Anda di halaman 1dari 13

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami sampaikan ke hadirat Allah SWT, karena berkat kemurahan-
Nya makalah ini dapat kami selesaikan.
Dalam makalah ini kami membahas tentang sikap Implikasi Istiqamah terhadap
Dakwah. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata kuliah Ilmu dakwah.
Kami menyadari penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif.
Akhir kata penyusun sangat berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca pada umumnya dan bagi penyusun pada khususnya.
Demikian makalah ini kami buat semoga berguna dan bermanfaat untuk kita
semua., Aamiin.

Bandung, 28 Oktober 2017

Penyusun
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Istiqomah merupakan salah satu bentuk akhlak mulia, suatu istilah bahasa arab
yang sering diucapkan oleh masyarakat muslim, sifat ini selayaknya dimilki oleh setiap
muslim agar tidak mudah digoyahkan tantangan maupun halangan dalam memegang
tali Islam dan menjalankan ajaran Islam.
Sikap konsisten atau istiqamah merupakan serangkaian perintah ibadah yang
nota bene sulit dilakukan. Banyak anggapan bahwa perilaku istiqamah hanya bisa
dilakukan oleh kalangan sufi saja. Runtutan dari proses istiqamah ini membentuk suatu
dimensi yang dapat digambarkan dengan memperhatikan aspek-aspek yang menjadi
objek tujuannya yang bertumpu pada ayat-ayat al-Quran.
Pada zaman sekarang ini, sikap istiqamah menjadi sangat urgent kehadirannya
ditengah-tengah masyarakat muslim, terutama bagi seorang mubalig/dai dalam
bedakwah. Karena pada prinsipnya, berdakwah memerlukan konsistensi untuk
mendapatkan hasil yang benar-benar sesuai tujuan.
Melihat sisi urgensitas sikap istiqamah terhadap dakwah, maka pada makalah ini
kami mencoba untuk memaparkan poin-poin yang berkenaan dengan bagaimana
seorang pendakwah mampu memiliki sikap istiqamah agar dapat menjadi seorang
teladan dalam kehidupan sehari-sehari.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian istiqamah?


2. Bagaimana konsep istiqamah dalam al-Quran?
3. Bagaimana implikasi istiqamah terhadap kegiatan dakwah?
3

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian istiqamah.


2. Memahami konsep istiqamah dalam al-Quran.
3. Mengetahui implikasi istiqamah terhadap kegiatan dakwah
4

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Makna Istiqamah


1. Pengertian
Istiqomah menurut bahasa berasal dari akar kata yang tersusun dari huruf
qof, wa, dan mim yang menunjukkan dua makna. Makna Pertama, adalah
kumpulan manusia (kaum) dan makna kedua, adalah berdiri atau tekad yang
kuat. Dari makna yang kedua, istiqomah diartikan dengan Itidal (tegak atau
lurus). 1 Adapun dalam Ensiklopedi Islam yang disusun oleh tim redaksi
Ensiklopedi Islam, istiqomah adalah keadaan atau upaya seseorang yang teguh
mengikuti jalan lurus(agama Islam) yang telah ditunjuk Allah SWT.2
Adapun secara terminologi, istiqomah bisa diartikan dengan beberapa
pengertian, diataranya: Pertama, Abu Bakar as-Shiddiq ketika ditanya tentang
istiqomah menjawab, istiqomah adalah kemurnian tauhid (tidak boleh
menyekutukan Allah dengan apa atau siapa pun). Kedua, Umar bin al-
Khattab berkata, istiqomah adalah komitmen terhadap perintah dan larangan
dan tidak boleh menipu. Ketiga, Utsman bin Affan berkata, istiqomah adalah
mengikhlaskan amal kepada Allah. Keempat, Ali bin Abi Thalib berkata,
istiqomah adalah melaksanakan kewajiban-kewajiban. Kelima, Mujahid berkata,
istiqomah adalah komitmen terhadap syahadat tauhid sampai bertemu dengan
Allah (meninggal). Keenam, Ibnu Taimiyyah berkata, istiqomah adalah
mencintai dan beribadah kepada Allah tanpa menoleh kiri kanan.3

