Anda di halaman 1dari 105

KAJIAN AWAL PEMBUATAN FISH GLUE

DARI LIMBAH IKAN KAKAP MERAH

Laporan Penelitian
Dibuat untuk memenuhi tugas akhir guna mencapai gelar
Sarjana di bidang Ilmu Teknik Kimia

oleh:
Febriyanti (2000620065)

Pembimbing:
Dr. Ir. Budi H. Bisowarno, M.Eng.
Henky Muljana, ST, M.Eng.
Tony Handoko, ST

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN
BANDUNG
2004
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : KAJIAN AWAL PEMBUATAN FISH GLUE DARI


LIMBAH IKAN KAKAP MERAH
CATATAN :

Telah diperiksa dan disetujui,


Bandung, Juni 2004

(Dr. Ir. Budi H. Bisowarno, M.Eng)


Dosen Pembimbing I

Bandung, Juni 2004 Bandung, Juni 2004

(Tony Handoko, ST.) (Henky Muljana, ST., M.Eng)


Dosen Pembimbing II Dosen Pembimbing II

ii
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Katolik Parahyangan Bandung

SURAT PERNYATAAN

Saya, yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Febriyanti
NRP : 6200065

Dengan ini menyatakan bahwa laporan penelitian (skripsi) dengan judul:

KAJIAN AWAL PEMBUATAN FISH GLUE DARI LIMBAH IKAN


KAKAP MERAH

adalah hasil pekerjaan saya dan seluruh ide, pendapat atau materi dari sumber lain
telah dikutip dengan cara penulisan referensi yang sesuai.

Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan jika pernyataan ini tidak
sesuai dengan kenyataan, maka saya bersedia menanggung sanksi sesuai peraturan
yang berlaku.

Bandung, Juni 2004

Febriyanti
6200065

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan bimbingan-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan
penelitian ini dengan baik. Penelitian ini disusun untuk memenuhi tugas akhir
guna mencapai gelar sarjana Strata-1 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi
Industri, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.
Laporan penelitian ini dapat tersusun dengan bantuan dari berbagai pihak.
Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Budi H. Bisowarno, M. Eng., selaku dosen pembimbing I,
2. Henky Muljana, ST., M.Eng. dan Tony Handoko, ST., selaku dosen
pembimbing II,
3. Papa dan Mama, serta adik-adik tercinta atas doa dan dukungan yang telah
diberikan secara moril maupun materiil,
4. Nelly dan Maria Winny, yang telah bersama-sama melakukan penelitian fish
glue, atas kerjasamanya selama penelitian,
5. Billy, atas semua dukungan dan penyertaannya selama penelitian,
6. Herlina dan Oni, yang selalu memberikan dukungan, dan terimakasih atas
persahabatan yang diberikan selama ini,
7. Supermarket Setiabudhi dan Giant Hyper Point, yang telah menyediakan
bahan baku penelitian berupa limbah ikan kakap merah,
8. Pak Yana dan Pak Handoko, yang selalu menyediakan waktu untuk membantu
selama di Laboratorium Penelitian,
9. Bu Lusi, Bu Rika, dan Pak Mochtar, yang telah membantu penyediaan alat-
alat selama penelitian,
10. Natalia, Ryan, Stevie, Sianny, Franky, Arief Yenny, Yulie, dan teman-teman
group meeting lainnya atas kesempatan bertukar pikiran dan pengalaman
selama penelitian dan penyusunan proposal,

iv
v

11. Teman-teman TK 2000, terutama kelas B, atas segala canda, tawa, bantuan,
dan terimakasih untuk tahun-tahun kebersamaan yang luar biasa dan takkan
pernah terlupakan,
12. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis berharap laporan ini dapat berguna bagi semua pihak. Penulis
menyadari juga bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya saran dan kritik yang
membangun.

Bandung, Juni 2004

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i
LEMBAR PENGESAHAN. ii
SURAT PERNYATAAN iii
KATA PENGANTAR. iv
DAFTAR ISIvi
DAFTAR GAMBAR... x
DAFTAR TABELxii
INTISARI xiii
ABSTRACT.xiv

BAB I PENDAHULUAN..1
1.1 Latar Belakang Masalah... 1
1.2 Tema Sentral Masalah...3
1.3 Identifikasi Masalah.. 3
1.4 Premis... 4
1.5 Hipotesis... 5
1.6 Tujuan... 5
1.7 Manfaat. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.. 6


2.1 Kolagen. 8
2.2 Gelatin... 10
2.3 Ikan Kakap Merah.12
2.4 Proses Pembuatan Fish Glue Secara Umum.15
2.4.1 Pencucian.. 15
2.4.2 Perendaman...16
2.4.2 Ekstraksi Padat Cair (leaching) 16
2.4.3 Pendinginan dan Filtrasi... 19

vi
vii

2.4.4 Evaporasi (pemekatan)..19


2.4.5 Penambahan Aditif20
2.4.6 Pemadatan atau Pengerasan.. 20
2.5 Proses Pembuatan Fish Glue dari Berbagai Jenis Ikan. 20
2.5.1 Ekstraksi Lem Ikan Dari Tulang Ikan Pari oleh
Mohammad Saleh, dkk.. 20
2.5.2 Ekstraksi Gelatin Dari Kulit Ikan Tuna Melalui
Proses Asam oleh Husen Pelu, dkk.. 23
2.5.3 Issolation of Collagen from Fish Waste Material Skin,
Bones, and Fins oleh Takeshi Nagai dan Nobutaka Suzuki 24
2.5.4 Pemanfaatan Tulang Hiu oleh Singgih Wibowo
dan Heru Susanto... 26
2.6 Karakteristik Fish Glue. 26
2.7 Kelebihan dan Kekurangan Fish Glue.. 28
2.7.1 Kelebihan Fish Glue. 28
2.7.2 Kekurangan Fish Glue.. 28
2.8 Pengujian Kualitas Fish Glue.. 29

BAB III BAHAN DAN METODE... 30


3.1 Bahan dan Alat..30
3.1.1 Bahan 30
3.1.2 Alat31
3.2 Metode Percobaan.33
3.3 Lokasi dan Jadwal Kerja... 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.. 38


4.1 Penentuan Waktu Kesetimbangan Ekstraksi 39
4.1.1 Tempuhan 1, Tempuhan 2, dan Tempuhan 3... 39
4.1.2 Tempuhan 4.. 44
4.2 Penentuan Metode Pembuatan Fish Glue. 46
4.2.1 Tempuhan 5.. 46
viii

4.2.2 Tempuhan 6.. 47


4.2.3 Tempuhan 7.. 48
4.2.4 Tempuhan 8.. 49
4.2.5 Tempuhan 9.. 50
4.2.6 Tempuhan 10 51
4.2.7 Tempuhan 11 52
4.3 Analisis. 53
4.3.1 Analisis Kadar Protein.. 53
4.3.2 Analisis Densitas...55
4.3.2.1 Pengaruh Jenis Pelarut Terhadap Densitas... 56
4.3.2.2 Pengaruh Temperatur Ekstraksi Terhadap Densitas 57
4.3.2.3 Pengaruh Rasio Umpan dan Pelarut Terhadap
Densitas... 57
4.3.3 Analisis Viskositas 58
4.3.4 Analisis pH... 59
4.4 Kondisi Optimal Pembuatan Fish Glue dari Ikan Kakap Merah.. 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 61


5.1 Kesimpulan... 61
5.2 Saran. 61

DAFTAR PUSTAKA. 63

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS 66


A.1 Analisis Densitas.. 66
A.2 Analisis Viskositas... 66
A.3 Analisis pH.. 70
A.4 Analisis Keteguhan Rekat 72
A.5 Uji Organoleptik.. 72
A.6 Uji Kadar Protein. 72
ix

LAMPIRAN B DATA PERCOBAAN DAN HASIL ANTARA... 75


B.1 Penentuan Waktu Kesetimbangan Reaksi 75
B.2 Penentuan Metode Percobaan.. 78
B.3 Analisis Kadar Protein Metode Lowry.83

LAMPIRAN C GRAFIK. 85
C.1 Grafik Penentuan Waktu Kesetimbangan Ekstraksi 85
C.2 Grafik Analisis. 86
C.3 Analisis Kadar Protein. 88

LAMPIRAN D CONTOH PERHITUNGAN. 89


D.1 Pembuatan Larutan Asam Asetat 5% (v/v).. 89
D.2 Densitas Gelatin... 89
D.3 Kadar Protein... 90
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Statistik Perikanan Air Laut Indonesia... 1


Gambar 1.2 Fish Glue.2
Gambar 1.3 Statistik Ikan Kakap Provinsi Jawa Barat3
Gambar 2.1 Triple Helix Kolagen...9
Gambar 2.2 Temperatur Denaturasi Beberapa Makhluk Hidup. 10
Gambar 2.3 Struktur Bangun Gelatin. 11
Gambar 2.4 Komposisi Asam Amino dalam Gelatin 12
Gambar 2.5 Ikan Kakap Merah...14
Gambar 2.6 Pembuatan Fish Glue dari Tulang Ikan Pari... 21
Gambar 2.7 Ekstraksi Gelatin dari Kulit Ikan Tuna... 22
Gambar 2.8 Pembuatan Lem dari Tulang Hiu 26
Gambar 3.1 Susunan Alat Ekstraksi Tempuhan 1 Hingga Tempuhan 10.. 31
Gambar 3.2 Susunan Alat Ekstraksi Tempuhan 11 32
Gambar 3.3 Metode Penelitian... 33
Gambar 4.1 Hasil Pembersihan Limbah Kakap Merah.. 38
Gambar 4.2 Hasil Evaporasi Tempuhan 1 dan Tempuhan 2.. 41
Gambar 4.3 Kurva Penentuan Waktu Kesetimbangan Tempuhan 1 Hingga
Tempuhan 3 42
Gambar 4.4 Kurva Penentuan Waktu Kesetimbangan Tempuhan 4.. 45
Gambar 4.5 Hasil Ekstraksi Tempuhan 9... 50
Gambar 4.6 Hasil Ekstraksi Tempuhan 10. 52
Gambar 4.7 Hasil Evaporasi Tempuhan 10 (Tampak Atas)... 52
Gambar 4.8 Grafik Analisis Densitas Berbagai Tempuhan 56
Gambar 4.9 Analisis pH Berbagai Tempuhan 59
Gambar A.1 Peralatan Viskotester VT-03E 67
Gambar A.2 Peralatan Viskotester VT-04E 68
Gambar A.3 Rangkaian Alat Viskotester 70
Gambar A.4 pHmeter Mettler Toledo. 71

x
xi

Gambar A.5 Pengukuran Kadar Protein Metode Lowry. 74


DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Pembuatan Fish Glue dari Berbagai Jenis Ikan 4


Tabel 2.1 Sejarah dan Perkembangan Adhesives... 6
Tabel 2.2 Beberapa Nama Daerah Ikan Kakap Merah di Indonesia.. 13
Tabel 2.3 Penyebaran Kakap Merah di Indonesia. 14
Tabel 2.4 Sifat Fisik Air.17
Tabel 2.5 Sifat Fisik Asam Asetat. 17
Tabel 2.6 Sifat Fisik Asam Sitrat... 18
Tabel 2.7 Karakteristik Fish Glue.. 27
Tabel 3.1 Jadwal Kerja Penelitian..37
Tabel 4.1 Kondisi Percobaan Tempuhan 1, Tempuhan 2, dan Tempuhan 3. 39
Tabel 4.2 Analisis Tempuhan 1 Hingga Tempuhan 3... 40
Tabel 4.3 Analisis Tempuhan 4. 45
Tabel 4.4 Analisis Tempuhan 5. 46
Tabel 4.5 Analisis Hasil Evaporasi Tempuhan 6... 47
Tabel 4.6 Analisis Tempuhan 7. 48
Tabel 4.7 Kondisi Percobaan Tempuhan 8 49
Tabel 4.8 Analisis Tempuhan 8. 49
Tabel 4.9 Analisis Cairan Tempuhan 9..51
Tabel 4.10 Analisis Tempuhan 11... 52
Tabel 4.11 Analisis Kadar Protein... 54
Tabel 4.12 Analisis Densitas53
Tabel 4.13 Analisis Viskositas. 58
Tabel 4.14 Analisis pH 59
Tabel A.1 Spesifikasi pHmeter Mettler Toledo.. 70

xii
INTISARI

Indonesia terkenal akan kekayaan sumber perikanannya. Pengolahan ikan-


ikan baik di tempat pelelangan ikan maupun di rumah tangga memiliki banyak
sisa yang terbuang, seperti ekor, kulit, dan tulang ikan. Salah satu alternatif
pemanfaatan limbah ikan yang dilakukan adalah dengan mengolah limbah
perikanan menjadi bahan perekat atau lem, yang disebut dengan fish glue. Ikan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan yang banyak dikonsumsi
masyarakat, yaitu ikan kakap merah. Fish glue merupakan salah satu aplikasi
penggunaan gelatin yang dapat diperoleh dengan cara mengekstraksi kolagen dari
bagian tulang, kulit, dan sirip ikan. Gelatin didapatkan dengan menghidrolisis
kolagen yang merupakan suatu protein sederhana.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan metode pengolahan


limbah ikan yang tepat untuk menghasilkan fish glue dengan perolehan dan
kualitas semaksimal mungkin, melihat pengaruh pelarut, temperatur, lama
ekstraksi, dan perbandingan umpan terhadap pelarut terhadap perolehan dan
kualitas fish glue, serta menganalisis kualitas fish glue yang dihasilkan.

Dalam percobaan ini dilakukan variasi metode percobaan, temperatur


ekstraksi, jenis pelarut, dan rasio umpan terhadap pelarut. Metode yang berhasil
menghasilkan fish glue adalah perendaman selama 24 jam menggunakan asam
asetat 5% dan ekstraksi menggunakan air pada temperatur ruang selama 3 jam.
Hasil ekstraksi difiltrasi, dan filtrat yang diperoleh merupakan fish glue berwarna
putih kecoklatan dengan viskositas 2000 cP, pH 4,51 , densitas 0,9698 g/mL serta
dapat merekatkan kayu dan kertas.

xiii
ABSTRACT

Indonesia is rich in fishery. Fish processing either in fish auction and also
at home have many wastes, like tail, skine, and fish bone. An alternative to use
fish waste is by processing it into fish glue. This research is using red snapper, a
common fish that is consumed by society. Fish glue in one of the gelatines
application, is obtained by collagen extraction from bone, skin, and fish fin.
Gelatine is got by hydrolyzing collagen.

Target of this research is to get the correct method to produce fish glue
from fish wastes with maximum quality and yield, to see how solvent,
temperature, extraction duration, and feed to solvent ratio influences fish glues
quality and yield, and also to analyze the quality of fish glue.

Variation in this research are method, extraction temperature, solvent, and


feed to solvent ratio. A method that is success producing fish glue is soaking
wastes in 5% acetic acid solution for 24 hours and extraction in water at room
temperature for 3 hours. Extraction result is filtrated, and the filtrat is white-brown
fish glue with viscosity 2000 cP, pH 4,51 , density 0,9698 g/mL, and also can gum
paper and wood.

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia terkenal akan kekayaan sumber perikanannya, tidak kurang dari
4000 jenis ikan terdapat di perairan Indonesia. Dari jumlah ini, di perairan tawar
dan payau terdapat kurang lebih 800 jenis, sisanya adalah ikan laut [1]. Gambar 1.1
merupakan gambaran produksi perikanan laut di Indonesia.

Produksi Perikanan Air Laut

200000

150000
jumlah

100000

50000

0
1999 2000 2001
tahun

Gambar 1.1 Statistik Perikanan Air Laut Indonesia


(Sumber: Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta, 1990)

Pengolahan ikan-ikan baik di tempat pelelangan ikan maupun di rumah


tangga memiliki banyak sisa yang terbuang, seperti ekor, kulit, dan kepala ikan.
Pembuangan limbah ini merupakan masalah yang muncul di sekitar kita, karena
dapat menimbulkan gangguan, baik bau maupun pengaruh yang timbul dari
pembusukan proteinnya. Tumbuhnya jasad-jasad renik (misal: salmonella) dapat
menimbulkan penyakit yang mudah sekali tersebar oleh adanya lalat-lalat yang
juga berkembang di sekitar buangan limbah tersebut. Pada proses penyiapan ikan
untuk fillets, sejumlah besar limbah ikan (seperti kepala, tulang, daging yang
terpotong, sirip, ekor, dan isi perut) dibuang. Salah satu alternatif pemanfaatan

1
2

limbah ikan yang akan dilakukan adalah dengan mengolah limbah perikanan
menjadi bahan perekat atau lem (fish glue). Contoh produk fish glue dapat dilihat
dari Gambar 1.2.

Gambar 1.2 Fish Glue


(Sumber: http://www.carlsontackle.com/ mrwiggly@carlsontackle.com)

Jenis ikan yang digunakan untuk membuat fish glue dalam penelitian ini
adalah ikan kakap merah. Ikan kakap merah hidup di daerah tropis maupun
subtropis, yang merupakan species yang sangat toleran terhadap lingkungan
sehingga dapat hidup di tambak bahkan di air tawar. Budidaya kakap sudah dapat
dilakukan dengan berhasil, baik pembenihan maupun pembesarannya. Dengan
demikian, kebutuhan benih dapat dipenuhi tanpa ketergantungan pada alam. Ikan
kakap yang dikenal dengan nama dagang snapper, red snapper, maupun blood
snapper merupakan ikan berdaging putih yang sangat populer di Eropa, Amerika,
Jepang maupun Hongkong. Ikan kakap biasanya digunakan untuk produk
perikanan seperti fillet, smoke fish, fish cake, fish sousage maupun sebagai ikan
kaleng [2]. Gambar 1.3 menunjukkan produksi ikan kakap di provinsi Jawa Barat.
3

Produksi Ikan Kakap di Provinsi Jawa Barat

4500
4000
3500

jumlah (ton)
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
1999 2000 2001
tahun

Gambar 1.3 Statistik Ikan Kakap Provinsi Jawa Barat


(Sumber: Buku Tahunan Statistik Perikanan Tingkat Pemerintah Provinsi Jawa
Barat. Dinas Perikanan. Bandung)

1.2 Tema Sentral Masalah


Tema sentral masalah dalam penelitian ini adalah membuat fish glue dari
limbah ikan kakap merah yang terdapat dalam jumlah banyak di Indonesia,
menemukan metode pengolahan limbah ikan yang tepat hingga dihasilkan fish
glue, dan melihat pengaruh parameter-parameter (variasi) percobaan terhadap
produk fish glue yang dihasilkan.

