Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuntutan Masyarakat terhadap kwalitas pelayanan keperawatan
dirasakan sebagai suatu fenomena yang harus direspon oleh perawat. Oleh
karena itu Pelayanan keperawatan ini perlu mendapat prioritas utama dalam
pengembangan ke masa depan. Perawat harus mau mengembangkan ilmu
pengetahuannya dan berubah sesuai tuntutan masyarakat, dan menjadi tenaga
perawat yang profesional.Pengembangan dalam berbagai aspek keperawatan
bersifat saling berhubungan, saling bergantung, saling mempengaruhi dan
saling berkepentingan. Oleh karena itu inovasi dalam pendidikan
keperawatan, praktek keperawatan, ilmu keperawatan dan kehidupan
keprofesian merupakan fokus utama keperawatan Indonesia dalam proses
profesionalitas. Proses profesionalisasi merupakan proses pengakuan terhadap
sesuatu yang dirasakan, dinilai dan diterima secara spontan oleh masyarakat,
maka dituntut untuk mengembangkan dirinya dalam sistem pelayanan
kesehataan. Keperawatan Indonesia sampai saat ini masih berada dalam
proses mewujudkan keperawatan sebagai profesi, maka akan terjadi beberapa
perubahaan dalam aspek keperawatan yaitu : penataan pendidikan tinggi
keperawatan, pelayanan dan asuhan keperawatan, pembinaan dan kehidupan
keprofesian, dan penataan lingkungan untuk perkembangan keperawatan.
Perubahan-perubahan ini akan membawa dampak yang positif seperti makin
meningkatnya mutu pelayanan kesehatan/keperawatan yang diselenggarakan,
makin sesuainya jenis dan keahlian tenaga kesehatan/keperawatan yang
tersedia dengan tuntutan masyarakat, bertambahnya kesempatan kerja bagi
tenaga kesehatan.Oleh karena alasan-alasan di atas maka Pelayanan
keperawatan harus dikelola secara profesional, karena itu perlu
adanyaManajemen Keperawatan (Nursing and Ward Management, 2012).
Keperawatan sebagai bentuk pelayanan profesional merupakan bagian
integral yang tidak dapat dipisahkan dari upaya pelayanan kesehatan secara
menyeluruh.Selain itu pelayanan keperawatan merupakan salah satu faktor

1
penentu baik buruknya mutu dan citra institusi pelayanan kesehatan.
Pelayanan kesehatan utamanya di rumah sakit, pelayanan keperawatan
mempunyai posisi yang sangat strategis dalam menentukan mutu karena
jumlah perawat terbanyak dari profesi lain dan paling lama kontak dengan
klien,sehingga keperawatan adalah ujung tombak pelayanan kesehatan dan
sering digunakan sebagai indikator pelayanan kesehatan yang bermutu, serta
berperan dalam menentukan tingkat kepuasan klien (Priyanto, 2005). Rumah
sakit merupakan bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan
berfungsi menyediakan pelayanan paripurna, kuratif, preventif dan pelayanan
rawat jalan serta merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat
penelitian biomedik (WHO, 2010).
Isu yang berkembang di Indonesia saat ini, terutama di area pelayanan
kesehatan rumah sakit adalah apabila Sistem Informasi Manajemen Rumah
Sakit sudah dipergunakan apakah akan menyebabkan biaya yang dikeluarkan
menjadi lebih besar atau berkurang, apakah sistem ini membantu mencapai
tujuan yang diharapkan, apakah jumlah SDM keperawatan dapat dikurangi
serta apakah sistem ini akan berkesinambungan dan secara terus-menerus
akan dipergunakan, bagaimana kalau terjadi kerusakan sistem yang fatal. Isu
ini sepertinya sangat mempengaruhi pihak manajemen rumah sakit dalam
memutuskan dilaksanakannya pemanfaatan dan pengembangan sistem
tersebut. Sebagai gambaran ada beberapa rumah sakit yang bidang
perawatannya sudah mempersiapkan Sistem Informasi Manajemen
keperawatan, namun belum bisa dilaksanakan, salah satu penyebabnya karena
pihak manajemen rumah sakit merasa belum siap dalam menyediakan dana
untuk pengembangan program ini, dan mungkin ada faktor-faktor lain yang
mempengaruhinya (Ligrary, 2010).
Manajemen keperawatan pada dasarnya berfokus pada perilaku
manusia.Untuk mencapai tingkat tertinggi dari produktivitas pada pelayanan
keperawatan, pasien membutuhkan manajer perawat yang terdidik dalam
pengetahuan dan keterampilan tentang perilaku manusia untuk mengelola
perawat profesional serta pekerja keperawatan non profesional. Mc. Gregor
menyatakan bahwa setiap manusia merupakan kehidupan individu secara
keseluruhan yang selalu mengadakan interaksi dengan dunia individu lainnya.

2
Apa yang terjadi dengan orang tersebut merupakan akibat dari perilaku orang
lain. Sikap dan emosi dari orang lain mempengaruhi orang tersebut. Bawahan
sangat tergantung pada pimpinan dan berkeinginan untuk diperlakukan adil.
Suatu hubungan akan berhasil apabila dikehendaki oleh kedua belah pihak.
Pimpinan menciptakan kondisi untuk mewujudkan kepemimpinan yang
efektif dengan membentuk suasana yang dapat diterima oleh bawahan,
sehingga bawahan tidak merasa terancam dan ketakutan. Untuk dapat
melakukan hal tersebut di atas, baik atasan maupun bawahan perlu
memahami tentang pengelolaan kepemimpinan secara baik, yang pada
akhirnya akan terbentuk motivasi dan sikap kepemimpinan yang profesional.
Keperawatan Indonesia sampai saat ini masih berada dalam proses
mewujudkan keperawatan sebagai profesi, maka akan terjadi beberapa
perubahaan dalam aspek keperawatan yaitu: penataan pendidikan tinggi
keperawatan, pelayanan dan asuhan keperawatan, pembinaan dan kehidupan
keprofesian, dan penataan lingkungan untuk perkembangan keperawatan.
Oleh karena itu manajemen keperawatan di Indonesia di masa depan perlu
mendapatkan prioritas utama dalam pengembangan Keperawatan di masa
depan (FIK UI, 2011).
Tenaga perawat sebagai salah satu tenaga yang mempunyai kontribusi
besar bagi pelayanan kesehatan, mempunyai peranan penting untuk
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.Dalam upaya meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan, seorang perawat harus mampu melaksanakan asuhan
keperawatan sesuai standar, yaitu dari mulai pengkajian sampai dengan
evaluasi dan yang sangat penting adalah disertai dengan sistem
pendokumentasian yang baik. Namun pada realitanya di lapangan, asuhan
keperawatan yang dilakukan belum disertai dengan sistem pendokumentasian
yang baik, sehingga perawat mempunyai potensi yang besar terhadap proses
terjadinya kelalaian dalam praktek. Dengan adanya kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi, maka sangat dimungkinkan bagi perawat untuk
memiliki sistem pendokumentasian asuhan keperawatan yang lebih baik
dengan menggunakan Sistem Informasi Manajemen.
Manajemen keperawatan adalah penggunaan waktu yang efektif,
karena manajemen adalah pengguna waktu yang efektif, keberhasilan rencana

