 jam post op) berupa
carpo pedal syndrom sampai laryngospasme.
2. ,neumothoraks, kemungkinan terjadi akibat eksplorasi leher.

2. Konsep Anestesi General Paa Istmolobectomy


!omponen dalam anestesi umum dulu dikenal dengan E Trias
AnestesiaE yaitu hypnosis, analgesia dan arefleksia. ekarang ketiga
komponen tersebut lebih meluas, diantaranya
1. Hypnosis (hilangnya kesadaran).
2. Analgesia (hilangnya rasa sakit).
&. Arefleksia (hilangnya releks-releks motorik tubuh, memungkinkan
imobilisasi pasien).
%. 8elaksasi otot, memu dahkan prosedur pembedahan dan mema silitasi
intubasi trakeal.
". Amnesia (hilangnya memori pasien selama menjalani prosedur).
Pemilihan jenis tindakan untuk istmolobe$tomy ditentukan
berdasarkan usia pasien, kondisi kesehatan, keadaan umum pasien, sarana
dan prasarana dan ketrampilan dokter bedah, dokter anestesi dan pera#at
anestesi. Di ndonesia, istmolobe$tomy masih dilakukan dengan anestesi
general. $eknik anestesi yang dianjurkan ada menggunakan pipa
endotrakeal. Dengan teknik ini saturasi oksigen dapat ditingkatkan, dosis
obat anestesi dapat dikontrol dengan mudah.
Pelaksanaan anestesi pada istmolobe$tomy yang dilakukan dengan
anestesi general perlu dilakukan persiapan antara lain penilaian klinis
pasien dari hasil anamnesis, rekam medik dan pemeriksaan isik serta
penilaian terhadap hasil pemeriksaan laboratorium dan radiologic yang
diperlukan.
2.1 Faluasi pre anestesi
2.1.1 namnesis
1. !onirmasi identitas pasien yang bertujuan untuk menghindari
kesalahan pasien.

2. 8i#ayat penyakit yang diderita, termasuk ri#ayat pengobatan.


Perlu juga ditanyakan alergi yang dimiliki dan pencetus serta obat
yang biasa digunakan untuk mengatasinya.

11
&. *aya hidup dan kebiasaan merokok, minum alkohol atau
penggunaan obat-obat rekreasional (heroin, metametamin,
kokain).
%. 8i#ayat penyakit keturunan dan penyakit menular pada keluarga.

". 8i#ayat kematian pada anggota keluarga diatas meja operasi.


2.1.2 Pemeriksaan is ik
1. !emungkinan kesulitan entilasi dan intubasi diperkirakan dari
bentuk #ajah, leher pendek dan kaku, jarak tiro-mental, lidah
besar, maksila yang protusi.
engetahui penilaian kesulitan intubasi dengan skala GF74
a. (ook externally pakah ada luka di daerah #ajah, raktur
maHilla, mandibula, mulut yang panjang dan sempit, ar$us
pallatum yang tinggi, gigi in$isium atas yang menonjol ( rabbit
teeth).
b. Faluasi /uka mulut B & jari, jarak thyromental B & jari,
thyroid kartilago mouth floor distan$e B 2 jari.
$. Mallampati
1) !elas 1 Gangit-langit lunak , uula, kero ngkongan, dan
tonsil dapat terlihat secara keseluruhan.
2) !elas Gangit-langit lunak dan uula terlihat.
&) !elas Gangit-langit lunak dan dasar uula terlihat.
%) !elas < 'anya lidah dan langit-langit keras terlihat.
d. 7bstruksi apakah ada retrofaringeal abses, benda asing atau
tumor.
e. %e$k Mobility pakah ada abnormalitas pada servi$al spine
termasuk achondroplasia karena leHi kepala pada leher di
sendi atlantoo$$ipital. !ontraktur jaringan leher sebagai akibat
combusio yang menyebabkan leHi leher.
1) Pasien sesak naas da pat dilihat dari posi si berbaring,

rekuensi naas, jenis pernaasan dan tingkat saturasi.

12
2) uskultasi dada selain untuk mendengarkan bunyi naas
tambahan, juga untuk mendeteksi bunyi abnormal
jantung.
2. engetahui status isik praan estesi yang dikla siikasikan oleh

(Ameri$an So$iety of Anesthesiologist) menjadi " (lima) kelas, yaitu


a. 1 Pasien penyakit bedah tanpa disertai penyakit sistemik.
b. 2 Pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik
ringan sampai sedang.
c. & Pasien penyakit bedah dis ertai dengan penyakit sistemik
berat yang disebabkan karena berbagai penyebab tetapi tidak
mengancam nya#a.
d. % Pasien peny akit bedah dise rtai dengan penyakit sistemik
berat yang secara langsung mengancam kehidupannya.
e. " Pasien penyakit bedah yang disertai den gan penyakit
sistemik berat yang sudah tidak mungkin ditolong lagi, dioperasi
ataupun tidak dalam 2% jam pasien akan meninggal.
pabila tindakan pembedahannya dilakukan secara darurat,
dicantumkan tanda F ( emergen$y) di belakang angka, misalnya 1
F.
&. Puasa
Puasa sangat diperlukan demi keselamtan pasien karena dapat
mencegah terjadinya resiko aspirasi yang berakibat atal. Pada pasien
de#asa puasa yang diperlukan yaitu 5-A jam untuk pengosongan
lambung dari makan padat, minuman bening, atau air putih
diperbolehkan maksimal & jam sebelum imduksi. 6ntuk keperluan
minum obat, air putih dalm jumlah terbatas diperbolehkan maksimal 1
jam sebelum induksi anestesi (Gatie dkk.2010).
%. Pemberian 7bat-7bat Premedikasi
Pada dasarnya premedikasi dimaksudkan untuk memasilitasi

prosedur anestesi dan mencegah semua penyulit yang timbul selama


dan sesudah anestesi dan pembedahan. $ujuan premedikasi antara
lain

13
a. engurangi kecemasan.
b. engurangi nyeri.
c. engurangi kebutuhan obat-obat anestesi.
d. engurangi sekresi saluran naas.

