Oleh
RANI YOSILIA
Skripsi
pada
Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2013
ABSTRAK
Oleh
Rani Yosilia
diantaranya pemanfaatan lahan kering dan perbaikan varietas. Salah satu upaya
Penelitian ini bertujuan untuk (1) menghitung besarnya ragam genetik dan
mampu dijadikan sebagai tetua perakitan padi inbrida dan hibrida; (3)
yang sama. Masing-masing kelompok ulangan terdiri atas 9 sampel tanaman yang
pengamatan diuji dengan uji Bartlett dan Levene untuk kehomogenan ragam. Bila
hasil analisis uji pada analisis ragam nyata pada P 0,01 atau 0,05 maka
dilakukan pemeringkatan nilai tengah dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ).
(SAS) 9.1 for windows. Besarnya ragam genetik dan heritabilitas broad-sense
diduga berdasarkan kuadrat nilai tengah (KNT) harapan pada analisis ragam
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) semua peubah yang diamati mampu
tetua perakitan padi hibrida dan inbrida; (3) jumlah bulir total berkorelasi dengan
peningkatan produksi sehingga dapat dijadikan sebagai peubah pada seleksi tidak
langsung;
Halaman
ABSTRAK
RIWAYAT HIDUP
SANWACANA ...................................................................................... i
DAFTAR ISI .......................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .................................................................................. v
I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang dan Masalah ....................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ......................................................................... 5
1.3 Kerangka Pemikiran .................................................................... 6
1.4 Hipotesis ...................................................................................... 8
iii
Halaman
LAMPIRAN ........................................................................................... 50
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Berbagai macam kandungan unsur hara yang dikandung oleh
beberapa pupuk kandang. ................................................................ 12
2. Pendugaan ragam genetik dan heritabilitas broad-sense
berdasarkan nilai KNT harapan pada hasil analisis ragam. ............ 24
3. Rekapitulasi kuadrat nilai tengah untuk peubah vegetatif. ............. 30
4. Rekapitulasi kuadrat nilai tengah untuk peubah generatif. ............. 31
5. Rekapitulasi kecepatan berbunga berdasarkan beda jarak tercepat
dengan jarak terlama. ...................................................................... 33
6. Peringkat Varietas-QTL Berdasarkan BNJ0.05. ................................ 34
7. Nilai dugaan ragam genetik, galat baku, koefisien keragaman genetik,
heritabilitas, karakter vegetatif dan generatif. ................................ 38
8. Korelasi untuk karakter vegetatif dan generatif. ............................. 41
9. Rerata data penelitian tiap varietas-QTL untuk setiap ulangan. .... 50
10. Uji Bartlett dan Levene untuk kehomogenan varietas-QTL. .......... 54
11. Analisis ragam untuk jumlah anakan produktif. ............................. 55
12. Analisis ragam untuk jumlah anakan non produktif. ...................... 55
13. Analisis ragam untuk jumlah anakan total. ..................................... 55
14. Analisis ragam untuk tinggi tanaman. ............................................. 55
15. Analisis ragam untuk jumlah malai. ................................................ 56
16. Analisis ragam untuk bobot kering malai. ...................................... 56
17. Analisis ragam untuk bobot bulir isi. .............................................. 56
18. Analisis ragam untuk bobot bulir hampa. ....................................... 56
19. Analisis ragam untuk bobot bulir total. ........................................... 57
20. Analisis ragam untuk bobot 100 bulir isi. ....................................... 57
21. Analisis ragam untuk jumlah bulir isi. ............................................ 57
22. Analisis ragam untuk jumlah bulir hampa. ..................................... 57
23. Analisis ragam untuk jumlah bulir total. ......................................... 58
24. Analisis ragam untuk jumlah bulir per malai. ................................. 58
25. Analisis ragam untuk produksi per meter. ...................................... 58
26. Deskripsi varietas padi Sarinah. ...................................................... 59
27. Deskripsi varietas padi IR64. .......................................................... 60
28. Deskripsi varietas padi Ciherang. ................................................... 61
29. Deskripsi varietas padi Ciliwung. ................................................... 62
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Vi
I. PENDAHULUAN
Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu makanan pokok di
merupakan hasil olahan padi sebagai makanan utamanya. Sehingga padi menjadi
Tahun 2005 Indonesia merupakan negara peringkat ketiga sebagai produsen padi
terbesar setelah Cina dan India dengan persentase sebesar 9 % yaitu sebanyak 54
Beras sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia sejak tahun 1950 semakin
diversifikasi pangan. Hal ini terlihat bahwa pada tahun 1950 konsumsi beras
nasional sebagai sumber karbohidrat baru sekitar 53 % namun pada tahun 2011
telah mencapai sekitar 95 %. Data BPS tahun 2011 menunjukkan bahwa tingkat
perhatian serius. Rata-rata produktivitas padi gogo 2,56 t/ha, jauh dibawah
produktivitas padi sawah 4,57 t/ha. Luas total daratan Indonesia 188,2 juta ha dan
148 juta ha diantaranya merupakan lahan kering. Sampai saat ini, kontribusi
Perbaikan sifat fisik dan kimia tanah untuk meningkatkan produktivitas lahan
(Barus, 2012).
