SKRIPSI
Oleh:
Eny Susilowati
NIM. ST14022
Segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah menciptakan langit dan bumi
beserta semua pengetahuan di dalamnya, atas rahmat dan karunia-Nya peneliti
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Hubungan Antara Pengetahuan Orang
Tua Tentang Penanganan Demam Dengan Kejadian Kejang Demam Berulang Di
Ruang Anak RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Dalam penyusunan skripsi
ini, peneliti banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk
itu peneliti mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada:
1. Ns. Wahyu Rima Agustin, M.Kep., selaku Ketua STIKes Kusuma Husada
Surakarta, yang telah memberikan kesempatan untuk studi di STIKes
Kusuma Husada Surakarta.
2. Ns. Atiek Murharyati, M.Kep., Ketua Program Studi Keperawatan STIKes
Kusuma Husada Surakarta dan pembimbing Utama yang telah memberikan
masukan dan arahan serta bimbingan selama penyusunan skripsi ini.
3. Ns. Ika Subekti Wulandari, M.Kep., selaku pembimbing Pendamping yang
telah memberikan masukan dan arahan serta bimbingan selama penyusunan
skripsi ini.
4. bc. Yeti Nurhayati, M.Kes, selaku penguji yang telah memberikan masukan
dan arahan serta bimbingan selama penyusunan skripsi ini.
5. dr. Djoko Sugeng P, M.Kes., selaku direktur RSUD dr. Soehadi Prijonegoro
Sragen yang memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melakukan
penelitian di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen.
6. Direktur RSUD Sukoharjo beserta Kabid Diklat yang memberikan
kesempatan kepada peneliti untuk melakukan uji instrumen penenlitian di
RSUD Sukoharjo.
7. Dhiding Supariti, S.Kep.,Ns, selaku Kepala Bidang Keperawatan RSUD dr.
Soehadi Prijonegoro Sragen yang telah mendukung dan bekerja sama selama
proses penelitian dilakukan.
iv
8. Kepala Bidang Diklat RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen (dr. Aminan,
Sp.JP) beserta staf-stafnya yang senantiasa memberikan dukungan dan
kemudahan dalam proses administratif dan teknik dalam pengumpulan data
penelitian.
9. Staf non akademik Program Studi Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah membantu menyediakan fasilitas yang dibutuhkan
peneliti.
10. Orang tua, suami dan anak-anakku tersayang yang tiada henti dan jemu
mendoakan dan memberikan dukungan.
11. Rekan-rekan Program Studi Ilmu keperawatan angkatan 2014 yang saling
mendukung.
12. Orang tua yang mempunyai anak kejang demam yang telah bersedia
berpartisipasi sebagai responden dalam penelitian ini.
Harapan peneliti semoga skripsi ini membawa manfaat bagi kita sebagai
profesi dalam peningkatan mutu pendidikan dan pelayanan keperawatan.
Peneliti
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.. i
LEMBAR PERSETUJUAN....... ii
KATA PENGANTAR.................................................................................... iv
DAFTAR ISI................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL........................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... xi
ABSTRAK...................................................................................................... xii
ABSTRACT...................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1.Latar Belakang............................................................................. 1
1.2.Rumusan Masalah........................................................................ 5
1.3.Tujuan Penelitian......................................................................... 6
1.4.Manfaat Penelitian....................................................................... 6
2.1.Tinjauan Teori.............................................................................. 8
2.1.3. Pengetahuan..................................................................... 29
vi
2.1.4. Orang Tua......................................................................... 37
2.2.Keaslian Penelitian....................................................................... 39
2.3.Kerangka Teori............................................................................ 41
2.5.Hipotesis....................................................................................... 42
BAB IV HASIL
BAB V PEMBAHASAN
BAB VI PENUTUP 75
vii
6.1. Simpulan...................................................................................... 75
6.2. Saran............................................................................................. 76
DAFTAR PUSTAKA 77
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Penyakit Serius
Orang Tua
Pekerjaan
Demam Berulang
ix
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
Penelitian
11 Kuesioner Penelitian
12 Data Penelitian
13 SPSS Penelitian
xi
DAFTAR SINGKATAN
Singkatan Keterangan
ATP Adenotriphospate
GABA Gammaaminobutyric
NMDA N metil-D-asparat
PGE2 Prostaglandin
xii
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2016
Eny Susilowati
ABSTRAK
Kejang demam merupakan penyakit yang cukup sering dijumpai pada balita.
