Febriyanti (6200065) Kajian Awal Pembuatan Fish Glue PDF
Febriyanti (6200065) Kajian Awal Pembuatan Fish Glue PDF
Laporan Penelitian
Dibuat untuk memenuhi tugas akhir guna mencapai gelar
Sarjana di bidang Ilmu Teknik Kimia
oleh:
Febriyanti (2000620065)
Pembimbing:
Dr. Ir. Budi H. Bisowarno, M.Eng.
Henky Muljana, ST, M.Eng.
Tony Handoko, ST
ii
Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Katolik Parahyangan Bandung
SURAT PERNYATAAN
Nama : Febriyanti
NRP : 6200065
adalah hasil pekerjaan saya dan seluruh ide, pendapat atau materi dari sumber lain
telah dikutip dengan cara penulisan referensi yang sesuai.
Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan jika pernyataan ini tidak
sesuai dengan kenyataan, maka saya bersedia menanggung sanksi sesuai peraturan
yang berlaku.
Febriyanti
6200065
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan bimbingan-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan
penelitian ini dengan baik. Penelitian ini disusun untuk memenuhi tugas akhir
guna mencapai gelar sarjana Strata-1 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi
Industri, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.
Laporan penelitian ini dapat tersusun dengan bantuan dari berbagai pihak.
Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Budi H. Bisowarno, M. Eng., selaku dosen pembimbing I,
2. Henky Muljana, ST., M.Eng. dan Tony Handoko, ST., selaku dosen
pembimbing II,
3. Papa dan Mama, serta adik-adik tercinta atas doa dan dukungan yang telah
diberikan secara moril maupun materiil,
4. Nelly dan Maria Winny, yang telah bersama-sama melakukan penelitian fish
glue, atas kerjasamanya selama penelitian,
5. Billy, atas semua dukungan dan penyertaannya selama penelitian,
6. Herlina dan Oni, yang selalu memberikan dukungan, dan terimakasih atas
persahabatan yang diberikan selama ini,
7. Supermarket Setiabudhi dan Giant Hyper Point, yang telah menyediakan
bahan baku penelitian berupa limbah ikan kakap merah,
8. Pak Yana dan Pak Handoko, yang selalu menyediakan waktu untuk membantu
selama di Laboratorium Penelitian,
9. Bu Lusi, Bu Rika, dan Pak Mochtar, yang telah membantu penyediaan alat-
alat selama penelitian,
10. Natalia, Ryan, Stevie, Sianny, Franky, Arief Yenny, Yulie, dan teman-teman
group meeting lainnya atas kesempatan bertukar pikiran dan pengalaman
selama penelitian dan penyusunan proposal,
iv
v
11. Teman-teman TK 2000, terutama kelas B, atas segala canda, tawa, bantuan,
dan terimakasih untuk tahun-tahun kebersamaan yang luar biasa dan takkan
pernah terlupakan,
12. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis berharap laporan ini dapat berguna bagi semua pihak. Penulis
menyadari juga bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya saran dan kritik yang
membangun.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
LEMBAR PENGESAHAN. ii
SURAT PERNYATAAN iii
KATA PENGANTAR. iv
DAFTAR ISIvi
DAFTAR GAMBAR... x
DAFTAR TABELxii
INTISARI xiii
ABSTRACT.xiv
BAB I PENDAHULUAN..1
1.1 Latar Belakang Masalah... 1
1.2 Tema Sentral Masalah...3
1.3 Identifikasi Masalah.. 3
1.4 Premis... 4
1.5 Hipotesis... 5
1.6 Tujuan... 5
1.7 Manfaat. 5
vi
vii
DAFTAR PUSTAKA. 63
LAMPIRAN C GRAFIK. 85
C.1 Grafik Penentuan Waktu Kesetimbangan Ekstraksi 85
C.2 Grafik Analisis. 86
C.3 Analisis Kadar Protein. 88
x
xi
xii
INTISARI
xiii
ABSTRACT
Indonesia is rich in fishery. Fish processing either in fish auction and also
at home have many wastes, like tail, skine, and fish bone. An alternative to use
fish waste is by processing it into fish glue. This research is using red snapper, a
common fish that is consumed by society. Fish glue in one of the gelatines
application, is obtained by collagen extraction from bone, skin, and fish fin.
Gelatine is got by hydrolyzing collagen.
Target of this research is to get the correct method to produce fish glue
from fish wastes with maximum quality and yield, to see how solvent,
temperature, extraction duration, and feed to solvent ratio influences fish glues
quality and yield, and also to analyze the quality of fish glue.
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
200000
150000
jumlah
100000
50000
0
1999 2000 2001
tahun
1
2
limbah ikan yang akan dilakukan adalah dengan mengolah limbah perikanan
menjadi bahan perekat atau lem (fish glue). Contoh produk fish glue dapat dilihat
dari Gambar 1.2.
Jenis ikan yang digunakan untuk membuat fish glue dalam penelitian ini
adalah ikan kakap merah. Ikan kakap merah hidup di daerah tropis maupun
subtropis, yang merupakan species yang sangat toleran terhadap lingkungan
sehingga dapat hidup di tambak bahkan di air tawar. Budidaya kakap sudah dapat
dilakukan dengan berhasil, baik pembenihan maupun pembesarannya. Dengan
demikian, kebutuhan benih dapat dipenuhi tanpa ketergantungan pada alam. Ikan
kakap yang dikenal dengan nama dagang snapper, red snapper, maupun blood
snapper merupakan ikan berdaging putih yang sangat populer di Eropa, Amerika,
Jepang maupun Hongkong. Ikan kakap biasanya digunakan untuk produk
perikanan seperti fillet, smoke fish, fish cake, fish sousage maupun sebagai ikan
kaleng [2]. Gambar 1.3 menunjukkan produksi ikan kakap di provinsi Jawa Barat.
3
4500
4000
3500
jumlah (ton)
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
1999 2000 2001
tahun
1.4 Premis
Penelitian tentang pembuatan fish glue yang pernah dilakukan di Indonesia meliputi pembuatan dari kulit ikan tuna, ikan pari, dan ikan
hiu. Variasi pembuatan fish glue dari berbagai jenis ikan dapat dilihat dari Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Pembuatan Fish Glue dari Berbagai Jenis Ikan
Jenis Ikan
Variabel
Tulang Ikan Pari [3] Kulit Ikan Tuna [4] Tulang Ikan Hiu [5]
Perlakuan awal - Perendaman 24 jam Perendaman 36 jam -
Cara pengolahan ekstraksi ekstraksi ekstraksi ekstraksi
Temperatur 65-70oC 60oC 80oC 50-60oC
Pelarut asam asetat 3, 5, dan 7% asam asetat 0,3%, pH 3 asam sitrat 0,06%, pH 3 air+25mL HCl glasial untuk tiap 1 kg tulang
Waktu ekstraksi 4 jam 3 jam 3 jam 6-10 jam
Feed:solvent 1:1 4:1 4:1 1:1
Rendemen 34,72 - 36,46% 10,48% 11,67% tidak disebutkan
Hasil Konsentrasi asam asetat yang optimum 5% Warna putih kekuningan Lem yang dihasilkan agak keruh,
Peningkatan konsentrasi asam asetat Asam asetat menghasilkan nilai pH lebih kecil coklat, bahkan hitam
cenderung meningkatkan rendemen, kete- daripada asam sitrat Lem yang kering bersifat lentur, liat, dan
guhan rekat, persentase kerusakan kayu uji Perendaman dengan asam asetat 24 jam, T=60oC tidak mudah patah. Jika ditarik lem tidak
dan berat jenis, tetapi merendahkan viskositas, menghasilkan sifat fisikokimia (kekuatan gel dan mudah sobek, mirip plastik atau karet.
intensitas warna, serta bau amis lem viskositas yang lebih baik)
Keteguhan rekat fish glue lebih baik daripada
lem sintetis PVAc
5
1.5 Hipotesis
Pembuatan fish glue yang efektif adalah menggunakan bagian tulang ikan
dengan pelarut asam asetat menggunakan metode ekstraksi padat cair (leaching)
pada temperatur 65-70C, perbandingan feed:solvent = 1:1, dan lama ekstraksi
selama 24 jam.