memiliki peran penting di tanah karena: (1) membantu menahan air, sehingga
ketersediaan air tanah lebih terjaga, (2) meningkatkan kapasitas tukar ion sehingga
tanah menjadi lebih gembur atau remah, yang akan memperbaiki aerasi tanah dan
hewan tanah lainnya yang sangat membantu proses dekomposisi bahan organik
tanah.
3
dalam beberapa tipe padi, yaitu padi inbrida (varietas unggul lokal, varietas
unggul baru (VUB), varietas unggul tipe baru (VUTB)) dan padi hibrida. Hal ini
pokok sebagian besar penduduk. Yang berkembang di kalangan petani pada saat
ini adalah VUB yang hasilnya berkisar 7 8 t/ha, kemudian disusul VUTB
dengan hasil antara 8 9 t/ha dan selanjutnya jenis hibrida hasilnya di atas 9 t/ha
(Mudjisihono, 2009).
upaya untuk mengidentifikasi lokasi di dalam segmen DNA, yang terdapat gen
karakter penting dalam tanaman seperti hasil dan komponen hasil, toleransi
cekaman biotik dan abiotik serta karakter agronomi lainnya pada umumnya
mengendalikan suatu karakter (Mohan dkk., 1997 dalam Susanto dkk., 2009).
jauh lebih baik daripada kedua tetuanya. Padi segregan transgresif memiliki
tahan terhadap tanah podsolik merah kuning (PMK), dan tahan terhadap hama dan
penyakit endemik seperti blas Pyricularia dan hawar daun Xanthomonas (Hikam
Analisis QTL yang ingin dilihat pada penelitian ini adalah tinggi tanaman, jumlah
anakan dan jumlah bulir. Namun, ketiga QTL ini yang diharapkan ada pada
lokasi yang berbeda, yaitu di Way Jepara Lampung Timur dengan kondisi sawah
tadah hujan (Lingkungan I), Tulang Bawang Barat dengan kondisi sawah irigasi
(Lingkungan II), dan pada lahan sawah baru di Politeknik Negeri Lampung atau
penyimpangan dapat terjadi apabila suatu varietas tertentu ditanam pada kondisi
yang tinggi pada areal pertanaman. Penyimpangan tersebut dapat disebabkan oleh
dua hal, yaitu faktor genetik (menurun ke zuriat) dan faktor lingkungan (tidak
memberikan keragaan akhir atau fenotipe suatu karakter. Heritabilitas dari suatu
dengan ragam genetik dan heritabilitas broad-sense pada padi varietas unggul
(2) Apakah terdapat varietas yang dapat dijadikan sebagai tetua pada perakitan
(3) Apakah terdapat korelasi antara QTL tinggi tanaman, jumlah anakan, dan
jumlah bulir pada tanaman padi varietas unggul nasional terhadap peningkatan
(1) Mendapatkan nilai ragam genetik dan heritabilitas broad-sense pada padi
ragam genetik dan heritabilitas broad-sense pada padi varietas unggul nasional
(2) Mendapatkan varietas yang dapat dijadikan sebagai tetua pada perakitan padi
(3) Mendapatkan korelasi antara QTL tinggi tanaman, jumlah anakan, dan jumlah
lahan sawah. Kondisi pada lingkungan sawah tersebut tergenang air sepanjang
waktu terkecuali pada saat menjelang panen. Ketersediaan air yang harus cukup
menjadi kendala pada lahan sawah. Hal ini disebabkan kurangnya pengelolaan air
sehingga pada musim hujan terjadi kelebihan air yang mengakibatkan banjir
kekeringan.