e. enyebabkan amnesia.
. engurangi kejadian mual-muntah pasca operasi.
g. embantu pengosongan lambung, mengurangi produksi asam
lambung atau meningkatkan p' asam lambung.
h. encegah releH-releks yang tidak d iinginkan
7bat-obatan yang sering dipakai antara lain
1) edasi
/en9odia9epin pilihan yang baik perioperati sedasi.
i. Dia9epam, dosis 0,1-0,2 mg>kg//.
ii. ida9olam, dosis 0,0=-0,1 mg>kg//.
2) nalgesik
nalgesik yang sering digunakan adalah analgetik opioid
karena merupkan golongan analgesik yang paling kuat dan bekerja
dengan baik bersama-sama obat sedati. 7pioid pilihan untu
preedikasi antara lain
i. Pethidin, dosis 1-2 mg>kg//.
ii. +entanyl, dosis1-" mg>kg//.
Dan disarankan untuk menghindari penggunaan morphine karena
merupakan termasuk Histamin release.
&) nti !olinergik
Pada operasi -stmolobe$tomy+ anti kolinergik diberikan
bertujuan untuk mengurangi sekresi ludah, sehingga isualisasi
saat intubasi menjadi lebih baik. elain itu, anti kolinergik
diperlukan untuk mencegah aspirasi. 7bat yang digunakan adalah
*likopirolat karena tidak menyebabkan takikardi seperti sulas

atropin. !arena pasien dengan gangguan thyroid cenderung


takikardi.
%) nti Fmetik

14
ntiemetik diberikan dengan tujuan untuk menghambat mual
dan muntah. ntiemetik yang dapat digunakan antara lain
i. 7ndansetron
enghambat reseptor serotonin pada sistem sara serebral dan

saluran pencernaan sehingga dapat digunakan untuk mengobati


mual dan muntah pasca operasi.
ii. etoclopramide
/ekerja di sara otak untuk mengobati rasa mual dan muntah
karena obat-obatan anestesi umum.
iii. Prometha9ine
*olongan antihistamin (antagonis reseptor H1 histamin).
i. 8anitidin
enghambat kerja histamin secara komprehen si pada reseptor
'2 dan mengurangi sekresi asam lambung.
2.2 Pilihan nestesi
Pertimbangan anestesi-analgesia yang akan diberikan kepada
pasien yang akan menjalani pembedahan, memperhatikan berbagai aktor,
yaitu umur, jenis kelamin, status isik, jenis operasi yang meliputiI lokasi
operasi, posisi operasi, manipulasi operasi, durasi operasi, keterampilan
operator dan peralatan yang dipakai, keterampilan>kemampuan pelaksana
anestesi dan sarananya, status rumah sakit serta permintaan pasien.
Dalam kasus -stmolobe$tomy pilihan yang tepat adalah dengan
anestesi umum.
nestesi umum adalah suatu keadaan tidak sadar yang bersiat
sementara yang diikuti oleh hilangnya rasa nyeri di seluruh tubuh akibat
pemberian obat anestesi. 8ees dan *ray membagi anestesi menjadi tiga
komponen, yaitu hipnotika, anestesi, dan relaksasi. $eknik anesthesia
umum dibagi menjadi
2.2.1 nestesi umum intraena anesthesia intraena klasik,

anesthesia intraena total, anesthesia-analgesia neurolept.

15
2.2.2 nestesi umum inhalasi inhalasi sungkup muka, inhalasi pipa
endotrakea (PF$) naas spontan, inhalasi pipa endotrakea
(PF$) naas kendali.
2.2.& nestesi imbang.

7bat induksi masa kini bekerja cepat dan melampaui stadium 2.


ekarang hanya dikenal tiga stadium dalam anestesi umum, yaitu induksi,
rumatan (maintenan$e) dan emergen$e.
1. !euntungan
a. Pasien tid ak sad ar, men cegah ansietas pasien selama prosedur
medis berlangsung.
b. Fek amnesia meniadakan memori buruk pasien yang didapat
akibat ansietas dan berbagai kejadian intraoperatif yang mungkin
memberikan trauma psikologis.
c. emungkinkan dilakukannya prosedur yang memakan #aktu
lama.
d. emudahkan control penuh entilasi pasien.
2. !erugian
a. angat memengaruhi isiologi, hampir semua regulasi tubuh
menjadi lumpuh di ba#ah anestesia umum.
b. emerlukan pemantauan yang lebih holistik dan rumit.
c. $idak dapat mendeteksi gangguan susunan sara pus at, misalnya
perubahan kesadaran.
d. 8isiko komplikasi pascabedah lebih besar.
e. emerlukan persiapan pasien yang lebih seksama.

2.2.% tadium-stadium nestesia


!lasiikasi *uedel dibuat oleh rthur Frnest *uedel pada tahun 1@&=,
meliputi
1. tadium 1 disebut juga Jsta dium induksiE. ni ad alah periode sejak
masuknya obat induksi hingga hilangnya kesadaran yang antara lain
ditandai dengan hilangnya releks bulu mata.
2. tadium 2 disebut stadium eksitasi. etelah kesadaran hilang, timbul
eksitasi dan delirium. Pernaasan menjadi ireguler,dapat terjadi pasien
menahan naas. $erjadi 8F. $imbu l gerakan-gerakan involuntary,

seringkali spasti$. Pasien juga dapat muntah dan ini dapat


membahayakan jalan naas. Pada stadium ini aritmia jantung pun dapat

16
terjadi. Pupil dilatasi sebagai tanda peningkatan tonus simpatis.
tadium 2 adalah stadium yang berisiko tinggi.
&. tadium & disebut juga stad ium pembedahan ( surgi$al anesthesia),
dibagi atas empat plana, yaitu

Plana
Plana 1
2 mata
relekberputar,
kornea dankemudian teriksasi.
relek laring hilang.
Plana & dilatasi pupil, relek cahaya hilang.
Plana % kelumpuhan otot interkostal, pernaasan menjadi
abdominal dan dangkal.
Pada stadium ini skeletal akan relaks, pernaasan menjadi teratur.
Pembedahan dapat dimulai.
%. tadium % merupakan stad ium oerdosis obat anestetik. nestesi
menjadi terlalu dalam. $erjadi depresi berat semua sistem tubuh,
termasuk batang otak. tadium ini letal.
2.2." 7bat-7bat nestesi 6mum
nestesi umum diberikan dengan obat-obat anestetik inhalasi atau
intraena atau kombinasi keduanya.
1. 7bat-obat anestesi intraena
a. ida9olam
*olongan ben9odia9epine mempunyai a#itan yang sangat cepat dan
eek amnesia retrograde, anti kejang, hypnosis dan sedati. ula
kerja 2 menit (<) sampai 1" menit (>oral), durasi kerja 2," jam.
Dimetabolisme di hepar, hasil metabolisme masih akti dan

diekskresikan melalui ginjal.