Setengah dari kejadian kejang demam terjadi kejang demam berulang, hal ini
terjadi karena perkembangan otak anak masih belum cukup optimal dalam
melakukan pertahanan diri terhadap adanya demam, sehingga terjadi bangkitan
kejang demam, sehingga orang tua seringkali panik menghadapi peristiwa kejang
demam. Penanganan demam pada anak sangat tergantung pada peran orang tua.
Pengetahuan orang tua yang berbeda akan mengakibatkan pengelolaan demam
pada anak yang berbeda pula. Tujuan penelitian adalah mengetahui adanya
hubungan antara tingkat pengetahuan orang tua tentang penanganan demam
dengan kejadian kejang demam berulang.
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian case control
dengan pendekatan retrospektif dengan jumlah responden 30 orang tua dengan
teknik quota sampling. Analisa untuk mengetahui hubungan antara variabel
pengetahuan dengan kejadian kejang demam berulang dengan menggunakan uji
korelasi spearman rank dengan SPSS 16.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang tua sebagian besar
berpengetahuan kurang yaitu sebanyak 26 orang (86,7%). Hasil statistik
menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan orang tua
tentang penanganan demam dengan kejadian kejang demam berulang (p value
=0,032 < 0,05) dengan kekuatan hubungan sedang, kejadian kejang demam tidak
berulang 15 orang (50%) dan kejadian kejang demam berulang 15 orang (50%).
Arah korelasi negatif (r=-0,392) menunjukkan semakin tinggi tingkat pengetahuan
tentang penanganan demam maka semakin rendah kejadian kejang demam
berulang.
Kata Kunci: Pengetahuan orang tua, penanganan demam, kejang demam berulang
Daftar Pustaka: 62 (2000 2015)
xiii
BACHELOR OF NURSING PROGRAM
SCHOOL OF HEALTH SCIENCES OF KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
Eny Susilowati
ABSTRACT
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
(ILAE) adalah kejang yang terjadi pada anak-anak di atas usia satu bulan
karena demam dan bukan karena penyakit infeksi sistem saraf pusat, tidak
ada riwayat kejang pada saat neonatus, atau riwayat kejang tanpa faktor
menyatakan bahwa kejang demam adalah kejang pada anak sekitar usia 6
bulan sampai 6 tahun yang terjadi saat demam yang tidak terkait dengan
(Lemmens, 2005).
Kejang demam adalah satu dari masalah paling sering yang terjadi pada
masa anak-anak. Estimasi jumlah kejadian kejang demam 2-5% anak antara
Insidensi kejang demam di Asia 3,4% - 9,3% anak di Jepang, dan 5%-10% di
India (Sugai, 2010). Kejadian kejang demam jarang terjadi pada usia di atas 5
tahun (Wong, 2007). Insidensi yang paling sering pada usia 18 bulan dan
menurun sampai usia 6 tahun. Lebih dari 50% anak di bawah usia 1 tahun
berulang lebih dari 1 kali (Yakinci, et al, 2000 cit.Najimi, et., al, 2013).
1
2
meningkat jika terdapat faktor risiko seperti kejang demam pertama pada usia
kurang dari 12 bulan, terdapat riwayat keluarga dengan kejang demam, dan
jika kejang pertama pada suhu <400C, atau terdapat kejang demam kompleks.
dengan tahun 2010 di Rumah Sakit anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta
menemukan bahwa anak yang kejang demam 47,7% nya mengalami kejang
Rustika, 2014).
2013).
3
berlebihan, trauma secara emosi dan kecemasan pada orang tua (Jones &
Jacobsen, 2007). Pengalaman pertama orang tua saat melihat anak kejang
demam, menimbulkan ketakutan pada orang tua, orang tua takut anak kejang
setiap demam. Hal ini menjadi masalah dan sangat mengganggu (Karimi, et
pencegahan kejang demam pada anak saat anak mengalami demam tinggi
tidak memadai tentang kejang demam (Tarigan, Harahap & Lubis, 2007).