1.6 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mendapatkan metode pengolahan limbah ikan yang tepat untuk menghasilkan
fish glue dengan perolehan dan kualitas yang semaksimal mungkin.
2. Melihat pengaruh pelarut, temperatur, lama ekstraksi, dan perbandingan feed
dan solvent terhadap perolehan dan kualitas fish glue.
3. Menganalisis kualitas fish glue yang dihasilkan.
1.7 Manfaat
Manfaat penelitian fish glue, antara lain:
1. Menghasilkan lem yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai permukaan
dengan bahan baku yang murah dan mudah didapat.
2. Meminimalisasi limbah yang dihasilkan dari pengolahan daging ikan.
3. Meningkatkan nilai guna dari limbah ikan kakap merah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
7
Fish glue merupakan lem yang terbuat dari kolagen ikan. Kolagen yang
terekstrak dari limbah ikan akan terhidrolisis menjadi gelatin, melalui reaksi
sebagai berikut:
C102H149O38N31 + H2O C102H151O39N31
(kolagen) (gelatin)
Fish glue merupakan salah satu aplikasi dari gelatin. Kolagen adalah
serabut putih yang merupakan jaringan penghubung tubuh hewan, terutama kulit
(corium), tulang (ossein), dan tendon. Kolagen termasuk dalam kelas
scleroprotein dan merupakan triple helix yang mengandung ikatan asam amino.
Scleroprotein adalah bagian serabut protein yang berasal dari jaringan otot
penghubung dan kerangka. Dua bagian penting dari kelas scleroprotein adalah
kolagen dan keratin. Keratin adalah struktur protein dari sel epitelium pada
lapisan terluar dari kulit, biasanya terdapat di kuku, rambut, dsb. Keratin tidak
dapat dilarutkan, baik dalam air dingin atau air panas. Keratin tidak dapat
dihancurkan oleh enzim proteolytic (enzim yang memecahkan bagian molekul
protein)[9].
8
2.1 Kolagen
Kolagen adalah protein yang ditemukan di kulit, tulang, otot, dan jaringan
penghubung (tendon dan ligamen). Kandungan kolagen adalah sekitar 30% dari
seluruh protein di dalam tubuh manusia. Kolagen adalah molekul yang tersusun
dari 3000 asam amino, yang terjalin tiga, rantai cross-linked yang strukturnya
kaku.[10]
Perbedaan kolagen dengan jenisjenis protein lainnya terletak pada
kandungan proline dan hydroxyprolinenya yang tinggi.[11] Molekul kolagen
mengandung tiga rantai polipeptida (alpha chains) yang saling berikatan satu
sama lain membentuk triple helix. Molekul kolagen yang mengandung tiga buah
alpha chains memiliki panjang 3000A (0,3 mikrometer) dan diameter 15 A.
Setiap alpha chains mengandung kira-kira 1050 asam amino yang saling
berhubungan. Ada dua puluh asam amino yang berbeda di tiap alpha chains, dan
untuk setiap jenis gelatin hewan yang berbeda, asam-asam amino ini berada dalam
pola pengulangan yang berbeda. Glycine yang merupakan sepertiga bagian dari
asam amino berada dalam rangkaian yang berulang dengan dua asam amino
lainnya. Rangkaian asam amino dalam kolagen dilambangkan dengan glycine-x-y,
biasanya x merupakan proline dan y merupakan hydroxyproline.[12]
Serabut kolagen akan mengalami penyusutan ketika dipanaskan. Suhu
penyusutan (temperatur denaturasi) tergantung dari jumlah proline dan
hydroxyproline dalam alpha chain. Temperatur denaturasi kolagen ikan laut
dalam sekitar 15C, sedangkan kolagen sapi sekitar 40C.[12] Jika kolagen
dipanaskan di atas suhu penyusutannya, benang triple helix yang dirusak menjadi
lebih panjang. Pemecahan struktur tersebut menjadi lilitan acak yang larut dalam
air, disebut gelatin. Untuk mempermudah larutnya kolagen, digunakan suhu
sekitar 65-70oC. Suhu perebusan diusahakan agar tidak melebihi 70oC karena di
atas suhu tersebut kolagen sulit larut dalam air.
Karakteristik dan sifat fisik kolagen, antara lain:
- Kolagen termasuk protein sederhana, yaitu scleroproteins.
- Mengandung hydroxyproline sekitar 14%.
- Serabut berukuran 64 m.
9
2.2 Gelatin
Gelatin merupakan polimer dengan berat molekul tinggi dan polipeptida
yang dihidrolisis dari kolagen yang terkandung di dalam kulit dan tulang hewan.
Gelatin akan mengabsorb air sebanyak 5-10 kali dari beratnya untuk membentuk
gel pada temperatur 30-35C. Penampakan gelatin[14], yaitu:
- Berat molekul: 10000-70000, sedangkan untuk gelatin tingkat tinggi, berat
molekulnya antara 100000-150000.
- Tidak berbau, tidak berasa, berupa lembaran atau bubuk padatan transparan
atau semitransparan yang rapuh
- Tidak berwarna atau kuning muda
- Kandungan asam aminonya adalah sedikit thiamine, tetapi kaya akan glycin,
alanine, proline, dan hydroxyproline.
Aplikasi penggunaan gelatin, [12],[15] yaitu:
1. Gelatin untuk makanan (edible gelatin)
Gelatin mengandung protein tinggi dan kalori rendah. Edible gelatin harus
bebas dari logam berat. Gelatin dalam makanan digunakan sebagai gelling,
thickener, adhesive, foaming, dan fining agent.
11
(Sumber: http://www.lsbu.ac.uk/water/hygel.html)
Gambar 2.3 Struktur Bangun Gelatin
12
Phylum : Chordata
Sub-phylum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub-kelas : Teleostei
13
Ordo : Percomorphi
Sub-ordo : Percoidae
Famili : Lutjanidae
Spesies : Lutjanus sp.
Di Indonesia, penamaan untuk ikan kakap merah di tiap daerah berbeda-
beda. Adapun nama-nama kakap merah di berbagai provinsi disajikan dalam
Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Beberapa Nama Daerah Ikan Kakap Merah di Indonesia.
No. Daerah Nama Ikan
1. Jawa Tengah dan Jawa Timur Kellet, Darongan, Bambangan
2. Jawa Barat dan Jakarta Kakap Merah, Ikan Merah, Bambangan
3. Madura Posepa
4. Bangka Bran, Bambang
5. Sulawesi Selatan Bambangan, Bacan, Delise
6. Sulawesi Tenggara Langgaria, Gacak
7. Sulawesi Utara Lolise
8. Ambon (Maluku) Delis, Sengaru, Rae
9. Seram (Maluku) Popika
(Sumber: Direktorat Jenderal Perikanan. 1976)
Ciri-ciri atau karakteristik ikan kakap merah, yaitu [2], [20]:
- Termasuk ikan buas, makanannya berupa ikan kecil dan invertebrata
- Kepala cembung, moncong berbentuk triangular dan panjang
- Bagian badan memanjang, melebar, dan gepeng
- Panjangnya dapat mencapai 45-60 cm
- Bagian bawah penutup insang bergerigi
- Gigi-gigi pada rahang tersusun dalam ban-ban, ada gigi taring pada bagian
terluar rahang atas
- Sirip punggung berjari-jari keras berjumlah sebelas buah, sedangkan berjari-
jari lemah 14 buah
- Sirip dubur berjari-jari keras berjumlah tiga buah, sedangkan berjari-jari
lemah 8-9 buah
14
2.4.1 Pencucian
Tahap pencucian bertujuan untuk membersihkan limbah ikan dari
serpihan daging, dan kotoran-kotoran lain (darah dan pasir) yang masih
menempel, serta menurunkan kadar lemak dan abu. Air pencuci yang digunakan
adalah air dingin bertemperatur kurang dari 10C (<50oF). [8] Serpihan daging dan
kotoran-kotoran harus dihilangkan agar lem yang dihasilkan tidak kotor dan agar
gelatin yang dihasilkan lebih homogen. Lemak yang menempel pada permukaan
tulang dan daging harus dihilangkan agar tidak menutupi pori-pori tulang
sehingga ekstraksi kolagen mudah dilakukan.