1) Dosis Permedikasi 0,0=-0,1" mg>kg// .
2) edati 0,01-0,1 mg>kg// <.
&) nduksi 0.1-0,% m>kg// <.
b. Propool
ksi menghambat transmisi neuron yang dihantar */.
+armakokinetik kelarutan lemak tinggi mengakibatkan hilang
kesadaran cepat (&0-%" detik) diikuti pulih sadar cepat karena
redistribusi, metabolisme di hati dengan metabolit tidak akti.
+armkodinamik
1) P dosis induksi mengakibatkan hilang kesadaran, dosis kecil

menyebabkan sedasi tidak ada eek analgesia.


2) istem !ard ioaskular menurunkan tekanan darah dan curah
jantung, laju jantung tidak berubah.
&) istem Pernaasan menurunkan laju naas dan olume tidal

17
Dosis nduksi 1-2," mg > kg // <.
Pemeliharaan "0-200 mg > kg // > menit, inus.
edasi 2"-100 mg > kg // > menit, inus.
c. 7pioid

ang termasuk
8eseptor golongan
opioid ini petidin,
mu, kappa, delta, morin,
sigma. entanil, suentanil.
katan opioid-reseptor
menghambat tanggapan pre dan post sinaptik terhadap rangsang
nosiseptik sehingga menimbulkan analgesia.
+armakokinetik #aktu paruh distribusi "-20 menit
1) orin kelarutan dalam lemak ren dah, sukar le# at sa#ar ota k
sehingga omset lambat, durasi panjang.
2) +entanil, suentanil kelarutan dalam lemak tinggi.
etabolisme di hati Petidin metabolit akti, entanil dan
suetanil hasil metabolit tidak akti.
Fkskresi le#at ginjal dan empedu, morin tanpa diubah.
+armakodinamik
a) P sedasi dan analgesia, dosis tinggi menyebabkan
amnesia dan hilang kesadaran, menurunkan aliran darah dan
laju metabolisme otak, menurunkan C obat anestesia
inhalasi.
&) Petidin kontraktilitas miokardium ditekan, laju jantung
meningkat, pelepasan histamin menyebabkan tekanan darah
menurun, tahanan askular sistemik menurun, morin laju
jantung berkurang, dilatasi ena, releks simpatis berkurang,

pelepasan histamin.
+entanil, suentanil K morin
a) istem Pernaasan menekan laju naas akibat penekanan
pusat naas di batang otak.
b) istem *astrointestinal memperlambat pengosongan
lambung, peristaltik menurun , konstraksi otot sfingter oddi
menyebabkan nyeri kolik.
c) 6kuran pupil men gecil ( miosis) akibat stimulasi nukleus
edinger/estphal. ual dan muntah akibat stimulasi
langsung pada J $hemore$eptor trigger 0oneE di otak.

!ekakuan otot terutama dada, perut, jalan naas atas


sehingga entilasi terganggu. 8etensi urin akibat stimulasi
otot spingter esika.

18
d. !etorolac
!etorolac tromethamine adalah suatu analgetik non narkotik. 7bat
ini merupakan obat anti inlamasi nonsteroid yang menunjukkan
aktiitas antipiretika yang lemah dan anti inlamasi. !etorolac

menghambat sintesa prostaglandin dan dapat dianggap sebagai


analgetik yang bekerja perier karena tidak mempunyai reseptor
opioid.
Dosis pemberian 10-&0 mg dan dapat diulang setelah %-5 jam
sesuai kebutuhan. iat analgetik ketorolac setara dengan opioid
yaitu &0 mg. !etorolacK 1 mg, morinK 100 mg petidin. ndikasi
ketorolac adalah untuk pengobatan jangka pendek nyeri akut,
sedang sampai berat pasca operasi.
!ontraindikasinya adalah ri#ayat alergi 4, gangguan ginjal
berat, hipoolemia, penyakit serebroaskuler, hamil, persalinan,
laktasi, gangguan koagulasi dan anak 15 tahun.
e. 7bat Pelumpuh 7tot
Prinsip kerja enghambat transmisi dari signal di neuromus$ular
un$tion (43) yang merup akan antagonis a$etil$oline reseptor .
7bat pelumpuh otot terdiri dari golongan depolar dan non depolar.
Atra$urium merupakan pelumpuh otot nondepolarisasi baerikatan
dengan reseptor nikotinik kolinergik, tetapi tidak menyebabkan
depolarisasi, hanya menghalangi asetilkolin menempatinya,
sehingga asetilkolin tidak bekerja.
Dosis a#al 0," L 0,5 mg>kg// dosis rumatan 0,1 mg>kg//,
kecepatan eek kerjanya 1-2 menit, durasinya selama 20-%" menit.
2. 7bat nhalasi
nestesi inhalasi adalah anestesi umum dengan gas atau cairan
anestetika olatil yang diinspirasi masuk ke peredaran darah akhirnya
ke jaringan otak dan kemudian di eliminasi melalui paru-paru.
a. 427

1) iat isik gas anest etika lemah, bentuk gas tidak ber #arna,
tidak berbau dan tidak iritati, tidak mudah terbakar, tidak

