Anda di halaman 1dari 4

Menurut National Diabetes Fact Sheet 2014, total prevalensi diabetes di Amerika tahun

2012 adalah 29,1 juta jiwa (9,3%). Dari data tersebut 21 juta merupakan diabetes yang terdiagnosis
dan 8,1 juta jiwa atau 27,8% termasuk kategori diabetes melitus tidak terdiagnosis. International
Diabetes Federation (IDF) tahun 2012 menyatakan bahwa prevalensi diabetes melitus di Indonesia
sekitar 4,8% dan lebih dari setengah kasus DM (58,8%) adalah diabetes melitus tidak terdiagnosis.
IDF juga menyatakan bahwa sekitar 382 juta penduduk dunia menderita diabetes melitus pada
tahun 2013 dengan kategori diabetes melitus tidak terdiagnosis adalah 46%, diperkirakan
prevalensinya akan terus meningkat dan mencapai 592 juta jiwa pada tahun 2035.

Berdasarkan Diabetes Atlas 6th Edition (2013) dalam Gatot (2014), Indonesia menduduki
peringkat ketiga jumlah penderita diabetes terbanyak di kawasan Asia setelah China dan India.Diperkirakan
5,6 persen penduduk Indonesia atau sekitar 8,5 juta orang menderita diabetes. Jumlah tersebut diperkirakan
meningkat 14 juta orang atau sekitar 6,7 persen di tahun 2035. Di Indonesia saat ini sekitar 90 persen
diabetes yang disandang adalah tipe II.

Tingginya prevalensi penderita DM di Indonesia memunculkan berbagai upaya


pengobatan, baik pengobatan farmakologis maupun non farmakologis. Pengobatan secara
farmakologis memerlukan biaya yang mahal dan menimbulkan efek samping. Sedangkan
pengobatan tradisional atau alternatif tidak meggunakan biaya yang mahal dan tidak memiliki efek
samping (Purwatresna, 2012).
Salah satunya adalah terapi non farmakologi. Malviya et al. (2010) menyatakan terdapat
banyak tumbuhan obat yang dilaporkan bermanfaat dan digunakan sebagai agen anti diabetes
secara empiris. Kandungan senyawa kimia dalam tumbuhan dilaporkan aman untuk penderita
diabetes melitus. Penelitian tentang penemuan agen anti diabetes baru dari tumbuhan masih terus
dilakukan, walaupun telah diketahui lebih dari 400 tumbuhan memiliki aktivitas hipoglikemik.
Salah satu tanaman obat anti diabetes yang belum banyak diteliti secara ilmiah adalah tanaman
sirsak.
Perkembangan obat modern berkembang cukup pesat, namun potensi obat tradisional yang
berasal dari tumbuhan masih tetap tinggi. Hal ini dikarenakan obat tradisional dapat diperoleh tanpa resep
dokter, dapat diramu sendiri, bahan baku tidak perlu diimpor dan tanaman obat dapat ditanam sendiri oleh
pemakainya (Djauhariya dan Hernani, 2004). Meningkatnya perkembangan produksi obat-obatan baik
modern maupun tradisional turut dipengaruhi dengan adanya kesadaran masyarakat yang semakin
meningkat tentang manfaat tanaman sebagai obat. Masyarakat semakin menyadari pentingnya kembali ke
alam (back to nature) dengan memanfaatkan obat-obat alami. Banyak masyarakat juga mulai meningkatkan
derajat kesehatannya dengan mengkonsumsi produk alami (Djauhariya dan Hernani, 2004).

Beberapa negara di Asia dan Amerika Latin sudah banyak menggunakan obat-obatan
herbal unutk melengkapi pengobatan modern yang mereka miliki. Bahkan di Afrika, obat obatan
herbal digunakan sebagai pengobatan primer. Di negara maju, orang-orang sudah mulai beralih
pada penggunaan obat herbal (Bayu dan Anki Novairi, 2013). Di Indonesia, potensi penggunaan
obat-obatan tradisional sangat besar. Diketahui ada sekitar 5.131.100 spesies tanaman obat di
Indonesia. Jumlah itu kurang lebih mencapai 15% dari total jumlah spesies tanaman obat di seluruh
dunia. Meskipun begitu, banyak masyarakat yang belum sadar dengan khasiat tanaman yang
tumbuh banyak di sekitarnya. Beberapa dari mereka menganggap bahwa tanaman yang tumbuh
secara liar di sekitar tempat tinggal mereka adalah gulma, contohnya krokot, teki, alang-alang,
patikan kebo, daun sendok, dan sidagur. Padahal bagi para herbalis, tumbuhan tumbuhan yang
seolah-olah tak berguna tersebut begitu familiar sebagai penggempur aneka penyakit. (Kusuma
dan Zaky, 2012)