Lingkungan II dan Lingkungan III yang ketiganya terdapat pada lahan sawah,
baik sawah irigasi maupun lahan sawah tadah hujan dan sawah baru didapatkan
varietas unggul nasional yang memiliki beberapa QTL yakni tinggi tanaman,
jumlah bulir, dan jumlah anakan yang secara konsisten tersegregasi pada kedua
lingkungan tersebut.
QTL (Quantitative Trait Loci) merupakan suatu bagian pada kromosom yang
saling terkait dengan suatu variasi yang ditunjukkan oleh suatu sifat kuantitatif.
Sifat kuantitatif terbentuk dari banyak gen dengan pengaruh yang kecil dan
penyimpangan dapat terjadi apabila suatu varietas tertentu ditanam pada kondisi
yang tinggi. Penyimpangan tersebut dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu faktor
Untuk melihat pengaruh faktor genetik tersebut maka pada penelitian kali ini,
akan dilakukan uji coba penanaman pada lahan kering (gogo) yang diberi
kurangnya intensitas matahari dan cekaman kekeringan menjadi salah satu faktor
penghambat terpenting pada kondisi lahan ini. Untuk mengatasi hal tersebut
maka pada penelitian kali ini dilakukan penanaman pada lahan terbuka yang tidak
ternaungi dan diberikan tambahan bahan organik yang berasal dari pupuk kandang
sapi. Fungsi pupuk organik terutama pupuk kandang sapi ini memiliki
kekeringan dapat dikurangi dan mampu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi
tanah.
Dengan penggunaan bahan organik ini diharapkan segregasi yang terjadi pada tiga
atau QTL yang diinginkan mampu terjadi dan konsisten diturunkan ke generasi
terhadap fenotipe maka nilai heritabilitas dari penelitian ini perlu diketahui.
8
1.4 Hipotesis
(1) Terdapat nilai ragam genetik dan heritabilitas broad-sense pada padi varietas
genetik dan heritabilitas broad-sense pada padi varietas unggul nasional pada
(2) Terdapat varietas yang dapat dijadikan sebagai tetua pada perakitan padi
(3) Terdapat korelasi antara peubah QTL tinggi tanaman, jumlah anakan dan
jumlah bulir pada tanaman padi varietas nasional terhadap hasil produksi
propinsi yaitu Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Banten, Nusa
penyebaran lahan yang terluas terdapat di Kalimantan Barat (2,2 juta ha) dan
Sumatera Selatan (1,4 juta ha). Padi gogo umumnya tidak ditanam secara
hortikultura. Di Sumatera Selatan, padi gogo ini sering ditanam sebagai tanaman
sela pada perkebunan karet muda berumur 1 3 tahun (Puslitbang Tanah dan
Agroklimat, 2005).
Seperti yang diungkapkan oleh Prasetyo (2002) dan Yoshida (1975) dalam
Nazirah (2008), padi gogo merupakan salah satu ragam budidaya padi pada lahan
kering. Padi gogo umumnya ditanam satu kali dalam setahun yakni pada
10
saat awal musim hujan. Para petani menanam padi gogo varietas lokal yang
tahan rebah, mudah rontok, berdaya hasil rendah dan kurang toleran terhadap
kekeringan. Masalah lainnya pada budidaya padi gogo adalah tanaman lebih
pendek, jumlah anakan produktif lebih sedikit, luas daun lebih kecil, pembungaan
lebih lambat, persentase gabah hampa tinggi dan indeks panen yang rendah jika
Selain kendala tersebut padi gogo juga mengalami berbagai macam kendala lain,
yakni intensitas cahaya rendah, karena biasanya padi gogo ditanam sebagai
terjadi di lingkungan gogo. Dari semua kendala tersebut, intensitas cahaya dan
oleh Suparyono dan Setyono (2007), air untuk tanaman padi gogo sangatlah sulit
diatur karena sumber air berasal dari curah hujan yang datangnya tidak menentu
tergantung cuaca. Pada saat musim hujan, air cenderung berlimpah bahkan
kesuburan tanah yang rendah. Pemupukan yang tepat dan seimbang merupakan
salah satu cara untuk memperbaiki kesuburan tanah. Namun akhir-akhir ini
11
timbul permasalah akibat dampak negatif dari pupuk terutama pupuk anorganik.