19
bereaksi dengan sodalime, koeisien partisi darah atau gas
0,%5, C 10".
2) 6ptake dan eliminasi sangat cepat dibandingkan anestetik
inalasi lain, oleh karena koeisien partisi darah atau gas

rendah (0.%5).
&) Fliminasi melalui ekshalasi.
%) +armakodinamik
a) P anal gesia MC tin ggi (10%) harus dikombinasi
dengan anestetik lainN
b) istem kardioaskular menekan miokardium (ringan),
tekanan darah dan laju jantung tidak berubah,
meningkatkan tekanan askuler paru.
c) istem pernaasan, menekan pernaasan (sangat ringan).
Penggunaan klinis kombinasi 42772 K =0?&0?I
50?%0?I "0?"0?.
b. soluran
1) tatus isik isomer enluran, bentuk cair, bau merangsang,
tidak mudah meledak, tekanan uap 2"0, koeisien partisi darah
> gas 1,%, C 1,2 ol ?.
2) +armakodinamik
a) !ardioaskular menyebabkan depresi jantung minimal,
curah jantung dipelihara meningkatkan laju jantung, aliran
darah perier, menurunkan tahanan askular sistemik,
menurunkan tekanan darah dan merupakan asodilator
arteri koroner atau J$oronary steal syndromeE.
b) Pernaasan menyebabkan iritasi jalan naas,
bron$hodilator.
P aliran darah otak dan tekanan intrakramial tetap,
gambaran FF* tidak berubah.

4euromuskular menyebabkan relaksasi otot skelet tapi


tidak merelaksasi otot uterus.

20
'ati-hati pada pasien penyakit jantung koroner dan
hipoolenik berat.
2.2.5 ntubasi $rakea
ntubasi trakea adalah tindakan memasukkan pipa endotrakeal

ke dalam trakea sehingga jalan naas bebas hambatan dan naas


mudah dibantu atau dikendalikan. Fkstubasi trakeal adalah
tidakan pengeluaran pipa endotrakeal.
ebelum mengerjakan ntubasi $rakea, dapat diingat kata
$$C.
K s$ope, laringoskop dan stetoskop.
$ K tubes, pipa endotrakeal.
K air/ay tubes+ pipa oroaring>nasoaring.
$ K tape, plester.
C K $one$tor+ sambungan-sambungan.
K su$tion, penghisap lendir.

1. $ujuan
Pembersihan saluran trakeobronkial, mempertahankan jalan
naas agar tetap paten, mencegah aspirasi, serta mempermudah
pemberian entilasi dan oksigenisasi.
2. ndikasi
$indakan resusitasi, tindakan anestesi, pemeliharaan jalan
naas dan pemberian entilasi mekanis jangka panjang.
&. Peralatan
a. Garingoskop
da dua jenis laringoskop, yaitu
1) )lade lengkung ( Ma$intosh). /iasa digunakan pada

laringoskopi de#asa. Peganglah gagang dengan tangan


kiri. Geher pasien dileksikan dan kepala diekstensikan.
ulut dibuka dengan jari telunjuk kanan, bibir atas
disibakkan dengan jempol kanan. 6jung blade
laringoskop dimasukkan perlahan sampai mencapai
valekula menekan ligamentum hypoepiglotikum dan
menggerakkannya ke atas untuk menampakkan laring dan
pita suara. *igi jangan digunakan sebagai bantalan untuk
mengangkat ujung blade. Gampu laringoskop harus
terang.
2) )lade lurus. Garingoskopi dengan blade lurus (misalnya
blade Magill) mempunyai teknik yang berbeda. 6jung

21
blade tidak diletakkan pada alekula tetapi diteruskan
melampaui batas ba#ah epiglotis. Fpiglotis diangkat
langsung dengan blade untuk menampilkan laring. $eknik
ini biasa digunakan pada bayi dan anak karena

mempunyai epiglotis relati lebih panjang dan kaku.


$rauma pada epiglotis lebih sering terjadi pada
laringoskopi dengan blade lurus.
b) Pipa Fndotrakeal
/iasanya dibuat dari karet atau platik. Pipa plastic
yang sekali pakai dan lebih tidak mengiritasi mukosa trakea.
6ntuk operasi tertentu, misalnya di daerah kepala dan leher
dibutuhkan pipa yang tidak bisa tertekuk yang mempunyai
spiral nilon atau besi.
6ntuk mencegah kebocoran jalan naas, kebanyakan
pipa endotrakeal mempunyai balon ($uff) padaujung
distalnya. $erdapat dua jenis balon yaitu balon dengan
olume kecil dan besar. /alon olume kecil cenderung
bertekanan tinggi pada sel-sel mukosa, dan mengurangi
aliran darah kapiler. ehingga dapat menyebabkan iskemia.
/alon olume besar melingkupi daerah mukosa yang lebih
luas dengan tekanan lebih rendah dibandingkan balon
olume kecil.
Pipa tanpa balon ( $uff) biasa digunakan pada anak-
anak karena bagian tersempit jalan naas adalah pada daerah
ra#an krikoid. Pada orang de#asa biasa dipakai pipa
dengan balon karena bagian tersempit adalah trakea.
Pada orang de#asa, digunakan pipa endotrakeal
dengan diameter internal yang besar untuk mengurangi
resistensi pernaasan. Diameter internal pipa untuk laki-laki
de#asa biasanya A,0 L @,0 mm dan #anita =," L A," mm.
untuk intubasi oral panjang pipa yang masuk 20 L 2& cm.

pada anak dipakai rumus


Panjang pipa yang masuk (mm) K umur (tahun) O %
%

22
8umus di atas merupakan perkiraan dan harus
disediakan pipa 0," mm lebih kecil dan lebih besar. 6ntuk
anak yang lebih kecil dapat diperkirakan dengan melihat
kelingkingnya.