1.3 Identifikasi Masalah


Masalah-masalah yang ingin diatasi dalam pembuatan fish glue, yaitu:
1. Apakah kandungan kolagen yang terkandung di dalam limbah ikan kakap
merah dapat diambil dan dimanfaatkan untuk membuat fish glue.
2. Cara dan alat pengolahan ikan yang tepat hingga diperoleh fish glue.
3. Bagaimana kondisi yang baik dalam pembuatan fish glue, misalnya:
temperatur, rasio umpan terhadap pelarut, jenis pelarut, dan lama pengolahan.
4. Melihat apakah produk fish glue yang diperoleh sudah cukup baik melalui
serangkaian analisis, misalnya: uji pH, viskositas, densitas, keteguhan rekat
lem, dan uji organoleptik.
5. Apakah fish glue cukup menguntungkan untuk dibuat dalam skala industri.
4

1.4 Premis
Penelitian tentang pembuatan fish glue yang pernah dilakukan di Indonesia meliputi pembuatan dari kulit ikan tuna, ikan pari, dan ikan
hiu. Variasi pembuatan fish glue dari berbagai jenis ikan dapat dilihat dari Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Pembuatan Fish Glue dari Berbagai Jenis Ikan

Jenis Ikan
Variabel
Tulang Ikan Pari [3] Kulit Ikan Tuna [4] Tulang Ikan Hiu [5]
Perlakuan awal - Perendaman 24 jam Perendaman 36 jam -
Cara pengolahan ekstraksi ekstraksi ekstraksi ekstraksi
Temperatur 65-70oC 60oC 80oC 50-60oC
Pelarut asam asetat 3, 5, dan 7% asam asetat 0,3%, pH 3 asam sitrat 0,06%, pH 3 air+25mL HCl glasial untuk tiap 1 kg tulang
Waktu ekstraksi 4 jam 3 jam 3 jam 6-10 jam
Feed:solvent 1:1 4:1 4:1 1:1
Rendemen 34,72 - 36,46% 10,48% 11,67% tidak disebutkan
Hasil Konsentrasi asam asetat yang optimum 5% Warna putih kekuningan Lem yang dihasilkan agak keruh,
Peningkatan konsentrasi asam asetat Asam asetat menghasilkan nilai pH lebih kecil coklat, bahkan hitam
cenderung meningkatkan rendemen, kete- daripada asam sitrat Lem yang kering bersifat lentur, liat, dan
guhan rekat, persentase kerusakan kayu uji Perendaman dengan asam asetat 24 jam, T=60oC tidak mudah patah. Jika ditarik lem tidak
dan berat jenis, tetapi merendahkan viskositas, menghasilkan sifat fisikokimia (kekuatan gel dan mudah sobek, mirip plastik atau karet.
intensitas warna, serta bau amis lem viskositas yang lebih baik)
Keteguhan rekat fish glue lebih baik daripada
lem sintetis PVAc
5

1.5 Hipotesis
Pembuatan fish glue yang efektif adalah menggunakan bagian tulang ikan
dengan pelarut asam asetat menggunakan metode ekstraksi padat cair (leaching)
pada temperatur 65-70C, perbandingan feed:solvent = 1:1, dan lama ekstraksi
selama 24 jam.

1.6 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mendapatkan metode pengolahan limbah ikan yang tepat untuk menghasilkan
fish glue dengan perolehan dan kualitas yang semaksimal mungkin.
2. Melihat pengaruh pelarut, temperatur, lama ekstraksi, dan perbandingan feed
dan solvent terhadap perolehan dan kualitas fish glue.
3. Menganalisis kualitas fish glue yang dihasilkan.

1.7 Manfaat
Manfaat penelitian fish glue, antara lain:
1. Menghasilkan lem yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai permukaan
dengan bahan baku yang murah dan mudah didapat.
2. Meminimalisasi limbah yang dihasilkan dari pengolahan daging ikan.
3. Meningkatkan nilai guna dari limbah ikan kakap merah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Adhesives adalah substansi yang mampu merekatkan material padat


dengan perekatan antarpermukaan yang sulit untuk dipisahkan[6]. Lem (adhesives)
sudah ada sejak tahun 4000 SM, yaitu lem tar di Kuil Babilonia digunakan untuk
merekatkan biji mata dari gading ke sejumlah patung. Kemudian, pada tahun 3000
SM, lem ditemukan di Mesir untuk merekatkan papyrus menggunakan lem yang
terbuat dari tepung. Literatur tertulis pertama tentang cara membuat dan memakai
lem baru muncul pada tahun 2000 SM. Berbagai benda seni dan perabot dari
makam para Firaun Mesir menampilkan peran lem hewan sebagai perekat atau
pelapis. Pada tahun 1-500, pembuatan lem dari hewan dan ikan makin
berkembang sejak bangsa Romawi dan Yunani mengembangkan seni pernis dan
pelapisan kayu. Pabrik lem komersial pertama didirikan di Belanda pada tahun
1700-an yang memproduksi lem hewan. Setengah abad kemudian, dikeluarkan
paten di Inggris untuk fish glue. Dengan cepat disusul terbitnya sejumlah paten
[7]
untuk lem berbahan karet alam, tulang hewan, ikan, kanji, dan kasein . Pabrik
pengolahan lem berbahan tersebut mulai banyak berdiri di AS pada tahun 1870,
[8]
tepatnya di daerah Gloucester dan Boston . Pengaruh Revolusi Industri tampak
dengan ditemukannya bahan dasar lem yang baru, yaitu plastik. Perkembangan
adhesives selanjutnya dapat dilihat dari Tabel 2.1.[6]
Tabel 2.1 Sejarah dan Perkembangan Adhesives
Tahun Penemuan Penemu
Adhesive dari bahan-bahan alami, seperti kolagen
Abad ke-9 -
hewan, darah hewan, kasein, susu.
Synthesis nitroselulosa, merupakan adhesive
1869 -
synthetic pertama.
Synthesis phenol-formaldehyde resins, merupakan
1912 Baekeland
dasar adhesives modern

6
7

Tabel 2.1 Sejarah dan Perkembangan Adhesives (lanjutan)


Tahun Penemuan Penemu
Synthesis polychloroprene atau neoprene, banyak
1928 digunakan untuk adhesives elastomeric berkekuatan -
tinggi
1930-an Adhesive yang sensitif terhadap tekanan -
1941 Adhesive untuk perekatan logam pesawat Nicholas de Bruyne
Akhir 1940-an Adhesive resin epoxy pertama -
1950-an Adhesive cyanoacrylate yang tahan terhadap uap air -
Adhesive anaerobik, adhesive yang tahan
Akhir 1960-an USA
temperatur tinggi (misal: aromatik polyimides)
Gabungan beberapa tipe polimer untuk membentuk
1980-an -
hybrid adhesives.

Fish glue merupakan lem yang terbuat dari kolagen ikan. Kolagen yang
terekstrak dari limbah ikan akan terhidrolisis menjadi gelatin, melalui reaksi
sebagai berikut:
C102H149O38N31 + H2O C102H151O39N31
(kolagen) (gelatin)
Fish glue merupakan salah satu aplikasi dari gelatin. Kolagen adalah
serabut putih yang merupakan jaringan penghubung tubuh hewan, terutama kulit
(corium), tulang (ossein), dan tendon. Kolagen termasuk dalam kelas
scleroprotein dan merupakan triple helix yang mengandung ikatan asam amino.
Scleroprotein adalah bagian serabut protein yang berasal dari jaringan otot
penghubung dan kerangka. Dua bagian penting dari kelas scleroprotein adalah
kolagen dan keratin. Keratin adalah struktur protein dari sel epitelium pada
lapisan terluar dari kulit, biasanya terdapat di kuku, rambut, dsb. Keratin tidak
dapat dilarutkan, baik dalam air dingin atau air panas. Keratin tidak dapat
dihancurkan oleh enzim proteolytic (enzim yang memecahkan bagian molekul
protein)[9].
8

2.1 Kolagen
Kolagen adalah protein yang ditemukan di kulit, tulang, otot, dan jaringan
penghubung (tendon dan ligamen). Kandungan kolagen adalah sekitar 30% dari
seluruh protein di dalam tubuh manusia. Kolagen adalah molekul yang tersusun
dari 3000 asam amino, yang terjalin tiga, rantai cross-linked yang strukturnya
kaku.[10]
Perbedaan kolagen dengan jenisjenis protein lainnya terletak pada
kandungan proline dan hydroxyprolinenya yang tinggi.[11] Molekul kolagen
mengandung tiga rantai polipeptida (alpha chains) yang saling berikatan satu
sama lain membentuk triple helix. Molekul kolagen yang mengandung tiga buah
alpha chains memiliki panjang 3000A (0,3 mikrometer) dan diameter 15 A.
Setiap alpha chains mengandung kira-kira 1050 asam amino yang saling
berhubungan. Ada dua puluh asam amino yang berbeda di tiap alpha chains, dan
untuk setiap jenis gelatin hewan yang berbeda, asam-asam amino ini berada dalam
pola pengulangan yang berbeda. Glycine yang merupakan sepertiga bagian dari
asam amino berada dalam rangkaian yang berulang dengan dua asam amino
lainnya. Rangkaian asam amino dalam kolagen dilambangkan dengan glycine-x-y,
biasanya x merupakan proline dan y merupakan hydroxyproline.[12]
Serabut kolagen akan mengalami penyusutan ketika dipanaskan. Suhu
penyusutan (temperatur denaturasi) tergantung dari jumlah proline dan
hydroxyproline dalam alpha chain. Temperatur denaturasi kolagen ikan laut
dalam sekitar 15C, sedangkan kolagen sapi sekitar 40C.[12] Jika kolagen
dipanaskan di atas suhu penyusutannya, benang triple helix yang dirusak menjadi
lebih panjang. Pemecahan struktur tersebut menjadi lilitan acak yang larut dalam
air, disebut gelatin. Untuk mempermudah larutnya kolagen, digunakan suhu
sekitar 65-70oC. Suhu perebusan diusahakan agar tidak melebihi 70oC karena di
atas suhu tersebut kolagen sulit larut dalam air.
Karakteristik dan sifat fisik kolagen, antara lain:
- Kolagen termasuk protein sederhana, yaitu scleroproteins.
- Mengandung hydroxyproline sekitar 14%.
- Serabut berukuran 64 m.
9

- Tidak berperan dalam proses metabolisme.


- Pada suhu di atas 70oC kolagen sulit larut dalam air.
- Struktur molekulnya tersusun dari rantai triple helix, yang dapat dilihat dari
Gambar 2.1.[11]

Gambar 2.1 Triple Helix Kolagen


(Sumber: http://www/wikipedia.org/wiki/collagen)

- Temperatur penyusutan kolagen ikan (Td) adalah 45oC. Jika kolagen


dipanaskan pada temperatur di atas Td maka benang triple helix yang dirusak
menjadi lebih panjang. Pemecahan struktur tersebut menjadi lilitan acak yang
larut dalam air, yang disebut dengan gelatin (Belitz dan Grosch, 1987).
Temperatur denaturasi kolagen pada hewan homoiothermal (Td) dekat
dengan temperatur tubuhnya dan dalam hewan poikilothermal (Tj) dekat
[13]
dengan batas temperatur atas dari lingkungan hidupnya (temperatur tubuh
tertinggi hewan). Temperatur denaturasi manusia dan beberapa hewan dapat
dilihat dari Gambar 2.2.
10

(1) swine, parasitic nemathelminthic worms - Ascaris and Acanthocephala;


(2) human, rat, cow; (3) snail; (4) tuna; (5) cod; (6) icefish.

Gambar 2.2 Temperatur Denaturasi Beberapa Makhluk Hidup

2.2 Gelatin
Gelatin merupakan polimer dengan berat molekul tinggi dan polipeptida
yang dihidrolisis dari kolagen yang terkandung di dalam kulit dan tulang hewan.
Gelatin akan mengabsorb air sebanyak 5-10 kali dari beratnya untuk membentuk
gel pada temperatur 30-35C. Penampakan gelatin[14], yaitu:
- Berat molekul: 10000-70000, sedangkan untuk gelatin tingkat tinggi, berat
molekulnya antara 100000-150000.
- Tidak berbau, tidak berasa, berupa lembaran atau bubuk padatan transparan
atau semitransparan yang rapuh
- Tidak berwarna atau kuning muda
- Kandungan asam aminonya adalah sedikit thiamine, tetapi kaya akan glycin,
alanine, proline, dan hydroxyproline.
Aplikasi penggunaan gelatin, [12],[15] yaitu:
1. Gelatin untuk makanan (edible gelatin)
Gelatin mengandung protein tinggi dan kalori rendah. Edible gelatin harus
bebas dari logam berat. Gelatin dalam makanan digunakan sebagai gelling,
thickener, adhesive, foaming, dan fining agent.
11

2. Gelatin untuk industri (industrial gelatin)


Menggunakan gelatin yang sifat fisik dan kimianya cocok untuk aplikasi
industri. Contoh: gelatin untuk membungkus dye precursor untuk kertas yang
bebas karbon, instrumen musik, furniture, buah-buahan tiruan, dan lem (glue).
3. Gelatin untuk fotografi (photographic gelatin)
Gelatin memiliki pengaruh besar dalam struktur kimia halida perak untuk foto.
4. Gelatin untuk farmasi (pharmaceutical gelatin)
Kapsul gelatin mencegah oksidasi dan menguapnya isi kapsul. Kapsul akan
larut di dalam perut dalam beberapa menit, tetapi tetap stabil selama
penyimpanan.
Gelatin mengandung sejumlah besar glycine, proline dan residu 4-
hydroxyproline. Strukturnya adalah -Ala-Gly-Pro-Arg-Gly-Glu-4Hyp-Gly-Pro-.
[16]
Struktur bangun gelatin dapat dilihat dari Gambar 2.3, sedangkan komposisi
asam amino penyusun gelatin dapat dilihat dari Gambar 2.4.

(Sumber: http://www.lsbu.ac.uk/water/hygel.html)
Gambar 2.3 Struktur Bangun Gelatin
12

Gambar 2.4 Komposisi Asam Amino dalam Gelatin


(Sumber: http://www.gelatin.com/gel-formation)
Gelatin memiliki dua buah elemen yang menentukan karakteristiknya,
yaitu:
1. Gluten, merupakan substansi yang lengket dan kenyal, yang memberikan sifat
adhesif pada gelatin. [17]
Gluten merupakan salah satu protein yang lengket, sehingga disebut glue.
Nama sebenarnya untuk gluten adalah gliaden. [18]
2. Chondrin, merupakan substansi nitrogen yang tidak berwarna, tak berbentuk,
tidak berasa dan tidak berbau, dibentuk dari jaringan tulang rawan melalui
pendidihan di dalam air secara kontinu dalam waktu yang lama. Chondrin
mirip gelatin, dan merupakan bagian yang besar dalam gelatin komersil. [19]

2.3 Ikan Kakap Merah


Menurut Saanin (1984), ikan kakap merah dari keluarga Lutjanidae
mempunyai klasifikasi sebagai berikut :

Phylum : Chordata
Sub-phylum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub-kelas : Teleostei
13

Ordo : Percomorphi
Sub-ordo : Percoidae
Famili : Lutjanidae
Spesies : Lutjanus sp.
Di Indonesia, penamaan untuk ikan kakap merah di tiap daerah berbeda-
beda. Adapun nama-nama kakap merah di berbagai provinsi disajikan dalam
Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Beberapa Nama Daerah Ikan Kakap Merah di Indonesia.
No. Daerah Nama Ikan
1. Jawa Tengah dan Jawa Timur Kellet, Darongan, Bambangan
2. Jawa Barat dan Jakarta Kakap Merah, Ikan Merah, Bambangan
3. Madura Posepa
4. Bangka Bran, Bambang
5. Sulawesi Selatan Bambangan, Bacan, Delise
6. Sulawesi Tenggara Langgaria, Gacak
7. Sulawesi Utara Lolise
8. Ambon (Maluku) Delis, Sengaru, Rae
9. Seram (Maluku) Popika
(Sumber: Direktorat Jenderal Perikanan. 1976)
Ciri-ciri atau karakteristik ikan kakap merah, yaitu [2], [20]:
- Termasuk ikan buas, makanannya berupa ikan kecil dan invertebrata
- Kepala cembung, moncong berbentuk triangular dan panjang
- Bagian badan memanjang, melebar, dan gepeng
- Panjangnya dapat mencapai 45-60 cm
- Bagian bawah penutup insang bergerigi
- Gigi-gigi pada rahang tersusun dalam ban-ban, ada gigi taring pada bagian
terluar rahang atas
- Sirip punggung berjari-jari keras berjumlah sebelas buah, sedangkan berjari-
jari lemah 14 buah
- Sirip dubur berjari-jari keras berjumlah tiga buah, sedangkan berjari-jari
lemah 8-9 buah
14

- Warna tubuh bagian atas kemerahan atau merah kekuningan, sedangkan


bagian bawah merah keputihan.
- Bagian punggung di atas garis rusuk terdapat ban-ban kuning kecil diselingi
warna merah.
Bentuk fisik ikan kakap merah dapat dilihat dari Gambar 2.5[21].

Gambar 2.5 Ikan Kakap Merah


Penyebaran kakap merah di Indonesia sangat luas. Jenis-jenis ikan ini
menghuni hampir seluruh perairan pantai Indonesia. Penyebaran kakap merah ke
arah utara mencapai Teluk Benggala, Teluk Siam, sepanjang pantai Laut Cina
Selatan serta Filipina. Penyebaran ke arah selatan mencapai perairan tropis
Australia. Ke arah barat hingga ke Afrika Selatan dan perairan tropis Atlantik
Amerika, sedangkan arah ke timur mencakup pulau-pulau di Samudera Pasifik
Pengkonsentrasian kakap merah terpadat umumnya terdapat di lepas pantai
hingga kedalaman 60 meter. Penyebaran ikan kakap merah di Indonesia secara
lebih lengkap disajikan pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Penyebaran Kakap Merah di Indonesia
Perairan Penyebaran Daerah Penangkapan Utama
Sumatera Seluruh Sebagian perairan Aceh, utamanya bagian utara dan barat,
perairan sebagian pantai utara dan barat, sebagian pantai timur
Sumatera barat, sekitar Bengkalis, Belitung dan Bangka,
Pantai Barat Sumatera Utara, Pantai Sumatera Barat,
Bengkulu, Pantai Timur Lampung.
Jawa dan Nusa Seluruh Selat Sunda bagian timur, sekitar Cirebon, perairan utara
Tenggara perairan Jawa Tengah dan Timur, Kalimunjawa, utara Madura,
Ujung Kulon, Cilacap, Nusa Barung, sekitar Selat Lombok,
perairan Sumbawa, Flores Timur, dan pulau Rote.
15

Tabel 2.3 Penyebaran Kakap Merah di Indonesia (lanjutan)


Perairan Penyebaran Daerah Penangkapan Utama
Kalimantan dan Seluruh Lepas pantai Kalimantan Barat, sebagian besar pantai timur
Sulawesi perairan Kalimantan Selatan dan Tengah, pantai selatan kalimantan
selain laut Tengah dan Selatan, perairan sekitar Samarinda, perairan
dalam sedikit di luar Teluk Palu berikut lepas pantainya.
Maluku dan Irian Seluruh Perairan di luar antara Buru-Seram, perairan Teluk Bintuni,
Jaya perairan cenderawasih di luar pantai bagian tengah dan selatan laut
Banda.
(Sumber: Direktorat Jenderal Perikanan. 1983)

2.4 Proses Pembuatan Fish Glue Secara Umum


Pembuatan fish glue meliputi enam tahap utama, yaitu:
1. Pencucian
2. Perendaman
3. Ekstraksi padat cair (leaching)
4. Pendinginan dan filtrasi
5. Evaporasi (pemekatan)
6. Penambahan aditif
7. Pemadatan dan pengerasan

2.4.1 Pencucian
Tahap pencucian bertujuan untuk membersihkan limbah ikan dari
serpihan daging, dan kotoran-kotoran lain (darah dan pasir) yang masih
menempel, serta menurunkan kadar lemak dan abu. Air pencuci yang digunakan
adalah air dingin bertemperatur kurang dari 10C (<50oF). [8] Serpihan daging dan
kotoran-kotoran harus dihilangkan agar lem yang dihasilkan tidak kotor dan agar
gelatin yang dihasilkan lebih homogen. Lemak yang menempel pada permukaan
tulang dan daging harus dihilangkan agar tidak menutupi pori-pori tulang
sehingga ekstraksi kolagen mudah dilakukan.
16

2.4.2 Perendaman
Perendaman dilakukan menggunakan larutan asam untuk menghilangkan
kalsium phosphat, karbonat, dan mineral-mineral tulang lainnya. Mineral-mineral
ini dihilangkan agar tulang menjadi lunak. Selain itu, perendaman juga berfungsi
untuk mempermudah terurainya struktur rantai molekul kolagen sehingga dapat
larut ke dalam pelarut, dan sebagai pengawet yang dapat memperpanjang umur
simpan lem.