juga penanganan demam pada orang tua. Orang tua di Bedouin menganggap
menggunakan obat penurun panas pada suhu di bawah 380 C serta segera
penelitiannya bahwa 70% orang tua tidak mengetahui definisi tentang demam,
suhu maksimum dikatakan sebagai demam tinggi dan suhu badan yang harus
kecemasan ini lebih tinggi dibandingkan pada orang tua yang sebelumnya
Hampir serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Amarilla (2008) yang
memiliki resiko 7 kali lebih besar untuk melakukan pengelolaan demam anak
dengan kejadian kejang pada anak dengan demam. Pengetahuan yang perlu
diketahui orang tua tentang pencegahan kejang demam adalah dengan cara
penanganan demam, tapid sponge dan penggunaan antipiretik pada suhu yang
Berdasarkan data rekam medis tahun 2014, insidensi demam pada anak
adalah 5 anak dan kejang demam pada tahun 2014 adalah 76 (Data Rekam
Medis, 2014). Wawancara pada 2 orang ibu dengan anak mengalami kejang
demam pertama kali di ruang Anggrek didapatkan bahwa ibu merasa sangat
cemas ketika anaknya tidak mau minum susu, rewel dan hangat keningnya
tinggi dan kejang. Ibu tidak mengetahui cara penanganan demam selain
pengetahuan orang tua tentang demam dan pengelolaan demam di tiap negara
dipengaruhi oleh banyak faktor. Fenomena yang ada di RSUD dr. Soehadi
Rekurensi dari kejang demam akan meningkat jika terdapat faktor risiko
seperti kejang demam pertama pada usia kurang dari 12 bulan, terdapat
riwayat keluarga dengan kejang demam, dan jika kejang pertama pada suhu
<400C, atau terdapat kejang demam kompleks. Prognosis kejang demam pada
umumnya baik, akan tetapi dapat berdampak pada kehidupan anak dan
Sragen.
Hasil penelitian ini bermanfaat bagi peneliti lain yang mempunyai minat
tidak diteliti dalam penelitian ini, misal dengan metode quasi eksperimen.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
dengan demam yang tidak disebabkan oleh infeksi sistem saraf pusat atau
kejang demam, dan tampak bergetar, bergerak kaki di kedua sisi tubuh
2004).
2. Klasifikasi
dua yaitu:
2) kejang tonik-klonik.
3) terjadi hanya sekali dalam jangka waktu 24 jam, tidak ada tanda
8
9
2) Bersifat fokal.
periode 24-jam).
3. Patofisiologi
ion natrium yang masuk ke dalam sel dan depolarisasi (Nakayama et al,
2000).
Berulang
a. Umur
sudah matang. Atas dasar tersebut anak mudah terjadi kejang demam
yaitu pada waktu anak berumur kurang dari 2 tahun (Hosseini, Dai, &
Alidousti, 2006).
b. Demam
demam atau pasti demam. Kejang dapat terjadi pada awal penyakit,
namun dapat pula terjadi selama atau setelah demam (Berg, et al,
otak.
al, 2005). Dengan demikian kadar ion Na+ di intrasel akan meningkat,
dan kadar ion Na+ akan semakin meningkat. Demam sendiri dapat
secara pasti. Secara umum suhu tubuh dikatakan demam bila lebih dari
atau diulang dalam penyakit yang sama (Berg & Sinnar, 1996).
peran dalam patogenesis kejang demam, tetapi arti patologis atau klinis
yang tepat dari pengamatan ini masih belum jelas (Virta, Hurme, &
Helminen, 2002).
1) Riwayat keluarga
orang tua, daripada satu orang tua punya riwayat kejang demam
epilepsi, tetapi tidak ada gen untuk kejang demam khusus telah
tua, saudara, anak, keponakan, dan saudara tiri) dari 421 anak-anak
2) Jenis kelamin
sampai 2:1 (Shinnar & Baram, 2002). Namun, beberapa studi besar
lebih saat demam dan risiko yang lebih besar terjadinya kejang
2002).
yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram beresiko
anak yang terkena 10 atau lebih rokok per hari (RR: 1,25, 95% CI:
ambang batas suhu kejang individu dan tingkat yang lebih tinggi
menganggap tes darah (sel darah putih dan laju endap darah)
2005).
glutamat dan sintesis GABA (Rabbani, et al, 2013). Selain itu, zinc
5. Penatalaksanaan
a. Penanganan di rumah
orang tua. Menurut NHS (2013) beberapa hal yang dapat dilakukan
ke fasilitas kesehatan.
Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya
baik.
1. Definisi demam
petugas kesehatan pada pasien anak, bayi dan remaja. Demam adalah
atau penyakit serius lainnya. Setiap tahun, 100 bayi berusia kurang dari 12
bulan meninggal karena infeksi dan jumlah ini bisa diturunkan jika adanya
(Walsh, et al, 2005). Perawat dan orang tua sering merasa cemas dan
normal suhu rata-rata setiap hari (NICE, 2007). Sebagian besar demam
puncak demam dapat mencapai 400C dan beresiko untuk terjadinya trauma
tindakan medis adalah demam dengan suhu tubuh lebih dari 410C, adanya
sepsis bakterial, anak dengan anemia sickle cell, penyakit jantung bawaan
dan cedera kepala berat (Broom, 2007). Demam yang merupakan tanda
segera adalah anak tidak dapat bangun, atau bangun tetapi tidak dapat
(Broom, 2007).
2. Mekanisme demam
penyebab demam).
25
karena infeksi.
demam. Saat suhu tinggi akan aktivitas sel makrofag dan sel limfosit T
3. Penanganan demam
anak (Trigg & Mohammed, 2006). Orang tua anak selama di rumah sakit
membantu dengan cara memandikan dan memberi makan pada anak. Hal
ini bermanfaat pada situasi yang penuh kecemasan seperti kejadian kejang
a. Antipiretik
b. Tepid Sponge
c. Lingkungan
Suhu ruangan yang nyaman bagi anak adalah 180C. Bayi tidak
d. Pakaian
terlalu tebal. Orang tua dapat membuat anak lebih nyaman dengan
selimut jadi lebih aman untuk anak di bawah satu tahun. Bayi
2007).
e. Hidrasi
yaitu: capillary refill lebih dari 3 detik; turgor kulit abnormal; pola
dengan penyakit demam (Purssell, 2000) dan ini merupakan kunci utama
yang harus diketahui perawat dan orang tua. Anak usia enam bulan sampai
sampai sampai saat ini belum dapat diketahui (Glasper and Richardson,
2006). Kejang demam merupakan hal yang sangat menakutkan bagi orang
tua, meskipun dampak yng berbahaya sangat jarang dan resiko untuk
biasanya kurang dari 2 menit tetapi jika lebih lama memerlukan adanya
2.1.3. Pengetahuan
1. Definisi pengetahuan
(Notoadmodjo, 2012).
a. Tahu (know)
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab
b. Memahami (comprehension)
c. Aplikasi (application)
d. Analisis (analysis)
satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesa (synthesis)
yang ada.
31
f. Evaluasi (evaluation)
cukup 56-75%, kurang jika skor 40-55% dan tidak baik jika skor
adalah
a. Faktor internal
1) Integensia
2) Tingkat pendidikan
32
seseorang.
berpengetahuan rendah.
3) Pengalaman
4) Umur
5) Tempat tinggal
6) Pekerjaan
7) Tingkat ekonomi
b. Faktor eksternal
1) Faktor lingkungan
2) Kepercayaan/tradisi
memperkuat kepribadiannya.
3) Informasi
4. Proses Perilaku
(Notoadmodjo, 2012).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Putro, Mulyadi & Ismanto (2014)
kejang demam pada anak di IRDA dan RPI RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
gaya hidup sehat dengan perilaku gaya hidup sehat, dengan p value =
0,005 < = 0,05. Kedua, ada hubungan antara sikap tentang gaya hidup
sehat dengan perilaku gaya hidup sehat mahasiswa dengan p value = 0,002
Faktor orang tua sangat berperan dalam mencegah anak untuk terkena
hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian diare pada anak
usia dua sampai dengan lima tahun di wilayah kerja puskesmas kecamatan
anak mengalami diare dan 35 anak tidak mengalami diare. Hasil yang
37
Surakarta.