c) Pipa 4aso aring>7roaring


lat ini untuk mencegah obstruksi jalan naas karena
jatuhnya lidah dan aring pada pasien yang tidak diintubasi.
d) Plester untuk memiksasi pipa trakea setelah tindakan
intubasi.
e) tilet atau orsep intubasi. tilet (mandren) digunakan untuk
mengatur kelengkungan pipa endotrakeal sebagai alat bantu
saat insersi pipa. +orseps intubasi (magill) digunakan untuk
memanipulasi pipa endotrakeal nasal atau pipa nasogastrik
melalui oroaring. /iasanya dibantu dengan laringoskop.
) lat penghisap ( su$tion). Digunakan untuk membersihkan
jalan naas.
%. $indakan
a. Persiapan. Pasien dalam posi si tidur terlentang, oksiput
diganjal dengan bantal sehingga kepala dalam posisi
ekstensi serta trakea dan laringoskop berada dalam satu
garis lurus.
b. 7ksigenisasi. etelah dilakukan anestesi dan diberikan

pelumpuh otot lakukan oksigenisasi dengan pemberian 7 2


100? minimal 2 menit. ungkup muka dipegang dengan
tangan kiri dan balon dengan tangan kanan.
c. Garingoskopi. ulut pasi en dibuka dengan tangan kanan
dan gagang laringoskop dipegang dengan tangan kiri. Daun
laringoskop dimasukkan dari sudut kanan mulut. Gidah
pasien didorong ke dalam rongga mulut. *agang diangkat
dengan lengan kiri dan akan terlihat uula, aring, serta
epiglotis. Fkstensi kepala dipertahankan dengan tangan

kanan. Fpiglotis diangkat sehingga tampak aritenoid dan


pita suara yang tampak keputihan berbentuk huru <.

23
d. Pemasangan pipa endotrakeal. Pipa dimasukkan dengan
tangan kanan melalui sudut kanan mulut sampai balon pipa
tepat mele#ati pita suara. /ila perlu sebelum memasukkan
pipa, asisten diminta untuk menekan laring ke posterior

sehingga pita suara tampak jelas. /ila mengganggu, stilet


dicabut. <entilasi>oksigenisasi diberikan dengan tangan
kanan memompa balon dan tangan kiri memiksasi pipa.
/alon pipa dikembangkan dan daun laringoskop
dikeluarkan. Pipa diiksasikan dengan plester.
e. engontrol letak pipa. Dada dipastikan berkembang saat
diberikan entilasi. e#aktu dilakukan entilasi dilakukan
auskultasi dada dengan stetoskop, diharapkan suara naas
kanan dan kiri sama. /ila dada ditekan terasa udara di pipa
endotrakeal. /ila terjadi intubasi endobronkial akan terdapat
tanda-tanda, yaitu suara naas kanan dan kiri berbeda,
kadang-kadang timbul /hee0ing, se$ret lebih banyak, dan
tahanan jalan naas terasa lebih berat. 3ika ada entilasi ke
satu sisi seperti ini, pipa ditarik sedikit sampai entilasi
kedua paru sama. edangkan bila terjadi intubasi ke
esophagus maka daerah epigastrium>gaster mengembang,
terdengar suara saat entilasi (dengan stetoskop), kadang-

kadang keluar cairan lambung, dan makin lama pasien


tampak biru. 6ntuk hal ini pipa dicabut dan tindakan
intubasi dilakukan setelah diberikan oksigenisasi yang
cukup.
. <entilasi. Pemberian entilasi sesuai dengan kebutuhan
pasien.

". !omplikasi

24
!omplikasi tindakan intubasi trakea dapat terjadi saat
dilakukannya tindakan laringoskopi dan intubasi, selama pipa
endotrakeal dimasukkan, dan setelah ekstubasi.
a. !omplikasi tindakan laringoskopi dan intubasi
1) alposisi intubasi esophagus, intubasi endobronkial,
malposisi laryngeal $uff.
2) $rauma jalan naas kerusakan gigi, laserasi bibir, lidah,
atau mukosa mulut, cedera tenggorok, dislokasi
mandibula, dan diseksi retrofaringeal.
&) *angguan releH hypertensi, takikardia, tekanan
intra$ranial meningkat, tekanan intrao$ular meningkat,
dan spasme laring.
%) alungsi tuba perorasi $uff.
b. !omplikasi pemasukan pipa endotrakeal
1) alposisi ekstu basi yang terjadi sendiri, intubasi ke
endobronkial, malposisi laryngeal $uff.
2) $rauma jala n naas inlamasi dan ulserasi mukosa,
serta ekskoriasi kulit hidung.
&) alungsi tuba obstruksi.
c. !omplikasi setelah ekstubasi
1) $rauma jalan naas edema dan stenosis (glottis,
subglotis, atau trakea), suara serak>parau (granuloma
atau paralisis pita suara), malungsi dan aspirasi laring.
2) *angguan releH spasme laring.
2.2.= $erapi Cairan Perioperasi
$erapi cairan perioperasi meliputi pemberian cairan
rumatan>pemeliharaan (maintenan$e), defi$it cairan karena puasa , dan
defi$it cairan saat operasi. 'al-hal yang perlu diperhitungkan untuk
penggantian cairan ini adalah
1. $erapi cairan rumatan
aat pasien tidak makan terjadi penurunan jumlah cairan dan
elektrolit dalam tubuh sebagai akibat ekskresi urin, sekresi
gastrointestinal, keringat dan invisible lost dari kulit dan saluran
pernaasan. !ebutuhan ini disebut kebutuhan cairan rumatan
(maintenan$e).
!ebutuhan cairan rumatan
$abel 2.1 !ebutuhan cairan rumatan.
/erat 3umlahcairan
10 kgpertama &ml>kg//>jam

25
10kgkedua 2ml>kg//>jam
10 kg selanjutnya 1 ml>kg//>jam

2. $erapi cairan pengganti puasa


Pasien yang akan dioperasi akan mengalami deicit cairan yang

sebanding dengan lamanya ia berpuasa. Cairan yang diperlukan dapat


diperhitungkan dengan mengalikan kebutuhan cairan rumatan dengan
lamanya berpuasa. Cairan diberika bagian diberikan pada 1 jam
pertama, Q bagian pada jam kedua, dan Q bagian pada jam ketiga.
&. $erapi cairan pengganti eaporasi dan redistribusi
aat operasi berlangsung terjadi hilangnya cairan dari tubuh
pasien melalui darah yang keluar atau hilangnya cairan akibat
eaporasi atau redistribusi ke jaringan interstisial. Penggantian cairan
intraoperasi seharusnya meliputi kebutuhan cairan dasar, kebutuhan