3
perawat manajer klinis, yang mempunyai teori atau sistematik dari prinsip
dan metode yang berkaitan pada instusi yang besar dan organisasi
keperawatan di dalamnya, termasuk setiap unit. Teori ini meliputi
pengetahuan tentang misi dan tujuan dari institusi tetapi dapat memerlukan
pengembangan atau perbaikan termasuk misi atau tujuan devisi keperawatan
(Swanburg, 2000).
Dewasa ini telah ditetapkan pendekatan manajemen berdasarkan
SP2KP. SP2KP diterapkan dalam bentuk proses manajemen yang terdiri dari
tahapan proses perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),
pengarahan (directing), dan pengendalian (controlling).
Program pendidikan ners pada stase manajemen keperawatan
merupakan suatu kegiatan belajar yang memberikan kesempatan pada
mahasiswa untuk mengaplikasikan konsep atau teori yang telah didapat di
pendidikan formal dalam praktik di lapangan, mahasiswa profesi ners juga
diharapkan dapat memberikan perubahan yang membangun dalam pola
pemberian pelayanan keperawatan sesuai dengan perkembangan saat ini.
Mahasiswa ners juga perlu memperoleh pengalaman manajemen pengelolaan
ruangan yang ada di lapangan saat ini sehingga mahasiswa ners pada akhirnya
dapat belajar mengatasi konflik dan masalah yang timbul selama pengelolaan
ruangan berlangsung.
Berdasarkan latar belakang diatas maka mahasiswa tertarik untuk
melakukan praktek manajemen keperawatan di Wisma Rehabilitasi
Psikososial Harjuna RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah melakukan praktek manajemen keperawatan selama 4
minggu di Wisma Rehabilitasi Psikososial Harjuna RSJ Prof. Dr. Soerojo
Magelang, mahasiswa dapat menerapkan pengelolaan ruangan dengan
pendekatan Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan Profesional
(SP2KP) berdasarkan langkah-langkah penyelesaian masalah (problem
solving cycle).

2. Tujuan Khusus

4
Setelah melakukan praktek manajemen keperawatan di Wisma
Rehabilitasi Psikososial Harjuna RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang,
mahasiswa dapat:
a. Melakukan pengkajian manajemen keperawatan
sesuai pendekatan Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan
Profesional (SP2KP) tentang pengelolaan Wisma Rehabilitasi
Psikososial Harjuna RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang.
b. Mengidentifikasi masalah yang ada ruangan
dengan pendekatan penyelesaian masalah (problemsolving cycle) di
Wisma Rehabilitasi Psikososial Harjuna RSJ Prof. Dr. Soerojo
Magelang.
c. Bersama perawat menentukan prioritas masalah
yang terkait dengan masalah-masalah yang dijumpai dalam
pengelolaan ruangan di WismaRehabilitasi Psikososial Harjuna
RSJProf.Dr. Soerojo Magelang.
d. Bersama perawat menyusun perencanaan untuk
menyelesaikan masalah yang ditemukan berdasarkan prioritas
masalah yang sudah dipilih dengan pendekatan Sistem Pemberian
Pelayanan Keperawatan Profesional (SP2KP) dan sesuai fungsi
manajemen di Wisma Rehabilitasi Psikososial Harjuna RSJ Prof. Dr.
Soerojo Magelang.
e. Bersama perawat melakukan implementasi sesuai
dengan perencanaan yang telah dibuat di ruangan Rehabilitasi
Psikososial Harjuna RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang.
f. Melakukan evaluasi proses dan hasil terhadap
implementasi yang sudah dilakukan menggunakan format yang telah
dibuat di Wisma Rehabilitasi Psikososial Harjuna RSJ Prof. Dr.
Soerojo Magelang.
g. Menyusun rencana tindak lanjut berdasarkan hasil
evalusinasi proses maupun hasil diwisma Rehabilitasi Psikososial
Harjuna RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang.

C. Manfaat
1. Institusi pendidikan

5
Membantu dalam proses belajar mengajar terutama penerapan
manajemen keperawatan di ruang perawatan dan memberikan informasi
bagi mahasiswa maupun guru terutatama mengenai pelaksanaan
manajemen asuhan dan manajemen pelayanan dalam melakukan
pengelolaan ruangan.
2. Mahasiswa
Mahasiswa dapat memperoleh pengalaman dengan menerapkan teori
manajemen keperawatan secara langsung dan dapat mencari alternatif
pemecahan masalah ketika menghadapi hambatan dan kesulitan selama
penerapan manajemen asuhan dan pelayanan di ruang perawatan.
3. Rumah sakit
Sebagai bahan masukan untuk perencanaan pengembangan Sistem
Pemberian Pelayanan Keperawatan Profesional (SP2KP) dan sebagai
bahan informasi untuk melakukan evaluasi terhadap Pelaksanaan Standar
Operasional Prosedur yang sudah ada dan mengadakan Standar
Operasional Prosedur yang belum ada sehingga dapat melakukan
perbaikan kualitas mutu pelayanan keperawatan secara bertahap.
4. Wisma Harjuna RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang
Sebagai informasi tentang keadaan terbaru mengenai pelaksanaan
SP2KP di Wisma Harjuna sehingga dapat mengadakan perbaikan secara
bertahap dan terencana.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Manajemen Keperawatan


Kata Manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno mnagement, yang
memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Mary Parker Follet, misalnya,
mendefinisikan manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui
orang lain. Definisi ini berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan
mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Ricky W. Griffin

6
mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan,
pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk
mencapai sasaran secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan
dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa
tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan
jadwal. Istilah manajemen harus memenuhi syarat-syarat/prinsip-prinsip
tertentu yaitu adanya kegiatan kerjasama yang dilakukan oleh sekelompok
manusia, adanya penataan/pengaturan dalam kerjasama, dan adanya tujuan
yang hendak dicapai dari kegiatan kerjasama tersebut. Dari beberapa istilah
manajemen maka jika difokuskan pada Manajemen keperawatan, maka dapat
diambil suatu kesimpulan bahwa manajemen keperawatan adalah suatu
proses bekerja melalui anggota staff keperawatan untuk memberikan asuhan
keperawatan secara professional melalui tahapan proses yaitu perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian (dalam Munijaya, 1999).