Orang tua adalah komponen keluaraga yang terdiri dari ayah dan ibu,
dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah yang dapat
membentuk sebuah keluarga (Ridwan, 2008). Orang tua terdiri dari ayah
dan ibu yang masing-masing mempunyai peran dan fungsi. Ibu adalah
(Friedman, 2010).
a. Pengasuh
yaitu mengajarkan anak pada perilaku hidup bersih dan sehat, gosok
b. Pendidik
c. Pendorong
Santoso, 2006).
d. Pengawas
e. Konselor
Faktor mempengaruhi
kejang demam berulang
1. Umur < 18 bulan Kejadian Kejang Demam
2. Riwayat Keluarga
Berulang Pada Anak
dengan kejang demam
3. Suhu saat demam
4. Lama demam Perilaku Penanganan Demam
2.5. Hipotesis
METODE PENELITIAN
variabel bebas dan tergantung tidak dilakukan dalam satu waktu, melainkan
dengan melihat kejadian masa lampau untuk mengetahui ada tidaknya faktor
3.2.1. Populasi
2009). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh orang tua yang
43
44
yang dirawat dengan kejang demam selama enam bulan terakhir 2015
adalah 15 pasien.
3.2.2. Sampel
bidan.
demam berulang
hasilnya lebih baik (cermat, lengkap dan sistematis) sehingga lebih mudah
menggunakan metode judment expert (pendapat dari ahli) pada dua orang
1. Uji Validitas
Rumus:
r=
48
Keterangan:
x = skor nilai x
N = jumlah sampel
2. Uji Reliabilitas
terhadap pernyataan yang sama dengan alat ukur yang sama. Metode
cronbach alpha test merupakan salah satu metode yang cukup handal
Rumus:
R11 = )( )
49
Keterangan:
= varian total
sebagai berikut:
penelitian.
penelitian.
50
data yang terdiri dari proses editing, coding, processing dan cleaning
(Hastono, 2007).
2. Coding berarti merubah data yang berbentuk huruf menjadi data yang
Analisis data dalam penelitian menjadi dua bagian yaitu analisis univariat,
analisis bivariat:
1. Analisis univariat
2. Analisis bivariat
52
Berdasarkan variabel dalam penelitian ini maka uji statistik bivariat yang
=1-
Keterangan:
B = jumlah baris
dalam penelitian ini. Hal ini dilakukan untuk mencegah timbulnya masalah
2007).
3.7.1. Anomynity
53
3.7.2. Confidentiality
untuk keperluan penelitian dan analisis data serta tidak dapat diketahui
lengkap dan adekuat dengan bahasa yang mudah dipahami oleh responden
HASIL PENELITIAN
sampai dengan 35 tahun adalah 36,7%, dan yang berumur > 45 tahun
adalah 6,7%, serta tidak ada responden yang berumur 17 sampai dengan
25 tahun.
54
55
(6,7%) berjenis kelamin laki-laki dan merupakan ayah dari anak dengan
kejang demam.
4.1.1.3. Pendidikan
(36,7%).
Prosentase
Variabel Frekuensi
(%)
Pengetahuan Orang Tua
Baik 0 0
Cukup 4 13,3
Kurang 26 86,7
Total 30 100
Dari tabel 4.6. terlihat bahwa jumlah responden yang mempunyai anak
mengalami kejang demam berulang dan tidak berulang adalah sama yaitu
Tabel 4.7 Hubungan pengetahuan orang tua tentang penanganan dema dengan
kejadian kejang demam berulang pada anak di ruang anak rsud
dr. soehadi prijonegoro sragen
0,032 yang lebih kecil daripada nilai alpha (0,05). Keluaran utama penelitian
ini adalah ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan orang tua
58
anak. Berdasarkan hasil Uji korelasi rank spearman maka diperoleh nilai sig=
korelasi yang sedang (Hastono, 2007). Artinya adalah semakin tinggi tingkat
PEMBAHASAN
5.1.1. Umur
responden adalah 26-35 tahun dengan umur termuda orang tua adalah 26
tahun dan umur tertua adalah 50 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa orang
tua yang mempunyai anak dengan kejang demam berulang di RSUD dr.
sikap-sikap baru, dan nilai-nilai baru sesuai tugas baru ini (Hurlock,
1996).
dimana sumber potensi dan kemampuan bertumpu pada usia ini. Masa ini
menuju masa dewasa, yang menuntut kemandirian dan diujung fase ini
adalah fase dewasa akhir, dimana kemampuan sedikit demi sedikit akan
berkurang. Sehingga masa dewasa awal adalah masa yang paling penting
59
60
peranan penting. Seseorang yang ada pada masa ini, harus bisa
seseorang akan lebih baik dalam berpikir dan menerima informasi. Namun
perlu diketahui bahwa seseorang yang berumur lebih tua tidak mutlak
perempuan yang merupakan ibu dari anak yang mengalami kejang demam
banyak peran, peran sebagai seorang istri dari suaminya, sebagai ibu dari
untuk menambah pendapatan keluarga. Peran ibu adalah tingkah laku yang
5.1.3. Pendidikan
(13,4%).