Pupuk kandang sapi berasal dari kotoran padat dan cair (urin) ternak sapi
yang telah bercampur dengan sisa-sisa makanan dan material alas kandang
(Musnamar, 2004). Pupuk kandang sapi dapat memperbaiki sifat kimia tanah
mengandung unsur hara makro maupun unsur hara mikro walaupun jumlahnya
jika dibandingkan dengan pupuk anorganik seperti (1) pupuk kandang sapi dapat
meningkatkan kadar bahan organik tanah, (2) meningkatkan nilai tukar kation, (3)
memperbaiki strutur tanah, (4) meningkatkan aerasi dan kemampuan tanah dalam
memegang air dan (5) menyediakan lebih banyak macam unsur hara seperti
nitrogen, fosfor, kalium dan unsur mikro lainnya (Tisdale dan Nelson, 1991 ) serta
antara lain : (1) kandungan unsur haranya yang rendah, (2) tersedia bagi tanaman
Berikut ini disajikan berbagai macam kandungan unsur hara yang dikandung oleh
Tabel 1. Berbagai macam kandungan unsur hara yang dikandung oleh beberapa
pupuk kandang.
Sumber Pukan N P K Ca Mg S Fe
Ppm
Sapi perah 0,53 0,35 0,41 0,28 0,11 0,05 0,004
Sapi pedaging 0,65 0,15 0,30 0,12 0,10 0,09 0,004
Kuda 0,70 0,10 0,58 0,79 0,14 0,07 0,010
Unggas 1,50 0,77 0,89 0,30 0,88 0,00 0,100
Domba 1,28 0,19 0,93 0,59 0,19 0,09 0,020
Sumber: Tan (1993).
Kandungan unsur hara yang bervariasi diatas berasal dari berbagai macam pupuk
kandang yang dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu: jenis ternak, makanan dan air
yang diberikan (jenis makanan), umur dan bentuk fisik ternak, alas kandang,
penyimpanan / pengelolaan.
Ada beberapa tipe padi yang dikembangkan saat ini, yaitu padi inbrida (varietas
unggul lokal, varietas unggul baru (VUB), varietas unggul tipe baru (VUTB)) dan
padi hibrida. Yang berkembang di kalangan petani pada saat ini adalah VUB
yang hasilnya berkisar 7 8 t/ha, kemudian disusul VUTB dengan hasil antara
8 9 t/ha dan selanjutnya jenis hibrida hasilnya di atas 9 t/ha. Hal ini bertujuan
zuriat hibridaF1 yang disebut breeder seed (BS). Zuriat hibrida selanjutnya
seed (FS). Sebagian dari benih FS yang ditanam akan disertifikat menjadi benih
certified seed (CS) sehingga dapat diturunkan menjadi extension seed (ES). Padi
sehingga dibuat stock seed (SS). Benih ES yang dicari berasal dari seleksi di
perbanyakan benih tidak menjadi masalah dan dapat dilakukan pada generasi self
> 9. Kelemahan perakitan kultivar inbrida terutama pada potensi genetik yang
tidak melebihi tetua terbaik dan kerentanan populasi terhadap serangan hama-
penyakit tanaman pada generasi self > 9 (Hikam 2011 dikutip oleh Suprayogi,
2011).
Trait Loci) membuktikan adanya lokus untuk gen-gen yang secara bersama
Lini padi tipe baru (PTB) pada dasarnya merupakan rekombinasi padi komersial
Varietas unggul memberikan manfaat teknis dan ekonomis yang banyak bagi
seragam sehingga panen menjadi serempak, rendemen lebih tinggi, mutu hasil
lebih tinggi dan sesuai dengan selera konsumen, dan tanaman akan mempunyai
ketahanan yang tinggi terhadap gangguan hama dan penyakit serta daya adaptasi
seperti pupuk dan pestisida (Suryana dan Prajogo, 1997 dalam Manrapi dan
Ratule, 2010).
Daradjat dkk., (2001) menggolongkan varietas padi sawah ke dalam empat tipe,
yaitu tipe Bengawan, tipe PB5, tipe IRxx, serta tipe IR64 yang tahan hama dan
padi sawah lebih ditekankan pada perbaikan varietas lokal, terutama untuk
memperpendek umur tanaman, sehingga dalam satu tahun dapat dilakukan panen
dua sampai tiga kali. Untuk memenuhi kecukupan pangan, mulai tahun 1970-an
dikembangkan padi yang memiliki sifat potensi hasil tinggi (tipe PB5). Kemudian
pada tahun 1975 1985 dikembangkan varietas padi dengan sifat produktivitas
15
tinggi serta tahan terhadap hama dan penyakit tanaman seperti IR36, dan IR42
mulai tahun 1985 dikembangkan varietas padi yang memiliki rasa enak seperti
IR64.