16
2.4.2 Perendaman
Perendaman dilakukan menggunakan larutan asam untuk menghilangkan
kalsium phosphat, karbonat, dan mineral-mineral tulang lainnya. Mineral-mineral
ini dihilangkan agar tulang menjadi lunak. Selain itu, perendaman juga berfungsi
untuk mempermudah terurainya struktur rantai molekul kolagen sehingga dapat
larut ke dalam pelarut, dan sebagai pengawet yang dapat memperpanjang umur
simpan lem.
3. Temperatur
Kelarutan material akan meningkat seiring dengan kenaikan temperatur
untuk menghasilkan laju ekstraksi yang tinggi. Koefisien difusi juga akan
bertambah tinggi seiring dengan kenaikan temperatur sehingga meningkatkan
laju ekstraksi.
4. Pengadukan fluida
Pengadukan pelarut penting karena meningkatkan difusi eddy dan
meningkatkan transfer material dari permukaan partikel ke larutan. Selain itu,
pengadukan suspensi partikel halus mencegah sedimentasi dan kegunaan yang
lebih efektif adalah membuat luas kontaknya semakin besar.
2.5.1 Ekstraksi Lem Ikan Dari Tulang Ikan Pari oleh Mohammad Saleh,
dkk.
Penelitian ini merupakan penelitian untuk mendapatkan konsentrasi asam
asetat yang optimum untuk ekstraksi lem dari tulang ikan pari[3]. Tahap-tahap
pembuatan lem dapat dilihat dari Gambar 2.6.
21
2.5.2 Ekstraksi Gelatin Dari Kulit Ikan Tuna Melalui Proses Asam oleh
Husen Pelu, dkk
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jenis asam, lama
pengasaman, dan suhu ekstraksi terhadap mutu gelatin dari kulit tuna[4]. Tahap-
tahap pengesktraksian gelatin dari kulit tuna dapat dilihat dari Gambar 2.7.
2.5.3 Issolation of Collagen from Fish Waste Material Skin, Bones, and
Fins oleh Takeshi Nagai dan Nobutaka Suzuki
Jenis ikan yang diambil kolagennya pada penelitian ini adalah ikan-ikan
yang ada di perairan Jepang, yaitu skipjack tuna (Katsuwonus pelamis), Japanese
sea-bass (Lateolabrax japonicus), ayu (Plecoglossus altivelis), yellow sea bream
(Dentex tumifrons), chub mackerel (Scomber japonicus), bullhead shark
(Heterodontus japonicus), dan horse mackerel (Trachurus japonicus).
Mula-mula tulang, kulit, dan sirip dipisahkan dari ikan, dipotong kecil-
kecil, dan disimpan pada temperatur -25oC hingga digunakan.Tulang, kulit, dan
sirip diekstraksi dengan NaOH 0,1 N untuk menghilangkan protein non-kolagen,
kemudian dibilas menggunakan air distilasi pada temperatur 4oC. Cara
pengekstraksian kolagen tulang, kulit, dan sirip menggunakan metode yang
berbeda-beda.
a. Ekstraksi kulit
Lemak (fat) dalam kulit diekstraksi menggunakan 10% buthyl alcohol
selama satu hari, kemudian dicuci dengan air distilasi. Material yang tidak
larut diekstraksi dengan asam asetat 0,5 M selama 3 hari, kemudian ekstrak
disentrifugasi pada 20000xg selama 1 jam. Residu diekstraksi ulang dengan
25
larutan yang sama selama 2 hari, dan ekstraknya disentrifugasi dengan kondisi
yang sama. Semua larutan viscous dicampur dan dihilangkan garamnya
dengan menambahkan NaCl 0,9 M, diikuti dengan pengendapan kolagen
dengan menambahkan NaCl 2,6 M pada pH netral. Hasil pengendapan
diperoleh dengan sentrifugasi pada 20000 xg selama 1 jam dan dilarutkan
dalam 0,5 M asam asetat, didialisis berlawanan dengan asam asetat dan air
distilasi.
b. Ekstraksi tulang
Tulang yang tidak larut dihilangkan kapurnya dengan 0,5 M EDTA
(pH 7,4) selama 5 hari dengan mengganti larutan EDTA sekali setiap hari.
Setelah mencuci residu dengan air distilasi, lemak dihilangkan dengan 10%
butyl alcohol. Residu kemudian dicuci dengan air distilasi. Tahap-tahap
selanjutnya sama dengan ekstraksi kulit.
c. Ekstraksi sirip
Material yang tidak larut diekstraksi dengan 0,5 M asam asetat selama
3 hari, dan ekstraknya disentrifugasi pada 20000xg selama 1 jam. Material
dipisahkan dalam dua fraksi, yaitu material yang larut dalam asam (acid-
soluble) dan yang tidak larut dalam asam (acid-insoluble).
Fraksi kolagen yang larut dalam asam dihilangkan garamnya dengan
menambahkan NaCl 0,8M, diikuti dengan pengendapan kolagen dengan
menambahkan NaCl 2,5M pada pH netral. Endapan diperoleh dengan
sentrifugasi pada 20000xg selama 1 jam dan dilarutkan dalam 0,5 M asam
asetat dan didialisis dengan 0,1 M asam asetat.
Fraksi yang tidak larut dalam asam dibilas dengan air distilasi
kemudian dihilangkan kapurnya dengan 0,5M EDTA selama 5 hari, dengan
mengganti larutan EDTA sehari sekali. Sirip dibilas lagi dengan air distilasi,
lalu dihilangkan lemaknya dengan perendaman selama 1 hari. Endapan
kolagen diperoleh dengan sentrifugasi pada 20000 xg selama 1 hari, dilarutkan
dalam 0,5 M asam asetat, dan didialisis dengan 0,1 M asam asetat.
26
2.5.4 Pemanfaatan Tulang Hiu oleh Singgih Wibowo dan Heru Susanto
Tulang hiu yang termasuk tulang rawan kaya kolagen dan sangat bagus
dibuat lem. Tahap-tahap pembuatannya dapat dilihat dari Gambar 2.8.
dapat ditambahkan boric acid yang berfungsi sebagai disinfektan selama masa
penyimpanan. [30] Fish glue cair sangat viscous pada temperatur kamar. Fish glue
lebih rekat ketika didinginkan hingga bersuhu negatif, hingga kekentalannya
seperti karet. Fish glue dapat dicairkan kembali dengan memanaskannya tanpa
mengurangi kualitasnya. Meskipun pengaplikasiannya kurang praktis, namun
produk fish glue dalam bentuk padatan (flakes) masih sering dijumpai karena
memiliki daya tahan yang baik tanpa memerlukan penambahan aditif seperti
pengawet dan disinfektan. Contoh penggunaan fish glue sebagai perekat, yaitu[8]:
- Untuk industri kayu lapis dan furniture
- Sebagai aditif pada formulasi adhesif untuk gummed-tape.
- Digunakan sebagai silver halides coatings dalam fotografi
- Untuk pembuatan karton dan duplex
Karakteristik fish glue [31],[32],[33]dapat dilihat dari Tabel 2.7.
Tabel 2.7 Karakteristik Fish Glue
Warna Jernih, kuning muda
Specific Gravity 1.17
pH 4,6-5,4
Penampakan dan aroma Bau sedang, cairan kental
Kelarutan dalam air Sangat larut
Kandungan air Kira-kira 55%
Viskositas pada 20C 6000-8000 cP
Densitas pada 20C 1,17 g/cm3
Berat molekul rata-rata 60.000
Residu padatan 27-36%
Garam < 1,5%
Minyak > 2%
Kekuatan (breaking strength) > 25 kg/cm2
Gel point 5-10C
Abu 0,1%
28
Permukaan atau bidang yang akan direkatkan dengan fish glue harus
bersih, bebas dari minyak, lemak dan pengotor lainnya. Selain itu, permukaan ini
juga harus dalam keadaan kering.
30
31
3.1.2 Alat
Dalam penelitian ini digunakan alat utama untuk tempuhan 1 hingga 10
berupa peralatan ekstraksi yang terdiri dari reaktor, kondensor, motor pengaduk,
waterbath yang dilengkapi dengan termostat, dan termometer seperti susunan alat
pada Gambar 3.1, sedangkan pada tempuhan 11 tidak memerlukan termometer
dan kondensor karena ekstraksinya berlangsung pada temperatur ruang. Susunan
peralatannya dapat dilihat dari Gambar 3.2.
