Anda di halaman 1dari 15

PRESENTASI KASUS

ANESTESI SPINAL PADA KASUS ULKUS DM

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif RSUD Temanggung

Disusun oleh:

M. Prakasa Wicaksono

20120310223

Pembimbing:

dr. Uud Saputro, Sp. An

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF


RSUD TEMANGGUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. J
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 57 tahun
Alamat : Kandangan
Tanggal masuk : 21 Maret 2017
No RM : 234047

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Kaki kiri bengkak
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang Laki laki datang ke IGD RSUD Temanggung dengan keluhan bengkak pada
kaki kiri sejak 1 minggu SMRS. Pasien mengeluh bengkak setelah terkena kayu.
Terdapat luka pada kaki kiri dan mengeluarkan darah disertai pus.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada riwayat penyakit serupa sebelumnya
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat operasi sebelumnya : disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada riwayat keluhan serupa

5. Riwayat Penyakit Sosial


Pasien tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign
Tekanan darah: 140/90 mmHg
Nadi : 80x/menit
Pernapasan : 18x/menit
Suhu : 36,5

Head to toe
Kepala : Normocephali, conjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-)
Mulut : Jalan nafas bersih (+), gigi palsu (-)
Leher : Pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran
limfonodi (-), trakea di tengah
Thorax :Pulmo : suara dasar vesikuler (+/+), tidak ada
suara tambahan paru. Cor :S1S2 reguler, bising (-)
Abdomen : Datar, bising usus (+), supel, tidak ada nyeri tekan,
timpani
Ekstremitas : Akral hangat

2. Status Lokalis
Pada pemeriksaan fisik tampak kulit kemerahan, edem, kulit kaki tampak kering dan
pecah-pecah, terdapat ulkus pada regio cruris sinistra dengan panjang 10cm dan lebar
3cm. Dilakukan penekanan pada ulkus, ditemukan pus pada ulkus. Tidak ditemukan
kelainan tulang punggung.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Darah lengkap
Lekosit : 20,2 (3,8 - 10,6)
Trombosit : 553 (150 - 440)

Hitung jenis
Limfosit : 8,5% (25 40)
Netrofil : 86,4% (50 70)
Kimia klinik
GDS : 313 mg/dL (70-140)
SGPT : 159,5 (0-50)

E. DIAGNOSIS
Status fisik ASA II pada pasien Ulkus Pedis sinistra dengan tindakan debridement.

F. PENATALKASANAAN
1. Terapi awal
- Inj. Ceftriaxone 2x1gr
2. Pra operasi
- Rencana akan dilakukan tindakan operasi eksisi pada tanggal 23 Maret 2017.
- Puasa dimulai jam 00.00 WIB (8 jam sebelum operasi).
3. Intra operasi
Dilakukan operasi debridement dengan teknik Regional anestesi daerah spinal pada
tanggal 23 maret 2017 pukul 09.00 WIB.

Laporan Anestesia
a. Jenis anesthesia / risiko anesthesia : Besar / besar
b. Monitoring : EKG, TD, N, SpO2
TD : 120/70 mmHg, N: 80x/menit, RR: 16x/menit, SpO2 100%
c. Prainduksi
BB : 65 kg
ASA: II
Jantung: dbn
Paru: dbn

d. Induksi
Pasien duduk di meja operasi sambil membungkuk Raba prosesus spinosus dan
temukan VL 4/5 Perpotongan antara krista illiaca dengan tulang punggung
adalah VL4-5Sterilkan tempat injeksi dengan kassa betadine Gunakan jarum
ukuran 26 dan tusukkan kira kira 2cm kearah sefalSetelah jarum masuk
lepaskan introducer, jika lokasi tepat maka likuor spinal akan keluar Aspirasi
sedikit dan masukkan anestesi lokal pada tempat injeksi dengan Marcain 15mg
Bersihkan tempat injeksi dengan betadine lalu cek anestesi apabila sudah bekerja
atau tidak dengan memberikan rangsangan ke bagian pinggang ke bawah atau
meminta pasien untuk mengangkat kedua kaki.
e. Maintenance
O22,5 l/m
f. Obat-obatan lain yang diberikan adalah ondansentron 4 mg dan ketorolac 30 mg
4. Post Operasi
Operasi selesai O2 tetap diberikan ruang pemulihan.
a. Ruang pemulihan
Monitoring keadaan umum pasien (Bromage score):
Score Criteria Degree of
Block