2.4.3 Ekstraksi padat cair (leaching)


Setelah pencucian, kulit dan tulang dipotong kecil-kecil, kemudian direbus
(diekstraksi) menggunakan pelarut air, asam asetat atau asam sitrat untuk
mengambil kolagennya. Pemotongan tulang dan kulit bertujuan untuk
mengefektifkan proses ekstraksi. Perbandingan volume asam asetat yang
ditambahkan dengan kulit ikan yang akan diekstraksi adalah 1:1.
Leaching adalah teknik pemisahan yang sering dipergunakan untuk
memindahkan solute (zat terlarut) dari campuran padatan menggunakan bantuan
pelarut cair. Leaching diaplikasaikan untuk ekstraksi padat-cair. [22]
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi, yaitu:
1. Ukuran partikel
Semakin kecil ukuran partikel, semakin besar luas kontak antara
padatan dan cairan sehingga laju perpindahan materialnya semakin tinggi.
Ukuran partikel tidak boleh terlalu halus karena pemisahan partikel dari cairan
dan pengeringan dari residu padatannya sulit.
2. Pelarut (solvent)
Pelarut yang digunakan harus selektif dan viskositasnya cukup rendah
[22]
untuk bersikulasi secara bebas. Selain itu, syarat-syarat pelarut yang baik,
[23]
antara lain:
a. Pelarut harus inert (tidak bereaksi) dengan zat yang terlarut.
b. Pelarut harus melarutkan reaktan dan reagen.
17

Reaktan non-polar akan larut dalam pelarut non-polar,


sedangkan reaktan polar akan larut dalam pelarut polar. Ada tiga
macam pengukuran kepolaran pelarut, yaitu:
Momen dipol (dipole moment)
Konstanta dielektrik (dielectric constant)
Kelarutan dengan air (miscibility with water)
Molekul dengan momen dipol dan konstanta dielektrik yang
besar dianggap polar, sedangkan molekul dengan momen dipol dan
konstanta dielektrik yang kecil dianggap non-polar. Pelarut yang larut
dalam air disebut pelarut polar, sedangkan yang tidak larut termasuk
pelarut non-polar. Pelarut harus memiliki titik didih yang tepat.
c. Pelarut harus mudah dipisahkan pada akhir reaksi.
Fish gelatin tidak dapat larut dengan penambahan garam polyvalent
kation seperti ferric sulfat atau chrome alum. Aldehid seperti formaldehid,
glutaraldehide, dan glyoxal tidak dapat melarutkan gelatin. Aldehid bereaksi
dengan group akhir amino, dan reaksinya akan lebih cepat di sisi alkalin.
Gelatin larut dalam air panas, glyserol, dan asam asetat (Budavari, 1990), juga
dalam asam-asam makanan lainnya, seperti citric acid dan lactic acid (Gomez
Guillen, M.C. dan P. Montero, 2001).
a. Air
Air merupakan pelarut yang paling umum digunakan karena
mudah didapatkan dan murah. Sifat fisik air dapat dilihat dari Tabel 2.3.
[24]

Tabel 2.4 Sifat Fisik Air


Molecular weight 18.02
Titik didih 100C
Titik leleh 0C
Density 0,997 g/mL
Viskositas 0.8905.10-3 Pa.s
Dipole moment 1,84
Dielectric constant 78,39
Sifat kepolaran Polar
18

b. Asam Asetat (CH3COOH)


Asam asetat yang biasa disebut dengan ethanoic acid, ethylic acid,
glacial acetic acid, methanecarboxylic acid, atau vinegar acid merupakan
pelarut organik yang berbau tajam yang tidak berwarna, flammable, dan
higroskopis. [25] Sifat-sifat fisik asam asetat [26] dapat dilihat dari Tabel 2.3.
Tabel 2.5 Sifat Fisik Asam Asetat
Molecular weight 60.05
Titik didih 118C
Titik leleh 17C
Flash point 40C
Auto-ignition point (terbakar dgn sendirinya) 485C
pH (6%) 2.4
Relative density (at 20C) 1.05 g/cm3
Viscositas 0.0012 Pa.s
Dipole moment 1.74
Dielectric constant 6.15
Sifat kepolaran polar

c. Asam Sitrat (C6H8O7)


Asam sitrat yang dikenal juga dengan nama 2-Hydroxypropane-
1,2,3-tricarboxylic acid[27] banyak terdapat di buah jeruk, buah-buah lain,
sayuran, dan organ hewan sebagai asam bebas atau ion sitrat. Sejak Perang
Dunia I, asam sitrat diproduksi dengan ekstraksi dari buah jeruk. Sekarang,
asam sitrat diproduksi dengan fermentasi jamur (Aspergillus niger) dan
yeast (Candida guilliermondii, C. lipolytica).[28] Asam sitrat merupakan
asam organik yang relatif kuat dan sangat larut dalam air. Asam sitrat
banyak digunakan karena sifatnya yang tidak beracun dan mudah diuraikan
secara biologis. Fish glue dengan derajat kekeruhan (turbidity) paling
rendah didapatkan dengan menggunakan pelarut asam sitrat.[29] Sifat-sifat
fisik asam sitrat [27],[28],[29] dapat diamati pada Tabel 2.4.
Tabel 2.6 Sifat Fisik Asam Sitrat
Molecular weight 192.12
Titik leleh 153-154.5C
Auto-ignition point 1010C (1850C)
Solubility (20C) 59.2%
Specific density 1.6550 g/cm3
19

Struktur bangun asam sitrat adalah sebagai berikut:

3. Temperatur
Kelarutan material akan meningkat seiring dengan kenaikan temperatur
untuk menghasilkan laju ekstraksi yang tinggi. Koefisien difusi juga akan
bertambah tinggi seiring dengan kenaikan temperatur sehingga meningkatkan
laju ekstraksi.
4. Pengadukan fluida
Pengadukan pelarut penting karena meningkatkan difusi eddy dan
meningkatkan transfer material dari permukaan partikel ke larutan. Selain itu,
pengadukan suspensi partikel halus mencegah sedimentasi dan kegunaan yang
lebih efektif adalah membuat luas kontaknya semakin besar.

2.4.4 Pendinginan dan filtrasi


Setelah diekstraksi, campuran didinginkan pada temperatur ruang
kemudian disaring dengan kain kasa untuk memisahkan dari pengotor yang tidak
diinginkan. Filtrat yang diperoleh kemudian dievaporasi.

2.4.5 Evaporasi (Pemekatan)


Evaporasi dilakukan untuk menyingkirkan kandungan air yang berlebih
dan memekatkan cairan lem sampai tingkat kepadatan (total solid) 45-50%. Coil
evaporator atau vacuum evaporator dapat digunakan untuk proses pemekatan
ini.[8] Cara sederhana untuk melihat apakah telah tercapai total solid 50% adalah
dengan menyendok cairan lem, kemudian dituang kembali. Jika jatuhnya lem
tidak mengalir seperti air, melainkan mengalir seperti susu kental, maka lem
sudah cukup kental [5].
20

2.4.6 Penambahan aditif


Karena fish glue berasal dari protein, maka perlu dilindungi dari aktivitas
bakteri selama penyimpanan. Aktivitas bakteri dapat menyebabkan kerusakan lem
dan menimbulkan bau yang tidak diinginkan. Bahan-bahan aditif yang dapat
digunakan, antara lain[18]:
a. Fenol 0,25 2 %, sebagai bahan pengawet
b. Asam borat, sebagai disinfektan
c. Reodorant, berupa asam phosphat dan saccharin untuk mengurangi bau amis
d. 1% aluminium sulfat, alum (aluminium potassium sulfat), tannin dan
formaldehyde fumes, untuk membuat fish glue lebih tahan air.
e. KCl (salt) dan potash mencegah kerapuhan (brittleness)
f. 5% glycerin menjadikan lem cukup fleksibel
g. 5-10% berat urea atau lebih memperpanjang waktu gel, dan meningkatkan
fleksibilitas, menghasilkan lem cair pada temperatur ruang.
Semua aditif ini mengurangi kekuatan sebenarnya dari lem, akan tetapi
hasil akhirnya tetap merupakan suatu adhesif yang lebih kuat untuk permukaan
kayu.

2.4.7 Pemadatan atau Pengerasan


Pemadatan fish glue cair dilakukan hingga kadar air 18-20%. Kelebihan
fish glue padat adalah lebih tahan lama atau awet.

2.5 Proses Pembuatan Fish Glue dari Berbagai Jenis Ikan


Hingga saat ini, telah dilakukan penelitian pengekstraksian kolagen,
gelatin, dan pembuatan fish glue menggunakan berbagai jenis ikan.

2.5.1 Ekstraksi Lem Ikan Dari Tulang Ikan Pari oleh Mohammad Saleh,
dkk.
Penelitian ini merupakan penelitian untuk mendapatkan konsentrasi asam
asetat yang optimum untuk ekstraksi lem dari tulang ikan pari[3]. Tahap-tahap
pembuatan lem dapat dilihat dari Gambar 2.6.
21

Gambar 2.6 Pembuatan Fish Glue dari Tulang Ikan Pari


Pengamatan yang dilakukan meliputi:
a. Analisis proksimat (kadar air, protein, dan abu) dengan prosedur yang biasa
digunakan di Instalasi Penelitian Perikanan Laut, Slipi dan Metode AOAC.
Kadar protein akan berpengaruh terhadap rendemen lem yang
dihasilkan dari hasil ekstraksi protein kolagen pada perebusan tulang.
b. Uji derajat keasaman (pH) menggunakan kertas pH
Derajat keasaman lem penting peranannya dalam menentukan
kestabilan lem yang erat kaitannya dengan umur simpan. Semakin rendah nilai
22

pH semakin panjang umur simpannya. Lem dengan penambahan asam asetat


7% memiliki pH paling rendah.
c. Persentase kerusakan kayu dihitung dengan mengukur perbandingan antara
luas permukaan kayu yang rusak akibat perekatan dengan luas
permukaan/bidang perekatan.
Lem ikan yang dihasilkan dengan asam asetat 5% dan 7% dapat
digunakan sebagai perekat kayu dan memiliki keteguhan rekat yang lebih baik
daripada lem PVAc.
d. Berat jenis dengan menggunakan piknometer
Penambahan asam asetat dapat meningkatkan berat jenis lem. Adanya
peningkatan berat jenis tersebut akan mempengaruhi peningkatan keteguhan
rekat lem ikan. Lem yang bermutu baik adalah lem dengan keteguhan rekat
yang tinggi dan berat jenis sekitar 1,17.
e. Viskositas dengan viskometer Brookfield
Semakin banyak kandungan asam asetat lem semakin rendah derajat
kekentalannya, dan keteguhan rekatnya semakin meningkat.
f. Uji organoleptik dengan cara deskriptif
Uji organoleptik meliputi pengujian cara deskriptif terhadap warna dan
bau lem. Semakin tinggi konsentrasi asam asetat, maka semakin muda warna
lem yang dihasilkan. Lem yang dihasilkan dengan asam asetat 7% berwarna
coklat muda. Semakin banyak penambahan asam asetat, bau amis pada lem
yang dihasilkan semakin berkurang.
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa pemakaian asam asetat dalam
pembuatan lem ikan dapat meningkatkan rendemen, berat jenis, keteguhan rekat,
dan derajat kerusakan kayu uji, namun cenderung menurunkan nilai pH dan
viskositas lem yang dihasilkan. Lem terbaik adalah lem yang dihasilkan dengan
penambahan asam asetat 5% dan direbus selama 4 jam. Lem yang dihasilkan dari
perlakuan ini keteguhan rekatnya tinggi dan melebihi keteguhan rekat lem PVAc
dengan rendemen tertinggi serta sifat-sifat umum lem yang menguntungkan.
23

2.5.2 Ekstraksi Gelatin Dari Kulit Ikan Tuna Melalui Proses Asam oleh
Husen Pelu, dkk
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jenis asam, lama
pengasaman, dan suhu ekstraksi terhadap mutu gelatin dari kulit tuna[4]. Tahap-
tahap pengesktraksian gelatin dari kulit tuna dapat dilihat dari Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Ekstraksi Gelatin dari Kulit Ikan Tuna


Pengujian yang dilakukan meliputi analisis proksimat dan pengujian sifat
fisik-kimia. Analisis proksimat terhadap lembaran gelatin meliputi:
a. Kadar air, menggunakan metode pengeringan dalam oven bertemperatur
105oC
b. Kadar protein, menggunakan metode Kjehdahl
c. Kadar abu, menggunakan metode pembakaran bahan-bahan organik
d. Kadar lemak, menggunakan metode Soxhlet
e. Kadar garam, menggunakan metode Volhard
24

Pengujian sifat fisik-kimia, antara lain:


a. pH, menggunakan pH meter Hanna 8520
b. Titik jendal, menggunakan prosedur yang dirancang Hatta dan Hermiati
(1992)
c. Kekuatan gel, diukur menggunakan alat yang dikembangkan oleh Czapke
(1979) dan dimodifikasi secara sederhana oleh Hatta dan Hermiati (1992)
d. Viskositas, menggunakan alat Lab Line Viscometer model 457-1
menggunakan kombinasi spindle No.1 dan kecepatan 60 rpm.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pembuatan gelatin dari kulit
tuna sebaiknya menggunakan asam asetat sebagai larutan perendaman selama 24
jam dan suhu ekstraksi 60oC. Warna gelatin yang diekstraksi dari kulit tuna pada
semua perlakuan relatif sama, yaitu putih kekuningan hingga kecoklatan.

2.5.3 Issolation of Collagen from Fish Waste Material Skin, Bones, and
Fins oleh Takeshi Nagai dan Nobutaka Suzuki
Jenis ikan yang diambil kolagennya pada penelitian ini adalah ikan-ikan
yang ada di perairan Jepang, yaitu skipjack tuna (Katsuwonus pelamis), Japanese
sea-bass (Lateolabrax japonicus), ayu (Plecoglossus altivelis), yellow sea bream
(Dentex tumifrons), chub mackerel (Scomber japonicus), bullhead shark
(Heterodontus japonicus), dan horse mackerel (Trachurus japonicus).
Mula-mula tulang, kulit, dan sirip dipisahkan dari ikan, dipotong kecil-
kecil, dan disimpan pada temperatur -25oC hingga digunakan.Tulang, kulit, dan
sirip diekstraksi dengan NaOH 0,1 N untuk menghilangkan protein non-kolagen,
kemudian dibilas menggunakan air distilasi pada temperatur 4oC. Cara
pengekstraksian kolagen tulang, kulit, dan sirip menggunakan metode yang
berbeda-beda.
a. Ekstraksi kulit
Lemak (fat) dalam kulit diekstraksi menggunakan 10% buthyl alcohol
selama satu hari, kemudian dicuci dengan air distilasi. Material yang tidak
larut diekstraksi dengan asam asetat 0,5 M selama 3 hari, kemudian ekstrak
disentrifugasi pada 20000xg selama 1 jam. Residu diekstraksi ulang dengan
25

larutan yang sama selama 2 hari, dan ekstraknya disentrifugasi dengan kondisi
yang sama. Semua larutan viscous dicampur dan dihilangkan garamnya
dengan menambahkan NaCl 0,9 M, diikuti dengan pengendapan kolagen
dengan menambahkan NaCl 2,6 M pada pH netral. Hasil pengendapan
diperoleh dengan sentrifugasi pada 20000 xg selama 1 jam dan dilarutkan
dalam 0,5 M asam asetat, didialisis berlawanan dengan asam asetat dan air
distilasi.
b. Ekstraksi tulang
Tulang yang tidak larut dihilangkan kapurnya dengan 0,5 M EDTA
(pH 7,4) selama 5 hari dengan mengganti larutan EDTA sekali setiap hari.
Setelah mencuci residu dengan air distilasi, lemak dihilangkan dengan 10%
butyl alcohol. Residu kemudian dicuci dengan air distilasi. Tahap-tahap
selanjutnya sama dengan ekstraksi kulit.
c. Ekstraksi sirip
Material yang tidak larut diekstraksi dengan 0,5 M asam asetat selama
3 hari, dan ekstraknya disentrifugasi pada 20000xg selama 1 jam. Material
dipisahkan dalam dua fraksi, yaitu material yang larut dalam asam (acid-
soluble) dan yang tidak larut dalam asam (acid-insoluble).
Fraksi kolagen yang larut dalam asam dihilangkan garamnya dengan
menambahkan NaCl 0,8M, diikuti dengan pengendapan kolagen dengan
menambahkan NaCl 2,5M pada pH netral. Endapan diperoleh dengan
sentrifugasi pada 20000xg selama 1 jam dan dilarutkan dalam 0,5 M asam
asetat dan didialisis dengan 0,1 M asam asetat.
Fraksi yang tidak larut dalam asam dibilas dengan air distilasi
kemudian dihilangkan kapurnya dengan 0,5M EDTA selama 5 hari, dengan
mengganti larutan EDTA sehari sekali. Sirip dibilas lagi dengan air distilasi,
lalu dihilangkan lemaknya dengan perendaman selama 1 hari. Endapan
kolagen diperoleh dengan sentrifugasi pada 20000 xg selama 1 hari, dilarutkan
dalam 0,5 M asam asetat, dan didialisis dengan 0,1 M asam asetat.
26