Tempuhan 4
F:S = 1:1
Pembuatan fish glue secara garis besar melalui beberapa tahapan, yaitu
pembersihan, perendaman, pengekstraksian (pengadukan), dan pemekatan
(evaporasi). Setiap tempuhan percobaan memiliki variasi dalam tahap perendaman
hingga pemekatan, sedangkan tahap pembersihannya sama, yaitu tulang, sirip, dan
kulit ikan kakap merah dibersihkan dari darah dan sisa-sisa daging menggunakan
air dingin, kemudian dipotong sekitar 2 cm. Hasil pembersihan dan pemotongan
limbah kakap merah yang telah siap digunakan dalam percobaan dapat dilihat dari
Gambar 4.1.
38
39
Variasi yang dilakukan untuk ketiga tempuhan ini adalah pada rasio
umpan terhadap pelarut. Rasio ini digunakan pada tahap perendaman dan tahap
ekstraksi. Pelarut yang digunakan untuk perendaman dan untuk ekstraksi sama,
yaitu asam asetat 5% (% v/v). Perendaman menggunakan asam asetat
dimaksudkan untuk menghilangkan kalsium phosphat, karbonat, dan mineral-
mineral tulang, sehingga yang tertinggal hanya kolagen[33]. Selain itu, asam asetat
juga berfungsi untuk mempermudah terurainya struktur rantai molekul kolagen
sehingga dapat larut ke dalam pelarut, sebagai pengawet yang dapat
memperpanjang umur simpan lem, dan membantu pelunakan tulang ikan kakap
merah.2
Setelah perendaman, di sekitar limbah ikan kakap merah terdapat lendir-
lendir yang lengket. Lendir-lendir ini merupakan gelatin yang memiliki daya
adhesif (gluten) karena dapat digunakan untuk mengelem kertas. Namun, gelatin
yang dihasilkan dari perendaman ini terlalu sedikit dan sulit dipisahkan dari
limbah ikan (rafinat), sehingga tidak dapat dianalisis pH, densitas, dan
viskositasnya untuk dibandingkan terhadap standar sifat fish glue.
Setelah direndam selama 24 jam, ditambahkan pelarut asam asetat 5%
yang baru hingga massanya sama dengan massa limbah ikan dan pelarut sebelum
40
tahap perendaman, sehingga rasio F:S akan sama dengan semula, lalu tulang dan
pelarut diekstraksi (diaduk) pada temperatur 40C. Setelah diekstraksi, limbah
ikan menjadi licin dan semua gelatin yang terdapat di sekitar tulang terekstrak ke
dalam pelarut asam asetat 5%.
Hasil ekstraksi dievaporasi pada temperatur 35C dengan tekanan vakum.
Alasan menggunakan temperatur yang cukup rendah ini dikarenakan kolagen
merupakan suatu protein sederhana (scleroprotein). Protein sensitif terhadap
panas dan mudah terdenaturasi bila menggunakan temperatur yang tinggi.
Keadaan yang digunakan adalah tekanan vakum untuk mempercepat penguapan
sehingga evaporasi berlangsung lebih cepat. Evaporasi dilakukan hingga tercapai
tingkat kepadatan solid 50%, ditandai dengan larutan mengalir seperti susu kental.
Setelah 12 jam evaporasi, ternyata massa gelatin yang berkurang sangat sedikit
dan tidak tercapai tingkat kepadatan solid 50%. Maka, evaporasi hanya dilakukan
hingga sifat-sifat fisik gelatin (densitas, pH, dan viskositas) konstan. Analisis
mulai dilakukan pada jam ke-12 setelah evaporasi, kemudian diuji setiap selang 2
jam hingga sifat-sifat fisik gelatin konstan.
Warna larutan setelah evaporasi sama dengan warna larutan hasil
ekstraksi. Analisis hasil evaporasi yang dibandingkan terhadap standar fish glue di
pasaran dapat dilihat dari Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Analisis Tempuhan 1 Hingga Tempuhan 3
Sifat Fisik Standar Tempuhan 1 Tempuhan 2 Tempuhan 3
Warna Jernih, kuning muda Putih kekuningan Putih kecoklatan Putih kekuningan
pH 4,6 - 5,4 4,23 4,04 4,21
Densitas (20C) 1,17 g/mL 1,0343 g/mL 1,0212 g/mL 1,0133 g/mL
Viskositas(20C) 6000 8000 cP 1,4 cP 4 cP tidak terbaca
Dari sifat-sifat fisik ketiga tempuhan yang dianalisis, hanya warna pada
tempuhan 1 dan tempuhan 3 yang memenuhi standar fish glue. Warna pada
tempuhan 2 mengalami penyimpangan karena pada tempuhan tersebut sebagian
besar limbah yang digunakan adalah bagian kulitnya. Lem yang dihasilkan dari
bagian kulit berwarna lebih gelap daripada lem dari bagian tulang. Perbandingan
warna hasil evaporasi tempuhan 1 dan tempuhan 2 dapat dilihat dari Gambar 4.2.
41
disimpan di dalam kulkas yang bertemperatur 10C (pada gel point fish glue),
larutannya akan menjadi fasa gel, sedangkan gluten yang dihasilkan terhidrolisis
kembali karena pendidihan yang terlalu lama sehingga gelatin yang dihasilkan
tidak lengket seperti lem.
Penentuan waktu kesetimbangan ekstraksi adalah dengan mengambil
sampel pelarut hasil ekstraksi setiap jam sebanyak 10 mL, lalu massanya
ditimbang. Waktu kesetimbangan akan tercapai saat massa gelatin telah konstan.
Grafik massa gelatin terhadap waktu untuk menentukan waktu kesetimbangan dari
tempuhan 1 hingga 3 dapat dilihat dari Gambar 4.3.
10.5
10
(g)
9.5
9
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
w aktu (jam )
10
massa
9.8
9.6
9.4
0 2 4 6 8 10
w aktu (jam )
9.9
massa
9.8
9.7
9.6
0 5 10
w aktu (jam )
Tempuhan 3
43
Dari kurva massa gelatin terhadap waktu tempuhan 1 di atas dapat dilihat
bahwa waktu kesetimbangan tercapai beberapa kali, yaitu pada jam ke-3, jam ke-
7, dan jam ke-12. Seharusnya kesetimbangan hanya tercapai satu kali saja, yaitu
saat tidak terjadi penambahan gelatin lagi. Pada kurva, waktu kesetimbangan
digambarkan dengan garis lurus (konstan) dimulai dari tercapainya waktu
kesetimbangan pertama hingga akhir ekstraksi. Kurva tempuhan 1 ini juga
menunjukkan keanehan karena massa gelatin dari waktu ke waktu tidak
mengalami kenaikan, melainkan pengurangan.
Kurva massa gelatin tempuhan 2 dari waktu ke waktu menunjukkan
kecenderungan berkurang pada awalnya, tetapi bertambah pada akhirnya. Pada
kurva ini juga terdapat dua kali waktu kesetimbangan, yaitu jam ke-4 dan jam ke-
9. Massa gelatin pada akhir ekstraksi dan sebelum ekstraksi hampir sama banyak,
berarti selama 9 jam ekstraksi hanya terjadi pembentukan gelatin yang sedikit
sekali.
Massa gelatin dari waktu ke waktu pada tempuhan 3 mengalami sedikit
fluktuasi, tetapi pada jam ke-10 massanya langsung turun hingga kembali ke
massa larutan awal. Hal ini menunjukkan hampir tidak terjadi pembentukan
gelatin.
Dari tempuhan 1, tempuhan 2, dan tempuhan 3 tidak dapat ditentukan
waktu kesetimbangannya. Kegagalan penentuan waktu kesetimbangan ini dapat
disebabkan karena alasan sebagai berikut:
1. Pengekstraksian yang dilakukan terlalu lama.
Pemanasan pada temperatur yang lebih tinggi dari 70C dan
pemanasan yang lama akan menghidrolisis gelatin dan menyebabkan daya
gelling menghilang. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut[33]:
C102H151N31O39 + 2H2O C55H85N17O22 + C47H70N14O19
Gelatin semiglutin hemicolin
menjadi semiglutin dan hemicolin, terlihat dari larutan ekstraksi semakin lama
semakin encer.