(Notoatmodjo, 2003).
62
perilakunya terhadap kesehatan. Hal ini sesuai dengan Potter & Perry
penyakit.
anak saat dirawat dibanding orang tua yang berpendidikan rendah. Orang
memadai tentang cara menjaga kesehatan anak (Suriani & Faridah, 2009).
kehidupan dan kehidupan keluarganya. Orang tua yang tidak terlalu sibuk
dibanding orang tua yang bekerja (Suriani & Faridah, 2009). Diperkuat
responden adalah orang tua yang berprofesi sebagai tenaga medis dan
dalam pengukuran.
Data yang diperoleh dari penelitian ini, ditemukan jumlah yang untuk
baik. Hasil ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Riandita
(Notoatmodjo, 2005).
Responden dengan pendidikan SMP 26,7%, SMU 16,7% dan paling sedikit
diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan
yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek ini yang akan menentukan
sikap seseorang semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui,
maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek tertentu (Dewi
ketepatan waktu mengelola demam serta ketepatan cara non self management
65
demam anak.
normal suhu rata-rata setiap hari (NICE, 2007). Demam adalah kejadian
biasa dan merupakan indikasi terjadinya infeksi virus, bakteri atau penyakit
invasi dari mikroorganisme (Watts, et al, 2003). Hal ini terlihat dari seluruh
anggapan bahwa demam anak akan terus meningkat apabila tidak segera
diturunkan.
untuk anaknya meskipun demam yang terjadi masih bersifat demam ringan.
Umumnya mereka takut demam anaknya akan semakin tinggi apabila tidak
saat yang tepat untuk menurunkan suhu tubuh anak yang mengalami
demam. Persepsi yang salah ini patut diwaspadai karena dapat membawa
demam sebagai hal yang berbahaya dan ini membuat perawat sering merasa
bingung menangani demam (Walsh, et al, 2005). Perawat dan orang tua
66
sering merasa cemas dan khuatir demam akan menjadi kejang demam
membuat intervensi yang dilakukan orang tua dan perawat biasa jadi tidak
tenaga medis, antara lain: demam pada anak usia di bawah 3 bulan; demam
pada anak yang mempunyai riwayat penyakit kronis dan defisiensi sistem
imun; demam pada anak yang disertai keadaan umum yang memburuk;
serta demam yang berlangsung lebih dari 3 hari (> 72 jam) (Faris, 2009).
penurun panas dalam mengelola demam anak, dan apabila obat penurun
tenaga medis (63%). Hal ini berbeda dengan teori yang menyatakan bahwa
demam <39C pada anak yang sebelumnya sehat pada umumnya tidak
antipiretik tidak perlu diberikan bila suhu anak dibawah 38,5oC kecuali ada
(OConnor, 2002).
disertai dengan keadaan umum yang memburuk seperti anak rewel, pucat,
dan sulit makan harus segera dibawa ke tenaga kesehatan walaupun demam
tersebut masih berupa demam ringan. Lebih dari separuh responden akan
membawa anak ke dokter meskipun demam masih tahap awal (67%) dan
hanya 6,7% responden yang akan membawa anak kedokter apabila demam
menurunkan suhu tubuh anak yang mengalami demam. Salah satu bentuk
situasi tersebut adalah mengusahakan agar anak tidur atau istirahat supaya
metabolisme tubuh menurun. Kadar cairan dalam tubuh anak juga harus
minum yang banyak dapat menurunkan suhu tubuh anak. Hal yang perlu
Orang tua harus tahu tanda-tanda anak yang mengalami dehidrasi yaitu:
68
capillary refill lebih dari 3 detik; turgor kulit abnormal; pola napas yang
abnormal; nadi lemah; dingin pada ekstremitas; dan penurunan urin output.
Mengipasi atau memberi aliran udara yang baik sebagai salah satu
yang nyaman bagi anak adalah 180C. Bayi tidak membutuhkan suhu
2007). Hal yang dapat dilakukan untuk menurunkan suhu ruangan adalah
Salah satu bentuk terapi fisik dalam pengelolaan demam anak yang
diakibatkan oleh penyakit (Janis, 2010). Tepid sponge juga bermanfaat pada
anak yang mempunyai riwayat kejang demam dan penyakit liver (Wilson,
1995).