Karakteristik padi tipe baru menurut Peng dkk., (1994) dan Khush (1996) dalam
Susanto dkk., (2003) adalah potensi hasil tinggi, malai lebat ( 250 butir gabah
serempak, tanaman pendek ( 90 cm), bentuk daun lebih efisien, hijau tua,
senescence lambat, tahan rebah, perakaran kuat, batang lurus, tegak, besar, dan
berwarna hijau gelap, sterilitas gabah rendah, berumur genjah (100 130 hari),
beradaptasi tinggi pada kondisi musim yang berbeda, indeks panen (IP) mencapai
0,60, efektif dalam translokasi fotosintat dari source ke sink (biji), responsif
peta genetik dan fisik dari sekuensing genom yang secara kuat terpaut dengan
suatu sifat yang menjadi target dalam pemuliaan tanaman. Teknik MAS memiliki
kelebihan antara lain sifatnya yang stabil dan tidak terpengaruh lingkungan. MAS
dapat diujikan terhadap tanaman, bahkan pada saat tanaman masih muda, baik
berdasarkan fenotipe tanaman yang terpengaruh oleh musim, iklim mikro, spesifik
penting dalam tanaman seperti hasil dan komponen hasil, toleransi cekaman biotik
dan abiotik serta karakter agronomi lainnya pada umumnya bersifat kuantitatif
mengendalikan suatu karakter. Namun, sering kali dugaan lokasi tersebut masih
terlalu panjang sehingga diperlukan fine mapping untuk mencari lokasinya secara
detail beserta dengan markah penandanya. Fine mapping dapat dilakukan dengan
lines (Galur Substitusi Overlap). Fine mapping pada taraf yang detail dapat
(klonalisasi gen berdasarkan pemetaan) (Mohan dkk., 1997 dalam Untung dkk.,
2009).
Konsep sederhana dari identifikasi QTL dengan pautan lokus marker yakni
fenotipenya untuk sifat kuantitatif. Bila terdapat perbedaan pada fenotipe rata-rata
dengan marker gen. Aplikasi marker dapat terjadi satu demi satu ataupun
serempak. Jumlah QTL yang terdeteksi oleh pautan gen marker selalu lebih
sedikit disebabkan oleh dua QTL terpaut dekat satu sama lain dan muncul sebagai
17
satu kesatuan, atau juga malah tidak muncul akibat adanya dispersi (Daniel,
2009).
sifat-sifat penting yang berada pada dua atau lebih varietas berbeda. Zuriat
pertama (F1) dari suatu hasil persilangan umumnya homogen dan heterozigot,
lokus. Hasil perkawinan sendiri (selfing) zuriat F1, menghasilkan zuriat F2 yang
yang yang heterogen ini, terdapat genotipe hasil segregasi yang bersifat
diperoleh genotipe segregran transgresif homozigot untuk semua gen yang telah
mengalami fiksasi. Adanya pengaruh genotipe dan interaksi antara genotipe dan
tanaman. Oleh sebab itu, suatu individu tanaman dengan keragaan terbaik dalam
suatu populasi bersegregasi belum tentu akan menghasilkan populasi zuriat atau
18
famili dengan keragaan yang sama seperti induknya, apabila keragaan terbaik
pada induknya itu berasal dari kontribusi pengaruh lingkungan yang lebih besar.
paling sedikit enam generasi seleksi (S6), atau hingga mencapai sedikitnya
generasi kawin sendiri F7, untuk menghasilkan suatu galur harapan (Jambormias
Segregasi transgresif adalah segregasi gen pada sifat-sifat kuantitatif dari zuriat
hasil persilangan dua tetua yang memiliki jangkauan sebaran yang melampaui
jangkauan sebaran kedua tetuanya (Poehlman dan Sleper, 1996). Bila tidak ada
pengaruh lingkungan yang besar, maka secara teoritis suatu segregan transgresif
telah ada pada generasi segregasi F2 atau pada generasi seleksi S0.
sebaran, yaitu lebih kecil dari sebaran tetua dengan keragaan rendah, dan lebih
besar dari sebaran tetua dengan keragaan tinggi. Bila menggunakan seleksi
positif, misalnya seleksi untuk memperoleh varietas yang produksi bijinya tinggi,
kandungan protein biji tinggi, dan berbagai sifat yang ingin ditingkatkan nilai
fenotipenya, maka gugus segregan transgresif dengan keragaan yang lebih besar
sedangkan gugus segregan trasgresif dengan sebaran yang lebih kecil dari
keragaan tetua rendah dibuang. Keadaan sebaliknya berlaku untuk seleksi negatif,
Riry, 2009).