2.5.4 Pemanfaatan Tulang Hiu oleh Singgih Wibowo dan Heru Susanto
Tulang hiu yang termasuk tulang rawan kaya kolagen dan sangat bagus
dibuat lem. Tahap-tahap pembuatannya dapat dilihat dari Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Pembuatan Lem dari Tulang Hiu

2.6 Karakteristik Fish Glue


Fish glue yang sering disebut dengan isinglass, sturgeon glue, atau high
tack fish glue memiliki dua macam wujud, yaitu solid (flakes) dan cair (liquid).
Fish glue berbentuk cair dapat langsung digunakan sebagai bahan perekat,
sedangkan untuk yang berbentuk solid harus dilarutkan dulu dalam air baru dapat
diaplikasikan. Biasanya bentuk solid lebih tahan lama, namun untuk bentuk cair
27

dapat ditambahkan boric acid yang berfungsi sebagai disinfektan selama masa
penyimpanan. [30] Fish glue cair sangat viscous pada temperatur kamar. Fish glue
lebih rekat ketika didinginkan hingga bersuhu negatif, hingga kekentalannya
seperti karet. Fish glue dapat dicairkan kembali dengan memanaskannya tanpa
mengurangi kualitasnya. Meskipun pengaplikasiannya kurang praktis, namun
produk fish glue dalam bentuk padatan (flakes) masih sering dijumpai karena
memiliki daya tahan yang baik tanpa memerlukan penambahan aditif seperti
pengawet dan disinfektan. Contoh penggunaan fish glue sebagai perekat, yaitu[8]:
- Untuk industri kayu lapis dan furniture
- Sebagai aditif pada formulasi adhesif untuk gummed-tape.
- Digunakan sebagai silver halides coatings dalam fotografi
- Untuk pembuatan karton dan duplex
Karakteristik fish glue [31],[32],[33]dapat dilihat dari Tabel 2.7.
Tabel 2.7 Karakteristik Fish Glue
Warna Jernih, kuning muda
Specific Gravity 1.17
pH 4,6-5,4
Penampakan dan aroma Bau sedang, cairan kental
Kelarutan dalam air Sangat larut
Kandungan air Kira-kira 55%
Viskositas pada 20C 6000-8000 cP
Densitas pada 20C 1,17 g/cm3
Berat molekul rata-rata 60.000
Residu padatan 27-36%
Garam < 1,5%
Minyak > 2%
Kekuatan (breaking strength) > 25 kg/cm2
Gel point 5-10C
Abu 0,1%
28

Permukaan atau bidang yang akan direkatkan dengan fish glue harus
bersih, bebas dari minyak, lemak dan pengotor lainnya. Selain itu, permukaan ini
juga harus dalam keadaan kering.

2.7 Kelebihan dan Kekurangan Fish Glue


2.7.1 Kelebihan Fish Glue
Kelebihan-kelebihan fish glue adalah sebagai berikut:
1. Nilai keteguhan rekat lem ikan dengan penambahan asam asetat 5-7% lebih
tinggi daripada keteguhan rekat lem polyvinyl acetate (PVAc) yang biasa
digunakan dalam industri kayu lapis, yaitu mencapai 62,04 kg/cm2. Hal ini
menunjukkan bahwa lem ikan dapat digunakan sebagai perekat kayu.
2. Fish glue dapat merekatkan permukaan keras, berpasir dan merekat dengan
baik ke gelas, keramik, logam, kayu, dan kulit (Norland, 1977). Fish glue
melekat ke kayu hanya dalam waktu semenit dan cepat kering. Lemnya
dapat dibersihkan hanya dengan lap basah yang hangat setelah lemnya
kering.
3. Fish glue tahan air dan tidak beracun.
4. Fish glue tahan dengan berbagai pelarut organik.
5. Fish glue tahan terhadap temperatur tingi.

2.7.2 Kekurangan Fish Glue


Kekurangan-kekurangan fish glue adalah sebagai berikut:
1. Harganya relatif mahal dibanding lem hewan terutama dalam bentuk cairnya
karena lem yang berbentuk cair lebih mudah penggunaannya. (Brody, 1975)
2. Fish glue memiliki bau yang tajam. Kerugian ini dapat dihilangkan jika
dididihkan dengan sedikit air dan ditambahkan dengan 1% sodium phosphate,
dan 0,025% saccharine.
3. Sangat higroskopis
29

2.8 Pengujian Kualitas Fish Glue


Produk yang dihasilkan diuji kualitasnya melalui pengukuran dan perhitungan
parameter-parameter berikut:[3]
1. Derajat keasaman (pH)
Derajat keasaman lem (ditentukan menggunakan kertas pH)
mempengaruhi kestabilan lem yang erat kaitannya dengan umur penyimpanan.
Semakin rendah pH lem maka umur lem semakin panjang karena lem dengan
kandungan asam tinggi hanya menyerap sedikit air. Semakin netral pH lem
berarti semakin cepat lem tersebut mengental sehingga penyebaran lem pada
bidang rekat kurang merata dan lem sulit merembes ke sel-sel bahan yang
direkat.
2. Keteguhan rekat lem
Uji keteguhan rekat lem dilakukan dengan uji gesek potongan kayu
kering. Persentase kerusakan kayu uji dihitung dengan mengukur
perbandingan antara luas permukaan kayu yang rusak akibat perekatan dengan
luas permukaan bidang perekatan. Persentase kerusakan yang tinggi
disebabkan oleh tingginya kualitas perekatan lem.
3. Densitas
Penentuan berat jenis lem (dilakukan dengan piknometer) bertujuan
untuk mengetahui apakah berat jenis lem memberikan indikasi perbedaan
hasil perekatan lem yang diperoleh.
4. Viskositas
Penentuan viskositas lem dilakukan menggunakan viskometer.
Semakin rendah viskositas lem berarti lem tersebut semakin cepat merembes
ke dalam sel kayu dan membentuk ikatan adhesi antara lem dengan bahan
yang direkat.
5. Uji organoleptik
Penilaian organoleptik dilakukan dengan pengujian cara deskriptif
terhadap warna dan bau lem.
BAB III
BAHAN DAN METODE

3.1 Bahan dan Alat


3.1.1 Bahan
Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian Studi Awal
Pembuatan Fish Glue, yaitu:
1. Limbah ikan kakap merah
Limbah ikan kakap merah yang digunakan untuk membuat fish glue
adalah bagian tulang, kulit, dan siripnya. Bahan-bahan ini diambil dari
Supermarket Setiabudhi dan Giant Hyperpoint, Bandung. Limbah ikan kakap
merah ini diambil setiap seminggu sebelum percobaan dan disimpan dalam
freezer sehingga tetap fresh saat diujicobakan.
2. Pelarut (solvent)
Pelarut yang digunakan berupa larutan asam asetat dan air. Konsentrasi
larutan asam asetat yang digunakan bervariasi, yaitu asam asetat 5%, 10%,
dan larutan asam asetat pH=3. Air yang digunakan berupa air demineralisasi
pada temperatur ruang. Asam asetat dan air ini digunakan untuk perendaman
limbah ikan dan untuk tahap ekstraksi.
Selain bahan baku utama, penelitian ini juga menggunakan bahan baku
penunjang untuk analisis, yaitu:
1. Analisis kadar protein
Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis kadar protein, yaitu:
a. Serbuk Na2CO3
b. Serbuk CuSO4.5H2O
c. Serbuk K-Na tartrat
d. NaOH padat
e. Larutan reagen Folin Ciocalteu
f. Albumin padat.

30
31

Serbuk Na2CO3 dan NaOH digunakan untuk membuat reagen Lowry


A, serbuk CuSO4.5H2O dan K-Na tartrat digunakan untuk membuat reagen
Lowry B, reagen Folin Ciocalteu digunakan untuk membuat reagen Lowry D,
dan albumin padat digunakan sebagai larutan standar untuk menentukan kadar
protein.
2. Analisis kekuatan rekat
Bahan baku yang digunakan untuk analisis kekuatan rekat adalah
kertas, kayu berukuran 3,5 cm x 3,5 cm, dan kaca.

3.1.2 Alat
Dalam penelitian ini digunakan alat utama untuk tempuhan 1 hingga 10
berupa peralatan ekstraksi yang terdiri dari reaktor, kondensor, motor pengaduk,
waterbath yang dilengkapi dengan termostat, dan termometer seperti susunan alat
pada Gambar 3.1, sedangkan pada tempuhan 11 tidak memerlukan termometer
dan kondensor karena ekstraksinya berlangsung pada temperatur ruang. Susunan
peralatannya dapat dilihat dari Gambar 3.2.

Gambar 3.1 Susunan Alat Ekstraksi Tempuhan 1 Hingga Tempuhan 10


32

Gambar 3.2 Susunan Alat Ekstraksi Tempuhan 11

Alat-alat penunjang lainnya yang akan digunakan untuk penelitian ini


adalah sebagai berikut:
1. Pipet volume 25 ml : 1 buah
2. Pipet ukur 10 mL : 1 buah
3. Neraca digital : 2 buah
4. Gelas kimia 250 ml : 3 buah
5. Gelas kimia 1 L : 2 buah
6. Gelas ukur 10 mL : 1 buah
7. Gelas ukur 25 mL : 1 buah
8. Labu ukur 500mL : 1 buah
9. Filler : 1 buah
10. Batang pengaduk : 1 buah
11. Spatula : 1 buah
12. Botol semprot aquadest : 1 buah
13. Saringan : 1 buah
14. Gunting daging : 1 buah
15. Vacuum dryer : 1 buah
16. Piknometer 50 mL : 1 buah
33

17. pH-meter Mettler Toledo : 1 buah


18. Viskotester VT-03E : 1 buah
19. Viskotester VT-04E : 1 buah

3.2 Metode Percobaan


Metode yang dilakukan untuk mengambil kolagen dari tulang dan kulit
ikan adalah ekstraksi padat cair (leaching). Percobaan yang dilakukan berjumlah
11 run dengan metode dan variasi yang berbeda-beda. Prosedur percobaan dapat
dilihat dari Gambar 3.3.

Gambar 3.3 Metode Penelitian


34

Tempuhan 4

F:S = 1:1

Ekstraksi (diaduk) pada T=40oC

Selama ekstraksi, sampel diambil sebanyak 10 mL setiap jam


lalu ditimbang dengan neraca digital hingga massanya konstan

Evaporasi pada T=70oC (vakum) hingga


massa tulang+pelarut konstan

Analisis pH, densitas&viskositas (T=20oC), dan kekuatan rekat

Gambar 3.3 Metode Penelitian (lanjutan)


35

Gambar 3.3 Metode Penelitian (lanjutan)


36

Gambar 3.3 Metode Penelitian (lanjutan)


37

3.3 Lokasi dan Jadwal Kerja


Penelitian telah dilakukan di Laboratorium Penelitian Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas
Katolik Parahyangan, Bandung. Jadwal kerja yang akan dilakukan disajikan dalam Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Jadwal Kerja Penelitian


Februari Maret April Mei Juni
No. Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5
1 Penyiapan alat dan bahan
2 Percobaan pendahuluan
3 RUN + analisis
4 Penyelesaian laporan
38
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan fish glue secara garis besar melalui beberapa tahapan, yaitu
pembersihan, perendaman, pengekstraksian (pengadukan), dan pemekatan
(evaporasi). Setiap tempuhan percobaan memiliki variasi dalam tahap perendaman
hingga pemekatan, sedangkan tahap pembersihannya sama, yaitu tulang, sirip, dan
kulit ikan kakap merah dibersihkan dari darah dan sisa-sisa daging menggunakan
air dingin, kemudian dipotong sekitar 2 cm. Hasil pembersihan dan pemotongan
limbah kakap merah yang telah siap digunakan dalam percobaan dapat dilihat dari
Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Hasil Pembersihan Limbah Kakap Merah


Metode-metode yang digunakan dalam percobaan ini berbeda-beda.
Tempuhan 1 hingga tempuhan 4 digunakan untuk menentukan waktu
kesetimbangan ekstraksi, sedangkan tempuhan 5 hingga tempuhan 11 merupakan
percobaan untuk menentukan metode yang tepat sehingga dapat dihasilkan fish
glue. Variasi percobaan yang digunakan dalam tiap tempuhan akan dibahas satu
per satu.

38
39

4.1 Penentuan Waktu Kesetimbangan Ekstraksi


4.1.1 Tempuhan 1, Tempuhan 2, dan Tempuhan 3
Tempuhan 1 hingga tempuhan 3 merupakan percobaan untuk menentukan
waktu kesetimbangan ekstraksi, yaitu waktu yang diperlukan hingga sejumlah
maksimal kolagen terhidrolisis menjadi gelatin pada tahap ekstraksi
(pengadukan). Kondisi percobaan untuk ketiga tempuhan ini dapat dilihat pada
Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Kondisi Percobaan Tempuhan 1, Tempuhan 2, dan Tempuhan 3
Kondisi Tempuhan 1 Tempuhan 2 Tempuhan 3
Pelarut Asam asetat 5% Asam asetat 5% Asam asetat 5%
F:S 1:1 1:2 1:3
Lama perendaman 24 jam 24 jam 24 jam
Temperatur perendaman Temperatur ruang Temperatur ruang Temperatur ruang
Temperatur ekstraksi 40C 40C 40C
Temperatur evaporasi 35C (vakum) 35C (vakum) 35C (vakum)

Variasi yang dilakukan untuk ketiga tempuhan ini adalah pada rasio
umpan terhadap pelarut. Rasio ini digunakan pada tahap perendaman dan tahap
ekstraksi. Pelarut yang digunakan untuk perendaman dan untuk ekstraksi sama,
yaitu asam asetat 5% (% v/v). Perendaman menggunakan asam asetat
dimaksudkan untuk menghilangkan kalsium phosphat, karbonat, dan mineral-
mineral tulang, sehingga yang tertinggal hanya kolagen[33]. Selain itu, asam asetat
juga berfungsi untuk mempermudah terurainya struktur rantai molekul kolagen
sehingga dapat larut ke dalam pelarut, sebagai pengawet yang dapat
memperpanjang umur simpan lem, dan membantu pelunakan tulang ikan kakap
merah.2
Setelah perendaman, di sekitar limbah ikan kakap merah terdapat lendir-
lendir yang lengket. Lendir-lendir ini merupakan gelatin yang memiliki daya
adhesif (gluten) karena dapat digunakan untuk mengelem kertas. Namun, gelatin
yang dihasilkan dari perendaman ini terlalu sedikit dan sulit dipisahkan dari
limbah ikan (rafinat), sehingga tidak dapat dianalisis pH, densitas, dan
viskositasnya untuk dibandingkan terhadap standar sifat fish glue.
Setelah direndam selama 24 jam, ditambahkan pelarut asam asetat 5%
yang baru hingga massanya sama dengan massa limbah ikan dan pelarut sebelum
40

tahap perendaman, sehingga rasio F:S akan sama dengan semula, lalu tulang dan
pelarut diekstraksi (diaduk) pada temperatur 40C. Setelah diekstraksi, limbah
ikan menjadi licin dan semua gelatin yang terdapat di sekitar tulang terekstrak ke
dalam pelarut asam asetat 5%.
Hasil ekstraksi dievaporasi pada temperatur 35C dengan tekanan vakum.
Alasan menggunakan temperatur yang cukup rendah ini dikarenakan kolagen
merupakan suatu protein sederhana (scleroprotein). Protein sensitif terhadap
panas dan mudah terdenaturasi bila menggunakan temperatur yang tinggi.
Keadaan yang digunakan adalah tekanan vakum untuk mempercepat penguapan
sehingga evaporasi berlangsung lebih cepat. Evaporasi dilakukan hingga tercapai
tingkat kepadatan solid 50%, ditandai dengan larutan mengalir seperti susu kental.
Setelah 12 jam evaporasi, ternyata massa gelatin yang berkurang sangat sedikit
dan tidak tercapai tingkat kepadatan solid 50%. Maka, evaporasi hanya dilakukan
hingga sifat-sifat fisik gelatin (densitas, pH, dan viskositas) konstan. Analisis
mulai dilakukan pada jam ke-12 setelah evaporasi, kemudian diuji setiap selang 2
jam hingga sifat-sifat fisik gelatin konstan.
Warna larutan setelah evaporasi sama dengan warna larutan hasil
ekstraksi. Analisis hasil evaporasi yang dibandingkan terhadap standar fish glue di
pasaran dapat dilihat dari Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Analisis Tempuhan 1 Hingga Tempuhan 3
Sifat Fisik Standar Tempuhan 1 Tempuhan 2 Tempuhan 3
Warna Jernih, kuning muda Putih kekuningan Putih kecoklatan Putih kekuningan
pH 4,6 - 5,4 4,23 4,04 4,21
Densitas (20C) 1,17 g/mL 1,0343 g/mL 1,0212 g/mL 1,0133 g/mL
Viskositas(20C) 6000 8000 cP 1,4 cP 4 cP tidak terbaca

Dari sifat-sifat fisik ketiga tempuhan yang dianalisis, hanya warna pada
tempuhan 1 dan tempuhan 3 yang memenuhi standar fish glue. Warna pada
tempuhan 2 mengalami penyimpangan karena pada tempuhan tersebut sebagian
besar limbah yang digunakan adalah bagian kulitnya. Lem yang dihasilkan dari
bagian kulit berwarna lebih gelap daripada lem dari bagian tulang. Perbandingan
warna hasil evaporasi tempuhan 1 dan tempuhan 2 dapat dilihat dari Gambar 4.2.
41

Gambar 4.2 Hasil Evaporasi Tempuhan 1 dan Tempuhan 2

Viskositas hasil evaporasi pada tempuhan 3 tidak terbaca karena terlalu


encer. Viskotester yang digunakan adalah viskotester VT-03E, yang digunakan
untuk larutan yang memiliki viskositas yang encer dalam rentang 2 33 cP.
Artinya, viskositas hasil evaporasi tempuhan 3 lebih rendah daripada 2 cP. Selain
analisis sifat fisik, juga dilakukan analisis kekuatan rekat, yaitu dengan
merekatkan hasil evaporasi ke kertas. Ternyata larutan yang dihasilkan tidak dapat
digunakan untuk mengelem. Hal ini berarti, larutan yang dihasilkan bukan
merupakan fish glue, terbukti dari sifat-sifat fisiknya yang berbeda dari fish glue.
Kolagen terdiri dari dua substansi, yaitu gluten dan chondrin. Chondrin
adalah substansi nitrogen yang menyerupai gelatin, tidak berwarna, tak berbentuk,
tidak berasa dan tidak berbau, dibentuk dari jaringan tulang rawan melalui
pendidihan di dalam air secara kontinu dalam waktu yang lama. Gluten adalah
substansi yang lengket dan kenyal, memberikan sifat adhesif pada adonan[16]. Dari
percobaan ini, yang dihasilkan adalah chondrin karena bila larutan hasil evaporasi
42

disimpan di dalam kulkas yang bertemperatur 10C (pada gel point fish glue),
larutannya akan menjadi fasa gel, sedangkan gluten yang dihasilkan terhidrolisis
kembali karena pendidihan yang terlalu lama sehingga gelatin yang dihasilkan
tidak lengket seperti lem.
Penentuan waktu kesetimbangan ekstraksi adalah dengan mengambil
sampel pelarut hasil ekstraksi setiap jam sebanyak 10 mL, lalu massanya
ditimbang. Waktu kesetimbangan akan tercapai saat massa gelatin telah konstan.
Grafik massa gelatin terhadap waktu untuk menentukan waktu kesetimbangan dari
tempuhan 1 hingga 3 dapat dilihat dari Gambar 4.3.