2. Penentuan waktu kesetimbangan untuk tempuhan 1 hingga tempuhan 3
menggunakan pengukuran massa merupakan cara yang kurang akurat.
Pengambilan sampel sebanyak 10 mL diukur menggunakan gelas ukur
yang kurang teliti karena pengambilan sampel melalui alat yang lebih teliti,
seperti pipet volume dan pipet ukur tidak memungkinkan. Gelatin yang
terbentuk pada awal ekstraksi cukup viscous sehingga akan menyumbat pipet.
3. Pengambilan sampel tidak homogen.
Pengambilan sampel dilakukan di titik-titik dalam reaktor yang tidak
sama. Kehomogenan gelatin di dalam reaktor untuk semua titik tidak sama.
Metode tempuhan 1 hingga tempuhan 3 belum berhasil menemukan waktu
kesetimbangan ekstraksi dan belum berhasil menghasilkan fish glue. Untuk
tempuhan selanjutnya, tahap perendaman dihilangkan. Pertimbangannya adalah
saat perendaman juga telah terjadi pengekstraksian, namun berjalan sangat lambat.
Saat perendaman, kolagen juga sekaligus terhidrolisis menjadi gelatin. Ini
merupakan hal yang tidak diinginkan karena mungkin saja waktu kesetimbangan
telah tercapai saat perendaman. Maka, limbah ikan dan pelarut langsung
diekstraksi dengan pengadukan untuk mengamati waktu kesetimbangan dari awal
ekstraksi. Temperatur evaporasi juga dinaikkan hingga 70C dengan tekanan
vakum untuk mempercepat pemekatan.
4.1.2 Tempuhan 4
Kondisi tempuhan 4 adalah pengekstraksian dengan pengadukan
menggunakan pelarut asam asetat 5% dengan rasio F:S sebesar 1:1. Ekstraksi
dihentikan bila waktu kesetimbangan ekstraksi telah tercapai. Hasil ekstraksi
dievaporasi pada temperatur 70C pada tekanan vakum hingga tercapai tingkat
kepadatan solid 50%. Kurva penentuan waktu kesetimbangan untuk tempuhan 4
dapat dilihat dari Gambar 4.4.
45
massa gelatin
10
9.9
9.8
(g)
9.7
9.6
9.5
0 5 10 15 20
w aktu (jam )
Dari Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa hanya warna yang memenuhi standar
fish glue. Gelatin yang dihasilkan pada tempuhan ini berupa chondrin yang tidak
memiliki sifat adhesif sehingga tidak dapat digunakan untuk mengelem. Pada
tempuhan selanjutnya, tahap ekstraksi dengan pengadukan dihilangkan. Alasan
46
pemilihan metode ini adalah pada tahap perendaman dihasilkan gelatin yang lebih
kental dan memiliki sedikit daya rekat. Diduga bahwa gelatin merupakan fluida
non-newtonian yang dipengaruhi oleh gaya geser. Bila diaduk, fluida non-
newtonian akan semakin encer.
4.2.1 Tempuhan 5
Pada percobaan tempuhan 5, tulang dan pelarut asam asetat 5% sebanyak
1:1 direndam selama 24 jam pada temperatur ruang. Pelarut yang digunakan untuk
perendaman dipisahkan dari tulang dengan filtrasi. Pelarut yang telah difiltrasi
kemudian dievaporasi pada temperatur 70C pada tekanan vakum. Hasil analisis
tempuhan 5 dapat dilihat dari Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Analisis Tempuhan 5
Sifat Fisik Standar TEMPUHAN 5
Warna Jernih, kuning muda Jernih agak kental
pH 4,6 - 5,4 4,23
Densitas pada 20C (g/mL) 1,17 1,0159
Viskositas pada 20C (cP) 6000 - 8000 tidak terukur
47
4.2.2 Tempuhan 6
Pelarut yang digunakan pada tempuhan ini adalah asam asetat dengan
derajat keasaman (pH) 3 dan perbandingan F:S = 1:4. Setelah direndam, tulang
dibilas dengan air, lalu diekstraksi selama 3 jam menggunakan pelarut asam asetat
berpH 3 yang baru pada temperatur 70C. Setelah ekstraksi, larutan dipisahkan
dari sisa-sisa tulang dengan filtrasi, kemudian larutan dievaporasi pada 50C.
Analisis hasil evaporasi tempuhan 6 dapat dilihat dari Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Analisis Hasil Evaporasi Tempuhan 6
Sifat Fisik Standar Tempuhan 6
Warna Jernih, kuning muda Putih kekuningan, ada endapan
pH 4,6 - 5,4 4,9
Densitas (20C) 1,17 g/mL 1,0005 g/mL
Viskositas (20C) 6000 - 8000 cP 1,75 cP
48
4.2.3 Tempuhan 7
Tempuhan 7 menggunakan metode yang sama dengan tempuhan 6, hanya
berbeda pada pelarutnya, yaitu asam asetat 10% (v/v). Asam asetat 10% ini lebih
pekat daripada asam asetat dengan derajat keasaman (pH) 3. Hasil ekstraksi pada
tempuhan 7 berminyak karena konsentrasi asam asetat yang digunakan terlalu
pekat sehingga bukan hanya menarik kolagen, melainkan juga menarik lemak
yang terdapat di dalam tulang.
Dari penampakan tempuhan 6 dan tempuhan 7 terlihat bahwa asam asetat
pH 3 lebih baik daripada asam asetat 10%. Akan tetapi asam asetat 5% (pH=2,5)
lebih baik lagi daripada asam asetat pH 3 karena dapat menghidrolisis semua
kolagen sehingga gelatin yang dihasilkan homogen atau tidak terbentuk endapan.
Hasil evaporasi tempuhan 7 dapat dilihat dari Tabel 4.6, juga bukan merupakan
fish glue karena tidak dapat digunakan untuk mengelem.
Tabel 4.6 Analisis Tempuhan 7
Sifat Fisik Standar Tempuhan 7
Warna Jernih, kuning muda Putih kekuningan, berminyak
pH 4,6 - 5,4 3,43
Densitas (20C) 1,17 1,0159
Viskositas (20C) 6000 - 8000 1,0223
49
4.2.4 Tempuhan 8
Tempuhan 8 diawali dengan perendaman, dilanjutkan dengan ekstraksi
(pengadukan), kemudian evaporasi (pemekatan). Ekstraksinya menggunakan air
sehingga temperatur ekstraksi yang digunakan adalah pada titik didih air, yaitu
100C. Namun, karena keterbatasan alat (waterbath), maka temperatur ekstraksi
yang dapat dicapai hanya 90C. Kondisi percobaan tempuhan 8 dapat dilihat dari
Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Kondisi Percobaan Tempuhan 8
Kondisi Tempuhan 8
Pelarut perendaman Asam asetat 5%
F:S 1:2
Lama perendaman 24 jam
Temperatur perendaman Truang
Pelarut ekstraksi air
Temperatur ekstraksi 90C
Temperatur evaporasi 50C
4.2.5 Tempuhan 9
Prosedur percobaan tempuhan 9 sama dengan tempuhan 8. Kondisi
percobaannya hanya berbeda pada rasio umpan berbanding pelarut menjadi 1:3.
Setelah diekstraksi, terbentuk dua fasa yaitu endapan putih di bagian bawah, dan
bagian atas cairan jernih seperti terlihat dari Gambar 4.5.
4.2.6 Tempuhan 10
Metode yang digunakan pada tempuhan 10 sama dengan tempuhan 8 dan
tempuhan 9, hanya berbeda pada temperatur ekstraksinya yang dilakukan pada
temperatur ruang (25C). Setelah diekstraksi selama 3 jam, larutan dievaporasi
selama 24 jam pada temperatur 50C.
Hasil ekstraksi yang didapatkan berupa cairan yang sangat viscous
(Gambar 4.6) dan dapat digunakan untuk mengelem. Setelah dievaporasi,
larutannya menjadi rusak, yang ditandai dengan terbentuknya gumpalan-
gumpalan dan tidak dapat digunakan untuk mengelem. Artinya, pemanasan dalam
waktu yang lama menyebabkan daya gelling menghilang dan menyebabkan
52
4.2.7 Tempuhan 11
Kondisi yang digunakan pada tempuhan 11 sama dengan tempuhan 10.