B. KOMPONEN MANAJEMEN KEPERAWATAN


Fungsi manajemen pertama kali diperkenalkan oleh seorang industrialis
Perancis bernama Henry Fayol pada awal abad ke-20. Ketika itu, ia
menyebutkan lima fungsi manajemen, yaitu merancang, mengorganisir,
memerintah, mengordinasi, dan mengendalikan. Namun saat ini, kelima
fungsi tersebut telah diringkas menjadi empat, yaitu perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian (Planning, Organizing,
actuating dan controlling).
1. Perencanaan (Planning)
Perencanaan adalah keseluruhan proses pemikiran dan penentuan
secara matang hal-hal yang akan dikerjakan dimasa mendatang selama
periode tertentu dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan
sampai dengan menyusun dan menetapkan rangkaian kegiatan untuk
mencapainya. Melalui perencanaan akan dapat ditetapkan tugas-tugas
staff, dan dengan tugas-tugas ini seorang pimpinan akan mempunyai
pedoman untuk melaksanakan supervisi dan menetapkan sumber daya
yang dibutuhkan oleh staff untuk menjalankan tugas-tugasnya. Suatu

7
rencana yang baik harus berdasarkan pada sasaran, bersifat sederhana,
mempunyai standart, fleksibel, seimbang dan menggunakan sumber-
sumber yang tersedia lebih dulu. Dalam keperawatan, perencanaan
membantu untuk menjamin bahwa klien akan menerima pelayanan
keperawatan yang mereka ingini dan butuhkan dengan memuaskan
(Munijaya, 1999).
Jenis-jenis perencanaan terdiri dari rencana jangka panjang,
rencana jangka menengah dan rencana jangka pendek. Rencana jangka
panjang disebut juga perencanaan strategis yang disusun untuk tiga sampai
sepuluh tahun. Perencanaan jangka menengah dibuat dan berlaku satu
sampai dengan lima tahun dan perencanaan jangka pendek dibuat satu jam
sampai dengan satu tahun.
Salah satu alasan utama menempatkan perencanaan sebagai fungsi
organik manajerial yang pertama ialah karena perencanaan merupakan
langkah konkret yang pertama-tama diambil dalam usaha pencapaian
tujuan. Artinya, perencanaan merupakan usaha konkretisasi langkah-
langkah yang harus ditempuh yang dasar-dasarnya telah diletakkan dalam
strategi organisasi (Munijaya, 1999).
a) Penyusunan Rencana
Menyusun suatu rencana berarti berusaha untuk secara sistematik
memutuskan tentang hal-hal yang akan dilakukan oleh organisasi di
masa depan dalam rangka usaha mewujudkan kondisi masa depan
tertentu yang diperkirakan akan menguntungkan bagi organisasi. suatu
rencana harus didasari oleh cara berpikir yang realistis dan pragmatis
yang dikaitkan dengan tujuan yang pada dasamya bersifat idealistik
dan mungkin juga tidak terbatas. Seharusnya rencana disusun
berdasarkan kenyataan dan perhitungan yang matang dan bukan
semata-mata atas dasar keinginan dan bukan pula atas harapan atau
dugaan belaka. Oleh karena itu, seluruh rencana yang disusun harus
dengan terus-menerus memperhatikan faktor-faktor efisiensi dalam
arti bahwa dengan berbagai sumber dana dan daya yang terbatas
diperoleh hasil yang optimal, bahkan kalau mungkin yang maksimal.

8
Dengan bertitik tolak dari pemikiran diatas, suatu rencana dapat
dikatakan baik apabila memenuhi sepuluh ciri yang dibahas berikut ini
antara lain adalah :
1) Rencana harus mempermudah tercapainya tuiuan yang ditentukan
sebelumnya, artinya, bahwa penyusunan suatu rencana tidak boleh
dipandang sebagai tujuan, melainkan sebagai cara yang sifatnya
sistematik untuk mencapai tujuan.
2) Perencana sungguh-sungguh memahami hakikat tujuan yang ingin
dicapai, artinya mereka yang sungguh-sungguh memahami secara
mendalam dan secara tepat hakikat tujuan yang ingin dicapai
bahwa orang-orang yang mendapat tugas menyusun rencana adalah
orang-orang yang titik tolak berpikir dan bertindaknya adalah yang
sepenuhnya berorientasi kepada organisasi dan bukan untuk
menonjolkan kemahirannya dan menarik perhatian orang lain
kepada dirinya.
3) Pemenuhan persyaratan keahlian teknis. penyusunan suatu rencana
untuk kemudian disahkan oleh manajer seyogyanya diserahkan
kepada orang yang betul-betul memenuhi persyaratan keahlian
teknis menyusun rencana. Jadi diperlukan pemahaman yang tepat
tentang hakikat berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan, sarana
dan prasarana yang diperlukan, sistem anggaran, sistem logistik,
administrasi perkantoran, sistem kearsipan, dan segi-segi teknis
dari procedural serta mekanisme kerja.
4) Rencana harus disertai oleh suatu rincian yang cermat, artinya
suatu rencana tidak hanya mengandung jawaban terhadap
pertanyaan apa, dimana, bilamana, bagaimana, siapa, dan mengapa,
tetapi juga penjabarannya dalam bentuk program kerja yang
mendetail yang menyangkut semua segi kehidupan organisasional
antara lain :
a) Tata ruang
b) Metode kerja
c) Sumber dana dan alokasinya

9
d) Target waktu
e) Target hasil
f) Standar mutu yang harus terpenuhi
g) Kriteria pengukuran hasil dan prestasi kerja.
Singkatnya, suatu rencana tidak hanya merupakan
keputusan tentang apa yang akan dikerjakan di masa depan,
tetapi juga mimberikan petunjuk operasionarisasinya.
5) Keterkaitan rencana dengan pelaksanaan, untuk mempermudah
proses pelaksanaan, data, saran, informasi, dan pendapat dari
orang-orang dalam organisasi menjadi sangat penting untuk
dipertimbangkan. Dalam bahasa sehari-hari, hal ini dikenal dengan
perencanaan bottom up.
6) Kesederhanaan artinya berbagai hal seperti teknik penyusunan,
bahasa yang digunakan, sistematik, format, penekanan berbagai
prioritas, dan sebagainya harus jelas. Bahkan idealnya suatu
rencana sudah harus demikian jelasnya sehingga dapat dipahami
oleh orang lain, terutama para pelaksana dan memperoleh
pengertian yang sama dengan yang dimaksudkan oleh para
perencana. Hanya saja penting diperhatikan bahwa kesederhanaan
tidak mengurangi pentingnya kelengkapan rencana tersebut.
7) Fleksibilitas. Suatu rencana yang baik adalah rencana yang
mempunyai pola dasar yang relatif permanen. Sifat permanen
mungkin diciptakan jika dalam proses penyusunannya
menggunakan teknik-teknik yang bersifat ilmiah. Misalnya,
mengenai format rencana. Asumsi dalam penentuan berbagai
kegiatan tertentu adalah tersedianya dana untuk kepentingan
pembiayaannya. Akan tetapi jika ternyata jumlah dana
diperhitungkan tidak tersedia, peninjauan pelaksanaan yang
dilakukan sangat rnungkin berakibat padu berkurangnya jumlah
kegiatan yang akan diselenggarakan. Inilah antara lain yang
dimaksud dengan fleksibilitas. Jelasnya, fleksibilitas berarti
memperhitungkan apa yang mungkin dilaksanakan, tergantung