Kurva Massa Gelatin terhadap w aktu


Tem puhan 1
massa gelatin

10.5

10
(g)

9.5

9
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

w aktu (jam )

Kurva Massa Gelatin terhadap w aktu


Tem puhan 2
gelatin (g)

10
massa

9.8
9.6
9.4
0 2 4 6 8 10

w aktu (jam )

Kurva Massa Gelatin terhadap Waktu


Tem puhan 3
gelatin (g)

9.9
massa

9.8
9.7
9.6
0 5 10

w aktu (jam )

Gambar 4.3 Kurva Penentuan Waktu Kesetimbangan Tempuhan 1 Hingga

Tempuhan 3
43

Dari kurva massa gelatin terhadap waktu tempuhan 1 di atas dapat dilihat
bahwa waktu kesetimbangan tercapai beberapa kali, yaitu pada jam ke-3, jam ke-
7, dan jam ke-12. Seharusnya kesetimbangan hanya tercapai satu kali saja, yaitu
saat tidak terjadi penambahan gelatin lagi. Pada kurva, waktu kesetimbangan
digambarkan dengan garis lurus (konstan) dimulai dari tercapainya waktu
kesetimbangan pertama hingga akhir ekstraksi. Kurva tempuhan 1 ini juga
menunjukkan keanehan karena massa gelatin dari waktu ke waktu tidak
mengalami kenaikan, melainkan pengurangan.
Kurva massa gelatin tempuhan 2 dari waktu ke waktu menunjukkan
kecenderungan berkurang pada awalnya, tetapi bertambah pada akhirnya. Pada
kurva ini juga terdapat dua kali waktu kesetimbangan, yaitu jam ke-4 dan jam ke-
9. Massa gelatin pada akhir ekstraksi dan sebelum ekstraksi hampir sama banyak,
berarti selama 9 jam ekstraksi hanya terjadi pembentukan gelatin yang sedikit
sekali.
Massa gelatin dari waktu ke waktu pada tempuhan 3 mengalami sedikit
fluktuasi, tetapi pada jam ke-10 massanya langsung turun hingga kembali ke
massa larutan awal. Hal ini menunjukkan hampir tidak terjadi pembentukan
gelatin.
Dari tempuhan 1, tempuhan 2, dan tempuhan 3 tidak dapat ditentukan
waktu kesetimbangannya. Kegagalan penentuan waktu kesetimbangan ini dapat
disebabkan karena alasan sebagai berikut:
1. Pengekstraksian yang dilakukan terlalu lama.
Pemanasan pada temperatur yang lebih tinggi dari 70C dan
pemanasan yang lama akan menghidrolisis gelatin dan menyebabkan daya
gelling menghilang. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut[33]:
C102H151N31O39 + 2H2O C55H85N17O22 + C47H70N14O19
Gelatin semiglutin hemicolin

Temperatur ekstraksi pada tempuhan 1 hingga tempuhan 3 adalah


40C (lebih rendah daripada 70C), tetapi ekstraksinya memakan waktu yang
lama. Sifat gelling berkurang karena gelatin yang terbentuk akan terhidrolisis
44

menjadi semiglutin dan hemicolin, terlihat dari larutan ekstraksi semakin lama
semakin encer.
2. Penentuan waktu kesetimbangan untuk tempuhan 1 hingga tempuhan 3
menggunakan pengukuran massa merupakan cara yang kurang akurat.
Pengambilan sampel sebanyak 10 mL diukur menggunakan gelas ukur
yang kurang teliti karena pengambilan sampel melalui alat yang lebih teliti,
seperti pipet volume dan pipet ukur tidak memungkinkan. Gelatin yang
terbentuk pada awal ekstraksi cukup viscous sehingga akan menyumbat pipet.
3. Pengambilan sampel tidak homogen.
Pengambilan sampel dilakukan di titik-titik dalam reaktor yang tidak
sama. Kehomogenan gelatin di dalam reaktor untuk semua titik tidak sama.
Metode tempuhan 1 hingga tempuhan 3 belum berhasil menemukan waktu
kesetimbangan ekstraksi dan belum berhasil menghasilkan fish glue. Untuk
tempuhan selanjutnya, tahap perendaman dihilangkan. Pertimbangannya adalah
saat perendaman juga telah terjadi pengekstraksian, namun berjalan sangat lambat.
Saat perendaman, kolagen juga sekaligus terhidrolisis menjadi gelatin. Ini
merupakan hal yang tidak diinginkan karena mungkin saja waktu kesetimbangan
telah tercapai saat perendaman. Maka, limbah ikan dan pelarut langsung
diekstraksi dengan pengadukan untuk mengamati waktu kesetimbangan dari awal
ekstraksi. Temperatur evaporasi juga dinaikkan hingga 70C dengan tekanan
vakum untuk mempercepat pemekatan.

4.1.2 Tempuhan 4
Kondisi tempuhan 4 adalah pengekstraksian dengan pengadukan
menggunakan pelarut asam asetat 5% dengan rasio F:S sebesar 1:1. Ekstraksi
dihentikan bila waktu kesetimbangan ekstraksi telah tercapai. Hasil ekstraksi
dievaporasi pada temperatur 70C pada tekanan vakum hingga tercapai tingkat
kepadatan solid 50%. Kurva penentuan waktu kesetimbangan untuk tempuhan 4
dapat dilihat dari Gambar 4.4.
45

Kurva Massa Gelatin terhadap Waktu


RUN 4

massa gelatin
10
9.9
9.8

(g)
9.7
9.6
9.5
0 5 10 15 20

w aktu (jam )

Gambar 4.4 Kurva Penentuan Waktu Kesetimbangan Tempuhan 4

Waktu kesetimbangan untuk tempuhan 4 juga tidak dapat ditentukan.


Kurva tempuhan ini lebih berfluktuasi dibandingkan tempuhan-tempuhan
sebelumnya karena mineral-mineral tulang selain kolagen tidak dihilangkan
melalui perendaman dengan asam asetat sehingga ikut dalam proses ekstraksi.
Massa sampel yang terukur bukan hanya massa gelatin, dan sulit untuk mencapai
keadaan setimbang.
Hasil ekstraksi tempuhan ini berwarna putih kekuningan seperti pada
tempuhan 1 dan tempuhan 3, namun gelatin yang dihasilkan juga masih belum
dapat digunakan untuk mengelem. Meskipun temperatur evaporasi yang
digunakan lebih tinggi, tingkat kepadatan solid 50% masih belum tercapai setelah
evaporasi selama 12 jam. Maka, evaporasi juga dilakukan hanya hingga sifat-sifat
fisik gelatin konstan. Analisis hasil evaporasi dapat dilihat dari Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Analisis Tempuhan 4
Sifat Fisik Standar TEMPUHAN 4
Warna Jernih, kuning muda Putih kekuningan
pH 4,6 - 5,4 4,37
Densitas pada 20C (g/mL) 1,17 1,0256
Viskositas pada 20C (cP) 6000 - 8000 2,2

Dari Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa hanya warna yang memenuhi standar
fish glue. Gelatin yang dihasilkan pada tempuhan ini berupa chondrin yang tidak
memiliki sifat adhesif sehingga tidak dapat digunakan untuk mengelem. Pada
tempuhan selanjutnya, tahap ekstraksi dengan pengadukan dihilangkan. Alasan
46

pemilihan metode ini adalah pada tahap perendaman dihasilkan gelatin yang lebih
kental dan memiliki sedikit daya rekat. Diduga bahwa gelatin merupakan fluida
non-newtonian yang dipengaruhi oleh gaya geser. Bila diaduk, fluida non-
newtonian akan semakin encer.

4.2 Penentuan Metode Pembuatan Fish Glue


Karena penentuan waktu kesetimbangan ekstraksi tidak berhasil
dilakukan, maka pada tempuhan-tempuhan selanjutnya, langsung ditetapkan
waktu ekstraksi (pengadukan) selama 3 jam didasarkan pada penelitian Husen
Pelu, dkk. yang menggunakan waktu ekstraksi selama 3 jam, dan literatur
Mohammad Saleh, dkk. yang waktu ekstraksinya selama 4 jam.
Pembuatan fish glue dilakukan dengan memvariasikan kondisi F:S,
temperatur ekstraksi, jenis pelarut perendaman dan ekstraksi, dan temperatur
evaporasi. Dalam suatu tempuhan tidak semua tahap (perendaman, ekstraksi
(pengadukan), dan evaporasi) dilakukan secara lengkap. Ada metode yang
menghilangkan tahap pengadukan dan ada metode yang menghilangkan tahap
evaporasi. Metode-metode yang dilakukan didasarkan pada hasil yang didapatkan
pada tempuhan-tempuhan sebelumnya..

4.2.1 Tempuhan 5
Pada percobaan tempuhan 5, tulang dan pelarut asam asetat 5% sebanyak
1:1 direndam selama 24 jam pada temperatur ruang. Pelarut yang digunakan untuk
perendaman dipisahkan dari tulang dengan filtrasi. Pelarut yang telah difiltrasi
kemudian dievaporasi pada temperatur 70C pada tekanan vakum. Hasil analisis
tempuhan 5 dapat dilihat dari Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Analisis Tempuhan 5
Sifat Fisik Standar TEMPUHAN 5
Warna Jernih, kuning muda Jernih agak kental
pH 4,6 - 5,4 4,23
Densitas pada 20C (g/mL) 1,17 1,0159
Viskositas pada 20C (cP) 6000 - 8000 tidak terukur
47

Viskositas pelarut hasil perendaman tidak dapat diukur karena larutan


yang dihasilkan terlalu sedikit. Sebagian besar pelarut terserap oleh limbah ikan.
Pelarut perendaman yang telah difiltrasi tidak dapat digunakan untuk mengelem,
sedangkan rafinat yang melekat di sekitar tulang dapat digunakan untuk
mengelem kertas-kertas dan kertas-kayu. Hal ini berarti kolagennya telah tertarik
keluar oleh pelarut dan telah terhidrolisis menjadi gelatin, tetapi kolagennya hanya
tertarik keluar hingga di sekitar tulang.
Limbah tulang ikan kakap yang telah difiltrasi masih mengandung sedikit
pelarut didiamkan selama tiga hari, lalu disaring kembali, dan dicoba untuk
mengelem. Ternyata, pelarut hasil filtrasi maupun rafinat di sekitar tulang tidak
dapat digunakan untuk mengelem lagi. Kemungkinan kolagen terus bereaksi
dengan sisa asam, menghasilkan chondrin yang tidak memiliki daya adhesi.,
Karena daya adhesif kolagen yang dihasilkan saat perendaman hanya sedikit,
maka daya adhesifnya akan hilang sama sekali.
Percobaan dengan menghilangkan tahap perendaman ternyata juga tidak
dapat menghasilkan fish glue. Maka, dicoba untuk membuat fish glue dengan
mengikuti literatur ekstraksi gelatin dari kulit ikan tuna.

4.2.2 Tempuhan 6
Pelarut yang digunakan pada tempuhan ini adalah asam asetat dengan
derajat keasaman (pH) 3 dan perbandingan F:S = 1:4. Setelah direndam, tulang
dibilas dengan air, lalu diekstraksi selama 3 jam menggunakan pelarut asam asetat
berpH 3 yang baru pada temperatur 70C. Setelah ekstraksi, larutan dipisahkan
dari sisa-sisa tulang dengan filtrasi, kemudian larutan dievaporasi pada 50C.
Analisis hasil evaporasi tempuhan 6 dapat dilihat dari Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Analisis Hasil Evaporasi Tempuhan 6
Sifat Fisik Standar Tempuhan 6
Warna Jernih, kuning muda Putih kekuningan, ada endapan
pH 4,6 - 5,4 4,9
Densitas (20C) 1,17 g/mL 1,0005 g/mL
Viskositas (20C) 6000 - 8000 cP 1,75 cP
48

Penampakan hasil ekstraksi tempuhan ini mirip dengan tempuhan-


tempuhan sebelumnya, yaitu putih kekuningan, tetapi ada sedikit endapan.
Endapan pada tempuhan 6 diperkirakan merupakan serbuk-serbuk tulang atau
dapat juga merupakan gelatin. Dari penelitian yang dilakukan oleh Dharma
Widjaja dari Universitas Katolik Parahyangan, gelatin yang didapatkan berupa
serbuk padat. Hasil evaporasi tempuhan 6 hanya berkurang sedikit massanya dari
hasil ekstraksi, namun penampakannya tetap sama. Hasil evaporasi ini tidak dapat
digunakan untuk mengelem karena kolagen yang dapat ditarik dan yang
terhidrolisis masih kurang banyak. Oleh karena itu, untuk tempuhan selanjutnya
digunakan pelarut yang lebih pekat karena diharapkan dengan driving force yang
lebih besar dapat menarik lebih banyak kolagen keluar dari limbah ikan kakap
merah dan terhidrolisis menjadi gelatin.

4.2.3 Tempuhan 7
Tempuhan 7 menggunakan metode yang sama dengan tempuhan 6, hanya
berbeda pada pelarutnya, yaitu asam asetat 10% (v/v). Asam asetat 10% ini lebih
pekat daripada asam asetat dengan derajat keasaman (pH) 3. Hasil ekstraksi pada
tempuhan 7 berminyak karena konsentrasi asam asetat yang digunakan terlalu
pekat sehingga bukan hanya menarik kolagen, melainkan juga menarik lemak
yang terdapat di dalam tulang.
Dari penampakan tempuhan 6 dan tempuhan 7 terlihat bahwa asam asetat
pH 3 lebih baik daripada asam asetat 10%. Akan tetapi asam asetat 5% (pH=2,5)
lebih baik lagi daripada asam asetat pH 3 karena dapat menghidrolisis semua
kolagen sehingga gelatin yang dihasilkan homogen atau tidak terbentuk endapan.
Hasil evaporasi tempuhan 7 dapat dilihat dari Tabel 4.6, juga bukan merupakan
fish glue karena tidak dapat digunakan untuk mengelem.
Tabel 4.6 Analisis Tempuhan 7
Sifat Fisik Standar Tempuhan 7
Warna Jernih, kuning muda Putih kekuningan, berminyak
pH 4,6 - 5,4 3,43
Densitas (20C) 1,17 1,0159
Viskositas (20C) 6000 - 8000 1,0223
49

Ekstraksi menggunakan pelarut asam asetat tidak dapat menghasilkan fish


glue. Untuk tempuhan-tempuhan selanjutnya digunakan air sebagai pelarut karena
air lebih polar daripada asam asetat sehingga dapat melarutkan gelatin lebih
banyak. Proses hidrolisis kolagen menjadi gelatin menambah kepolaran gelatin
karena hidrolisis kolagen yang merupakan suatu protein menyebabkan pemecahan
ikatan peptida yang akan meningkatkan gugus NH2 dan COOH yang bersifat
polar.
Penggunaan pelarut air sebagai pelarut ekstraksi juga didukung dengan
literatur ekstraksi gelatin dari kulit ikan tuna dan tulang ikan hiu yang
menggunakan air.

4.2.4 Tempuhan 8
Tempuhan 8 diawali dengan perendaman, dilanjutkan dengan ekstraksi
(pengadukan), kemudian evaporasi (pemekatan). Ekstraksinya menggunakan air
sehingga temperatur ekstraksi yang digunakan adalah pada titik didih air, yaitu
100C. Namun, karena keterbatasan alat (waterbath), maka temperatur ekstraksi
yang dapat dicapai hanya 90C. Kondisi percobaan tempuhan 8 dapat dilihat dari
Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Kondisi Percobaan Tempuhan 8
Kondisi Tempuhan 8
Pelarut perendaman Asam asetat 5%
F:S 1:2
Lama perendaman 24 jam
Temperatur perendaman Truang
Pelarut ekstraksi air
Temperatur ekstraksi 90C
Temperatur evaporasi 50C

Setelah diekstraksi, terbentuk dua fasa, yaitu endapan putih di bagian


bawah, dan bagian atas berupa cairan jernih. Padatan dan cairan diaduk hingga
homogen lalu dianalisis. Analisis hasil evaporasi tempuhan 8 setelah dievaporasi
dapat dilihat dari Tabel 4.8.
50

Tabel 4.8 Analisis Tempuhan 8


Sifat Fisik Standar RUN 8
Warna Jernih, kuning muda Putih kekuningan, ada endapan
pH 4,6 - 5,4 4,39
Densitas (20C) 1,17 g/mL 1,0134 cP
Viskositas (20C) 6000 - 8000 cP 3 cP

Analisis tempuhan 8 masih belum memenuhi standar yang ada, dan


ekstraknya juga tidak dapat digunakan untuk mengelem. Untuk tempuhan
selanjutnya, padatan dan cairan ini dianalisis secara terpisah untuk melihat apakah
salah satu dari padatan atau cairan yang dihasilkan dapat digunakan untuk
mengelem.

4.2.5 Tempuhan 9
Prosedur percobaan tempuhan 9 sama dengan tempuhan 8. Kondisi
percobaannya hanya berbeda pada rasio umpan berbanding pelarut menjadi 1:3.
Setelah diekstraksi, terbentuk dua fasa yaitu endapan putih di bagian bawah, dan
bagian atas cairan jernih seperti terlihat dari Gambar 4.5.