Perbedaannya terletak pada tempuhan 11 tidak menggunakan tahap evaporasi.
Hasil ekstraksi yang didapatkan memiliki kekentalan seperti pada tempuhan 10.
Hasil ekstraksi ini langsung dianalisis. Hasil analisisnya dapat dilihat dari Tabel
4.10.
53
4.3 Analisis
4.3.1 Analisis Kadar Protein
Analisis kadar protein dimaksudkan untuk mengetahui apakah di dalam
larutan terkandung gelatin dan seberapa banyak gelatin yang dihasilkan.
Analisisnya menggunakan analisis kadar protein karena kolagen termasuk protein
sederhana (scleroproteins). Metode yang digunakan untuk menganalisis kadar
protein adalah metode Lowry karena metode ini memiliki beberapa keuntungan,
di antaranya, yaitu:
54
di dalam air bilasannya mengandung protein (gelatin) yang dapat digunakan untuk
mengelem. Hal ini menunjukkan metode Lowry yang digunakan tidak dapat
mendeteksi kadar protein yang terlalu kecil.
Bila kadar proteinnya semakin besar, berarti terdapat semakin banyak
gelatin. Artinya, ekstrak tempuhan 6, tempuhan 8, dan tempuhan 9 yang kadar
proteinnya lebih banyak mengandung kolagen daripada tempuhan 11. Namun,
ekstrak pada tempuhan 6, 8, dan 9 tidak dapat digunakan untuk mengelem. Hal ini
menunjukkan bahwa protein yang tertarik pada ekstrak tempuhan 6, tempuhan 8,
dan tempuhan 9 hanyalah kolagen yang menyebabkan sifat gel (chondrin),
sedangkan glutennya (yang menyebabkan sifat adhesif) tertarik hanya sedikit.
Maka, dapat ditarik kesimpulan bahwa analisis kadar protein tidak dapat
digunakan sebagai standar untuk menentukan apakah gelatin yang dihasilkan
dapat digunakan untuk mengelem.
1.2
densitas (g/mL)
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
Standar 3 6 9
tempuhan
Densitas yang dihasilkan pelarut asam asetat 10% lebih tinggi daripada
asam asetat pH 3 karena asam asetat 10% lebih pekat sehingga menarik kolagen
lebih banyak. Densitas asam asetat 10% dan pH 3 dengan asam asetat 5% tidak
dapat dibandingkan karena kondisi-kondisi percobaan yang lain (temperatur dan
rasio F:S) tidak ada yang sama.
(dipanaskan) dalam waktu yang lama akan terurai menjadi semiglutin dan
hemicollin.
4.3.4 Analisis pH
Analisis pH ditentukan menggunakan alat pHmeter Mettler Toledo yang
cukup teliti. Analisis pH hasil evaporasi semua tempuhan dapat dilihat dari Tabel
4.14 dan Gambar 4.9.
Tabel 4.14 Analisis pH
Anal i si s pH
5
4
3
pH
2
1
0
Standar 3 6 9
tempuhan
Fish glue yang ada di pasaran memiliki rentang pH 4,6-5,4. Dari semua
tempuhan, yang memenuhi pH standar adalah tempuhan 6 yang menggunakan
pelarut asam asetat pH 3. Gelatin merupakan suatu protein sederhana yang
tersusun dari asam-asam amino yang bersifat amfoter. pH fish glue yang lebih
60
kecil dari 7 menunjukkan bahwa fish glue bersifat asam. Sifat asam ini
ditimbulkan dari pelarutnya. Semakin asam pelarut, seharusnya gelatin yang
dihasilkan semakin kecil. Pelarut asam asetat 10% memiliki pH yang lebih kecil
daripada pH 3, tetapi asam asetat 5% yang lebih encer memiliki pH yang lebih
kecil daripada asam asetat 10%. Hal ini terjadi dikarenakan pada tempuhan 1
hingga tempuhan 5 tidak ada tahap pembilasan dengan air setelah tahap
perendaman. Salah satu fungsi pembilasan dengan air adalah untuk
menghilangkan mineral-mineral tulang yang telah tertarik selama tahap
perendaman sehingga yang tertinggal hanya kolagen. Maka, pada penggunaan
pelarut asam asetat 5%, pH yang terukur bukan hanya pH gelatin, tetapi juga
mineral-mineral tulang lainnya.
Pengaruh variabel temperatur ekstraksi dan rasio umpan terhadap pelarut
tidak memiliki kecenderungan tertentu.
4.4 Kondisi Optimal Pembuatan Fish Glue dari Ikan Kakap Merah
Dari semua tempuhan yang telah dilakukan, maka kondisi optimal
pembuatan fish glue dari limbah ikan kakap merah, yaitu:
Perendaman selama 24 jam pada temperatur ruang untuk menarik kalsium
phosphat, karbonat, dan mineral-mineral tulang, sehingga yang tertinggal
hanya kolagen, untuk mempermudah terurainya struktur rantai molekul
kolagen sehingga dapat larut ke dalam pelarut, sebagai pengawet yang
dapat memperpanjang umur simpan lem, dan membantu pelunakan tulang
ikan kakap merah.
Hasil perendaman dibilas dengan air untuk menghilangkan mineral-
mineral yang telah ditarik.
Ekstraksi dengan pengadukan selama 3 jam pada temperatur denaturasi
ikan kakap merah (sekitar 25C).
Penyaringan (filtrasi) untuk memisahkan ekstrak dan tulang.
Filtrat yang didapatkan dari penyaringan sudah merupakan fish glue dan dapat
digunakan untuk mengelem kertas dan kayu.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Fish glue tidak hanya dapat dibuat dari limbah ikan laut dalam. Limbah
ikan kakap merah yang merupakan ikan yang biasa dikonsumsi sehari-hari
juga dapat dibuat menjadi fish glue.
2. Metode untuk menarik kolagen dari tulang, kulit, dan sirip ikan kakap
merah adalah ekstraksi padat cair (leaching) selama 3 jam.
3. Tahap-tahap yang digunakan untuk membuat fish glue dari limbah ikan
kakap merah adalah perendaman dengan asam asetat 5% (v/v) selama 24
jam pada temperatur ruang, pembilasan dengan air, ekstraksi pada
temperatur ruang menggunakan air, dan F:S = 1:1.
4. Ekstraksi pada temperatur lebih tinggi dari 25C dan lama menyebabkan
gelatin kehilangan sifat adhesifnya sehingga tidak dapat digunakan untuk
mengelem.
5. Fish glue yang dihasilkan dapat digunakan untuk mengelem kertas dengan
baik (semua permukaan perekatan rusak) dan kayu dengan cukup baik
(merekat tetapi tidak merusak permukaan kayu).
5.2 Saran
1. Penelitian selanjutnya dapat menambahkan zat-zat aditif, antara lain fenol
agar lem yang dihasilkan tahan lama dan reodorant berupa sodium
phosphat dan saccharine untuk menghilangkan bau.
2. Penelitian selanjutnya mencoba meningkatkan kekuatan rekat fish glue
untuk berbagai permukaan (kertas, kayu, kaca, dan kulit) dengan mencari
metode yang lebih baik lagi, misalnya dengan memvariasikan tahap
perendaman, rasio F:S, dan jenis pelarut.
3. Penarikan kolagen dari tulang dicoba menggunakan asam kuat seperti HCl
dan H2SO4 untuk melihat apakah perolehan dan kualitas fish glue yang
61
62
63
64
osition+collagen&u=http%3a%2f%2ftm.wc.ask.com%2fr%3ft%3dan%26s%3
da%26uid%3d23d05180b3d05180b%26sid%3d33d05180b3d05180b%26qid
%3d6F25F4A7426AFE48AE657DAA71D734D1%26io%3d0%26sv%3dza5cb
0d8d%26o%3d0%26ask%3dtuna%2bcomposition%2bcollagen%26uip%3d3d
05180b%26en%3dte%26eo%3d-
100%26pt%3dTermodynamic%2bTrends%2bin%2bBiological%2bEvolution
%26ac%3d13%26qs%3d0%26pg%3d1%26ep%3d1%26te_par%3d150%26te
_id%3d%26u%3dhttp%3a%2f%2fwww.endeav.org%2fevolut%2ftext%2fttbe
%2fttbe.htm&s=a&bu=http%3a%2f%2fwww.endeav.org%2fevolut%2ftext%2
fttbe%2fttbe.htm&o=0
14. Anonymous. (2001), Physicochemical Properties of Gelatin,
http://www.cda-gelatin.com/glutin-e.htm.