1
Mahmud al-Mishri Abu Ammar, Mausuah min Akhlaqir-Rasul, (Cairo: Darut-Taqwa) ,
Penerjemah Abdul Amin, Ensiklopedia Akhlak Muhammad SAW.(Jakarta: Pena Pundi
Aksara, 2009), hal. 763.
2
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta:PT. Ichtiar Baru Van Houve,
2001), hal. 281.
3
Yusni Amru Ghazali, Ensiklopedia al-Quran dan Hadits Per Tema, (Jakarta: PT. Niaga
Swadaya, 2011), hal. 998.
5

2. Makna
Dari pengertian di atas, indikator ke-istiqamahan seseorang terutama akan
terlihat ketika menghadapi perubahan dan godaan dalam menjalani suatu
perbuatan. Dengan demikian, dapat diilustrasikan bahwa istiqamah ibarat
laboratorium uji nyali, apakah seseorang akan goyah dan tergoda oleh rayuan
atau teguh hati dan konsisten dalam memegang prinsip.
Istiqamah adalah konsistensi, ketabahan, kemenangan, keperwiraan dan
kejayaan di medan pertarungan antara ketaatan, hawa nafsu dan keinginan. Oleh
karena itu, mereka yang beristiqamah layak untuk mendapat penghormatan berupa
penurunan malaikat kepada mereka dalam kehidupan di dunia untuk membuang
perasaan takut dan sedih dan memberi kabar gembira kepada mereka dengan
kenikmatan surge. Firman Allah SWT:


Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah"
kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka Malaikat akan turun
kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah
merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan
Allah kepadamu". (Q.S. Fushshilat, 41: 30).

B. Konsep Istiqamah dalam al-Quran


Dalam Mujam al-Mufahrasy Li Al-Fadzil Quran, kata istiqomah dalam al-
Quran sebanyak 10 kata, terdiri dari 9 ayat, yang terdapat pada 8 surat. masing-masing
Q.S. at-Taubah : 7, Q.S. Yunus : 89, Q.S. Hud : 112, Q.S. Fussilat : 6 dan 30, Q.S. al
6

Ahqaf : 13, Q.S. asy Syura : 15, Q.S. al Jin : 16 dan Q.S. at Takwir : 28.7. Dari itu,
penulis akan menguraikan penafsiran para ulama tafsir tentang kata istiqomah.
Penguraian ini terdiri dari tiga ayat yang terpilih karena terpandang sesuai dengan tema
pembahasan.
1. Surah asy-Syura ayat: 15

Maka karena itu serulah (mereka kepada agama ini) dan tetaplah (tetaplah dalam
agama dan lanjutkanlah berdakwah) sebagai mana diperintahkan kepadamu dan
janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan Katakanlah: "Aku beriman kepada
semua kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya Berlaku adil
diantara kamu. Allah-lah Tuhan Kami dan Tuhan kamu. bagi Kami amal-amal
Kami dan bagi kamu amal-amal kamu. tidak ada pertengkaran antara Kami dan
kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah kembali (kita)".