Gambar 4.5 Hasil ekstraksi Tempuhan 9


Padatan (endapan) yang terbentuk di tempuhan 9 lebih sedikit daripada
endapan tempuhan 8. Hasil ekstraksi tempuhan 9 diendapkan selama 24 jam agar
semua padatan mengendap secara gravitasi, lalu cairannya dipipet menggunakan
pipet tetes. Sisa cairan dikeringkan dengan cara evaporasi. Padatan akhir yang
51

didapatkan berupa cake padat. Cairan dan padatan masing-masing dianalisis


secara terpisah. Cairannya dianalisis pH, viskositas, densitas, dan kadar protein,
sedangkan padatannya hanya dapat dianalisis kadar proteinnya. Dari analisis
kadar protein, didapatkan bahwa konsentrasi protein di padatan (0,65 mg/mL)
lebih besar daripada konsentrasi protein di cairan (0,42 mg/mL). Hal ini
menunjukkan bahwa mungkin saja padatan yang dihasilkan merupakan gelatin,
dan gelatin lebih banyak terkandung di padatan daripada di cairan. Fakta lain yang
mendukung bahwa padatan yang dihasilkan kemungkinan merupakan gelatin
adalah padatan ini bila disimpan dalam kulkas bertemperatur 10oC, fasanya akan
menjadi gel. Analisis cairan tempuhan 9 setelah dievaporasi dapat dilihat dari
Tabel 4.9.
Tabel 4.9 Analisis Cairan Tempuhan 9
Sifat Fisik Standar Tempuhan 9
Warna Jernih, kuning muda Putih kekuningan, ada endapan
pH 4,6 - 5,4 4,12
Densitas (20C) 1,17 g/mL 1,0058 g/mL
Viskositas (20C) 6000 - 8000 cP 2,5 cP

Cairan maupun padatan pada tempuhan 9 tidak dapat digunakan untuk


mengelem. Hal ini berarti cairan dan padatan yang dihasilkan masih bukan fish
glue, terbukti dari sifat-sifat fisiknya yang berbeda dari standar. Untuk tempuhan
berikutnya, ekstraksi dilakukan pada temperatur ruang agar gelatin tidak terurai.

4.2.6 Tempuhan 10
Metode yang digunakan pada tempuhan 10 sama dengan tempuhan 8 dan
tempuhan 9, hanya berbeda pada temperatur ekstraksinya yang dilakukan pada
temperatur ruang (25C). Setelah diekstraksi selama 3 jam, larutan dievaporasi
selama 24 jam pada temperatur 50C.
Hasil ekstraksi yang didapatkan berupa cairan yang sangat viscous
(Gambar 4.6) dan dapat digunakan untuk mengelem. Setelah dievaporasi,
larutannya menjadi rusak, yang ditandai dengan terbentuknya gumpalan-
gumpalan dan tidak dapat digunakan untuk mengelem. Artinya, pemanasan dalam
waktu yang lama menyebabkan daya gelling menghilang dan menyebabkan
52

proteinnya terdenaturasi, yang ditandai dengan munculnya gumpalan. Hasil


evaporasi dapat dilihat dari Gambar 4.7. Oleh karena itu, tempuhan selanjutnya
tidak menggunakan tahap evaporasi.

Gambar 4.6 Hasil Ekstraksi Tempuhan 10

Gambar 4.7 Hasil Evaporasi Tempuhan 10 (Tampak Atas)

4.2.7 Tempuhan 11
Kondisi yang digunakan pada tempuhan 11 sama dengan tempuhan 10.
Perbedaannya terletak pada tempuhan 11 tidak menggunakan tahap evaporasi.
Hasil ekstraksi yang didapatkan memiliki kekentalan seperti pada tempuhan 10.
Hasil ekstraksi ini langsung dianalisis. Hasil analisisnya dapat dilihat dari Tabel
4.10.
53

Tabel 4.10 Analisis Tempuhan 11


Sifat Fisik Standar TEMPUHAN 11
Warna Jernih, kuning muda Putih kecoklatan
pH 4,6 - 5,4 4,51
Densitas (20C) 1,17 g/mL 0,9698 g/mL
Viskositas (20C) 6000 - 8000 cP 2000 cP

Ekstrak yang dihasilkan dapat digunakan untuk mengelem kertas-kertas


dan kayu-kayu. Sifat-sifat fisik ekstrak pada tempuhan ini juga sudah mendekati
sifat-sifat fish glue, dan tingkat kepadatan yang sudah mencapai 50%. Tingkat
kepadatan solid diuji dengan cara menyendok ekstrak dan ternyata mengalir
seperti susu kental. Dari analisis yang dilakukan, maka ekstrak yang dihasilkan
pada tempuhan ini merupakan lem (fish glue).
Dari metode-metode yang dilakukan, ternyata ekstraksi pada temperatur
ruang yang berhasil menghasilkan fish glue. Hal ini berkaitan dengan suhu
penyusutan (temperatur denaturasi) kolagen ikan kakap merah. Bila kolagen
dipanaskan di atas temperatur denaturasinya, maka benang triple helix kolagen
akan dipecah menjadi lilitan acak yang larut dalam air (gelatin)[12]. Temperatur
denaturasi makhluk hidup berada di antara temperatur tubuhnya dan temperatur
lingkungan hidupnya. Ikan kakap merah yang hidup di perairan Indonesia
diperkirakan temperatur denaturasinya sekitar 25C. Temperatur ekstraksi yang
jauh lebih tinggi dari temperatur denaturasi kolagen menyebabkan gelatin yang
telah terbentuk terurai menjadi semiglutin dan hemicollin yang tidak memiliki
sifat adhesif sehingga tidak dapat menjadi fish glue.

4.3 Analisis
4.3.1 Analisis Kadar Protein
Analisis kadar protein dimaksudkan untuk mengetahui apakah di dalam
larutan terkandung gelatin dan seberapa banyak gelatin yang dihasilkan.
Analisisnya menggunakan analisis kadar protein karena kolagen termasuk protein
sederhana (scleroproteins). Metode yang digunakan untuk menganalisis kadar
protein adalah metode Lowry karena metode ini memiliki beberapa keuntungan,
di antaranya, yaitu:
54

Metode ini sensitif untuk menganalisis larutan dengan konsentrasi 0.01


hingga 1 mg/mL protein.
Rentang kadar protein yang dianalisis dalam percobaan ini adalah
antara 0,01 hingga 1,3 mg/mL protein. Maka, metode Lowry cukup akurat
digunakan dalam percobaan ini.
Sensitivitas metode Lowry relatif konstan untuk berbagai protein, dan
telah banyak digunakan untuk mengukur campuran protein atau ekstrak
mentah.
Metode ini cepat dan mudah dilakukan
Pengukuran kadar protein metode Lowry adalah dengan mengukur
aborbansnya menggunakan spektrofotometer UV yang cepat dan teliti.

Analisis kadar protein hanya dilakukan dari tempuhan 6 hingga tempuhan


11, yang dapat dilihat dari Tabel 4.11, sehingga tidak dapat dilihat pengaruh
berbagai jenis variabel, seperti jenis pelarut, temperatur, dan rasio umpan dan
pelarut terhadap kadar protein.
Tabel 4.11 Analisis Kadar Protein
Tempuhan Pelarut %T A Pengenceran C (ppm)
Ekstrak 72.5 0.1397 5 62.91081
6
Pelarut perendaman 80.5 0.0942 5 42.43429
Ekstrak 76.1 0.1186 5 53.43033
7
Pelarut perendaman 99.5 0.0022 5 0.980594
Ekstrak 49.9 0.3019 5 135.9907
8
Pelarut perendaman 0.5 2.3010 1 207.3
Padatan 60.6 0.2175 6 117.5824
9
Larutan 67.7 0.1694 5 76.31141
Air bilasan 85.2 0.0696 3 18.80011
10 Setelah ekstraksi 92 0.0362 5 16.31179
Setelah evaporasi 73.2 0.1355 5 61.03104
Air bilasan 100 0.0000 1 0
11 Pelarut perendaman 61.5 0.2111 2 38.04052
Ekstrak 20.3 0.6925 1 62.38774

Dari tabel di atas terlihat bahwa ekstrak semua tempuhan mengandung


protein, hanya air bilasan tempuhan 11 yang tidak mengandung protein. Air
bilasan tempuhan 11 dapat digunakan untuk mengelem kertas. Berarti, seharusnya
55

di dalam air bilasannya mengandung protein (gelatin) yang dapat digunakan untuk
mengelem. Hal ini menunjukkan metode Lowry yang digunakan tidak dapat
mendeteksi kadar protein yang terlalu kecil.
Bila kadar proteinnya semakin besar, berarti terdapat semakin banyak
gelatin. Artinya, ekstrak tempuhan 6, tempuhan 8, dan tempuhan 9 yang kadar
proteinnya lebih banyak mengandung kolagen daripada tempuhan 11. Namun,
ekstrak pada tempuhan 6, 8, dan 9 tidak dapat digunakan untuk mengelem. Hal ini
menunjukkan bahwa protein yang tertarik pada ekstrak tempuhan 6, tempuhan 8,
dan tempuhan 9 hanyalah kolagen yang menyebabkan sifat gel (chondrin),
sedangkan glutennya (yang menyebabkan sifat adhesif) tertarik hanya sedikit.
Maka, dapat ditarik kesimpulan bahwa analisis kadar protein tidak dapat
digunakan sebagai standar untuk menentukan apakah gelatin yang dihasilkan
dapat digunakan untuk mengelem.

4.3.2 Analisis Densitas


Analisis densitas diukur menggunakan piknometer 50 mL, kecuali untuk
run 11, karena densitasnya terlalu kental dan sulit sekali masuk ke piknometer,
maka digunakan pendekatan pengukuran densitas menggunakan gelas kimia
berukuran 100 mL. Densitas yang terukur di sini merupakan densitas gelatin dan
sedikit pelarut karena evaporasinya tidak sempurna sehingga masih tersisa sedikit
pelarut. Densitas gelatin saja (tanpa pelarut) akan lebih besar daripada densitas
yang terukur. Analisis densitas untuk semua tempuhan dapat dilihat dari Tabel
4.12 dan Gambar 4.8.
Tabel 4.12 Analisis Densitas

Tempuhan Jenis Pelarut Temperatur ekstraksi (oC) F:S Densitas (g/mL)


Standar - - - 1.1700
1 asam asetat 5% 40 1:1 1.0343
2 asam asetat 5% 40 1:2 1.0212
3 asam asetat 5% 40 1:3 1.0133
4 asam asetat 5% 40 1:1 1.0256
5 asam asetat 5% 25 1:1 1.0159
6 asam asetat pH 3 70 1:4 1.0046
7 asam asetat 10% 70 1:4 1.0229
8 air 90 1:2 1.0134
56

Tempuhan Jenis Pelarut Temperatur ekstraksi (oC) F:S Densitas (g/mL)


9 air 90 1:3 1.0058
11 air 25 1:1 0.9698

A nalis is Dens ita s

1.2

densitas (g/mL)
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
Standar 3 6 9
tempuhan

Gambar 4.8 Grafik Analisis Densitas Berbagai Tempuhan

4.3.2.1 Pengaruh Jenis Pelarut Terhadap Densitas


Pelarut yang digunakan pada tahap ekstraksi (pengadukan) ada empat
macam, yaitu asam asetat 5%, asam asetat 10%, asam asetat pH 3, dan air. Dari
Gambar 4.6 dapat dilihat bahwa jenis pelarut hampir tidak berpengaruh terhadap
densitas gelatin yang dihasilkan, ditandai dengan densitas untuk semua tempuhan
yang hampir sama besar. Bila densitas untuk semua tempuhan ini dibulatkan,
maka densitasnya adalah 1 g/mL.
Densitas yang sedikit berbeda adalah pada tempuhan 11, yaitu 0,97 g/mL,
yang sedikit lebih kecil daripada densitas tempuhan-tempuhan lain. Tempuhan 11
menggunakan air sebagai pelarut ekstraksi. Densitas yang dihasilkan pelarut air
seharusnya lebih besar daripada pelarut asam asetat karena air lebih polar daripada
asam asetat sehingga air menarik lebih banyak kolagen daripada asam asetat.
Selain itu, kolagen yang terhidrolisis menjadi gelatin juga akan lebih banyak
karena reaksi hidrolisis membutuhkan air. Hasil yang didapatkan menyimpang
karena perbedaaan alat pengukur densitas. Densitas pada tempuhan 11 yang
diukur menggunakan gelas kimia, sedangkan densitas pada tempuhan 1 hingga 10
diukur menggunakan piknometer. Tentu saja pengukuran menggunakan
piknometer lebih teliti daripada menggunakan gelas kimia.
57

Densitas yang dihasilkan pelarut asam asetat 10% lebih tinggi daripada
asam asetat pH 3 karena asam asetat 10% lebih pekat sehingga menarik kolagen
lebih banyak. Densitas asam asetat 10% dan pH 3 dengan asam asetat 5% tidak
dapat dibandingkan karena kondisi-kondisi percobaan yang lain (temperatur dan
rasio F:S) tidak ada yang sama.

4.3.2.2 Pengaruh Temperatur Ekstraksi Terhadap Densitas


Temperatur ekstraksi hampir tidak mempengaruhi densitas gelatin yang
dihasilkan. Densitas terkecil dihasilkan pada tempuhan 11 yang temperatur
ekstraksinya 25C. Pada temperatur ekstraksi yang rendah (tetapi tidak lebih
rendah daripada temperatur denaturasi ikan kakap merah), kolagen yang
terhidrolisis menjadi gelatin tidak akan terurai menjadi semiglutin dan hemicolin,
sehingga gelatin yang dihasilkan memiliki kerapatan (densitas) yang lebih besar.
Tempuhan 11 ini mengalami penyimpangan karena densitas yang diukur
merupakan densitas keseluruhan.
Tempuhan 5 juga menggunakan temperatur ekstraksi 25C, tetapi densitas
yang dihasilkan sama dengan tempuhan-tempuhan lainnya, padahal menggunakan
piknometer. Densitas tempuhan ini tidak lebih besar daripada tempuhan lain
karena tempuhan ini ekstraksinya tidak menggunakan pengadukan, melainkan
hanya direndam pada temperatur ruang selama 24 jam, sehingga ekstraksi berjalan
lebih lambat dan gelatin yang dihasilkan lebih sedikit.

4.3.2.3 Pengaruh Rasio Umpan dan Pelarut Terhadap Densitas


Rasio umpan terhadap pelarut hampir tidak mempengaruhi densitas.
Pengaruh F:S terhadap densitas hanya dapat diamati pada tempuhan 1 hingga
tempuhan 3 karena kondisi-kondisi percobaan yang lain (jenis pelarut dan
temperatur ekstraksi) sama. Densitas gelatin pada tempuhan yang menggunakan
rasio F:S = 1:1 relatif lebih tinggi daripada rasio 1:2 dan 1:3 karena kolagen yang
dikandung di dalam limbah ikan kakap merah kemungkinan memang tidak
banyak dan pelarut yang banyak bukan berfungsi sebagai driving force untuk
menarik kolagen keluar, melainkan mengencerkan gelatin yang telah jadi.
58

4.3.3 Analisis Viskositas


Analisis viskositas menggunakan alat viskotester VT-03E untuk tempuhan
1 hingga tempuhan 9, sedangkan tempuhan 11 menggunakan viskotester VT-04E.
Viskotester VT-03E digunakan untuk larutan yang encer, sedangkan viskotester
VT-04E digunakan untuk larutan yang pekat. Pengukuran tempuhan 1 hingga
tempuhan 9 menggunakan VT-03E rotor No.4 yang memiliki rentang pengukuran
2 - 33 cP, sedangkan tempuhan 11 menggunakan VT-04E rotor No.1 yang
memiliki rentang pengukuran 300 15000 cP. Viskositas yang terukur adalah
viskositas gelatin dan sedikit pelarut karena evaporasi belum dapat
menghilangkan semua pelarut. Viskositas gelatin saja akan lebih besar daripada
viskositas yang terukur. Analisis viskositas untuk semua tempuhan dapat dilihat
dari Tabel 4.13.
Tabel 4.13 Analisis Viskositas

Tempuhan Jenis Pelarut Temperatur ekstraksi (oC) F:S Viskositas (cP)


Standar - - - 6000-8000
1 asam asetat 5% 40 1:1 1.4
2 asam asetat 5% 40 1:2 4
3 asam asetat 5% 40 1:3 Lebih kecil dari 2
4 asam asetat 5% 40 1:1 2.2
6 asam asetat pH 3 70 1:4 2.8
7 asam asetat 10% 70 1:4 1.5
8 air 90 1:2 3
9 air 90 1:3 2.5
11 air 25 1:1 2000

Viskositas gelatin semua tempuhan yang dihasilkan tidak ada yang


memenuhi standar fish glue. Viskositas yang paling mendekati adalah tempuhan
11 yang menggunakan pelarut air, temperatur ekstraksi 25C, dan tidak
menggunakan tahap evaporasi. Viskositas tempuhan 3 tidak dapat diukur dengan
VT-03E karena terlalu encer. Rentang pengukuran viskotester VT-03E yang
paling kecil adalah 2 cP, maka viskositas gelatin tempuhan 3 lebih kecil daripada
2 cP.
Dari Tabel 4.14, dapat dilihat bahwa pengaruh viskositas gelatin terhadap
jenis pelarut, temperatur ekstraksi, dan rasio umpan terhadap pelarut tidak
memiliki kecenderungan tertentu. Hal ini terjadi karena bila gelatin dievaporasi
59

(dipanaskan) dalam waktu yang lama akan terurai menjadi semiglutin dan
hemicollin.

4.3.4 Analisis pH
Analisis pH ditentukan menggunakan alat pHmeter Mettler Toledo yang
cukup teliti. Analisis pH hasil evaporasi semua tempuhan dapat dilihat dari Tabel
4.14 dan Gambar 4.9.
Tabel 4.14 Analisis pH

Tempuhan Jenis Pelarut Temperatur ekstraksi (oC) F:S pH


Standar - - - 4.6 5.4
1 asam asetat 5% 40 1:1 4.23
2 asam asetat 5% 40 1:2 4.04
3 asam asetat 5% 40 1:3 4.21
4 asam asetat 5% 40 1:1 4.37
5 asam asetat 5% 25 1:1 4.23
6 asam asetat pH 3 70 1:4 4.73
7 asam asetat 10% 70 1:4 3.43
8 air 90 1:2 4.39
9 air 90 1:3 4.12
11 air 25 1:1 4.51

Anal i si s pH

5
4
3
pH

2
1
0
Standar 3 6 9
tempuhan

Gambar 4.9 Analisis pH Berbagai Tempuhan

Fish glue yang ada di pasaran memiliki rentang pH 4,6-5,4. Dari semua
tempuhan, yang memenuhi pH standar adalah tempuhan 6 yang menggunakan
pelarut asam asetat pH 3. Gelatin merupakan suatu protein sederhana yang
tersusun dari asam-asam amino yang bersifat amfoter. pH fish glue yang lebih
60

kecil dari 7 menunjukkan bahwa fish glue bersifat asam. Sifat asam ini
ditimbulkan dari pelarutnya. Semakin asam pelarut, seharusnya gelatin yang
dihasilkan semakin kecil. Pelarut asam asetat 10% memiliki pH yang lebih kecil
daripada pH 3, tetapi asam asetat 5% yang lebih encer memiliki pH yang lebih
kecil daripada asam asetat 10%. Hal ini terjadi dikarenakan pada tempuhan 1
hingga tempuhan 5 tidak ada tahap pembilasan dengan air setelah tahap
perendaman. Salah satu fungsi pembilasan dengan air adalah untuk
menghilangkan mineral-mineral tulang yang telah tertarik selama tahap
perendaman sehingga yang tertinggal hanya kolagen. Maka, pada penggunaan
pelarut asam asetat 5%, pH yang terukur bukan hanya pH gelatin, tetapi juga
mineral-mineral tulang lainnya.
Pengaruh variabel temperatur ekstraksi dan rasio umpan terhadap pelarut
tidak memiliki kecenderungan tertentu.