15. Anonymous, Highgel. http://www.kggelatin.co.kr/m_product.htm.
16. Anonymous, Gelatin. http://www.lsbu.ac.uk/water/hygel.html.
17. Anonymous, Gluten.
http://www.hyperdictionary.com/search.aspx?define=gluten.
18. Edwards, Patrick W. (November 2001). What is Gluten (gliaden protein)?.
Journal Of The Society Of American Period Furniture Makers.
http://www.juliemay.getdh.net/gluten.html
19. Anonymous, Chondrin.
http://www.hyperdictionary.com/search.aspx?define=chondrin
20. Anonymous, Red Snapper. http://indian-river.fl.us/fishing/fish/snapred.html
21. Anonymous, Red Snapper Conservation Associationhttp://www.rsca.org/
22. Anonymous, Handbook of Separation Techniques for Chemical Engineers
Third Edition, halaman 5-3.
23. Anonymous, Solvents,
http://www.usm.maine.edu/~newton/Chy251_253/Lectures/Solvents/Solvents.h
tml.
24. Anonymous, Physical Properties of Liquids,
http://www.trimen.pl/witek/ciecze/old_liquids.html.
65
25. Richardson, M.L. (editor), (1992), The Dictionary of Substances and Their
Effects Volume 1 (A-B), England: Royal Society of Chemistry.
26. Anonymous. (Agustus 2003), Safety (MSDS) Data For Acetic Acid,
http://physchem.ox.ac.uk/MSDS/AC/acetic_acid.html.
27. Anonymous. (November 2003), Citric Acid,
http://en2.wikipedia.org/wiki/Citric_acid.
28. Anonymous. (1992), Citric Acid, McGraw-Hill Encyclopedia of Science
and Technology 7th Edition Volume 3, USA.
29. Anonymous, http://www.confex2.com/store/items/ift/jfs66-0213.htm.
30. Bois darc. Fish skin, The Traditional Bowyers Bible,
http://www.zetatalk.com/shelter/tshlx009.htm.
31. Anonymous. 63550 Fish Glue,
http://www.kremerpigmente.de/intl.catalog/63550e.htm.
32. Satas, D., Tracton, Arthur A. (2001), Coatings Technology Handbook 2nd Ed,
Revised and Expanded, New York: Marcel Dekker, Inc.
33. Fennema, O. R. (1996), Food Chemistry Third Edition, New York: Marcel
Dekker, Inc.
34. George T. Austin. (1984), Shreves Chemical Process Industries Fifth
Edition, Singapore: McGraw-Hill, Inc.
LAMPIRAN A
PROSEDUR ANALISIS
66
67
Cara kerja viskotester untuk mengukur viskositas fish glue adalah sebagai berikut:
1. Isi cup A sebanyak 460 mL untuk viskotester VT-03E dan gelas kimia JIS
300 ml dengan 350 ml sampel untuk viskotester VT-04E.
2. Pegang viskotester satu tangan atau pasang ke optional stand (VA 04).
Untuk memastikan viskotester tepat berada dalam posisi horizontal,
pastikan gelembung (waterpass) di dalam level gauge berada tepat di
lingkaran merah.
3. Rotor dipasang di tengah cup dan masuk hingga ke bagian tengah sampel.
4. Gerakkan meter needle clamp dengan arah yang berlawanan arah panah.
5. Gerakkan tombol power ke ON.
6. Viscosity indicator needle akan bergerak ke kanan dan kemudian berhenti
pada posisi yang menunjukkan viskositas sampel. Baca viskositasnya di
display yang sesuai dengan nomor rotor yang digunakan.
7. Meter needle clamp digerakkan sesuai arah panah untuk mengunci jarum
penunjuk ke posisi awal.
A.3 Analisis pH
Analisis pH fish glue diukur menggunakan pHmeter Mettler Toledo.
Spesifikasi pHmeter Mettler Toledo dapat dilihat pada Tabel A.1 dan gambar
alatnya dapat dilihat dari Gambar A.4.
Tabel A.1 Spesifikasi pHmeter Mettler Toledo
pH 0.00 - 14.00
Rentang Pengukuran
mV 1999 mV
pH 0.01
Resolution mV 1
Temp. 0.1
pH 0.01
Ketelitian Relatif mV 1 mV
Temp. 0.4 C
Kondisi Input Impedance >1012 ohms
Rentang Temp. -5.0 - 105.0 C
71
b. Analisis Tempuhan 1
t mpikno mpikno+gelatin mgelatin Vpiknometer gelatin
(jam ke) pH (cP) kosong(g) (g) (g) (mL) (g/mL)
12 4.22 1.4 28.4661 85.1237 56.6576 55.4199861 1.02233154
14 4.28 1.4 28.4661 85.0944 56.6283 55.4199861 1.02180285
16 4.25 1.4 28.4661 85.1592 56.6931 55.4199861 1.02297211
18 4.23 1.4 28.4661 85.786 57.3199 55.4199861 1.03428211
2. TEMPUHAN 2
a. Waktu Ekstraksi
75
76
b. Analisis Tempuhan 2
3. TEMPUHAN 3
a. Waktu Ekstraksi
b. Analisis Tempuhan 3
t (jam mpikno mpikno+gelatin mgelatin Vpiknometer gelatin
ke) pH (cP) kosong(g) (g) (g) (mL) (g/mL)
12 4.04 tak terbaca 29.5525 85.3257 55.7732 54.9900 1.0142
14.5 4.14 tak terbaca 29.5525 85.3445 55.792 54.9900 1.0146
16 4.16 tak terbaca 29.5525 85.31145 55.75895 54.9900 1.0140
18 4.21 tak terbaca 29.5525 85.27255 55.72005 54.9900 1.0133
4. TEMPUHAN 4
a. Waktu Ekstraksi
mgelas kosong mgelatin
t (jam) (g) mgelas+gelatin(g) (g)
0 67.341 77.23905 9.89805
1 67.3533 77.01435 9.66105
2 67.3588 77.05215 9.69335
3 67.36 77.02214 9.66214
4 67.3635 76.9994 9.6359
5 67.3625 77.0225 9.66
6 67.3656 77.0456 9.68
7 67.3672 77.0893 9.7221
8 67.3645 77.0129 9.6484
9 67.3647 77.0982 9.7335
10 67.3653 76.92345 9.55815
11 67.3613 77.00825 9.64695
12 67.36 77.0129 9.6529
13 67.3607 76.97395 9.61325
14 67.3647 77.08065 9.71595
15 67.3666 77.11655 9.74995
16 67.3622 77.1054 9.7432
b. Analisis Tempuhan 4
t (jam mpikno mpikno+gelatin mgelatin Vpiknometer gelatin
ke) pH (cP) kosong(g) (g) (g) (mL) (g/mL)
0 4.45 13 28.5755 85.1167 56.5412 55.2753 1.0229
12 4.38 2.2 28.5755 84.93655 56.36105 55.2753 1.0196
14 4.37 2.2 28.5755 85.2683 56.6928 55.2753 1.0256
78
Hasil evaporasi
mgelatin 116.8415 g
pH 4.29
tidak bisa diukur (lar tdk cukup banyak)
2. TEMPUHAN 6
Analisis pelarut untuk perendaman
pH 4.73
2.8 cP
mpikno kosong 28.7521 g
mpikno+air 83.6209 g
mair 54.8688 g
air (25C) 0.99708 g/mL
Vpikno 55.02949 mL
mpikno+gelatin 84.0366 g
mgelatin 55.2845 g
gelatin 1.004634 g/mL
Hasil Ekstraksi
Penampakan : putih kekuningan, encer, di bawahnya terbentuk endapan
m gelatin yang
berkurang 44.4 g
pH 4.9
1.75 cP
mpikno+gelatin 83.8125 g
mgelatin 55.0604 g
gelatin 1.000562 g/mL
79
Analisis Lowry
Pelarut %T
Setelah perendaman 80.5
Setelah ekstraksi 72.5
3. TEMPUHAN 7
Penampakan
Setelah perendaman Tulang kurang lengket dibandingkan dengan asam asetat 5%
Setelah pembilasan Banyak sisa-sisa daging mengapung (pelarut menarik daging dengan cepat)
Setelah evaporasi Pelarutnya berminyak (lemak juga tertarik)
Analisis
Pelarut hasil perendaman
pH 3.63
1.5 cP
mpikno kosong 28.3814 g
mpikno+air 83.5088 g
mair 55.1274 g
air (25C) 0.99708 g/mL
Vpikno 55.28884342 mL
mpikno+gelatin 84.8897 g
mgelatin 56.5083 g
gelatin 1.022056106 g/mL
Pelarut hasil ekstraksi
pH 3.4
4 cP
mpikno+gelatin 84.9286 g
mgelatin 56.5472 g
gelatin 1.022759683 g/mL
Pelarut setelah evaporasi
pH 3.43
3.5 cP
m yang berkurang 41.7 g
m pikno+gelatin 84.9382 g
m gelatin 56.5568 g
gelatin 1.022933317 g/mL
Analisis Lowry
Pelarut %T
Setelah perendaman 99.5 pengenceran 5x
Setelah ekstraksi 76.1 pengenceran 5x
80
4. TEMPUHAN 8
Penampakan
Setelah perendaman Pelarutnya berwarna putih
Setelah evaporasi Terbentuk dua fasa, atas: bening, bawah: serbuk putih
Analisis
Pelarut setelah evaporasi
m yang berkurang 40.9 g
pH 4.39
3 cP
mpikno kosong 28.5591 g
mpikno+air 83.4572 g
mair 54.8981 g
air (25C) 0.99708 g/mL
Vpikno 55.05887191 mL
mpikno+gelatin 84.355 g
mgelatin 55.7959 g
gelatin 1.013386182 g/mL
Analisis Lowry
Pelarut %T
Setelah perendaman 49.9 pengenceran 5x
Setelah ekstraksi 0.5 tanpa pengenceran
5. TEMPUHAN 9
Perendaman
Pelarut Asam asetat 5%
F:S 1:3
T (C) 25 (suhu ruang)
Setelah direndam, dibilas menggunakan air, air bilasan dibuang.