0 Tidak ada hambatan mototrik, flexi sempurna dari Niil (0%)


lutut dan kaki
1 Tidak mampu ekstensi tungkai. Dapat fleksi lutut, Partial (33%)
mampu menggerakkan kaki
2 Tidak dapat fleksi lutut tapi dapat menggerakkan Almost
kaki dengan bebas Complete
(66%)

3 Tidak mampu felksi sendi pergelangan kaki. Tidak Complete


dapat menggerakkan kaki atau lutut (100%)

Pada pasien ini didapatkan n ilai bromage score I, pasien dipindahkan ke bangsal.

b. Bangsal
- Pengawasan TD/N/RR tiap jam pada 4 jam pertama
- Program cairan : Tutofusin ops + fentanyl 200 mcg 20 tpm makro
- Program analgetik : ketorolac i.v 30 mg/8jam
- Diit bebas bertahap bila sadar penuh, mual (-) muntah (-)
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ulkus Kaki DM

Definisi Ulkus Kaki DM

Ulkus pada penderita DM adalah sebuah komplikasi kronik dari diabetes mellitus

berupa luka terluka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya jaringan kematian

setempat.

Etiologi

Diabetes Mellitus menyebabkan 3 faktor penyebab ulkus, yaitu:

1. Neuropati

Pada penderita diabetes mellitus kadar glukosa darah akan meningkat dan

menimbulkan perubahan jaringan saraf karena adanya penimbunan sorbitol dan

fruktosa sehingga mengakibatkan hilangnya sensasi perabaan. Jadi orang dengan

DM biasanya tidak menyadari jika ada trauma berulang yang meyebabkan lesi dan

menjadi ulkus.

2. Iskemik

Suatu keadaan yang disebabkan oleh kekurangan darah dalam jaringan,

sehingga jaringan tersebut kekurangan oksigen. Pada penderita DM hal ini

disebabkan oleh proses makro angiopati pada pembuluh darah. Makroangiopati

yang sering terjadi pada penderita DM adalah Aterosklerosis yang menimbulkan

nekrosis jairngan dan menjadi ulkus.


3. Infeksi

kadar gula darah yang tinggi menjadi media pertumbuhan bakteri yang subur.

Bakteri penyebab infeksi pada ulkus pada penderita DM adalah bakteri

aerobik(staphylococcus atau streptococcus) dan bakteri anaerobik (Clostridium

perfringens, Clostridium novy dan clostridium septikum).

Klasifikasi Ulkus Kaki DM

Menurut wagner klasifikasi kaki diabetes dibagi menjadi:

- Derajat 0= resiko tinggi, tidak ada ulkus dan pembentukan kalus

- Derajat 1= ulkus superficial tanpa terlibat jaringan dibawah kulit

- Derajat 2= Ulkus dalam tanpa terlibat tulang atau pembentukan abses

- Derajat 3= Ulkus dalam dengan selulitis/abses atau osteomyelitis

- Derajat 4= Tukak dengan gangren lokal

- Derajat 5= Tukak dengan gangren luas/ melibatkan keseluruhan kaki


C. Diagnosis

Anamnesis

Pasien adalah penderita DM sejak lama atau bukan, Identifikasi adanya

neuropati seperti hilang atau menurunnya rasa nyeri pada kaki. Manifestasi gangguan

pembuluh darah seperti nyeri tungkai sesudah berjalan pada jarak tertentu akibat

kurangnya aliran darah ke tungkai. Adanya angiopati ini menyebabkan penurunan

suplai nutrisi dan oksigen sehingga menyebabkan luka yang sukar sembuh.

Inspeksi

Kulit kaki pecah pecah dan kering dikarenakan berkurangnya produksi

keringat akibat denervasi struktur kulit. Daerah kalus pada bagian tulang yang

menonjol adalah daerah yang paling sering terjadi ulkus karena terjadi tekanan dan

trauma terus menerus tanpa atau sedikit dirasakan oleh pasien. Identifikasi derajat

ulkus sesuai derajat wagner.

Palpasi

Oklusi arteri menyebabkan perabaan dingin dan hilangnya pulsasi pada arteri

yang terlibat. Kalus akan teraba lebih keras dan tebal. Identifikasi ulkus dengan

melihat pus pada daerah ulkus, jika pus tak tampak maka dilakukan penekanan pada

bagian ulkus.

Px sensorik

Nilai rangsangan nyeri pada 10 titik pada daerah yang dicurigai terdapat ulkus

dengan nilon monofilamen 10 gauge. Kegagalan merasakan sentuhan monofilamen

pada 4 dari 10 titik merupakan tanda neuropati perifer. Apabila belum tampak adanya
ulkus tetapi sudah ada tanda neuropati perifer maka proses pembentukan ulkus dapat

dicegah.