Munasabah, pada ayat-ayat sebelumnya setelah Allah Taala menerangkan


bahwa agama itu hanyalah satu pada hakikatnya, kemudian diperintahkan pula
7

Nabi-Nya untuk melakukan dakwah (seruan) kepada pengikutnya dengan syariat


agama yang benar. Dan berpegang teguh dengannya dan tetap pada hukum-
hukumnya. Dan melarang adanya perdebatan dan pertikaian antara kaum mukmin
dan musyrik dalam mempertahankan hujjahnya..Dan orang musyrik mengambil
atau mengikuti hujjahnya dengan tergesa-gesa dan mencemooh serta
mengingkari adanya hari kiamat. Dan imannya orang mukmin tetap kokoh dan
mereka siap sedia bahwa keburukan dan kejelakan itu nyata dan jelas, Dengan
memperbanyak dalil-dalil yang jelas.4
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Allah telah wasiatkan kepada para nabi
sebelum kamu dan orang-orang yang mengikutimu di dalam batasan- batasan
perintah-perintah Allah dengan tidak di tambah dan tidak dikurangi, dan jangan
mengikuti orang-orang musyrik pada apa yang mereka dustakan dan ada-adakan
berupa penyembahan kepada berhala. Kemudian, berimanlah kamu kepada
semua kitab yang diturunkan dan berlaku adil dalam menetapkan sebuah
hukuman.5
Al-Maraghi menjelaskan bahwa Allah SWT. m enyuruh mereka agar
bersatu dalam agama dan jangan berpecah belah menganiaya, setelah mereka
didatangi ilmu dengan berbuat aniaya dan dengki, membangkang dan sombong.,
maka Allah SWT. Menyuruh Nabi s.a.w. agar mengajak mereka kepada persatuan
pada agama yang hanifdan berpegang teguh padanya, juga disuruh agar
berdakwah kepada agama tersebut, dan jangan mengikuti hawa nafsu yang bathil.
Sesudah itu Allah SWT. Menyuruh Rasul-Nya s.a.w. supaya beriman
kepada semua kitab samawi dan agar berlaku adil diantara manusia dan bersikap
duduk sama rendah berdiri sama tinggi di antara dirinya dengan mereka.

4
Wahbah az-Zuhaily, Tafsir al-Manar,( Damasyqus : Dar al-Fikr, 1991), Jilid 13, hal. 47.
5
Imam Abi Fida al-Hafidz Ibn Katsir al-Damasyqiy, Tafsir Al-Quran Al-Adzim,Beirut:
Maktabah an-Nur al-Ilmiah, 1991 ), Juz 4, hal. 111.
8

Yakni jangan menyuruh mereka sesuatu yang dia sendiri tidak melakukannya,
atau jangan mencegah mereka sesuatu yang dia sendiri melanggarnya.6
Kemudian Buya Hamka berpendapat tentang ayat ini Rasulullah saw.
Sudah diberi dua perintah yang pokok:
Pertama, dakwah teruskan, ajakan dan seruan tidak boleh berhenti.
Kedua, pendirian teguhkan. Tegak lurus dengan keyakinan kepada Tuhan,
selanjutnya suatu dakwah tidak akan jaya, kalau yang berdakwah tidak
mempunyai istiqomah, dan jangan pula perdulikan hawa nafsu mereka yang
hendak membawa kepada pertengkaran yang sangat menghabiskan tenaga.
Inilah pendirian Islam yang telah digariskan di Mekkah. Dan setelah hijrah
ke Madinah, pendirian ini pun tetap dipegang teguh. Sehingga diperbuat
perjanjian bertetangga baik dengan suku-suku Yahudi di Madinah, tetapi setelah
mereka sendiri yang mengkhianati perjanjian itu.7

2. Surah Yunus ayat: 89


AlIah berfirman: "Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua,
sebab itu tetaplah kamu berdua pada jalan yang Lurus dan janganlah sekali-kali
kamu mengikuti jalan orang-orang yang tidak Mengetahui".
Menurut al-Jlan, ungkapan maka tetaplah kamu berdua pada jalan yang
lurus dalam ayat di atas bararti bahwa kita harus selalu tetap dalam dakwah dan
menguatkan hujjah/bukti dan menetapkan kesabaran, karena suatu perkara akan
dijadikan sebagai jaminan sesuai dengan waktu-waktunya.