10
pada keadaan nyata yang dihadapi. Ketergantungan pada keadaan
inilah yang mengharuskan organisasi memiliki apa yang disebut
dengan contingency plan.
8) Rencana memberikan tempat pada pengambilan risiko.
Pengambilan keputusan dan pelaksanaannya selalu mengandung
risiko. Kiranya perlu ditekankan bahwa timbulnya risiko tidak
selalu mencerminkan kekurangmampuan para perencana.
Betapapun telitinya berbagai perhitungan dilakukan, tetap terbuka
kemungkinan timbulnya situasi yang sangat sukar diramalkan
sebelumnya. Misalnya terjadinya bencana alam jadi mampu
memperhitungkan situasi masa depan. Artinya, penyusunan rencana
perdefinisi menggambarkan risiko. Hanya saja risiko itu harus
merupakan sesuatu yang telah diperhitungkan sebelumnya
(calculated risk) sehingga faktor ketidakpastian dalam menghadapi
masa depan dapat dikurangi hingga tingkat yang minimal.
9) Rencana yang pragmatik. Telah ditekankan di muka bahwa bentuk
dan sifat rencana merupakan pencerminan dari filsafat manajemen
yang dianut oleh pimpinan organisasi. untuk kepentingan
perencanaan, intinya terletak pada penggabungan pandangan yang
idealistik dengan yang pragmatik. idealisme perlu dibarengi oleh
sikap yang realistik dengan memperhitungkan bukan hanya
keterbatasan kemampuan organisasi, akan tetapi juga dengan secara
teliti memperhitungkan faktor-faktor eksogenus yang pasti
mempunyai dampak terhadap jalannya roda organisasi yang
bersangkutan.
10) Rencana sebagai instrumen peramalan masa depan. Merencanakan
tidak berarti menggunakan bola kristal yang bentuk, jenis, dan sifat
masa depannya akan terlihat. Akan tetapi, rencana harus merupakan
suatu keputusan yang di dalamnya telah tergambar situasi dan
kondisi yang diperkirakan akan dihadapi di masa depan dan
memberikan petunjuk tentang cara-cara yang dipandang tepat
untuk menghadapinya.

11
2. Pengorganisasian (Organizing)
Suatu rencana yang telah dirumuskan dan ditetapkan sebagai hasil
penyelenggaraan fungsi organik perencanaan, dilaksanakan oleh
sekelompok orang yang tergabung dalam satuan-satuan kerja tertentu.
Diperlukan berbagai pengaturan yang menetapkan bukan saja wadah
tempat berbagai kegiatan akan diselenggarakan, tetapi juga tata karma
yang harus di taati oleh setiap orang dalam organisasi dengan orang-orang
lain, baik dalam satu satuan kerja tertentu maupun antarn kelompok yang
ada.
1) Pengertian
Pengorganisasin adalah rangkaian kegiatan manajemen untuk
menghimpun semua sumber daya (potensi) yang dimiliki oleh
organisasi dan memanfaatkanya secara efisien untuk mencapai tujuan
organisasi dengan mengintegrasikan semua sumber daya (potensi) yang
dimiliki oleh sebuah organisasi. Istilah organisasi mempunyai dua
pengertian umum. Pertama organisasi diartikan sebagai suatu lembaga
atau kelompok fungsional, misalnya sebuah rumah sakit, puskesmas,
sebuah perkumpulan, badan-badan pemerintahan dan lain sebagainya.
Kedua, merujuk pada proses pengorganisasian yaitu bagaimana
pekerjaan diatur dan dialokasikan di antara para anggota, sehingga
tujuan organisasi itu dapat tercapai secara efektif. Sedangkan organisasi
itu sendiri diartikan sebagai kumpulan orang dengan sistem kerjasama
untuk mencapai tujuan bersama. Dalam sistem kerjasama secara jelas
diatur siapa menjalankan apa, siapa bertanggung jawab atas siapa, arus
komunikasi dan memfokuskan sumber daya pada tujuan.
Agar organisasi dapat berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan
secara efektif, maka dalam fungsi organisasi harus terlihat pembagian
tugas dan tanggung jawab orang-orang atau karyawan yang akan
melakukan kegiatan masing-masing.
Dalam penyelenggaraan fungsi pengorganisasian, terdapat lima
pertanyaan yang harus terjawab dengan baik, antara lain adalah

12
a) Pertama: Siapa melakukan apa? dalam rangka pengorganisasian
harus terdapat kegiatan menciptakan atau merumuskan klasifikasi
jabatan, analisis pekerjaan, deskripsi pekerjaan. Analisis ini akan
dapat ditafsirkan jumlah orang yang dibutuhkan dengan tingkat
kepastian yang tinggi. Ketidakjelasan jawaban tentang hal ini dapat
berakibat pada beraneka ragam kesulitan, seperti jumlah tenaga yang
tidak sesuai dengan kebutuhan, atau tenaga kerja yang ada tidak
mencukupi persyaratan kualitatif dan penempatan orang yang tidak
sesuai dengan tuntutan tugasnya, dan lainnya.
Ada dua Hal sorotan pandangan, untuk menentukan analisis
penempatan orang, yaitu kemampuan teknis dan kemampuan
manajerial. Kemampuan teknis biasanya tercermin pada
keterampilan tertentu. keterampilan teknis dituntut dari mereka yang
ditugaskan menyelenggarakan berbagai kegiatan operasional.
Kemampuan manajerial dituntut dari mereka yang menduduki
berbagai jenjang jabatan kepemimpinan dalam organisasi.
b) Kedua: Siapa bertanggung jawab kepada siapa?, suafu organisasi
terdiri dari satuan-satuan kerja tertentu. Artinya, organisasi harus
menggambarkan pembagian tugas, wewenang, dan tanggung
jawabnya, antara lain demi kepentingan koordinasi dan sinkronisasi,
mutlak perlu terdapat kejelasan tentang hal-hal tersebut.
Ketidakjelasan tentang wewenang dan tanggung jawab akan
berakibat pada tumpang tindih dan duplikasi kegiatan yang
menimbulkan berbagai jenis konflik dan pemborosan yang tidak
akan pernah dapat diselesaikan.
c) Ketiga: Siapa yang berhubungan dengan siapa dan dalam hal apa?,
interaksi antara berbagai satuan kerja pasti dan memang harus
terjadi. Interaksi timbul karena adanya saling ketergantungan antara
satu satuan kerja dengan satuan kerja lainnya. Tidak ada satuan kerja
yang demikian tinggi tingkat otonominya sehingga ia tidak usah
berinteraksi dengan yang lain. Karena saling ketergantungan dalam
hubungan berbagai satuan kerja itu, hubungan dan interaksi yang