Ekstraksi
Pelarut air
F:S 1:3
T (C) 90
Waktu ekstraksi 3 jam
Terbentuk 2 fasa, yaitu padatan di bawah dan
Penampakan cairan
sedikit keruh
Padatannya lebih sedikit dibandingkan RUN 8
81
Evaporasi
t (jam) Penampakan Padatan Penampakan Larutan
1 s.d. 5 Terbentuk 2 fasa lagi --> dipisahkan Sama seperti semula
6 50 g dipindahkan ke tempat lain Sama seperti semula
untuk mempercepat evaporasi Sama seperti semula
7,8 Semakin kental, masih ada pelarut Sama seperti semula
Dianalisis pH, viskositas, dan
9 Semakin kental, masih ada pelarut densitas
10,11 (pk 21.00) Sama seperti sebelumnya -
pk 09.00 Masih ada pelarutnya -
pk 15.00 Kering berupa cake padat (tp tidak -
berbentuk serbuk) -
Analisis kadar protein Analisis kadar protein
Analisis Larutan
pH 4.12
(cP) 2.5
m pikno kosong 28.6160 g
m pikno+air 83.769 g
m pikno+gelatin 84.254 g
m air 55.1530 g
air (25C) 0.99708 g/mL
Vair = Vpikno 55.314518 mL
m gelatin 55.6380 g
gelatin 1.005848 g/mL
Analisis Lowry
%T
Padatan 60.6 pengenceran 6x
Larutan 67.7 pengenceran 5x
6. TEMPUHAN 10
Perendaman
Pelarut Asam asetat 5%
F:S 1:1
T (C) 25 (suhu ruang)
Waktu
perendaman 24 jam
Setelah direndam, dibilas menggunakan air, air bilasan dibuang.
82
Ekstraksi
Pelarut air
F:S 1:1
T (C) Truang
Waktu ekstraksi 3 jam
Terbentuk cairan yang sangat viscous, dapat
Penampakan digunakan
untuk mengelem
Evaporasi
T (C) 50C
Lama evaporasi 24 jam
Cairan menjadi encer dan terbentuk gumpalan-
Penampakan gumpalan
putih (gelatin menjadi rusak)
ANALISIS LOWRY
Pelarut %T
Air bilasan 85.2 pengenceran 3x
Setelah ekstraksi 92 pengenceran 5x
Setelah evaporasi 73.2 pengenceran 5x
7. TEMPUHAN 11
Perendaman
Pelarut Asam asetat 5%
F:S 1:1
T (C) 25 (suhu ruang)
Waktu
perendaman 24 jam
Setelah direndam, dibilas menggunakan air, air bilasan dibuang.
Ekstraksi
Pelarut air
F:S 1:1
T (C) Truang
Waktu ekstraksi 3 jam
Penampakan Terbentuk cairan yang sangat viscous, dapat digunakan
untuk mengelem
83
ANALISIS
pH 4.51
(cP) 2000
m gelas kosong 63.0704 g
m pikno+air 161.2784 g
m pikno+gelatin 158.5912 g
m air 98.2080 g
air (25C) 0.99708 g/mL
Vgelas =
Vpikno 98.49561 mL
m gelatin 95.5208 g
gelatin 0.969798 g/mL
ANALISIS LOWRY
Pelarut %T
Air bilasan 100 tanpa pengenceran
Pelarut perendaman 61.5 pengenceran 2x
Ekstrak 20.3 tanpa pengenceran
C(ppm) %T A
10 72 0.14267
25 57 0.24413
30 41.6 0.38091
40 32.8 0.48413
60 14.9 0.82681
90 13.7 0.86328
LAMPIRAN C
GRAFIK
10.2
massa gelatin
10
9.8
(g)
9.6
9.4
9.2
9
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
w aktu (jam )
2. TEMPUHAN 2
9.9
9.8
(g)
9.7
9.6
9.5
0 2 4 6 8 10
w aktu (jam )
3. TEMPUHAN 3
9.9
9.8
(g)
9.7
9.6
0 5 10 15
w aktu (jam )
85
86
4. TEMPUHAN 4
w aktu (jam )
4.3
4.28
4.26
pH
4.24
4.22
4.2
0 5 10 15 20
w aktu (jam )
1.035
1.03
1.025
1.02
0 5 10 15 20
w aktu (jam )
87
2. TEMPUHAN 3
4.25
4.2
4.15
pH
4.1
4.05
4
0 5 10 15 20
w aktu (jam )
1.0148
r gelatin (g/mL)
1.0146
1.0144
1.0142
1.0140
1.0138
1.0136
1.0134
1.0132
0 5 10 15 20
w aktu (jam )
3. TEMPUHAN 4
4.46
4.44
4.42
pH
4.4
4.38
4.36
0 5 10 15
w aktu (jam )
88
15
viskositas (cP)
10
5
0
0 5 10 15
w aktu (jam )
1.0260
1.0250
densitas (g/mL)
1.0240
1.0230
1.0220
1.0210
1.0200
1.0190
0 5 10 15
w aktu (jam )
Kurva Standar
y = 0.0005x
3 R2 = 0.2563
2.5
absorbans
2
1.5
1
0.5
0
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000
konsentrasi (ppm )
LAMPIRAN D
CONTOH PERHITUNGAN
89
90
= (83,7078 - 28,4661) g
= 55,2417 g
Densitas air pada T ruang 26C = 0,996783 g/mL
m air
Vair = Vpiknometer =
air
55,2417 g
=
0,996783 g / mL
= 55,41999 mL
m piknometer + gelatin = 85,1237 g
m gelatin = m piknometer + gelatin - m gelatin
= (85,1237 - 28,4661) g
= 56,6576 g
m gelatin
gelatin =
V piknometer
56,6576 g
=
55,41999 mL
= 1,0223 g/mL