cairan preoperasi, dan kebutuhan cairan intraoperasi. 6ntuk prosedur


dengan perdarahan minimal, pasien dapat diberi pemberian cairan
rumatan.
%. Penggantian darah yang hilang
dealnya, darah yang hilang diganti dengan larutan kristaloid
atau koloid untuk mempertahankan jumlah olume darah intraascular
sampai saat di mana kehilangan cairan tersebut menyebabkan anemia
yang perlu ditransusi. Pada saat tersebut, deisit darah diganti dengan
tranusi sel darah merah untuk mempertahankan konsentrasi
hemoglobin. Pasien dengan nilai hematokrit a#al yang normal harus
segera ditranusi setelah kehilangan 10-20? olume darah. 3umlahnya
tergantung pada kondisi medis pasien dan prosedur operasi.
'itung olume darah
$abel 2.2 'itung <olume Darah
6mur <olumedarah
4eonatus Prematur @" ml>kg//
Cukupbulan A"ml>kg//
nak A0 ml>kg//
De#asa Gaki-laki ="ml>kg//
Perempuan 5" ml>kg//

". Penggantian Deisit Cairan akibat Faporasi atau 8edistribusi

26
'ilangnya cairan ini terutama berkaitan dengan ukuran luka dan
perluasan daerah operasi. 6ntuk penggantian cairan ini, tindakan
operasi dapat dikelompokkan berdasarkan tingkat kerusakan jaringan.
$abel 2.& $ranslokasi

$ingkat
7perasi kerusakan jaringan
kecil !ebutuhan
0-2 cairan tambahan
ml>kg//>jam
7perasisedang 2-%ml>kg//>jam
7perasibesar %-Aml>kg//>jam

2.2.A 7bserasi &urante Anestesi


Pemantauan intra anestesi merupakan suatu keharusan dalam
semua prosedur anestesi karena keselamatan pasien adalah utama. eorang
pera#at anestesi harus memahami parameter yang akan dipantau dan
rencana untuk mengatasi masalah yang diketahui dari hasil pemantauan.

lat hanyalah membantu dalam mengetahui kondisi recheck adalah suatu


keharusan dalam menyikapi hasil pemantauan. 7leh karena itu
pemantauan #alaupun menggunakan alat canggih tetap pemantauan secara
alami tidak boleh ditinggalkan melalui inspeksi, palpasi, auskultasi, dan
perkusi.
Pemantauan paling sedikit harus mendeteksi hal-hal yang
mengancam nya#a adalah sistem kardioaskuler dan pernapasan yang
la9im dikenal dengan ital signs yaitu tekanan darah, laju jantung, laju
pernapasan, suhu tubuh, dan tingakatan nyeri.
lat pantau yang dapat digunakan yaitu
1. 7ksimeter denyut.
2. Pengukur tekanan darah dan 4/P.
&. Flektrocardiograi (F!*) kontinyu.
%. tetoskop, stetoskop precordial.
". !apnogra pada gangguan G atau F$$.
5. nestetik gas monitor jika digunakan 9at anestetik olatile.
gar lebih sistematis dan tidak terle#atkan maka pemantauan
meliputi masalah J5 /E yaitu
1. )reath (sistem pernapasan)
ering terjadi obstruksi air#ay baik total maupun partial
disebabkan karena pasien tidak sadar sehingga pangkal lidah jatuh ke

27
belakang menutupi jalan naas, laringospasme, edema epiglotis,
muntahan atau elot di jalan napas atau serangan asma.
elain itu, terjadi apnea bisa disebabkan karena proses sentral
akibat cedera kepala, obat-obat anestesi yang digunakan aatau

gangguan paru sendiri. onitoring tanda distres naas bila 88 B


&0H>menit, sianosis, naas cuping hidung. Pemantauan melalui
inspeksi palpasi, perkusi, auskultasi atau dengan pulse oksimetri,
kapnogra, analisa gas darah.
$indakan yang dapat dilakukan bebaskan jalan napas, tindakan
triple manuer air#ay, pasang 7P, pasang bendera di depan hidung
lalu berikan 72 secukupnya, kalau perlu intubasi.
2. )lood (sistem kardioaskuler)
ering terjadi hipotensi bisa karena hipoolemik, perdarahan,
alergi, sepsis, pengaruh obat anestesi yang digunakan. elain itu
hypertensi karena nyeri operasi, distensi bladder atau bradikardia
karena eek obat anestesi, obat reersal, ataupun karena hipoksia.
Pemantauan dapat melalui tekanan darah, F!*, palpasi, auskultasi.
$indakan yang dapat dilakukan adalah koreksi penyebab bisa karena
deisit cairan atau perdarahan, atasi nyeri yang adekuat kalau perlu
83P dan DC hock.

&. )rain (sistem sara pusat)


ering terjadi penurunan kesadaran sampai koma, gelisah, mual
atau muntah (pada anestesi /), kejang akibat trauma kepala.
onitoring yang dilakukan adalah tingkat kesadaran, tanda-tanda
P$!, releks pupil atau cahaya. $indakan yang dapat dilakukan
adalah bebaskan jalan napas, oksigenasi adekuat, pasang 7P, cegah
hipoksia atau hiperkarbi, kepala netral kalau perlu head up untuk
mencegah P$!.
%. )ladder (sistem urinaria)

asalah yang mungkin timbul anuria, oliguria, hematuria. /isa


hypoolemia akibat kurang cairan, perdarahan, katheter buntu, ada
bekuan darah di saluran urinaria. ang harus dilakukan adalah segera