Menurut data hasil Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas, 2013) terdapat 0,6 % penduduk usia
15 tahun keatas atau sekitar 1 juta orang yang sebenarnya merasakan gejala Diabetes Melitus
seperti sering haus, sering buang air kecil dengan jumlah banyak dan peburunan berat badan dalam
sebulan terakhir namun belum bisa dipastikan menderita diabetes. Jika Diabetes Melitus sudah
dirasakan pada usia muda, tentunya resiko penurunan fungsi kognitif semakin besar terjadi.
Prevalensi kejadian DM di Propinsi Jawa Tengah dengan jumlah penderita DM tertinggi
sebanyak 8.843 jiwa berada di Kabupaten Semarang dengan angka kejadian DM berulang paling
tinggi di wilayah kerja Puskesmas Pringapus sebanyak 1.387 kali selama tahun 2014 (Profil Dinas
Kesehatan Kabupaten Semarang, 2014).
Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kota Surakarta pada tahun 2009 penderita DM di
puskesmas sebanyak 12.685 kasus dan di rumah sakit sebanyak 29.165 kasus. Jika dihitung
prevalensinya maka diperoleh angka sebesar 4.362 per 100.000 penduduk lebih besar dari penyakit
menular yang hanya 465 per 100.000 penduduk. Hal ini menunjukan bahwa pola penyakit
masyarakat masih bergeser ke arah penyakit degeneratif. Kelompok umur yang terserang penyakit
DM adalah 15-65 tahun (Dinkes Surakarta, 2010).

I. TINJAUAN PUSTAKA
1) Klasifikasi Botani Petai
Kasifikasi botani petai adalah sebagai berikut (Plantamor, 2008):
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae (suku polong-polongan)
Genus : Parkia
Spesies : Parkia speciosa Hassk
2) Manfaat Petai
Petai memiliki tiga macam kandungan gula alami, yaitu sukrosa, fruktosa, dan glukosa
yang dikombinasikan dengan serat sehingga mampu memberikan dorongan tenaga yang
instan, namun cukup lama dan cukup besar efeknya. Manfaat dari petai itu sendiri antara
lain mengurangi: tingkat depresi, gigitan nyamuk, PMS (Premenstrual Syndrome) dengan
menstimulasi produksi sel darah merah dan membantu bila terjadi anemia, luka lambung,
obat mabuk, tekanan darah tinggi, dan SAD (Seasonal Affective Disorder) (Winarno,
1995).
3) Kandungan Gizi Kulit Petai
Bagian kulit petai diketahui juga memilki manfaat sebagai antioksidan, antidiabetik, dan
antiangiogenik karena di dalamnya mengandung senyawa fenol dan flavonoid dalam
jumlah yang besar. Ekstrak metanol dari kulit petai menunjukkan efek antiangiogenik
secara signifikan (Karim dan Azrina, 2012). Kandungan fenol pada kulit petai lebih
banyak jika dibandingkan kandungan biji petai. Perbandingannya dari 100 gram bahan, biji
petai menghasilkan 20 persen fenol, sedangkan kandungan fenol kulit petai dua kali
lipatnya, yaitu 40 persen. Fenol dari kulit petai itu bisa menghancurkan radikal bebas jenis
Diphenyl Picril Hydrazil Hydrate (DPPH) yang bisa menyebabkan kanker (Kurniawan,
2012).

Gambar 1. Kulit Petai (Nus, 2011)

Chrystie (2013)

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Herba Krokot (Portulaca oleracea L.) terhadap Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil fitokimia ekstrak herba krokot secara kualitatif, dan
mengetahui pengaruh ekstrak herba krokot terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus FNCC 0047 dan Escherichia
coli FNCC 0091.

Gazali (2016)

Isolasi Senyawa Antibakteri Ekstrak Etanol Akar Krokot (Portulaca oleracea Linn) Menggunakan Bakteri Uji
Staphylococcus aureus

Aktivitas Antioksidan Dan Uji Organoleptik Minuman Herbal Ekstrak Tanaman


Krokot (Portulaca oleracea L.) Dengan Variasi Penambahan Daun Stevia Dan
Kelopak Bunga Rosella
Fitriani, Eka Wahyu and , Dra. Suparti M,Si (2016) Aktivitas Antioksidan Dan Uji Organoleptik Minuman Herbal
Ekstrak Tanaman Krokot (Portulaca oleracea L.) Dengan Variasi Penambahan Daun Stevia Dan Kelopak
Bunga Rosella. Skripsi thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

PENGARUHEKSTRAK KULIT PETAI (Parkiaspeciosa ) SEBAGAI


ANTIOKSIDAN ALAMI PADAPEMAKAIAN MINYAK GORENG DEEP FRYING
TERHADAP KADAR MDAHEPARMENCIT (Musmusculus)

RAMADANI, GUSTI (2014) PENGARUHEKSTRAK KULIT PETAI (Parkiaspeciosa ) SEBAGAI ANTIOKSIDAN


ALAMI PADAPEMAKAIAN MINYAK GORENG DEEP FRYING TERHADAP KADAR MDAHEPARMENCIT
(Musmusculus). Other thesis, University of Muhammadiyah Malang.

Anda mungkin juga menyukai