13
terjadi haruslah didasarkan pada pendekatan yang simbiosis
mutualisme.
d) Keempat: saluran komunikasi apa yang terdapat dalam organisasi,
bagaimana cara memanfaatkannya, dan untuk kepentingan apa?.
Lancar tidaknya jalannya roda suatu organisasi sangat tergantung
pada bentuk dan jenis saluran komunikasi yang terdapat dalam
organisasi tersebut. Ditinjau dari segi arahnya, komunikasi dalam
suatu organisasi berlangsung secara vertikal, horizontal, dan
diagonal. Komunikasi yang bersifat vertikal terjadi antara atasan
dengan para bawahannya yang digunakan untuk berbagai
kepentingan, seperti penyampaian keputusan, perintih, instruksi,
informasi, petunjuk, bahan pembinaan, pengarahan, pedoman kerja,
pujian, teguran, dan sebagainya. sebaliknya, komunikasi vertikal ke
atas, yaitu antara para bawahan dengan pimpinannya, terjadi dalam
hal penyampaian laporan, informasi, saran, masalah, keluhan, dan
hal-hal lain yang dipandang perlu diketahui oleh atasan yang
bersangkutan. Komunikasi horizontal terjadi antara orang-orang
yang menduduki jpbatan setingkat, tetapi terlibat dalam pelaksanaan
kegiatan yang berbeda. Komunikasi horizontal terjadi untuk
kepentingan penyampaian informasi, permintaan bahan, tukar-
menukar pengalaman, yang kesemuanya bermanfaat untuk
kepentingan koordinasi dan sinkronisasi kogiatan organisasional.
Komunikasi diagonal terjadi antara sekelompok orang yang berada
jenjang hierarki yang lebih tinggi dengan sekelompok orang yang
berada pada jenjang hierarki yang lebih rendah, tetapi terlibat dalam
penanganan kegiatan yang sejenis. Contohnya ialah penyampaian
berbagai hal seperti kebijakan kepegawaian, petunjuk operasional,
penyampaian informasi, permintaan laporan dan sebagainya. Agar
pesan dapat disampaikan dengan cara yang paling efektif, sumber
pesan harus memutuskan bentuk sarana dan wahana yang hendak
digunakannya dalam penyampaian pesan tersebut.
2) Prinsip Prinsip Organisasi

14
Cara lain yang dapat digunakan untuk menyelenggarakan fungsi
pengorganisasian ialah dengan mengetahui dan menerapkan prinsip-
prinsip organisnsi. Fungsi pengorganisasian harus dilihat tidak hanya
sebagai masalah teknis yang berkaitan dengan penentuan struktur
dengan kotak-kotaknya dan penggambaran pembagian tugas yang
sifatnya mekanistik, melainkan berkaitan erat dengan sikap dan perilaku
para anggotanya dalam pemanfatan organisasi tersebut.
Prinsip-prinsip dalam manajemen bersifat lentur dalam arti bahwa
perlu di pertimbangkan sesuai dengan kondisi-kondisi khusus dan
situasi-situasi yang berubah. Menurut Henry Fayol, seorang pencetus
teori manajemen yang berasal dari Perancis, prinsip-prinsip umum
manajemen ini terdiri dari:
a. Kejelasan Tujuan Yang Ingin Dicapai
Setiap organisasi yang bergerak di bidang apapun didirikan oleh
seorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu.
Tujuan tersebut harus jelas bagi semua orang yang terlibat dalam
usaha pencapaiannya. kejelasan tujuan bukanlah merupakan
jaminan bahwa perjalanan organisasi akan mulus. Akan tetapi,
tanpa tujuah yang jelas pasti organisasi akan menghadapi
berbagai masalah. Adanya tujuan yang jelas biasanya membantu
para manajer dalam organisasi untuk memperhitungkan tindakan
apa yang perlu diambil dalam mengatasi keadaan yang tidak
menguntungkan berkat pengetahuan manajerial, pengalaman,
dan kemampuannya menggunakan gaya kepemimpinan yang
dipandang paling tepat. sebaliknya, pengetahuan, keterampilan,
pengalaman, dan gaya kepemimpinan tidak akan banyak
manfaatnya apabila tidak diketahui dengan jelas ke arah mana
organisasi akan dibawa.
b. Pemahaman Tujuan Oleh Para Anggota Organisasi
Seseorang memasuki berbagai jenis organisasi sebagai cara yang
dipandangnya paling efektif untuk memuaskan berbagai
kepentingan dan kebutuhannya. Kesemuanya itu diarahkan

15
kepada peningkatan mutu hidup orang yang bersangkutan. Telah
umum pula diakui bahwa alasan utama seseorang memasuki
berbagai jenis organisasi adalah pemuasan kepentingan dan
kebutuhan yang biasanya bersifat individualistis, bahkan juga
mungkin egoistis. Akan tetapi keanggotaan seseorang dalam
satu organisasi menuntutnya melakukan berbagai penyesuaian.
Salah satu bentuk penyesuaian yang sangat fundamental sifatnya
ialah kesediaan membawahkan kepentingan pribadi kepada
kepentingan organisasi. Artinya, untuk menjadi seorang anggota
organisasi ynng baik, seseorang harus terlebih dahulu
mengetahui dan memahami secara tepat tujuan yang ingin
dicapai oleh organisasi sebagai keseluruhan.
c. Penerimaan Tujuan Oleh Para Anggota Organisasi
Pemahaman tujuan organisasi saja tidak cukup. Agar
mempunyai makna yang positif, tujuan yang dipahami harus
meningkat menjadi sesuatu yang diterima oleh para anggota
organisasi sebagai tujuan yang layak. Misalnya jika tujuan suatu
organisasi dimaksudkan sebagai cara untuk peningkatan taraf
hidup manusia, dengan perwujudannya yang pada umumnya
terlihat pada berbagai kebutuhan kebendaan, para anggota
organisasi dapat menilai tujuan itu sebagai tujuan yang pantas
untuk diusahakan pencapaiannya. Penerimaan demikian menjadi
sangat penting karena ia merupakan motivasi kuat bagi para
anggota organisasi untuk menunjukkan sikap, tindak tanduk, dan
perilaku positif yang biasanya tercermin pada prestasi kerja
yang sesuai dengan harapan organisasi yang bersangkutan.
d. Kesatuan Arah
Usaha pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi harus
dikelola dengan pendekatan kesisteman. Artinya, manajemen
dalam organisasl menggerakkan organisasi sebagai satu
kesatuan yang bulat meskipun di dalamnya terdapat beraneka
ragam satuan kerja dengan tugasnya yang spesialistis dan teknis.