19
Tanaman yang tinggi dengan batang yang lemah akan rebah pada masa permulaan
tumbuh dan menjadi rebah pada pemupukan N dosis tinggi. Tanaman rebah
pengangkutan hara mineral dan fotosintat. Selain itu, susunan daun menjadi tidak
hampa. Tingginya hasil pada padi varietas unggul baru disebabkan oleh
Lin dkk., (2011) melaporkan bahwa terdapat 10 QTL yang mempengaruhi tinggi
tanaman (plant height) yakni pada kromosom pertama berada diantara E60551
dan RM1387, pada kromosom keenam yang berada diantara R3879 dan RM30
yang merupakan interval yang berdekatan dengan Qph6.2, RM30 dan RM340.
Kapasitas anakan merupakan salah satu sifat utama yang penting pada varietas-
rumpun yang mati dan mencapai indeks luas daun (ILD) dengan cepat. Sistem
anakan juga menjadi salah satu peubah potensi hasil. Menurut Tsunoda (1964);
sistem anakan yang tekumpul (tegak) akan lebih produktif daripada anakan
20
terserak hal ini disebabkan pada takaran N tinggi dan jarak tanam yang lebih
rapat, maka anakan yang lebih tegak akan lebih produktif. Namun sebaliknya,
anakan yang terserak akan lebih produktif pada pemupukan N dosis rendah dan
Pada analisis QTL, fenotipe jumlah anakan terdeteksi pada marker RZ730-RZ801
qBLASTa dan qBLASTads (Tabien dkk., 2002), r11a dan r11b dua QTL mayor
Jumlah bulir per malai merupakan komponen penting dalam sifat hasil padi.
Pemetaan QTL untuk jumlah bulir menggunakan data 3 musim pada set
rekombinan galur inbrida yang berasal dari persilangan antara Pusa 1266 bulir
tinggi) dan Pusa Basmati 1 (jumlah bulir rendah) mengidentifikasi satu gen yang
konsisten yaitu QTL qGN4-1 pada lengan panjang dari kromosom 4 yang
berpengaruh besar terhadap jumlah bulir. QTL ini bekerja sama dengan QTL
lokal tanaman padi tersebut dengan QTL utama untuk cabang primer dan
sekunder per malai, dan jumlah malai per tanaman. Interval QTL dipersempit
2.8 Heritabilitas
perbandingan atau proporsi ragam genetik terhadap ragam total (varian fenotipe),
yang biasanya dinyatakan dengan persen (%). Menurut Bahar dan Zein (1993)
besar, ini menunjukkan individu dalam populasi beragam sehingga peluang untuk
mengacu kepada peranan faktor genetik dan lingkungan terhadap pewarisan suatu
menunjukkan bahwa faktor genetik lebih besar terhadap penampilan fenotip bila
nilai heritabilitas akan semakin kecil (rendah). Untuk itu informasi sifat tersebut
lebih diperankan oleh faktor genetik atau faktor lingkungan, sehingga dapat
diketahui sejauh mana sifat tersebut dapat diturunkan pada generasi berikutnya.
22
Seberapa besar suatu sifat berhubungan dengan sifat yang lain dinyatakan dengan
perubahan atau diikuti oleh perubahan sifat yang lain. Dengan pengetahuan
karakter yang dinilai memiliki hubungan dengan tujuan akhir program pemuliaan,
misalnya karakter daya hasil, ketahanan terhadap penyakit, dan lain sebagainya.
Falconer dan Mackay (1997) membedakan adanya korelasi fenotipik dan genetik;
korelasi genetik yang merupakan korelasi antara nilai pemuliaan antara dua sifat
Benih Fakultas Pertanian, Universitas Lampung mulai dari bulan Desember 2012
Pada penelitian ini bahan yang digunakan adalah 10 varietas-QTL padi unggul
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah bambu yang diberi label sebagai
penanda padi yang diamati, kamera digital, irigasi springkel, alat tulis, meteran,
alat pembersih benih, amplop, plastik, alat penghitung benih, jala net dan
timbangan analitik.