4.4 Kondisi Optimal Pembuatan Fish Glue dari Ikan Kakap Merah
Dari semua tempuhan yang telah dilakukan, maka kondisi optimal
pembuatan fish glue dari limbah ikan kakap merah, yaitu:
Perendaman selama 24 jam pada temperatur ruang untuk menarik kalsium
phosphat, karbonat, dan mineral-mineral tulang, sehingga yang tertinggal
hanya kolagen, untuk mempermudah terurainya struktur rantai molekul
kolagen sehingga dapat larut ke dalam pelarut, sebagai pengawet yang
dapat memperpanjang umur simpan lem, dan membantu pelunakan tulang
ikan kakap merah.
Hasil perendaman dibilas dengan air untuk menghilangkan mineral-
mineral yang telah ditarik.
Ekstraksi dengan pengadukan selama 3 jam pada temperatur denaturasi
ikan kakap merah (sekitar 25C).
Penyaringan (filtrasi) untuk memisahkan ekstrak dan tulang.
Filtrat yang didapatkan dari penyaringan sudah merupakan fish glue dan dapat
digunakan untuk mengelem kertas dan kayu.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Fish glue tidak hanya dapat dibuat dari limbah ikan laut dalam. Limbah
ikan kakap merah yang merupakan ikan yang biasa dikonsumsi sehari-hari
juga dapat dibuat menjadi fish glue.
2. Metode untuk menarik kolagen dari tulang, kulit, dan sirip ikan kakap
merah adalah ekstraksi padat cair (leaching) selama 3 jam.
3. Tahap-tahap yang digunakan untuk membuat fish glue dari limbah ikan
kakap merah adalah perendaman dengan asam asetat 5% (v/v) selama 24
jam pada temperatur ruang, pembilasan dengan air, ekstraksi pada
temperatur ruang menggunakan air, dan F:S = 1:1.
4. Ekstraksi pada temperatur lebih tinggi dari 25C dan lama menyebabkan
gelatin kehilangan sifat adhesifnya sehingga tidak dapat digunakan untuk
mengelem.
5. Fish glue yang dihasilkan dapat digunakan untuk mengelem kertas dengan
baik (semua permukaan perekatan rusak) dan kayu dengan cukup baik
(merekat tetapi tidak merusak permukaan kayu).

5.2 Saran
1. Penelitian selanjutnya dapat menambahkan zat-zat aditif, antara lain fenol
agar lem yang dihasilkan tahan lama dan reodorant berupa sodium
phosphat dan saccharine untuk menghilangkan bau.
2. Penelitian selanjutnya mencoba meningkatkan kekuatan rekat fish glue
untuk berbagai permukaan (kertas, kayu, kaca, dan kulit) dengan mencari
metode yang lebih baik lagi, misalnya dengan memvariasikan tahap
perendaman, rasio F:S, dan jenis pelarut.
3. Penarikan kolagen dari tulang dicoba menggunakan asam kuat seperti HCl
dan H2SO4 untuk melihat apakah perolehan dan kualitas fish glue yang

61
62

diperoleh lebih baik daripada menggunakan asam asetat. Apabila


digunakan asam kuat, harus ditambahkan reodorant dan pemutih agar lem
yang dihasilkan tidak hitam dan berbau busuk.
4. Tahap evaporasi tetap dilakukan untuk lebih meningkatkan viskositas fish
glue, tetapi evaporasi sebaiknya dilakukan pada temperatur 25C dan
tekanan vakum.
5. Percobaan dilakukan secara kontinu untuk meningkatkan perolehan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Djajadiredja, R., dkk. (1990), Buku Pedoman Pengenalan Sumber Perikanan


Air Tawar, Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta.
2. Pardjoko. (2001), Ikan Kakap Merah: Sumber Daya Hayati Laut Yang
Diekspor, http://rudyct.tripod.com/sem1_012/pardjoko.htm
3. Mohammad Saleh, dkk. (1998), Ekstraksi Lem Ikan dari Tulang Ikan Pari,
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol I No.2, Departemen Pertanian
Jakarta, hal 28-38.
4. Husen Pelu, dkk. (1998), Ekstraksi Gelatin dari Kulit Ikan Tuna Melalui
Proses Asam, Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol IV No.2,
Departemen Pertanian Jakarta, hal 66-72.
5. Singgih Wibowo & Heru Susanto. (1995), Sumber Daya & Pemanfaatan
Hiu, Jakarta: PT Penebar Swadaya, hal 144-148.
6. Othmer Kirk. (1996), Encyclopedia of Chemical Technology, USA: John
Wiley and Sons.
7. Anonymous. (Januari 2001), Lem,
http://www.indomedia.com/intisari/2001/jan/usas.htm.
8. Firth, Frank E. (editor), (1969), The Encyclopedia of Marine Resources, hal
229, van Nostrand Reinhold Company, New York.
9. Anonymous. (2003), Encyclopedia of Marine Resources, hal 229, van
Nostrand Reinhold Company, New York.
10. Anonymous. Gelatin and Protein Digestion (Activity IV) ,
http://ep.llnl.gov/msds/TechPrep/Activity-IV.
11. Anonymous, Collagen, http://www.wikipedia.org/wiki/Collagen.
12. Anonymous, Fish Gelatin,
http://www.norlandprod.com/techrpts/fishgelrpt.html
13. G.P. Gladyshev, Thermodynamic Trends in Biological Evolution,
http://web.ask.com/redir?bpg=http%3a%2f%2fweb.ask.com%2fweb%3fq%3d
tuna%2bcomposition%2bcollagen%26o%3d0%26page%3d1&q=tuna+comp

63
64

osition+collagen&u=http%3a%2f%2ftm.wc.ask.com%2fr%3ft%3dan%26s%3
da%26uid%3d23d05180b3d05180b%26sid%3d33d05180b3d05180b%26qid
%3d6F25F4A7426AFE48AE657DAA71D734D1%26io%3d0%26sv%3dza5cb
0d8d%26o%3d0%26ask%3dtuna%2bcomposition%2bcollagen%26uip%3d3d
05180b%26en%3dte%26eo%3d-
100%26pt%3dTermodynamic%2bTrends%2bin%2bBiological%2bEvolution
%26ac%3d13%26qs%3d0%26pg%3d1%26ep%3d1%26te_par%3d150%26te
_id%3d%26u%3dhttp%3a%2f%2fwww.endeav.org%2fevolut%2ftext%2fttbe
%2fttbe.htm&s=a&bu=http%3a%2f%2fwww.endeav.org%2fevolut%2ftext%2
fttbe%2fttbe.htm&o=0
14. Anonymous. (2001), Physicochemical Properties of Gelatin,
http://www.cda-gelatin.com/glutin-e.htm.
15. Anonymous, Highgel. http://www.kggelatin.co.kr/m_product.htm.
16. Anonymous, Gelatin. http://www.lsbu.ac.uk/water/hygel.html.
17. Anonymous, Gluten.
http://www.hyperdictionary.com/search.aspx?define=gluten.
18. Edwards, Patrick W. (November 2001). What is Gluten (gliaden protein)?.
Journal Of The Society Of American Period Furniture Makers.
http://www.juliemay.getdh.net/gluten.html
19. Anonymous, Chondrin.
http://www.hyperdictionary.com/search.aspx?define=chondrin
20. Anonymous, Red Snapper. http://indian-river.fl.us/fishing/fish/snapred.html
21. Anonymous, Red Snapper Conservation Associationhttp://www.rsca.org/
22. Anonymous, Handbook of Separation Techniques for Chemical Engineers
Third Edition, halaman 5-3.
23. Anonymous, Solvents,
http://www.usm.maine.edu/~newton/Chy251_253/Lectures/Solvents/Solvents.h
tml.
24. Anonymous, Physical Properties of Liquids,
http://www.trimen.pl/witek/ciecze/old_liquids.html.
65

25. Richardson, M.L. (editor), (1992), The Dictionary of Substances and Their
Effects Volume 1 (A-B), England: Royal Society of Chemistry.
26. Anonymous. (Agustus 2003), Safety (MSDS) Data For Acetic Acid,
http://physchem.ox.ac.uk/MSDS/AC/acetic_acid.html.
27. Anonymous. (November 2003), Citric Acid,
http://en2.wikipedia.org/wiki/Citric_acid.
28. Anonymous. (1992), Citric Acid, McGraw-Hill Encyclopedia of Science
and Technology 7th Edition Volume 3, USA.
29. Anonymous, http://www.confex2.com/store/items/ift/jfs66-0213.htm.
30. Bois darc. Fish skin, The Traditional Bowyers Bible,
http://www.zetatalk.com/shelter/tshlx009.htm.
31. Anonymous. 63550 Fish Glue,
http://www.kremerpigmente.de/intl.catalog/63550e.htm.
32. Satas, D., Tracton, Arthur A. (2001), Coatings Technology Handbook 2nd Ed,
Revised and Expanded, New York: Marcel Dekker, Inc.
33. Fennema, O. R. (1996), Food Chemistry Third Edition, New York: Marcel
Dekker, Inc.
34. George T. Austin. (1984), Shreves Chemical Process Industries Fifth
Edition, Singapore: McGraw-Hill, Inc.
LAMPIRAN A
PROSEDUR ANALISIS

A.1 Analisis Densitas


Analisis densitas fish glue menggunakan piknometer. Sebelumnya,
piknometer dikalibrasi terlebih dahulu untuk mengetahui volume piknometer.
Perhitungannya adalah sebagai berikut:
massa air = massa ( piknometer + air ) massa piknometer kosong
massa air
volume piknometer = volume air =
densitas air padaTruang
massa gelatin = massa ( piknometer + gelatin ) massa piknometer kosong
massa gelatin
gelatin ( fish glue ) =
volume piknometer

A.2 Analisis Viskositas


Viskositas fish glue diukur menggunakan viskotester VT-03E dan VT-04E.
Viskotester VT-03E digunakan untuk mengukur cairan yang encer, sedangkan
viskotester VT-04E digunakan untuk mengukur zat zat yang mempunyai
kekentalan tinggi. Sebuah rotor tur speed (pengaduk) dimasukkan ke dalam
cairan yang akan diukur. Viskositas menimbulkan resistancement yang diukur
langsung dalam satuan millipascal - seconds untuk VT-03E dan dalam satuan
desipascal seconds (dPa.s) untuk viskotester VT-04E.
1 cP = 1mPa.s
1P = 1dPa.s

Spesifikasi Viskotester, yaitu:


1. Rentang pengukuran untuk VT 03E
No.4 rotor : 2 33 mPa.s
No. 5 rotor : 15 150 mPa.s
No. 3 rotor : 50 300 mPa.s

66
67

Tempuhan 1 hingga tempuhan 10 menggunakan viskotester VT-


03E rotor No.4 karena larutan yang dihasilkan sangat encer.
2. Rentang pengukuran untuk VT 04E
No.1 rotor : 3 150 dPa.s (dengan gelas kimia JIS 300 ml)
No. 2 rotor : 100 4000 dPa.s (dengan gelas kimia JIS 300 ml)
No. 3 rotor : 0.3 13 dPa.s (dengan cangkir no.3)
Tempuhan 11 menggunakan viskotester VT-04E rotor No.2 karena
cairan yang dihasilkan sangat kental. Gelatin yang dihasilkan pada
tempuhan ini memiliki viskositas 2000 cP.
3. Kapasitas larutan sampel
Rotor No.1 yang berkapasitas 350 ml menggunakan gelas kimia JIS 300
ml
3. Ketelitian pengukuran dan kemampuan reproducibility
Ketelitian pengukuran 10% dari nilai yang dihasilkan
Kemampuan reproducibility 5%
(dikalibrasi dengan minyak silikon)
4. Kecepatan rotor : 62.5 rpm
5. Kebutuhan tenaga : 6 V DC (4 IEC R6P baterai) atau
adaptor AC VA-05
Peralatan untuk viskotester VT-03E dapat dilihat pada Gambar A.1, sedangkan
peralatan viskotester VT-04E dapat dilihat dari Gambar A.2.

Gambar A.1 Peralatan Viskotester VT-03E


68

Gambar A.1 Peralatan Viskotester VT-03E (lanjutan)

Gambar A.2 Peralatan Viskotester VT-04E


69

Gambar A.2 Peralatan Viskotester VT-04E (lanjutan)

Cara kerja viskotester untuk mengukur viskositas fish glue adalah sebagai berikut:
1. Isi cup A sebanyak 460 mL untuk viskotester VT-03E dan gelas kimia JIS
300 ml dengan 350 ml sampel untuk viskotester VT-04E.
2. Pegang viskotester satu tangan atau pasang ke optional stand (VA 04).
Untuk memastikan viskotester tepat berada dalam posisi horizontal,
pastikan gelembung (waterpass) di dalam level gauge berada tepat di
lingkaran merah.
3. Rotor dipasang di tengah cup dan masuk hingga ke bagian tengah sampel.
4. Gerakkan meter needle clamp dengan arah yang berlawanan arah panah.
5. Gerakkan tombol power ke ON.
6. Viscosity indicator needle akan bergerak ke kanan dan kemudian berhenti
pada posisi yang menunjukkan viskositas sampel. Baca viskositasnya di
display yang sesuai dengan nomor rotor yang digunakan.
7. Meter needle clamp digerakkan sesuai arah panah untuk mengunci jarum
penunjuk ke posisi awal.

Rangkaian alat viskotester dapat dilihat dari Gambar A.3.


70

Gambar A.3 Rangkaian Alat Viskotester

A.3 Analisis pH
Analisis pH fish glue diukur menggunakan pHmeter Mettler Toledo.
Spesifikasi pHmeter Mettler Toledo dapat dilihat pada Tabel A.1 dan gambar
alatnya dapat dilihat dari Gambar A.4.
Tabel A.1 Spesifikasi pHmeter Mettler Toledo
pH 0.00 - 14.00
Rentang Pengukuran
mV 1999 mV
pH 0.01
Resolution mV 1
Temp. 0.1
pH 0.01
Ketelitian Relatif mV 1 mV
Temp. 0.4 C
Kondisi Input Impedance >1012 ohms
Rentang Temp. -5.0 - 105.0 C
71

Gambar A.4 pHmeter Mettler Toledo

Sebelum mengukur pH sampel, alat tersebut dikalibrasi terlebih dahulu.


Langkah langkah mengkalibrasi :
1. Sebelum menggunakan elektrode, lepaskan wetting cap dan rubber fill
hole cap.
2. Kalibrasi pertama menggunakan larutan buffer yang mendekati pH 7.
3. Set larutan buffer pada program menu sebagai cal 1,
Set larutan pertama yang banyak digunakan sebagai cal 2,
Set larutan kedua yang banyak digunakan sebagai cal 3.
4. Pemindahan elektrode dari larutan yang satu ke larutan yang lain harus
terlebih dahulu dibilas dengan air distilasi dan dikeringkan dengan tissue.
Jangan menggosok elektrode, karena hal ini dapat menyebabkan polarisasi
dan response yang lambat.
Langkah langkah mengukur sampel:
1. Pilih mode pH atau mV pada tombol Mode.
2. Ukur sampel dan tekan tombol Read.
Untuk memudahkan atau mengakhiri pembacaan ada 2 metode, yaitu:
a. Penggunaan mode manual
Bila tanda stability indicator [ ] muncul, menunjukkan alat telah
selesai membaca dan mencapai nilai akhir. Tekan tombol Read untuk
menstabilkan nilai ini.
72

b. Penggunaan auto endpoint


Untuk menggunakan metode ini tekan tombol . Indikator auto
endpoint [A] akan muncul ketika alat sedang membaca. Penggunaan
tombol ini akan secara automatis menstabilkan nilai pH bila alat
selesai membaca.
3. Setelah selesai mengukur pH sampel, elektrode dibilas, dikeringkan dan
disimpan.
Hal hal yang harus diperhatikan dalam mengoperasikan pHmeter Mettler
Toledo:
1. Untuk ketelitian pengukuran, larutan standards dan sampel dalam
keadaan temperatur yang sama.
2. Jangan menggunakan larutan yang telah melewati waktu kadaluwarsa.

A.4 Analisis Keteguhan Rekat


Uji keteguhan rekat lem dilakukan dengan mengoleskan lem pada
permukaan kayu yang luasnya tertentu. Persentase (%) kerusakan kayu dapat
dihitung dengan rumus:
luas permukaan kayu yang rusak
% kerusakan kayu = 100%
luas permukaan bidang perekatan
Semakin besar persentase kerusakan kayu, maka semakin tinggi kualitas
perekatan lem.

A.5 Uji Organoleptik


Penilaian organoleptik dilakukan dengan pengujian cara deskriptif terhadap
warna dan bau lem. Warna lem yang diharapkan adalah kuning musa dan baunya
tidak terlalu menusuk.

A.6 Uji Kadar Protein


Dalam menganalisis kadar protein digunakan metode Lowry. Prinsip dari
metode Lowry ini adalah dalam kondisi alkalin, ion tembaga (II) membentuk
senyawa kompleks dengan ikatan peptida, dimana ikatan ini akan direduksi
73

menjadi ion monovalensi. Ion monovalen/tembaga(I) dan kumpulan radikal dari


tyrosin, trytophan dan sistein akan bereaksi dengan reagen folin untuk
menghasilkan produk tak stabil yang direduksi menjadi molydenum biru
kehitaman.
Pereaksi-pereaksi yang digunakan dalam metode Lowry ada lima macam,
yaitu:
1. Reagen Lowry A, dibuat dengan melarutkan 2% Na2CO3 dalam larutan NaOH
0,1N.
2. Reagen Lowry B, dibuat dengan melarutkan 0,5% CuSO4.5H2O dalam K-Na
Tartrat 1%.
3. Reagen Lowry C, merupakan campuran reagen Lowry A dan Lowry B dengan
perbandingan 50:1. Reagen Lowry C ini hanya boleh digunakan selama 1 hari.
4. Reagen Lowry D, biasa disebut dengan Reagen Folin Ciocalteu sudah tersedia
di laboratorium. Konsentrasi reagen Lowry D adalah 2N.
5. Reagen Lowry E, dibuat dengan mengencerkan reagen D hingga keasamannya
1 N (larutan berwarna kuning emas).
Langkah langkah pengukuran konsentrasi sampel dengan menggunakan metode
Lowry dapat dilihat pada Gambar A.5.
74

Gelatin dipipet sebanyak 0.4 ml ke dalam tabung reaksi

Reagen Lowry C ditambahkan sebanyak 2 ml

Campuran dikocok dan dibiarkan pada temperatur kamar


selama minimal 10 menit

Reagen Lowry E ditambahkan sebanyak 0.1 ml

Campuran dikocok dan dibiarkan pada temperatur kamar


selama minimal 30 menit

Larutan blanko dibuat dengan menggunakan 0.4 ml air.