28
tentukan status cairan, cek ital sign, cek perusi jaringan, cek
kandung kemih kemungkinan distensi akibat sumbatan, cek katheter
mungkin tertekuk dan beri cairan yang cukup.
". )o/el (sistem gastrointestinal)

asalah yang mungkin timbul adalah tanda-tanda peritonotis


penurunan peristaltik, mual dan muntah. onitoring yang dilakukan
adalah monitor hemodinamik, karena bila terjadi internal bleeding
maka kehilangan cairan atau darah sangat besar. 7bserasi perusi,
lingkar abdomen juga pengeluaran drain. $indakan yang di lakukan
adalah koreksi cairan, atasi nyeri, cari tahu penyebab kalau perlu
relaparatomy.
5. )one (sistem otot dan tulang)
ering terjadi nyeri, perubahan posisi dan edema. onitoring
dilakukan dengan memantau perusi jaringan, P7 2, obserasi
perdarahan, kalau perlu kontrol dengan oto rontgen.
2.2.@ Pengelolaan Pasca 7perati
Pulih dari anestesi umum atau anestesi regional harus dikelolah di
ruang pulih atau Re$overy 8oom atau ,ost Anestesia Care 6nit. dealnya
seorang pasien bangun dari anestesi secara bertahap tanpa keluhan.
!enyataan yang sering dialami sering dijumpai hal-hal yang tidak
menyenangkan akibat stress pasca anestesi berupa
1. *angguan Pernapasan
7bstruksi jalan napas partial atau total biasa dialami pasien post
anestesi umum yang belum sadar karena lidah jatuh menutupi aring
atau karena edema laring. Penyebab lain adalah spasme laring akibat
rangsangan benda asing, sekret, darah dan akibat ketidakmampuan
menelan. $indakan yang harus dilakukan adalah manuer air#ay
dengan head tilt, chin lit, dan ja# trush. !emudian pasang
oroaringeal tube dan berikan bantuan 7 2 100?, lakukan suctioning
kalau terdengar gurgling. Peralatan untuk memantau hemodinamik
tetap terpasang termasuk saturasi 7 2.
2. *elisah

29
ering di sebabkan karena hipoksia, hipotensi, nyeri atau akibat
eek dari ketamin.
&. 4yeri
Pengelolaan nyeri pasca bedah yang baik akan memberi rasa
nyaman pasien. 7leh karenanya untuk pengelolaan nyeri post operasi
sering digunakan analgetik seperti golongan 4 ( Anti -nflamator
%on Steroid) !etorolac 10-&0 mg <.
%. ual untah
ering terjadi pada post anestesi umum yang menggunakan
opioid, bedah abdomen, keadan hipotensi pada regional anestesi.
Penanganannya dengan pemberian metoclopramide 0,1 mg>kg // <
dan 7ndansentron 0,0"L0,1 mg > kg // <.
". enggigil ( shivering)
$erjadi akibat suhu ruangan yang dingin, cairan inus yang
dingin, cairan irigasi yang dingin, bedah abdomen yang luas dan lama.
Diberikan terapi petidin 10-&0 mg i untuk de#asa (0," mg > kg //).
elama berada di re$overy room dilakukan penilaian tingkat pulih
sadar sebagai dasar kriteria pemindahan pasien kembali ke ruangan,
dengan menggunakan skala alderete score.

30
$abel 2.% kala Pulih adar Dari nestesi
!aria"le Item S#or
ktiitas ampu menggerakan ekstremitas sendiri 2
sesuai perintah
ampu meggerakan 2 ekstremitas atau 1
sesuai perintah
$idak mampu menggerakan ekstremitas 0
dengan sendiri ataupun perintah
Pernapasan ampu bernapas dalam dan batuk 2
esak dan pernapasan sedikit terbatas 1
pnea 0
irkulasi $ekanan darah 20 ? tekanan darah 2
preanestesi 1
$ekanan darah R 21 L %@ ? tekanan darah

preanestesi 0
$ekanan darah S "0 ? tekanan darah
preanestesi
!esadaran adar penuh 2
/ila dibangunkan atau dipanggil 1
$idak berespon 0
Tarna kulit erah mudah, saturasi B @2 ? dengan 7 2 2
atau ruangan
saturasi Pucat, icterik atau saturasi B @2 ? dengan 7 2
1
nasal
ianosis, saturasi @2 ? dengan 7 2 nasal
0
Pasien dipindahkan bila total alderete core B A dan tidak ada salah satu
kriteria 0 (nol).

31
$. Konsep Asu%an Kepera&atan Perianestesi
$.1 Pengkajian
Pengkajian dapat dilakukan pada periode preoperatif. Data
diperoleh dengan #a#ancara langsung dengan pasien dari rekam medik
dan dari hasil pemeriksaan penunjang. Pengkajian perlu dilakukan untuk
mengetahui masalah pasien mulai /1 L /5 serta masalah psikososial.
Pengkajian dia#ali dengan konirmasi identitas pasien dilakukan
dengan menanyakan langsung pada pasien dan mencocokkan pada
dokumen rekam medis. elanjutnya dilakukan anamnesa dan pemeriksaan
tanda-tanda ital meliputi tekanan darah, nadi dan respiration rate.
!emudian dilanjutkan dengan pengkajian per sistem.
&.2 Diagnosa !epera#atan dan nterensi
&.2.1 Pre anestesi.
1. 8isiko cidera berhubungan dengan transfer dan transport
pasien.
$ujuan elama transfer dan transport, pasien tidak mengalami
cedera.
!riteria 'asil
1 Pasien tidak terjatuh ketika dipindahkan dari brankar ruangan
ke brankar kamar operasi. Pasien tida k terjatuh keti ka
dipindahkan dari brankar kamar operasi ke meja operasi.
2 Pasien tid ak ter jatuh ketika dipindahkan dari meja op erasi ke
brankar pulih sadar.
& Pasien tidak terjatuh selama operasi.
% 3alur dan selang yang terhubung dengan pasien aman.
nterensi
1 /erikan kea manan pada pas ien dengan mem asang pagar pada
tempat tidur.
2 tabilkan dengan bai k bran kar maupun mej a operasi #ak tu
memindahkan pasien.
& Pindahkan pasien seca ra bers amaan de ngan minimal & orang
(logroll).
% ntisipasi ger akan, jal ur dan sela ng yan g terhubung den gan

pasien selama melakukan pemindahan dan amankan pada


posisi yang tepat.