Px laboratorium

- darah rutin: untuk mengetahui angka lekosit yang meningkat sebagai tanda terjadinya

infeksi

- Gula darah

Albumin: mengetahui status nutrisi yang berperan dalam proses penyembuhan luka

D. Anestesi Spinal pada pasien Ulkus Kaki DM

Anestesi spinal adalah injeksi obat anestesi lokal ke dalam ruang intratekal yang

menghasilkan analgesia. Pemberian obat lokal anestesi ke dalam ruang intratekal atau ruang

subaraknoid di regio lumbal antara vertebra L2-3, L3-4, L4-5, untuk menghasilkan onset

anestesi yang cepat dengan derajat kesuksesan yang tinggi. Walaupun teknik ini sederhana,

dengan adanya pengetahuan anatomi, efek fisiologi dari anestesi spinal dan faktor-faktor yang

mempengaruhi distribusi anestesi lokal di ruang intratekal serta komplikasi anestesi spinal

akan mengoptimalkan keberhasilan terjadinya blok anestesi spinal.

Persiapan anestesi spinal seperti persiapan pada anestesi umum. Visite pre-anestesi

dilakukan untuk mempersiapkan pasien sebelum pasien menjalani suatu tindakan


operasi. Pada saat kunjungan, dilakukan wawancara (anamnesis) sepertinya

menanyakan apakah pernah mendapat anestesi sebelumnya, adakah penyakit

penyakit sistemik, saluran napas, dan alergi obat. Kemudian pada pemeriksaan fisik,

dilakukan pemeriksaan gigi geligi, tindakan buka mulut, ukuran lidah, leher kaku

dan pendek. Selain itu perhatikan hasil pemeriksaan laboratorium atas indikasi sesuai

dengan penyakit yang sedang dicurigai, misalnya pemeriksaan darah (Hb, leukosit,

masa pendarahan, masa pembekuan), radiologi, EKG.

Untuk menentukan prognosis ASA (American Society of Anesthesiologists)

membuatklasifikasiberdasarkan status fisik pasien pra anestesi yang membagi pasien

kedalam 5 kelompok atau kategori sebagai berikut:

ASA 1, yaitu pasien dalam keadaan sehat yang memerlukan operasi.

ASA 2, yaitu pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang baik

karena penyakit bedah maupun penyakit lainnya. Contohnya pasien batu ureter

dengan hipertensi sedang terkontrol, atau pasien apendisitis akut dengan

lekositosis dan febris.

ASA 3, yaitu pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat yang

diaktibatkan karena berbagai penyebab. Contohnya pasien apendisitis perforasi

dengan septikemia, atau pasien ileus obstruksi dengan iskemia miokardium.

ASA 4, yaitu pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung

mengancam kehiduannya.

ASA 5, yaitu pasien tidak diharapkan hidup setelah 24 jam walaupun dioperasi

atau tidak. Contohnya pasien tua dengan perdarahan basis krani dan syok

hemoragik karena ruptura hepatic. Klasifikasi ASA juga dipakai pada


pembedahan darurat dengan mencantumkan tanda darurat (E = emergency),

misalnya ASA 1 E atau III E.

Tambahan pemeriksaan untuk anestesi spinal dengan melihat daerah disekitar tempat

tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang

punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tidak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain

itu harus pula dilakukan informed consent, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium.

Teknik analgesia spinal dilakukan dengan posisi duduk atau tidur lateral dekubitus dengan

tusukan pada garis tengah adalah posisi yang paling sering dikerjakan.

E. Penggunaan Obat Anestesi

Obat anestesi lokal adalah suatu senyawa amino organik. Pada pemakaian seharihari,

obat ini dapat dibagi menjadi golongan amino ester dan golongan amino amida. Ikatan ester

mempunyai sifat mudah dihidrolisis dalam hepar dan oleh plasma esterase, mula kerja lambat,

lama kerja pendek dan hanya sedikit menembus jaringan. Sedangkan ikatan amida mudah

menjadi tidak aktif oleh hepatic amidase, mula kerja cepat, lama kerja lebih lama dan lebih

banyak menembus jaringan. Kelompok ester antara lain procaine, chloroprocaine dan

tetracaine. Kelompok amida antara lain lidocaine, mepivacaine, bupivacaine dan etidocaine.