Prosedur selanjutnya sama dengan pembuatan sampel.

Absorbans gelatin diukur dengan spektrofotometer pada 750


nm

Konsentrasi protein dihitung dengan menggunakan


pertolongan kurva standar

Gambar A.5 Pengukuran Kadar Protein Metode Lowry


LAMPIRAN B
DATA PERCOBAAN DAN HASIL ANTARA

B.1 PENENTUAN WAKTU KESETIMBANGAN EKSTRAKSI


1. TEMPUHAN 1
a. Waktu Ekstraksi

t (jam) mgelas kosong (g) mgelas+gelatin(g) mgelatin (g)


0 17.5783 27.5302 9.9519
1 17.5783 27.5304 9.9521
2 17.5783 27.5633 9.985
3 17.5783 27.5921 10.0138
4 17.5783 27.4151 9.8368
5 17.5783 27.5035 9.9252
6 17.5783 27.5478 9.9695
7 17.5783 27.5364 9.9581
8 49.4704 59.2953 9.8249
9 49.4704 58.8528 9.3824
10 49.4704 58.9683 9.4979
11 49.4704 58.9353 9.4649
12 49.4704 58.9524 9.482

b. Analisis Tempuhan 1
t mpikno mpikno+gelatin mgelatin Vpiknometer gelatin
(jam ke) pH (cP) kosong(g) (g) (g) (mL) (g/mL)
12 4.22 1.4 28.4661 85.1237 56.6576 55.4199861 1.02233154
14 4.28 1.4 28.4661 85.0944 56.6283 55.4199861 1.02180285
16 4.25 1.4 28.4661 85.1592 56.6931 55.4199861 1.02297211
18 4.23 1.4 28.4661 85.786 57.3199 55.4199861 1.03428211

2. TEMPUHAN 2
a. Waktu Ekstraksi

t (jam) mgelas kosong (g) mgelas+gelatin(g) mgelatin (g)


0 67.2856 76.9946 9.709
1 67.286 76.8871 9.6011
2 67.2864 76.8257 9.5393
3 67.2871 76.9742 9.6871
4 67.2865 76.97878 9.69228
5 67.2868 77.1224 9.8356

75
76

t (jam) mgelas kosong (g) mgelas+gelatin(g) mgelatin (g)


6 67.2869 77.05685 9.76995
7 67.2867 77.02535 9.73865
9 67.287 77.0175 9.7305

b. Analisis Tempuhan 2

Setelah evaporasi 12 jam


Toven 35 C
4 cP
pH 4.04
mpikno kosong 29.5053 g
mpikno+air 84.3268 g
mair 54.8215 g
air (26C) 0.996783 g/mL
Vair = Vpikno 54.99842995 mL
mpikno+gelatin 85.67 g
mgelatin 56.1647 g
gelatin 1.021205515 g/mL

3. TEMPUHAN 3
a. Waktu Ekstraksi

t (jam) mgelas kosong (g) mgelas+gelatin(g) mgelatin (g)


0 67.2864 76.97425 9.68785
1 67.3154 76.958 9.6426
2 67.3234 76.99955 9.67615
3 67.3252 77.05075 9.72555
4 67.3282 77.0568 9.7286
5 67.3279 77.0324 9.7045
6 67.33 77.0829 9.7529
7 67.3313 77.0523 9.721
8 67.333 77.08145 9.74845
9 67.3341 77.16385 9.82975
10 67.3322 77.02125 9.68905
77

b. Analisis Tempuhan 3
t (jam mpikno mpikno+gelatin mgelatin Vpiknometer gelatin
ke) pH (cP) kosong(g) (g) (g) (mL) (g/mL)
12 4.04 tak terbaca 29.5525 85.3257 55.7732 54.9900 1.0142
14.5 4.14 tak terbaca 29.5525 85.3445 55.792 54.9900 1.0146
16 4.16 tak terbaca 29.5525 85.31145 55.75895 54.9900 1.0140
18 4.21 tak terbaca 29.5525 85.27255 55.72005 54.9900 1.0133

Catatan: tidak terbaca karena larutan terlalu encer

4. TEMPUHAN 4
a. Waktu Ekstraksi
mgelas kosong mgelatin
t (jam) (g) mgelas+gelatin(g) (g)
0 67.341 77.23905 9.89805
1 67.3533 77.01435 9.66105
2 67.3588 77.05215 9.69335
3 67.36 77.02214 9.66214
4 67.3635 76.9994 9.6359
5 67.3625 77.0225 9.66
6 67.3656 77.0456 9.68
7 67.3672 77.0893 9.7221
8 67.3645 77.0129 9.6484
9 67.3647 77.0982 9.7335
10 67.3653 76.92345 9.55815
11 67.3613 77.00825 9.64695
12 67.36 77.0129 9.6529
13 67.3607 76.97395 9.61325
14 67.3647 77.08065 9.71595
15 67.3666 77.11655 9.74995
16 67.3622 77.1054 9.7432

b. Analisis Tempuhan 4
t (jam mpikno mpikno+gelatin mgelatin Vpiknometer gelatin
ke) pH (cP) kosong(g) (g) (g) (mL) (g/mL)
0 4.45 13 28.5755 85.1167 56.5412 55.2753 1.0229
12 4.38 2.2 28.5755 84.93655 56.36105 55.2753 1.0196
14 4.37 2.2 28.5755 85.2683 56.6928 55.2753 1.0256
78

B.2 PENENTUAN METODE PERCOBAAN


1. TEMPUHAN 5
Hasil Ekstraksi (perendaman)
mpelarut awal 242 g
mpelarut stlh perendaman 91.4 g
Analisis
Viskositas tidak bisa diukur (larutan tidak cukup banyak)
pH 4.23
mpikno kosong 28.6085 g
mpikno+air 83.69 g
mair 55.0815 g
air (25C) 0.99708 g/mL
Vpikno 55.24281 mL
mpikno+gelatin 84.73085 g
mgelatin 56.12235 g
gelatin 1.015921 g/mL

Hasil evaporasi
mgelatin 116.8415 g
pH 4.29
tidak bisa diukur (lar tdk cukup banyak)

2. TEMPUHAN 6
Analisis pelarut untuk perendaman
pH 4.73
2.8 cP
mpikno kosong 28.7521 g
mpikno+air 83.6209 g
mair 54.8688 g
air (25C) 0.99708 g/mL
Vpikno 55.02949 mL
mpikno+gelatin 84.0366 g
mgelatin 55.2845 g
gelatin 1.004634 g/mL
Hasil Ekstraksi
Penampakan : putih kekuningan, encer, di bawahnya terbentuk endapan
m gelatin yang
berkurang 44.4 g
pH 4.9
1.75 cP
mpikno+gelatin 83.8125 g
mgelatin 55.0604 g
gelatin 1.000562 g/mL
79

Analisis Lowry
Pelarut %T
Setelah perendaman 80.5
Setelah ekstraksi 72.5

3. TEMPUHAN 7
Penampakan
Setelah perendaman Tulang kurang lengket dibandingkan dengan asam asetat 5%
Setelah pembilasan Banyak sisa-sisa daging mengapung (pelarut menarik daging dengan cepat)
Setelah evaporasi Pelarutnya berminyak (lemak juga tertarik)

Analisis
Pelarut hasil perendaman
pH 3.63
1.5 cP
mpikno kosong 28.3814 g
mpikno+air 83.5088 g
mair 55.1274 g
air (25C) 0.99708 g/mL
Vpikno 55.28884342 mL
mpikno+gelatin 84.8897 g
mgelatin 56.5083 g
gelatin 1.022056106 g/mL
Pelarut hasil ekstraksi
pH 3.4
4 cP
mpikno+gelatin 84.9286 g
mgelatin 56.5472 g
gelatin 1.022759683 g/mL
Pelarut setelah evaporasi
pH 3.43
3.5 cP
m yang berkurang 41.7 g
m pikno+gelatin 84.9382 g
m gelatin 56.5568 g
gelatin 1.022933317 g/mL

Analisis Lowry
Pelarut %T
Setelah perendaman 99.5 pengenceran 5x
Setelah ekstraksi 76.1 pengenceran 5x
80

4. TEMPUHAN 8
Penampakan
Setelah perendaman Pelarutnya berwarna putih
Setelah evaporasi Terbentuk dua fasa, atas: bening, bawah: serbuk putih

Analisis
Pelarut setelah evaporasi
m yang berkurang 40.9 g
pH 4.39
3 cP
mpikno kosong 28.5591 g
mpikno+air 83.4572 g
mair 54.8981 g
air (25C) 0.99708 g/mL
Vpikno 55.05887191 mL
mpikno+gelatin 84.355 g
mgelatin 55.7959 g
gelatin 1.013386182 g/mL

Analisis Lowry
Pelarut %T
Setelah perendaman 49.9 pengenceran 5x
Setelah ekstraksi 0.5 tanpa pengenceran

5. TEMPUHAN 9
Perendaman
Pelarut Asam asetat 5%
F:S 1:3
T (C) 25 (suhu ruang)
Setelah direndam, dibilas menggunakan air, air bilasan dibuang.

Ekstraksi
Pelarut air
F:S 1:3
T (C) 90
Waktu ekstraksi 3 jam
Terbentuk 2 fasa, yaitu padatan di bawah dan
Penampakan cairan
sedikit keruh
Padatannya lebih sedikit dibandingkan RUN 8
81

Evaporasi
t (jam) Penampakan Padatan Penampakan Larutan
1 s.d. 5 Terbentuk 2 fasa lagi --> dipisahkan Sama seperti semula
6 50 g dipindahkan ke tempat lain Sama seperti semula
untuk mempercepat evaporasi Sama seperti semula
7,8 Semakin kental, masih ada pelarut Sama seperti semula
Dianalisis pH, viskositas, dan
9 Semakin kental, masih ada pelarut densitas
10,11 (pk 21.00) Sama seperti sebelumnya -
pk 09.00 Masih ada pelarutnya -
pk 15.00 Kering berupa cake padat (tp tidak -
berbentuk serbuk) -
Analisis kadar protein Analisis kadar protein

Analisis Larutan
pH 4.12
(cP) 2.5
m pikno kosong 28.6160 g
m pikno+air 83.769 g
m pikno+gelatin 84.254 g
m air 55.1530 g
air (25C) 0.99708 g/mL
Vair = Vpikno 55.314518 mL
m gelatin 55.6380 g
gelatin 1.005848 g/mL

Analisis Lowry

%T
Padatan 60.6 pengenceran 6x
Larutan 67.7 pengenceran 5x

6. TEMPUHAN 10
Perendaman
Pelarut Asam asetat 5%
F:S 1:1
T (C) 25 (suhu ruang)
Waktu
perendaman 24 jam
Setelah direndam, dibilas menggunakan air, air bilasan dibuang.
82

Ekstraksi
Pelarut air
F:S 1:1
T (C) Truang
Waktu ekstraksi 3 jam
Terbentuk cairan yang sangat viscous, dapat
Penampakan digunakan
untuk mengelem

Evaporasi
T (C) 50C
Lama evaporasi 24 jam
Cairan menjadi encer dan terbentuk gumpalan-
Penampakan gumpalan
putih (gelatin menjadi rusak)

ANALISIS LOWRY

Pelarut %T
Air bilasan 85.2 pengenceran 3x
Setelah ekstraksi 92 pengenceran 5x
Setelah evaporasi 73.2 pengenceran 5x

7. TEMPUHAN 11
Perendaman
Pelarut Asam asetat 5%
F:S 1:1
T (C) 25 (suhu ruang)
Waktu
perendaman 24 jam
Setelah direndam, dibilas menggunakan air, air bilasan dibuang.

Ekstraksi
Pelarut air
F:S 1:1
T (C) Truang
Waktu ekstraksi 3 jam
Penampakan Terbentuk cairan yang sangat viscous, dapat digunakan
untuk mengelem
83

ANALISIS

pH 4.51
(cP) 2000
m gelas kosong 63.0704 g
m pikno+air 161.2784 g
m pikno+gelatin 158.5912 g
m air 98.2080 g
air (25C) 0.99708 g/mL
Vgelas =
Vpikno 98.49561 mL
m gelatin 95.5208 g
gelatin 0.969798 g/mL

ANALISIS LOWRY

Pelarut %T
Air bilasan 100 tanpa pengenceran
Pelarut perendaman 61.5 pengenceran 2x
Ekstrak 20.3 tanpa pengenceran

B.3 ANALISIS KADAR PROTEIN METODE LOWRY

Tempuhan Pelarut %T A Pengenceran C (ppm)


Ekstrak 72.5 0.1397 5 62.91081
6
Pelarut perendaman 80.5 0.0942 5 42.43429
Ekstrak 76.1 0.1186 5 53.43033
7
Pelarut perendaman 99.5 0.0022 5 0.980594
Ekstrak 49.9 0.3019 5 135.9907
8
Pelarut perendaman 0.5 2.3010 1 207.3
Padatan 60.6 0.2175 6 117.5824
9
Larutan 67.7 0.1694 5 76.31141
Air bilasan 85.2 0.0696 3 18.80011
10 Setelah ekstraksi 92 0.0362 5 16.31179
Setelah evaporasi 73.2 0.1355 5 61.03104
Air bilasan 100 0.0000 1 0
11 Pelarut perendaman 61.5 0.2111 2 38.04052
Ekstrak 20.3 0.6925 1 62.38774
84

KURVA STANDAR ALBUMIN

C(ppm) %T A
10 72 0.14267
25 57 0.24413
30 41.6 0.38091
40 32.8 0.48413
60 14.9 0.82681
90 13.7 0.86328
LAMPIRAN C
GRAFIK

C.1 GRAFIK PENENTUAN WAKTU KESETIMBANGAN EKSTRAKSI


1. TEMPUHAN 1

Kurva Massa Gelatin terhadap w aktu


RUN 1

10.2
massa gelatin

10
9.8
(g)

9.6
9.4
9.2
9
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

w aktu (jam )

2. TEMPUHAN 2

Kurva Massa Gelatin terhadap Waktu


RUN 2
massa gelatin

9.9

9.8
(g)

9.7

9.6

9.5
0 2 4 6 8 10

w aktu (jam )

3. TEMPUHAN 3

Kurva Massa Gelatin terhadap Waktu


RUN 3
massa gelatin

9.9
9.8
(g)

9.7
9.6
0 5 10 15

w aktu (jam )

85
86

4. TEMPUHAN 4

Kurva Massa Gelatin terhadap Waktu


RUN 4

massa gelatin (g)


10
9.9
9.8
9.7
9.6
9.5
0 5 10 15 20

w aktu (jam )

C.2 GRAFIK ANALISIS


1. TEMPUHAN 1

Kurva pH terhadap Waktu (RUN 1)

4.3
4.28
4.26
pH

4.24
4.22
4.2
0 5 10 15 20
w aktu (jam )

Kurva gelatin terhadap w aktu


RUN 1
gelatin (g/mL)

1.035

1.03

1.025

1.02
0 5 10 15 20
w aktu (jam )
87

2. TEMPUHAN 3

Kurva pH terhadap w aktu RUN 3

4.25
4.2

4.15

pH
4.1

4.05
4
0 5 10 15 20

w aktu (jam )

Kurva Densitas Gelatin terhadap w aktu

1.0148
r gelatin (g/mL)

1.0146
1.0144
1.0142
1.0140
1.0138
1.0136
1.0134
1.0132
0 5 10 15 20

w aktu (jam )

3. TEMPUHAN 4

Kurva pH terhadap w aktu


RUN 4

4.46

4.44

4.42
pH

4.4

4.38

4.36
0 5 10 15

w aktu (jam )
88

Kurva viskositas terhadap w aktu


RUN 4

15

viskositas (cP)
10
5
0
0 5 10 15
w aktu (jam )

Kurva densitas terhadap w aktu

1.0260
1.0250
densitas (g/mL)

1.0240
1.0230
1.0220
1.0210
1.0200
1.0190
0 5 10 15

w aktu (jam )

C.3 ANALISIS KADAR PROTEIN

Kurva Standar

y = 0.0005x
3 R2 = 0.2563
2.5
absorbans

2
1.5
1
0.5
0
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000
konsentrasi (ppm )
LAMPIRAN D
CONTOH PERHITUNGAN

D.1 Pembuatan Larutan Asam Asetat 5% (v/v)


Densitas asam asetat = 1,049 g/mL
Massa asam asetat = xV
= 1,049 g/mL x 5 mL
= 5,245 g
massa asam asetat 5,245 g
Mol asam asetat = = = 0,08734 mol
Mr asam asetat 60,05 g / mol
Asam asetat 5% v/v, maksudnya adalah 5 mL asam asetat terlarut dalam 100 mL
larutan, maka:
mol asam asetat 0,08734 mol 1000 mL
Molaritas asam asetat 5% = = = 0,8734 M
volume laru tan 100 mL 1L
Asam asetat 5% dibuat dari asam asetat 17M yang diencerkan:
M1V1 = M2V2
0,8734 . 500 = 17 . V2
V2 = 25 mL
Keterangan: M1 = molaritas asam asetat 5%
V1 = volume larutan asam asetat 5% yang ingin dibuat
M2 = molaritas asam asetat awal
V2 = volume asam asetat awal yang diperlukan
Jadi, asam asetat 5% dibuat dengan mengencerkan 25 mL asam asetat 17 M
hingga volume larutan menjadi 500 mL.

D.2 Densitas Gelatin


Contoh: tempuhan 1
m piknometer kosong = 28,4661 g
m piknometer + air = 83,7078 g
m air = m piknometer kosong - m piknometer + air

89
90

= (83,7078 - 28,4661) g
= 55,2417 g
Densitas air pada T ruang 26C = 0,996783 g/mL
m air
Vair = Vpiknometer =
air
55,2417 g
=
0,996783 g / mL
= 55,41999 mL
m piknometer + gelatin = 85,1237 g
m gelatin = m piknometer + gelatin - m gelatin

= (85,1237 - 28,4661) g
= 56,6576 g
m gelatin
gelatin =
V piknometer
56,6576 g
=
55,41999 mL
= 1,0223 g/mL

D.3 Kadar Protein


Contoh: tempuhan 6
% T ekstrak = 72,5%
A = - log (%T/100)
= 0,1397
Masukkan nilai A ke persamaan kurva standar: y = 0,0005 x
A = 0,0005 C
Faktor pengenceran = 5
A
C= faktor pengenceran
0,0005
0,1397
= 5
0,0005
C = 1396,62 ppm
Jadi, konsentrasi ekstrak tempuhan 6 adalah 1396,62 ppm.

Anda mungkin juga menyukai