16
Dengan demikian, apa pun yang terjadi dalam organisasi dan
kegiatan apa pun yang dilakukan semuanya ditujukan pada
hanya satu arah, yaitu tercapainya tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Hanya dengan demikian, organisaii akan bekerja
tidak hanya secara efisien, efektif, dan produkrif, tetapi juga
yang di dalamnya tumbuh dan terpelihara interaksi yang positif
antara orang-orang dan antar berbagai satuan kerja.
e. Kesatuan Perintah
Dalam setiap organisasi terdapat berbagai tingkat dan jenjang
jabatan manajerial. Jika atasan yang lebih tinggi ingin
memberikan perintah atau hal-hal lain kepada para bawahan
yang berada beberapa tangga di bawah dalam hierarki
organisasi, seyogyanya hal itu dilakukan melalui atasan
langsung orang yang bersangkutan. Paling sedikit dengan
sepengetahuan atasan langsung tersebut. Inilah arti yang tepat
dari prinsip kesatuan perintah. Dalam operasionalisasinya,
penerapan prinsip kesatuan perintah biasanya dilaksanakan
berdasarkan pendekatan one step down. Artinya, seorang
manajer memberikan perintah kepada orang yang setingkat lebih
rendah dari padanya yang meneruskannya ke tingkat yang lebih
bawah lagi apabila hal itu diperlukan. Dengan demikian dapal
dicegah kesimpangsiuran, bukan hanya dalam pemberian
perintah tetapi juga dalam hal pertanggung jawaban. Dampak
positif dari penerapan prinsip ini terlihat tidak hanya dalam hal
adanya kepastian perintah yang diterima oleh seseorang, tetapi
juga berkaitan langsung dengan pembinaan perilaku para
bawahan yang bersangkutan.
f. Fungsionalisasi
Pada dasarnya prinsip ini berarti bahwa dalam setiap organisasi
terdapat satuan kerja tertentu yang secara fungsional
bertanggung jawab atas penyelesaian tugas-tugas tertentu pula.
Penerapan prinsip ini sangat bermanfaat untuk berbagai

17
kepentingan antara lain 1) mencegah timbulnya tumpang tindih;
2) mencegah timbulnya duplikasi; 3) mempermudah
pelaksanaan koordinasi antar satuan kerja karena satuan kerja;
4) memperlancar jalannya pengawasan.
g. Deliniasi Berbagai Tugas
Yaitu adanya perumusan yang jelas dari uraian tugas, bukan
hanya dari satuan-satuan kerja yang terdapat dalam organisasi
tetapi juga uraian tugas setiap anggota organisasi. Salah satu
manfaat yang dapat dipetik dengan penerapan prinsip ini ialah
bahwa setiap orang mengetahui hal-hal yang harus
dikerjakannya, dengan siapa ia perlu berinteraksi, sarana kerja
apa yang diperlukan, dan kepada siapa ia mempertanggung
iawabkan hasil pekerjaannya. Disamping kekurangan di atas,
ada manfaat lain yang dapat dipetik yang sifatnya psikologis dan
adanya keseimbangan antara wewenang dan tanggung jawab.
h. Pembagian Tugas
Tugas-tugas yang harus dikerjakan dalam organisasi beraneka
ragam. Bagaimanapun struktur organisasi disusun, dasar
pemikirannya ialah bahwa struktur diciptakan untuk
menampung semua tugas. semua tugas yang harus dikerjakan
harus terbagi habis sesuai tujuan organisasi. Ada dua hal penting
dalam pembagian tugas, yaitu 1) semua tugas harus jelas
wadahnya dan jangan sampai ada tugas yang tidak diketahui
dengan pasti berinduk ke mana; 2) jangan sampai terjadi bahwa
ada kegiatan tertentu yang menjadi rebutan dan diwadahi oleh
lebih dari satu satuan kerja. Perlu diperhatikan pula bahwa
karena organisasi merupakan pewadahan interaksi antara orang-
orang atau antara satuan-satuan kerja tertentu, sifat dan
kecenderungan para anggota organisasi bertindak dengan cara
tertentu tidak bisa diabaikan begitu saja.
i. Kesederhanaan Struktur

18
Struktur organisasi harus disusun sedemikian rupa sehingga
sesuai dengan kebutuhan dan usaha koordinasi dapat berjalan
dengan lancar. Perlu disadari bahwa jika di satu pihak susunan
organisasi lebih rumit dari yang diperlukan sesungguhnya, akan
terjadi pemborosan tenaga, ruang, dan peralatan karena akan ada
satuan-satuan kerja yang tidak mempunyai cukup kegiatan.
Sebaliknya jika struktur organisasi terlalu sederhana, ada dua
kemungkinan besar dapat timbul, yaitu tidak semua tugas yang
harus dilaksanakan dilaksanakan secara wajar dan satuan-satuan
kerja akan dibebani dengan tugas-tugas yang mungkin dirasakan
terlalu berat. Jika tidak semua tugas melembaga secara wajar,
terpaksadit tempuh cara-cara penyelesaian yang tidak
konvensional seperti pembentukan panitia ad hoc untuk
menyelesaikannya.
j. Pola Dasar Organisasi Yang Relatif Permanen
Organisasi selalu menghadapi berbagai jenis perubahan, baik
karena faktor-faktor internal maupun karena faktor-faktor
eksternal. Berbagai faktor itu dapat berakibat pada pemekaran
organisasi. Misalnya karena perluasan usaha, timbulnya tugas
baru, bertambahnya tenaga kerja yang dikaryakan,
bertambahnya beban tugas yang harus dipikul dan sebagainya.
Sebaliknya jika terjadi kemunduran faktor tadi maka mungkin
akan terjadi mengecilnya organisasi. fleksibilitas dalam
penentuan struktur organisasi, sangat penting untuk mengingat
bahwa perubahan itu pasti terjadi dan harus dihadapi, tetapi hal
itu tentunya tidak harus mengubah pola dasar struktur
organisasi. Artinya, prinsip-prinsip dasar pengorganisasian tetap
perlu dipegang teguh.
k. Adanya Pola Pendelegasian Wewenang
Salah satu faktor penentu efektivitas manajerial seseorang
terletak pada kemampuannya mengenali situasi organisasi yang
dipimpinnya yang pada gilirannya rnemungkinkan manajer yang

19
bersangkutan untuk menentukan pola pendelegasian wewenang
kepada para bawahannya. dalam hubungan ini perlu ditekankan
bahwa pola pendelegasian apa pun yang digunakan dalam satu
organisasi, pada analisis terakhir manajer yang mendelegasikan
wewenang itu pulalah yang bertanggung jawab atas keberhasilan
atau kegagalan dalam pelaksanaan pekerjaan yang
didelegasikannya itu.
l. Rentang Pengawasan
Merupakan hal yang sangat sukar dan bahkan tidak mungkin
untuk menentukan secara aksiomatik jumlah orang yang dapat
diawasi oleh seorang manajer secara efektif dalam
melaksanakan semua jenis kegiatan di semua jenis organisasi.
Yang jelas kemampuan seorang manajer melakukan pengawasan
selalu terbatas. Akan tetapi, dengan keterbatasan kemampuan itu
dapat dinyatakan bahwa rentang pengawasan bersifat elastis,
Artinya, jumlah bawahan yang,dapat diawasi secara efektif oleh
seorang manajer berbeda pada satu situasi ke situasi yang lain
dan dari satu organisasi ke organisasi yang lain.
m. Jaminan Pekerjaan
Setiap karyawan ingin memperoleh kepastian bahwa ia akan
mendapat perlakuan yang rasional, objektifi, dan manusiawi
dalam kehidupan organisasionalnya. Artinya para manajer
diharapkan untuk tidak memperlakukan para bawahannya
dengan semena-mena, misalnya melakukan pemutusan
hubungan kerja tanpa dasar yang sangat kuat. Dengan perkataan
lain, selama seseorang melakukan tugasnyn sesuai dengan
berbagai ketentuan yang berlaku dalam organisasi, ada jaminan
seseorang tidak akan kehilangan pekerjaan yang menjadi sumber
mata pencahariannya yang pada gilirannya memungkinkannya
memuaskan berbagai kebutuhan terutama yang bersifat
kebendaan dan sosial.
n. Keseimbangan Antara Jasa dan Imbalan

