BAB I Edit by Sastra
BAB I Edit by Sastra
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
moral etika dan gaya hidup. Tidak semua mampu menyesuaikan diri dengan perubahan-
perubahan tersebut yang pada gilirannya yang bersangkutan dapat jatuh sakit, atau
mengalami gangguan penyesuaian diri (Hawari, 2008). Di samping itu terjadinya perang,
konflik, dan lilitan krisis ekonomi berkepanjangan merupakan salah satu pemicu yang
memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan jiwa pada manusia
(Yosep, 2007).
Gangguan jiwa merupakan masalah yang serius, penting dan berbahaya, karena
dapat menyangkut keselamatan dan kerugian bagi diri sendiri, orang lain, bahkan hingga
pemerintah sekalipun. Menurut data World Health Organization (WHO) dalam Yosep
(2007), menyatakan bahwa masalah kesehatan jiwa diseluruh dunia memang sudah
menjadi masalah yang sangat serius. WHO (2001) dalam Yosep (2007) menyatakan
paling tidak ada satu dari empat orang di dunia yang mengalami masalah mental,
diperkirakan kurang lebih 450 juta orang di dunia mengalami gangguan kesehatan jiwa.
Sementara itu dari data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia
diperkirakan sebanyak 264 dari 1.000 anggota rumah tangga menderita gangguan
kesehatan jiwa (Yosep, 2007). Hasil studi pendahuluan di Rumah Sakit Jiwa Provinsi
Bali jumlah pasien yang dirawat per Januari 2012 mencapai 308 orang. Hampir setengah
dari populasi yang ada tepatnya sebanyak 151 orang masuk dengan diagnosa keperawatan
perilaku kekerasan.
yang dapat membahayakan secara fisik terhadap diri sendiri maupun orang lain
(Townsend, 1998). Sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk dimana seseorang marah
berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol. Perilaku
kekerasan juga dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dari marah atau ketakutan
(panik). Perilaku agresif dan perilaku kekerasan itu sendiri sering dipandang sebagai
suatu rentang, dimana agresif verbal disuatu sisi dan perilaku kekerasan disisi yang lain.
Perilaku agresif dapat terjadi tiba-tiba tanpa banyak peringatan. Akan tetapi, sering kali
ada tahap atau fase yang dapat diidentifikasi pada insiden agresif. (Videbeck, 2008;
Yosep, 2007).
Klien yang yang diterima di unit psikiatri, biasanya dalam keadaan krisis karena
koping mereka sudah tidak efektif.Walaupun kebanyakan klien psikiatri tidak agresif,
klien dengan berbagai diagnosa psikiatri dapat menunjukkan perilaku marah, permusuhan
dan agresif. Secara umum klien yang menderita waham paranoid dan halusinasi
pendengaran biasanya mudah terjadi perilaku agresif hingga mampu untuk menyakiti
orang lain. Perilaku agresif juga dapat terlihat pada klien demensia, delirium, cedera
kepala, intoksikasi alkohol atau obat-obatan lain, serta gangguan kepribadian antisosial
diperlukan untuk pencegahan dan penanganan klien dengan perilaku kekerasan. Namun
perlu diwaspadai juga bahwa perawat juga berisiko menjadi korban dari perilaku
kekerasan yang dilakukan klien. Karena alasan tersebut perawat harus dapat mengkaji
kerja sama antara perawat dengan klien, keluarga dan masyarakat untuk mencapai tingkat
kesehatan yang optimal. Proses keperawatan pada klien dengan masalah kesehatan jiwa
merupakan tantangan yang unik karena masalah kesehatan jiwa mungkin tidak dapat
dilihat langsung, seperti pada masalah kesehatan fisik yang melibatkan bermacam gejala
Melihat uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengangkat laporan kasus
dengan judul Asuhan Keparawatan pada klien Tn. WS dengan Risiko Perilaku
Kekerasan di Ruang Bratasena RSJ Propinsi Bali dengan harapan dapat memberikan
asuhan keperawatan yang holistic dan menghindari terjadinya perilaku kekerasan pada
1. Tujuan umum
perilaku kekerasan.
2. Tujuan khusus
kekerasan
perilaku kekerasan.
kekerasan.
Metode penulisan laporan kasus ini adalah deskriptif dengan teknik pengumpulan data