6
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, (Beirut: Darul Fikr), Juz XXV, hal. 48-49.
7
Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, ( Jakarta: Panji Mas, 1988), Juz XXV, hal. 21.
9

Kisah Nabi Musa dan Harun dapat dijadikan pelajaran bahwa dalam
berdakwah haruslah beristiqamah dengan menetapkan kesabaran di dalam dirinya,
tidak dengan secara instan atau bahkan tergesa-gesa. Dakwah di sini yang
dimaksud adalah dakwah mengajak masuk agama tauhid. Seandainya dalam
kondisi menghadapi orang-orang awam dan yang belum mengerti tentang agama
Islam sebaiknya dalam berdakwah tidak dengan memaksakan kehendak, namun
harus dilandasi dengan kesabaran yang mendalam serta doa. Dalam berdakwah
juga harus mengerti etikanya, seperti halnya dalam surah al-Ar ayat 3:


kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat
menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi
kesabaran.
Berdakwah tidak hanya bersikukuh harus sesuai dengan harapan kita, namun
tetap percaya bahwa hasil dari apa yang kita usahakan adalah yang terbaik. Isyarat
untuk berdoa ini merupakan isyarat dari ayat qla qad ujbat dawatukum.
Dengan doa yang telah dikabulkan Allah, maka apa yang menjadi tujuan akan
diperoleh tanpa membuat kebencian terhadap Allah. Isyarat dari kisah Nabi Musa
inilah bahwa ketika beliau menghadapi Bani Israil (dimana Bani Israil merupakan
keturunan orang yang sering membantah terhadap dakwah Nabi Musa) serta ayat
ini juga yang digunakan para waliyullah dalam berdakwah.
Adapun munsabah ayat ini, menurut al-Jlan, ada pada Q.S.al-Syra:15.
Dalam tafsir al-Jlan diterangkan, ungkapan maka karena itu
bertujuan menunjukkan ketauhidan Allah secara Dzat yang bisa mengalahkan
semua penyandaran serta perbedaan. Tujuan dari dakwah adalah mengajak kaum/
umat kepada ketauhidan (yaitu mengesakan Allah). Kata fadu (serulah) yang
10

menunjukkan arti perintah ini menggunakan fa athf yang berarti adanya


kesinambungan antara ketauhidan dan perintah untuk dakwah. Sedangkan
istiqamahnya yaitu untuk tetap pada apa yang telah diperintahkan dengan tanpa
condong terhadap hal yang mampu merusak perintah serta tidak melampaui batas.

3. Surah Huud ayat 112


Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan
kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu
melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan.

Al-Jlan menafsirkan bahwa berlaku istiqmah dengan jalan keadilan


terhadap sifat, perbuatan serta perkataan bagi setiap menusia begitu berat,
sehingga pendamping dari perilaku tersebut adalah tindakan taubat (meminta
pengampunan), dimana tiga hal tersebut sering dilalaikan manusia baik secara
sengaja maupun tidak. Isyarat ayat ini tertuju pada Nabi, artinya bahwa Nabi
diperintahkan tetap teguh pendirian dengan berlaku adil dalam sifat, perbuatan
juga perkataan yang akhirnya kita ketahui sebagai pengertian hadis. Namun ayat
wa man tba maaka, yaitu orang-orang yang bertaubat dengan beriman kepada
Rasulullah saw, bertaubat (memohon ampun dengan menyesali) dari setiap
kesalahan dan berbalik di jalan yang benar (jalan Rasulullah) tanpa melampaui
batas. Allah Maha melihat dari apa yang kamu kerjakan dalam hal memberikan
keadilan baik kesewenang-wenangan dalam memberi hukum atau pun yang
lainnya. Dalam ayat ini juga tertera hadis Rasulullah pada Tafsir al-Jlan,
Syayyabatn suratu hd (surat Huud ini adalah surat yang menjadikan rambut Nabi
11

beruban) dan hadzihil ayat qusimat zuhru anbiya`illh wa auliyaihi. Ketika surat
Huud ini diturunkan, Rasulullah bersabda demikian karena beliau merasa begitu
beratnya berlaku istiqamah dari apa yang maksud ayat tersebut. Dan ayat ini adalah
untuk membagi kejelasannya golongan para Nabi dan kekasih Allah.