20
Dengan memasuki suatu organisasi sebagai tempat berkarya,
seseorang dapat menyatakan kesediaannya untuk menyerahkan
sebagian waktunya organisasi dari melakukan berbagai kegiatan
yang dipercayakan kepadanya. Dalam melakukan pekerjaannya,
yang bersangkutan diharapkan mengerahkan kemampuan,
pengetahuan, keterampilan, dan pengalamannya. Sebaliknya,
dengan berbuat demikian, ia mengharapkan imbalan yang sesuai
dengan pengorbanan yang diberikannya itu.

3. Pengarahan (Actuating)
Pengarahan adalah proses memberikan bimbingan kepada staff
agar mereka mampu bekerja secara optimal dalam melaksnaakan tugas-
tugasnya sesuai dengan ketrampilan yang mereka miliki. Pengarahan ini
termasuk didalamnya adalah kejelasan komunikasi, pengembangan
motivasi yang efektif. Pelaksanaan (actuating) merupakan fungsi yang
paling fundamental dalam manajemen, karena merupakan pengupayaan
berbagai jenis tindakan itu sendiri, agar semua anggota kelompok mulai
dari tingkat teratas sampai terbawah, berusaha mencapai sasaran organisasi
sesuai rencana yang telah ditetapkan semula, dengan cara terbaik dan
benar.
Hakikat dari pengarahan adalah sebagai keseluruhan usaha, cara,
teknik dan metode untuk mendorong para anggota organisasi agar mau dan
ikhlas bekerja dengan sebaik mungkin demi tercapainya tujuan organisasi
dengan efisien, efektif dan produktif. Pengarahan diruang perawatan dapat
dilakukan dilakukan dalam beberapa kegiatan yaitu operan pasien,
program motivasi, manajemen konflik, dan melakukan supervisi dan
lainnya.
a. Program motivasi dimulai dengan membudayakan cara berfikir
positif bagi setiap SDM dengan mengungkapkannya melalui pujian
(reinforcement) pada setiap orang yang bekerja bersama-sama.
Kebersamaan dalam mencapai visi, dan misi merupakan pendorong
kuat untuk fokus pada potensi masing-masing anggota.

21
b. Manajemen konflik, perubahan kemungkinan menimbulkan konflik
yang disebabkan oleh persepsi, pandangan dan pendapat yang
berbeda. Untuk itu dilakukan pelatihan tentang sistem pelayanan
dan asuhan keperawatan bagi semua SDM yang ada. Komunikasi
yang terbuka diarahkan kepada penyelesaian konflik dengan win-
win solution.
c. Supervisi / pengawasan merupakan hal yang penting dilakukan
untuk memastikan pelayanan dan asuhan keperawatan berjalan
sesuai standar mutu yang ditetapkan. Pelayanan tidak diartikan
sebagai pemeriksaan dan mencari kesalahan, tetapi lebih pada
pengawasan partisipatif yaitu perawat yang mengawasi
pelaksanaan kegiatan memberikan penghargaan pada pencapaian
atau keberhasilan dan memberi jalan keluar pada hal-hal yang
belum terpenuhi. Dengan demikian pengawasan mengandung
makna pembinaan. Pengawasan dapat dilakukan secara langsung
dan tidak langsung. Pengawasan langsung dilakukan saat tindakan
atau kegiatan sedang berlangsung, misalnya perawat pelaksanan
sedang melakukan ganti balutan, maka katim mengobservasi
tentang pelaksanaan dengan memperhatikan apakah standar kerja
dijalankan. Pengawasan terkait pula dengan kinerja dan kompetisi
perawat, yang akan berguna dalam program jenjang karir perawat
bersangkutan. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui
pelaporan atau dokumen yang menguraikan tindakan dan kegiatan
yang telah dilakukan.
Pengawasan biasanya dilakukan oleh perawat yang lebih
berpengalaman, ahli atau atasan kepada perawat dalam pelaksanaan
kegiatan atau tindakan. Agar hasil pengawasan dapat
ditindaklanjuti maka sebaliknya disediakan instrumen pengawasan.
Tindak lanjut dapat berupa penghargaan, penambahan pengetahuan
atau keterampilan, promosi untuk tahap kemampuan lanjutan.
Pelaksanaan pengawasan dapat direncanakan harian, mingguan,
bulanan, atau tahunan dengan fokus yang telah ditetapkan.

22
Di ruang rawat pengawasan dilakukan kepada kepala ruangan,
ketua tim dan perawat pelaksana. Pengawasan terhadap kepala
ruangan dilakukan oleh kasubdepwat. Pengawasan terhadap ketua
tim dilakukan oleh kasubdepwat, dan kepala ruangan. Pengawasan
terhadap perawat pelaksana dilakukan oleh kasubdepwat, kepala
ruangan dan katim.
Rangkaian kesimpulan yang dapat ditarik dari target proses
pengarahan adalah sebagai berikut :
a) Para anggota organisasi akan bersedia mengerahkan segala
kemampuan, tenaga, keahlian, keterampilan, dan waktunya
bagi kepentingan pencapaian tujuan organisasi apabila kepada
mereka diberikan penjelasan yang lengkap tentang hakikat,
bentuk, dan sifat tujuan yang hendak dicapai.
b) Usaha meyakinkan para anggota organisasi untuk memahami
dan menerima tujuan dan berbagai sasaran tersebut
diperkirakan akan lebih mudah apabila para manajer berhasil
pula meyakinkan para bawahannya bahwa dalam
mengemudikan organisasi, para manajer tersebut akan
menggunakan gaya manajerial yang mencerminkan pengakuan
atas harkat dan mahabat para bawahannya sebagai insan yang
ada.
c) Pimpinan organisasi perlu menjelaskan kebijaksanaan-
kebijaksanaan yang akan ditempuh oleh organisasi dalam
usaha pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasional
yang sekaligus berusaha memuaskan berbagai kebutuhan para
bawahan tersebut.
d) Para manajer perlu menjelaskan bentuk pewadahan kegiatan
yang dianggap paling tepat untuk digunakan dalam penekanan
diberikan pada interaksi positif antara orang-orang dalam satu
satuan kerja dan antar satuan kerja dalam organisasi
berdasarkan kebiasaan, norma-nonna, dan kultur organisasi
yang telah disepakati bersama.