69
apabila suhu tubuh anak diatas 38,5oC dan telah mengkonsumsi antipiretik
setengah jam sebelumnya (NICE, 2013). Kompres dengan air dingin dapat
dilakukan apabila kondisi suhu tubuh sangat tinggi (lebih dari 41oC).
alkohol juga berbahaya karena dapat diserap oleh kulit dan menyebabkan
kejadian kejang demam tidak berulang dan kejadian kejang demam berulang
dengan demam yang tidak disebabkan oleh infeksi sistem saraf pusat atau
gangguan elektrolit akut, riwayat dari kejang bukan karena demam (Saidler
demam, dan tampak bergetar, bergerak kaki di kedua sisi tubuh (NINDS,
2008).
atau pasti demam. Kejang dapat terjadi pada awal penyakit, namun dapat
pula terjadi selama atau setelah demam (Berg, et al, 1998). Puncak dari
2007).
temperatur tubuh saat kejang. Makin rendah temperatur saat kejang makin
0,032 yang lebih kecil daripada nilai alpha (0,05). Keluaran utama
berulang pada anak. Berdasarkan hasil Uji Korelasi Rank Spearman maka
didasarkan pada pengetahuan dan juga kesadaran yang positif, yang akan
Faktor orang tua sangat berperan dalam mencegah anak untuk terkena
suatu penyakit. Orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah
dan ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah yang
dapat membentuk sebuah keluarga (Ridwan, 2008). Orang tua terdiri dari
pada perilaku hidup bersih dan sehat, gosok gigi, cuci tangan sebelum dan
memuji dan setuju menerima pendapat dari orang lain. Pendorong dapat
mengawasi tingkah laku anak untuk mencegah terjadinya sakit. Orang tua
et.al, 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Riandita (2012) bahwa terdapat
memiliki risiko tujuh kali lebih besar untuk melakukan pengelolaan demam
anak yang buruk daripada ibu dengan tingkat pengetahuan yang tinggi.
74
hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian diare pada anak
usia dua sampai dengan lima tahun di wilayah kerja puskesmas kecamatan
anak mengalami diare dan 35 anak tidak mengalami diare. Hasil yang sama
demam.
BAB VI
PENUTUP
6.1. SIMPULAN
1. Mayoritas umur orang tua adalah 36-45 tahun, sebagian besar berjenis
3. Angka kejadian kejang demam tidak berulang dan kejadian kejang demam
4. Hasil uji Korelasi Rank Spearman diperoleh nilai sig = 0,032 yang
75
76
6.2. SARAN
terhadap anak
Penelitian lebih lanjut pada populasi umum dengan sampel yang lebih
Al-Eissa, Al-Sanie, A. M., Al-Alola, S.A., Al-Shaalan, M.A., Ghazal, S.S., Al-
Harbi, A.H., Al-Wakeel, A.S. (2000). Parental perceptions of fever in
children. Ann Saudi Med .20(3-4), 202-205.
Berg AT. Recurrent febrile seizures. (2002). Dalam Baran, T.Z., & Shinnar, S.,
Editors. Febrile seizures. San Diego: Academic Press. 27-51.
Department of Health and Foundation Sudden Infant Deaths. (2007). Reduce the
risk of cot death, London: DH.
http://webarchive.nationalarchives.gov.uk/20050808190713/http://dh.gov.
uk/prod_consum_dh/idcplg?IdcService=GET_FILE&dID=136917&Rendi
tion=Web. Diakses tanggal 12 Mei 2015.
Dewanti,A, Widjaja, J.A, Tjandrajani, A., Burhany, A.A. (2012). Kejang demam
dan faktor yang mempengaruhi rekurensi. Sari Pediatri. 14(1), 57-61.
Friedman, M.M. (2010). Buku ajar keperawatan keluarga: riset, teori dan aplikasi.
Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: EGC.
Gandhi, P.K., Kenzik, K.M., Thompson, L.A., DeWalt, D.A., Revicki, D.A.,
Shenkman, E.A. and I-Chan Huang. (2013). Exploring factors influencing
asthma control and asthma-specific health-related quality of life among
children. Respiratory Research. 14(26).