32
" mankan pasien di meja operasi dengan memasang sab uk
pengaman sesuai dengan kebutuhan dan jelaskan perlunya
restrain.
5 Fkstremitas diletakkan sedemikian rupa sehingga dapat

dilakukan pemeriksaan keselamatan, sirkulasi, tekanan sara


dan posisi tubuh secara periodik.
2 nsietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
pembedahan.
$ujuan kecemasan pasien terminimalisir dan pasien menjalani
operasi dengan ikhlas.
!riteria hasil
1 Pasien tampak tenang, tidak gelisah, tidak agitasi, tidak
menunjukkan kesedihan yang mendalam.
2 $ekanan darah, nadi, frekuensi naas stabil.
nterensi
1 Diskusikan hal-hal yang harus diantisipasi yang dapat
menakutkan atau menjadi perhatian pasien.
2 normasikan pasien tentang peran advokat pera#at
intraoperasi.
& 3elaskan tentang prosedur anestesi yang akan dilakukan
terhadap pasien.
% $erima feed ba$k dari pasien mengenai penjelasan tindakan
anestesi yang telah diberikan.
" /erikan premedikasi sesuai order.
5 /imbing pasien untuk berdoa sebelum anestesi dimulai.
&.2.2 ntra anestesi
1 8esiko pola naa s tidak eekti berh ubungan dengan aspi rasi
atau manipulasi operasi
$ujuan elama periode anestesi, pola naas pasien tetap eekti
!riteria hasil
1) agal relek tidak terjadi.
2) Sianosis (-).
&) Hyperkapnia (-).
%) Hypoksia (-).
") 4adi stabil 50-100 H>mnt.
nterensi

1 /erikan F$$ sesuai dengan ukuran pasien.


2 akinkan F$$ telah masuk dalam tra$hea dan teriksasi dengan
benar.
& elama durante operasi, pastikan F$$ tidak berubah posisi.

33
% etting tidal volume , frekuensi rate dan minute volume sesuai
kebutuhan pasien.
" onitor perubahan tidal volume dan frekuensi rate pasien.
5 onitor saturasi dan tanda ital lainnya secara periodik.
= Gakukan pengecekan suara naas, jantung melalui pre$ordial.

2 8isiko kekurangan olume cairan berhubungan dengan


pembedahan>perdarahan.
$ujuan selama periode anestesi, kebutuhan cairan pasien
terpenuhi.
!riteria hasil
1 4adi stabil dalam rentang normal (50-120 kali>menit).
2 $ekanan darah stabil dal am ren tang no rmal ( Systole 100-1&0
mm'g, diastole 50-@0 mm'g).
& P normal (50-100 mm'g).
% Produksi urin sesuai (0," L 1 cc > kg // > jam).
" Tarna urin kuning jernih.

nterensi
1 6kur dan catat cairan masuk dan cairan keluar.
2 Gakukan pe nghitungan balan$e cairan tiap jam.
& onitor $D, 4, P secara periodik.
% Palpasi denyut nadi perifer.
" /erikan cairan sesuai kebutuhan pasien.
5 Pasang jalur akses intraena tambahan apabila diperlukan.
= /erikan transfusi darah apabila dibutuhkan.
&.2.& Post anestesi.
1 Pola naas tidak eekti berhubungan dengan aspirasi dampak
sekunder pembedahan serta obat obat anestesi.
$ujuan selama pera#atan, pola naas pasien menjadi eekti.
!riteria hasil
1 +rekuensi naas 12-15 H>mnt.
2 4aas esikuler O>O.
& -nspirasi 2 kspirasi K 1 2.
% kspansi dada simetri.
" Penggunaan otot bantu naas (-).
5 Pernaasan cuping hidung (-).
nterensi
1 /ersihkan sekret pada jalan naas.
2 /erikan posisi yang menunjang patensi jalan naas.
& /erikan 7 2 masker 10 lpm.

%
3 Pantau
Pantau irama, ritme,
perubahan kedalaman
saturasi dan usaha naas.
dan tanda-tanda hypoventilasi.
2 Hypotermia berhubungan dengan paparan lingkungan,
medikasi yang menyebabkan vasodilatasi.

34
$ujuan selama pera#atan di 88, hypotermi pasien teratasi.
!riteria hasil
1 uhu tubuh pasien &5," oC L &=,2oC.
2 4adi dan tekanan darah dalam rentang normal.

nterensi
1 /erikan selimut hangat.
2 /erikan cairan hangat.
& onitor suhu minimal setiap 2 jam.
% onitor $D, 4, 88 periodik.
" !olaborasi pemberian medika mentosa.
DA'(AR PUS(AKA

/arbara, CG., 1@@5, Pera#atanedikal/edah (uatuPendekatan proses


kepera#atan), /andung.

/runner :uddarth, 2002,/uku jar !epera#atanedikal/edah, alihbahasa


Taluyogung., asminsih., 3uli.,!uncara., .madekaryasa, F*C, 3akarta.

Carpenito,G.3.,2000, Diagnosa!epera#atanplikasipadaPraktek!linis,alihbahasa
$im P! 64PD Fdisi-5, F*C, 3akarta.

Doenges,.F., oorhouse, .+., *eissler, .C., 1@@&,


8encanasuhan!epera#atanuntukperencanaandanpendukomentasianpera#atanP
asien, Fdisi-&, lihbahasaI !ariasa,.., umar#ati,4.., F*C, 3akarta.

!uliahilmupenyakitdalam P! L 6*, 200%, $im spesialis dr. penyakitdalam


86P dr.ardjito, yogyakarta.

ansjoer, ri,dkk, 2000. !apitaelekta!edokteran. 3ilid 1. edia esculapius


3akarta

cCloskey :/ulechek, 1@@5, 4ursing nterentions Classiications, econd


edisi, /y osby-ear book.nc,4e#york.

44D. 200". 4ursing Diagnosis Deinition and Classiication 200"-2005.


44D nternational. Philadelphia.

Price, ..et al, 1@@",Patoisiologi, !onsep !linis Proses-Proses Penyakit,


/uku 1, Fdisi %, Penerbit F*C, 3akarta.

undaru '. 200% /uku jar lmu Penyakit Dalam. 3ilid edisi ketiga.Penerbit

35
*aya /aru. 3akarta.
6niersity 7T., 4C and 47C Project., 1@@1, 4ursing outcome
Classiications, Philadelphia, 6

36

Anda mungkin juga menyukai