C. Implikasi Sikap Istiqamah terhadap Dakwah


Berkaitan dengan penjelasan di atas, sikap istiqamah tersebut akan berimplikasi
kepada bagaimana seorang dai secara terus menurus dan konsisten berpegang teguh
dalam berdakwah. Istiqamah itu sendiri dapat memberikan efek positif yang sangat
besar bagi kehidupan seorang dai dalam membentuk citra dirinya.
Citra diri (self image) atau konsep diri (self concept) adalah gambaran seseorang
mengenai dirinya sendiri. Walaupun citra diri mempunyai subyektivitas yang tinggi,
tetapi hal itu merupakan salah satu unsur penting dalam proses pengembangan pribadi.
Citra diri yang positif akan mewarni pola sikap, cara pikir, corak penghayatan, dan
ragam perbuatan yang positif juga, demikian pula sebaliknya.
Ketika citra diri ini telah terbangun dalam pribadi seorang dai, maka akan lebih
mudah untuk melakukan penghayatan terhadap apa-apa yang akan disampaikan.
Karena dalam berdakwah memerlukan sebuah kejujuran, baik dalam bentuk sikap
maupun lisan. Seorang dai akan dipandang sebagai contoh, panutan, teladan, tentu
orang-orang akan melihat dari keselarasan perilaku dengan ucapan dai.
12

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Istiqomah menurut bahasa berasal dari akar kata yang tersusun dari huruf qof, wa,
dan mim yang menunjukkan dua makna. Makna Pertama, adalah kumpulan manusia
(kaum) dan makna kedua, adalah berdiri atau tekad yang kuat. Indikator ke-
istiqamahan seseorang terutama akan terlihat ketika menghadapi perubahan dan
godaan dalam menjalani suatu perbuatan.
Dalam Mujam al-Mufahrasy Li Al-Fadzil Quran, kata istiqomah dalam al-
Quran sebanyak 10 kata, terdiri dari 9 ayat, yang terdapat pada 8 surat. masing-masing
Q.S. at-Taubah : 7, Q.S. Yunus : 89, Q.S. Hud : 112, Q.S. Fussilat : 6 dan 30, Q.S. al
Ahqaf : 13, Q.S. asy Syura : 15, Q.S. al Jin : 16 dan Q.S. at Takwir : 28.7.
Makna istiqamah dapat dipetakan pada: Pertama, istiqamah dalam perjanjian atau
berlaku lurus dengan menjaga setiap janji. Kedua, istiqamah dalam dakwah dengan
cara konsisten pada jalan yang lurus dalam berdakwah. Ketiga, istiqamah dengan cara
berlaku adil, baik adil dari segi sifat, perbuatan, maupun perkataan. Keempat,
istiqamah pada agama Islam dengan cara berpegang teguh terhadap agama Allah dari
segala rintangan. Kelima, istiqamah dalam tauhid dengan senantiasa mengesakan Allah.
Dan keenam, istiqamah dalam al-Quran dengan cara mengamalkan pesan-pesan di
dalamnya.

B. Saran
Sebagai implikasi dan konsekuensi logis dari sebuah karya, terdapat beberapa hal
yang perlu diperhatikan bagi pihak yang akan mengembangkan lebih lanjut guna
kesempurnaan makalah yang kami susun. Sebab tidak ada karya yang sempurna,
sehingga penulis sangat mengharapkan kritikan yang membangun untuk perbaikan
tulisan ini.
13

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Abdul. Ensiklopedia Akhlak Muhammad SAW.(Jakarta: Pena Pundi Aksara).

2009.

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta:PT. Ichtiar Baru

Van Houve). 2001.

Amru Ghazali, Yusni. Ensiklopedia al-Quran dan Hadits Per Tema, (Jakarta: PT.

Niaga Swadaya). 2011.

az-Zuhaily, Wahbah. Tafsir al-Manar,( Damasyqus : Dar al-Fikr). 1991.

al-Hafidz Ibn Katsir al-Damasyqiy, Abi Fida. Tafsir Al-Quran Al-Adzim, (Beirut:

Maktabah an-Nur al-Ilmiah). 1991.

Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. Tafsir Al-Maraghi, (Beirut: Darul Fikr). Juz XXV.

Hamka, Buya. Tafsir Al-Azhar, ( Jakarta: Panji Mas). 1988. Juz XXV.

Anda mungkin juga menyukai