24
dalam satu kelompok yang sama. Masing-masing kelompok ulangan terdiri dari 9
Selanjutnya dilakukan analisis ragam, data pengamatan diuji dengan uji Bartlett
dan Levene untuk kehomogenan ragam. Bila hasil analisis uji pada analisis ragam
nyata pada P 0,01 atau 0,05 maka dilakukan pemeringkatan nilai tengah dengan
uji Beda Nyata Jujur (BNJ). Besarnya ragam genetik dan heritabilitas broad-
sense diduga berdasarkan kuadrat nilai tengah (KNT) harapan pada analisis ragam
berdasarkan Hallauer dan Miranda (1986) yang dalam Hikam (2010) dengan
ragam genetik (2g) dan standar deviasi ragam genetik (GB) 2g menurut rumus
berikut
3.4.2 Penanaman
benih padi sebanyak 2 butir dalam satu lubang. Tutup kembali lubang tersebut.
diberikan setelah 3 minggu setelah tanam (MST) dengan dosis 5 t/ha diberikan
dengan cara ditaburkan disekitar tanaman padi. Pengendalian hama dan penyakit
dilakukan dengan cara manual, yakni dengan membuang tanaman yang terserang
penyakit dan membuang hama yang terdapat pada pertanaman. Selain itu juga
untuk mencegah serangan burung pemakan padi maka dilakukan pemasangan jala
net agar burung tidak dapat masuk ke areal pertanaman. Untuk pengendalian
gulma pun dilakukan dengan cara manual, yaitu dengan cara mencabut gulma
Penetapan sampel dilakukan pada saat masa vegetatif. Bambu yang sudah diberi
label ditancapkan pada 9 tanaman padi secara acak dalam satu blok yang dipilih
3.4.5 Pemanenan
Kriteria siap panen adalah daun bendera dan 90 % bulir padi telah menguning dan
butir gabah terasa keras bila ditekan. Apabila dikupas, tampak isi bulir gabah
berwarna putih dan tidak mengeluarkan cairan berwarna susu lagi. Panen
dilakukan dengan cara diarit hingga ke pangkal bawah batang. Kemudian malai
beserta bulir padi dipisahkan dari batang dan daun. Malai dan bulir padi
sampel.
Padi yang telah dipanen kemudian dikeringkan dengan cara dijemur selama
beberapa hari hingga kadar air mencapai 14 %. Kemudian benih yang telah
Gabah yang telah kering kemudian ditimbang bobot keringnya. Benih padi berisi
dipisahkan dengan bulir padi hampa menggunakan alat pembersih benih, setelah
dipisahkan antara benih isi dan benih hampa masing masing ditempatkan dalam
Setelah menimbang bobot benih, selanjutnya menimbang bobot 100 butir dari
benih padi yang berisi. Setelah menimbang bobot 100 butir, menghitung jumlah
benih yang terdapat pada tiap tiap kantong menggunakan alat penghitung benih.
28
pengamatan terhadap fase vegetatif, generatif dan produksi yang dihasilkan, maka
(1) Tinggi tanaman. Tinggi tanaman dengan satuan centimeter (cm) diukur dari
(2) Jumlah anakan per rumpun. Jumlah anakan dihitung pada tiap-tiap rumpun
tanaman padi.
(3) Umur berbunga. Umur berbunga dilihat pada saat tanaman dalam
(4) Jumlah anakan produktif per rumpun. Jumlah anakan produktif ditentukan
(5) Jumlah gabah total per rumpun. Jumlah gabah total ditentukan dengan cara
(6) Jumlah gabah isi per rumpun. Jumlah gabah isi ditentukan dengan cara
memisahkan antara gabah isi dan gabah hampa menggunakan alat pembersih
(7) Jumlah gabah hampa per rumpun. Jumlah gabah hampa ditentukan dengan
penghitung benih.
(8) Bobot gabah isi per rumpun. Bobot gabah isi dengan satuan gram (g)
(9) Bobot gabah hampa per rumpun. Bobot gabah hampa dengan satuan gram (g)
(10) Bobot kering malai per rumpun. Bobot kering malai dengan satuan gram (g)
(11) Bobot 100 bulir isi. Bobot 100 bulir isi dengan satuan gram (g) ditentukan
(12) Produksi per meter. Produksi per meter dengan satuan gram (g) ditentukan
Jarak tanam
Jarak tanam
tanaman 3
5.1 Kesimpulan
sebagai salah satu tetua untuk perakitan padi inbrida dan hibrida
dengan fenotipe jumlah bulir total, sehingga jumlah bulir total dapat
5.2 Saran
berikut
2. Peubah jumlah bulir total dapat digunakan sebgai QTL untuk seleksi tidak
Al, S., dan Sudarsono. 2004. Pengaruh jenis dan dosis pupuk kandang terhadap
pertumbuhan kangkung darat (ipomoea sp) dan caisim (brassica juncea)
pada tanah pasir kawasan Pantai Samas, Bantul Yogyakarta. Makalah.
