Anda di halaman 1dari 1

Refleksi Pada Sejarah Bali Kuno

Untuk mengenal dan memahami Bali saat ini, kita mesti mengambil jalan memutar. Memutar
dimaksudkan adalah kembali melihat waktu lampau dan sejarah masa lalu. Sebab adanya Bali sekarang
adalah aliran dari sejarah masa lalu. Pada masa Bali Kuno, berdasarkan rekam jejak sejarah masa lalu
baik ada dalam efigrafi dan tinggalan arkeologi lainnya menjelaskan secara eksplisit kehidupan religius
dan kepercayaan masyarakat Bali yang berkembang dan dinamis seiring terbukanya Bali dengan
kebudayaan dan kepercayaan, terutama budaya India dan Cina yang memang senyawa dengan kearifan
lokal Bali ketika itu. Bali ketika itu sangat menerima kebudayaan tersebut sebagai sebuah penguatan,
dan tidak serta merta diterapkan secara langsung. Tetapi diinterpolasi atau disesuaikan dengan budaya
dan kepercayaan setempat. Demikian pula nosi-nosi kepercayaan India dan Cina justru memberikan
spirit bagi kepercayaan lokal Bali sehingga tidak menampik kepercayaan Bali ketika itu terbagi menjadi
sub sekte yang banyak. Goris menyimpulkan 9 sekte besar. Singkatnya, pergumulan pun terjadi di
masing-masing sekte, sehingga berhasil disatukan melalui konsep Kuturanismenya yang kemudian
disebut dengan gama Bali atau Gama Tirtha. Perspektif saya, Gama Bali/Tirtha adalah Siddhanta Siwa di
mana sekte tersebut dijadikan kumpulan (siddhanta) yang berorientasi pada pemujaan Siwait. Sekte
Waisnawa pun ketika itu bukan memuja Krishna, tetapi Bhatara Siwa dalam aspek Kabhujanggan.
Selanjutnya terapiliasi menjadi Hindu sebagaimana sekarang menjadi agama yang indah dan kaya
dengan tradisi, kepercayaan, budaya sebagaimana kesembilan sekte diberikan kehormatan dan
dihormati keberadaan mereka dalam berbagai bentuk praktik ritus-ritus suci dan keramat. Sekte
Ganapati, ada ritus Resigana di Bali, Bhairawa ada ritus pecaruan, Brahmaisme ada ritual, Sora ada
suryasewana, bhujangga ada pandita bhujangga dst. Bukankah sangat kaya dan penuh warna agama
Hundu Bali. Sebenarnya bisa didekati dan dijalani dari mana saja serta dilakoni sesuai dengan konsep
prawerti dan niwerti atau jalan komunal dan individu. Datangnya paham HK yang banyak dianut oleh
saudara-saudara kita di Bali, tidaklah menjadi persoalan jika mereka tidak membenturkan dengan apa
yang sudah ada di Bali. Saya percaya, kepercayaan apapun yang datang ke Bali akan lebur ke dalam
paham Siddhanta Siwa sesuai dengan sumpah dari sembilan sekte. Sebagaimana jalannya sejarah,
Danghyang Astapaka datang dengan paham budha, akhirnya lebur, Kebo Parud dengan paham tantra
akhirnya lebur dst. Sebab tanah Bali berbeda dengan yang lain. Bali cecupu manik yang di dalamnya ada
manik2 spiritualitas yang patut dinikmati dan obat bagi jiwa yang merindukan pembebasan. Bebas dari
ketertindasan, bebas dari keterikatan, bebas dari kekakuan, terlebih kekauan spiritualitas dan
kepercayaan. Mari sama dicari manik ring cacupu manik...
#rahayu

Anda mungkin juga menyukai