Anestesi lokal yang sering dipakai adalah bupivakain. Lidokain 5% sudah

ditinggalkan karena mempunyai efek neurotoksisitas, sehingga bupivakain menjadi pilihan

utama untuk anestesi spinal saat ini. Anestesi lokal dapat dibuat isobarik, hiperbarik atau

hipobarik terhadap cairan serebrospinal. Barisitas anestesi lokal mempengaruhi penyebaran

obat tergantung dari posisi pasien. Larutan hiperbarik disebar oleh gravitasi, larutan hipobarik

menyebar berlawanan arah dengan gravitasi dan isobarik menyebar lokal pada tempat injeksi.

Bupivakain Hidroklorid

Bupivakain hidroklorida adalah obat anestesi lokal golongan amida dengan rumus

kimianya 2-piperidine karbonamida, 1 butyl (2,6- dimethilfenil) monoklorida. Oleh karena

lama kerja yang panjang, maka sangat mungkin menggunakan obat anestesi lokal ini dengan
teknik satu kali suntikan. Untuk prosedur pembedahan yang lebih lama dapat dipasang kateter

dan obat diberikan kontinyu sehingga resiko toksisitas menjadi berkurang oleh karena selang

waktu pemberian obat yang cukup lama. Kerugian dari anestesi lokal ini adalah toksisitasnya

sangat hebat, bahkan mungkin sampai fatal. Bukti-bukti menunjukkan bahwa obat ini dapat

menimbulkan toksisitas pada jantung. Manifestasi utamanya adalah fibrilasi jantung. Oleh

karena itu pada pemakaian jenis obat ini untuk anestesi regional diperlukan pengawasan yang

sangat ketat.

Mekanisme kerjanya sama seperti anestesi lokal lain, yaitu menghambat impuls saraf

dengan cara :

a. Mencegah peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium.

Universitas Sumatera Utara Obat ini bekerja pada reseptor spesifik pada saluran

sodium (sodium chanel). Dengan demikian tidak terjadi proses depolarisasi dari

membran sel saraf sehingga tidak terjadi potensial aksi dan hasilnya tidak

terjadi konduksi saraf.

b. Meninggikan tegangan permukaan selaput lipid monomolekuler. Obat ini

bekerja dengan meninggikan tegangan permukaan lapisan lipid yang

merupakan membran sel saraf, sehingga menutup pori-pori membran dengan

demikian menghambat gerak ion termasuk Na+ .


BAB III

PEMBAHASAN

Dari pemeriksaan fisik dan penunjang, akan diperoleh gambaran mengenai status

pasien. Hal ini merupakan hal yang penting karena tenaga kesehatan dapat menentukan

prognosis pasien setelah dilakukannya operasi. Pada kasus ini, status fisik dan prognosis pra

anestesi pasien berada pada kategori ASA II, yaitu pasien memiliki kelainan sistemik ringan

berupa diabetes mellitus terkontrol. Berdasarkan status fisik fisik pasien, jenis anestesi yang

digunakan untuk operasi debridement pada ulkus kaki DM adalah anestesi regional dengan

teknik spinal anestesi. Pemilihan teknik anestesi ini berdasarkan pertimbangan bahwa organ

yang akan di operasi berada di area ekstremitas bawah, Kelebihan utama tehnik ini adalah

kemudahan dalam tindakan, peralatan yang minimal, efek samping yang minimal pada biokimia

darah, menjaga level optimal dari analisa gas darah, pasien tetap sadar selama operasi dan menjaga

jalan nafas, serta membutuhkan penanganan post operatif dan analgesia yang minimal.
BAB IV

KESIMPULAN

Anestesi spinal ialah pemberian obat anestesi lokal kedalam ruang subarachnoid. Anestesi

spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anestesi lokal kedalam ruang subarachnoid. Untuk

mencapai cairan serebrospinal maka jarum suntik akan menembus kutis-subkutis-lig. Supraspinosum-

lig. Interpinosum-lig. Flavum-ruang epidural-duramater-ruang subarachnoid. Anestesi spinal

dilakukan untuk pembedahan pada ektremitas bawah seperti operasi debridement ulkus pedis.
DAFTAR PUSTAKA

1. Allman KG, Wilson IH. Oxford Handbook of Anasthesia. Oxford University Pres Inc,
New York, 2001. P 368-369.
2. Pramono, Ardi, Sp.An. Buku Kuliah Anestesi. FK UMY. Jakarta : EGC, 2015
3. Morgan GE, Mikhail MS: Pediatric Anesthesia, Clinical Anesthesiology 3nd ed,
Lange Medical Books, New York, 2002.
4. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40151/4/Chapter%20II.pdf. Diakses
tanggal 24 Maret 2017 11:57pm.

Anda mungkin juga menyukai