Disajikan dalam Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan
MIPA, FMIPA UNY : Hotel Sahid Raya, Senin 2 08 2004.
Allard, R.W. 1960. Principles of Plant Breeding. John Wiley & Sons, Inc. New
York. 485 hlm.
Barus, J. 2012. Pengaruh aplikasi pupuk kandang dan sistim tanam terhadap hasil
varietas unggul padi gogo pada lahan kering masam di lampung. bptp
lampung. Jurnal Lahan Suboptimal. 1(1): 102-106. ISSN2252-6188.
Daradjat, A.A., Suwarno, Abdullah B., Soewito T., Ismail B.P., dan Simanullang
Z.A. 2001. Status penelitian pemuliaan padi untuk memenuhi kebutuhan
pangan masa depan. Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi.
Deshmukh, R., Singh A., Jain N., Anand S., Gacche R., Singh A., Gaikwad
K., Sharma T., Mohapatra T., dan Singh N. 2010. Identification of
candidate genes for grain number in rice (Oryza sativa L.). Funct Integr
Genomics. 10(3):339-47.
Li, Y., C. Wu, Y. Xing, H. Chen, Y. He. 2008. Dynamic QTL analysis for rice
blast resistace under natural infection conditions. Australian Journal of
Crop Science. 2 (2): 73-82. ISSN: 1835-2707.
Lin, Y.R., S.C. Wu, S.E. Chen, T. H. Tseng, C.S. Chen, S.C. Kuo, H.P. Wu,
Y.I.C. Hsing. 2011. Mapping of quantitative trait loci for plant height and
heading date in two inter-subspecific crosses of rice and comparison
across Oryza genus. Molecular Biology Journal of Botanical Studies. 52:
1-14.
Makarim, A. K., E. Suhartatik. 2009. Morfologi dan fisiologi tanaman padi. Balai
Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi. Jawa Barat.
Manrapi, A., M.T. Ratule. 2010. Keragaan hasil beberapa varietas unggul baru
(VUB) padi sawah irigasi dalam kegiatan perbanyakan benih mendukung
SLPTT padi di Sulawesi Tenggara. Prosiding Pekan Serealia Nasional,
2010. ISBN : 978-979-8940-29-3.
Nazirah, L. 2008. Tanggap beberapa varietas padi gogo terhadap interval dan
tingkat pemberian air. Tesis. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Poehlman, J.M. dan D.A. Sleper. 1996. Breeding Field Crops (Ed 4). Iowa State
University Press, Iowa.
Rahayu, A.T., dan T. Harjoso. 2010. Karakter agronomis dan fisiologis padi gogo
yang ditanam pada media tanah bersekam pada kondisi air di bawah
kapasitas lapang. Universitas Jendral Soedirman. Akta Agrosia. 13(1) : 40
- 49. ISSN 1410-3354.
Rieseberg, L.H., A. Widmer, A.M. Arntz, J.M. Burke. 2003. The genetic
architecture necessary for transgressive segregation is common in both
natural and domisticated populations. The Royal Society. Phil. Trans. R.
Soc. Lond. B. DOI 10.1098/rtsb.2003.1283.
Sahiri, N. 2003. Pertanian organik: prinsip daur ulang hara, konservasi air dan
interaksi antar tanaman. Makalah Individu Pengantar Falsafah Sains.
Institut Pertanian Bogor.
Stoskopf, N.C., D.T. Tomes dan B.R. Christie. 1993. Plant Breeding. Theory and
Practice. Boulder, USA.
Sumarno. 2006. Mengapa hibrida padi tidak sesukses hibrida jagung?. Tabloid
Sinar Tani. 21 Juni 2006. Hlm 1 4.
Tabien, R.E., Z.Li, A.H. Paterson, M. A. Marchetti, J.W. Stansel, and S.R.M.
Pinson. 2002. Mapping QTLs for field resistance to the rice blast pathogen
and evaluating their individual and combined utility in improved varieties.
Theor. Appl. Genet. 105: 313-324.
Tisdale, S.L., Nelson W.L. 1991. Soil Fertility and Fertilizer. New York. The Mc
Millan Company.