Ghasemi, F, & Valizadek, M. (2004). Training need of motherof children with
convulsions caused by fever. Quarterly Science and Nursing Midwifery
Khorram Abad. 1(1), 20.
Guyton, A.C., & Hall, J.E. (2006). 11 Edition. Textbook of Medical Physiology.
Elsevier Inc.
Hastono, S.P. (2007). Basic data analysis for health research training: Analisis
data kesehatan. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Joanna Briggs Institute. (2001). Management of the child with fever: Best
Practice. 5 (5).
Jones, T., & Jacobsen, S.J. (2007). Childhood Febrile Seizures: Overview and
Implications. International Journal of Medical Sciences. 4(2), 110-114.
ISSN 1449-1907 www.medsci.org.
Mohebbi, M.R., Holden, K.R., & Butler, I.J. (2008). FIRST: a practical approach
to the causes and management of febrile seizures. J Child Neurol.
23(12),1484-1489.
Mubarok, W.I., Chayatin, N., & Santosos, A.B. (2010). Buku ajar keperawatan
komunitas, pengantar dan teori. Jakarta: Salemba Medika.
Muhamad Arip Amir Udin. (2014). Pengaruh penyuluhan tentang kejang demam
anak terhadap pengetahuan orang tua. Skripsi. Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro, Semarang.
Najimi, A., Dolatabadi, N.A., Esmaeili, A.A., Sharifirad, G.R. (2013). The effect
of educational program on knowledge, attitude and practice of mothers
regarding prevention of febrile seizure in children. J Edu Health Promot.
2(26).
Nugraha, A., Saptanto, A., Novitasari, A. (2014). Perbadingan faktor risiko pada
kejang demam sederhana dan kompleks di rsud dr. Adhiyatma mph
semarang. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Semarang, Semarang.
Polit, D.F., & Beck, C.T. (2006). Essentials of nursing research: Methods,
appraisal, and utilization. (6th ed). Philadelphia: Lippincot Williams &
Walkins.
Plipat, N., Hakim, S., & Ahrens, W.R. (2002). The febrile child. In : Pediatric
emergency medicine. 2nd ed. New York: McGraw-Hill.
Purssell, E. (2007). Treatment of fever and over the counter medicines, Archives
of Diseases in Childhood. 92, 900-901.
Reza, M., Eftekhaari, T. E., Farah, M. (2008). Febrile seizures: Faktors affecting
risk of recurrence. J Pediatr Neurol. 6, 341-344.
Royal College of Nursing. (2015). Caring for children with fever. London: RCN
Diakses tanggal 25 Mei 2015, dari www.rcn.org.uk/publications.
Sadleir, L.G. & Scheffer, I.E. (2007). Clinical review febrile seizures. BMJ. 334,
307-311.
Santoso. (2009). Peran Wanita Dalam Menciptakan Ketahanan Keluarga.
hhtp://prov.bkkbn.go.id. Diakses 25 Desember 2015.
Shinnar, S. (2003). Febrile seizures and mesial temporal sclerosis. Epilepsy Curr.
3, 115-118.
Suriani, Faridah, (2009). Gambaran Pola Makan dan Status Gizi Balita pada Ibu
Pekerja di Kelurahan Tanjung Marulak Kecamatan Rambutan Kota
Tebing Tinggi tahun 2008. Skripsi FKM, Universitas Sumatera Utara.
Tarigan, T., Harahap, C.A., & Lubis, S. (2007). Pengetahuan, sikap dan perilaku
orangtua tentang demam dan pentingnya edukasi 0leh dokter. Sari
Pediatri. 8(3), 27-31.
Virta, M., Hurme, M., & Helminen, M. (2002). Increased plasma levels of pro-
and antiinflammatory cytokines in patients with febrile seizures. Epilepsia.
43, 920923.
Walsh, A., Edwards, H., Courtney, M., Wilson, J., Monaghan, S.J. (2005) Fever
Management: paediatric nurses knowledge, attitudes and influencing
factors, Journal of Advanced Nursing. 49 (5), 453-464.
Waruitu, C. & Appleton, R. (2004). Febrile seizures: an update. Arc Dis Child.
89(9), 751-756.
Wong, D.L. (2007). Buku ajar keperawatan pediatrik. Edisi 6. Jakarta: EGC.