23
e) Dalam menggerakkan para bawahan, para manajer harus selalu
mempertimbangkan pandangan para bawahan tentang
organisasi kemampuan yang dimiliki oleh organisasi, dan
situasi lingkungan yang turut berpengaruh. Dengan demikian,
seluruh jajaran organisasi akan siap menyelenggarakan semua
kegiatan operasional yang diharapkan atau diharuskan untuk
dilakukan.

4. Pengendalian (Controlling)
Controlling adalah proses untuk mengamati secara terus-menerus
pelaksanaan rencana kerja yang sudah disusun dan mengadakan koreksi
terhadap penyimpangan yang terjadi. Pengawasan (controlling) dapat
dianggap sebagai aktivitas untuk menemukan, mengoreksi penyimpangan-
penyimpangan penting dalam hasil yang dicapai dari aktivitas-aktivitas
yang direncanakan. Adalah wajar jika terjadi kekeliruan-kekeliruan
tertentu, kegagalan-kegagalan dan petunjuk-petunjuk yang tidak efektif
hingga terjadi penyimpangan yang tidak diinginkan dari pada tujuan yang
ingin dicapai.Pengawasan dalam arti manajemen yang diformalkan tidak
akan eksis tanpa adanya perencanaan, pengorganisasian dan penggerakan
sebelumnya.
Pengawasan bisa berjalan secara efektif diperlukan beberapa
kondisi yang harus diperhatikan yaitu:
1) Pengawasan harus dikaitkan dengan tujuan, dan kriteria yang
dipergunakan dalam sistem Pelayanan kesehatan, yaitu relevansi,
efektivitas, efisiensi, dan produktivitas.
2) Sulit, tetapi standar yang masih dapat dicapai harus ditentukan. Ada
dua tujuan pokok, yaitu: (1) untuk memotivasi, dan (2) untuk
dijadikan patokan guna membandingkan dengan prestasi. Artinya jika
pengawasan ini efektif akan dapat memotivasi seluruh anggota untuk
mencapai prestasi yang tinggi. Karena tantangan biasanya
menimbulkan berbagai reaksi, maka daya upaya untuk mencapai
standar yang sulit mungkin dapat membangkitkan semangat yang

24
lebih besar untuk mencapainya daripada kalau yang harus dipenuhi itu
hanya standar yang mudah. Namun demikian, jika terget terlampau
tinggi atau terlalu sulit kemungkinan juga akan menimbulkan patah
semangat. Oleh karena itu tidak menetapkan standar yang terlampau
sulit sehingga bukan meningkatkan prestasi belajar/pendidikan, malah
menurunkan prestasi.
3) Pengawasan hendaknya desesuaikan dengan sifat dan kebutuhan
organisasi. Di sini perlu diperhatikan pola dan tata organisasi, seperti
susunan, peraturan, kewenangan dan tugas-tugas yang telah digariskan
dalam uraian tugas (job discription).
4) Banyaknya pengawasan harus dibatasi. Artinya jika pengawasan
terhadap karyawan terlampau sering, ada kecenderungan mereka
kehilangan otonominya dan dapat dipersepsi pengawasan itu sebagai
pengekangan.
5) Sistem pengawasan harus dikemudi (steering controls) tanpa
mengorbankan otonomi dan kehormatan manajerial tetapi fleksibel,
artinya sistem pengawasan menunjukkan kapan, dan dimana tindakan
korektif harus diambil.
6) Pengawasan hendaknya mengacu pada tindakan perbaikan, artinya
tidak hanya mengungkap penyimpangan dari standar, tetapi
penyediaan alternatif perbaikan, menentukan tindakan perbaikan.
7) Pengawasan hendaknya mengacu pada prosedur pemecahan masalah,
yaitu: menemukan masalah, menemukan penyebab, membuat
rancangan penanggulangan, melakukan perbaikan, mengecek hasil
perbaikan, mengecek timbulnya masalah yang serupa.
Dalam bidang keperawatan pengendalian merupakan upaya
mempertahankan mutu, kualitas atau standar. Output (hasil) dari suatu
pekerjaan dikendalikan agar memenuhi keinginan (standar) yang telah
ditetapkan. Pengendalian difokuskan pada proses yaitu pelaksanaan
asuhan keperawatan dan pada output (hasil) yaitu kepuasan
pelanggan, keluarga, perawat dan dokter. Indikator mutu yang
merupakan output adalah BOR, LOS, TOI, dan Audit dokumentasi

25
keperawatan. Kepala ruangan akan membuat laporan hasil kerja
bulanan tentang semua kegiatan yang dilakukan (proses evaluasi =
audit proses) terkait dengan MPKP. Data tentang indikator mutu dapat
bekerjasama dengan tim rumah sakit atau ruangan membuat sendiri.
Audit dokumentasi keperawatan dilakukan pada rekam medik yang
pulang atau yang sedang dirawat lalu dibuat rekapitulasinya untuk
ruangan. Survey masalah pasien yang diambil dari pasien baru yang
dirawat pada bulan yang bersangkutan untuk menganalisa apakah ada
masalah baru yang belum dibuat standar asuhannya. Ketua tim akan
memberi kontribusi data yang dibutuhkan oleh kepala ruangan dalam
menilai pencapaian kegiatan MPKP.
Agar kegiatan pengawasan membuahkan hasil yang diharapkan,
perhatian serius perlu diberikan kepada berbagai dasar pemikiran yang
sifatnya fundamental, beberapa di antaranya dibahas berikut ini.
a. Orientasi kerja dalam setiap organisasi adalah efisiensi
Bekerja secara efisien berarti menggunakan sumber-sumber yang
tersedia seminimal mungkin untuk membuahkan hasil tertentu
yang telah ditetapkan dalam rencana. Sudah umum diterima
sebagai kebenaran ilmiah dan kenyataan dalam praktik
menunjukkan pula bahwa sumber-sumber yang tersedia atau
mungkin disediakan oleh organisasi apa pun untuk mencapai
tujuannya selalu terbatas, yaitu berupa dana, tenaga, sarana,
prasarana, dan waktu. Keterbatasan demikian menuntut
penggunaan yang sehemat-hematnya dari semua dana dan daya
yang dimiliki dengan tetap menghasilkan hal-hal yang ditargetkan
untuk dihasilkan.
b. Adanya efektifitas kerja dalam organisasi
Jika seseorang berbicara tentang efektivitas sebagai orientasi
kerja, artinya yang menjadi sorotan perhatiannya adalah
tercapainya berbagai sasaranyang telah ditentukan tepat pada
waktunya denganmenggunakan sumber-sumber tertentu yang
sudah dialokasikan untuk melakukan berbagai kegiatan. Artinya,

26
jumlah dan jenis sumber-sumber yang akan digunakan sudah
ditentukan sebelumnya dan dengan pemanfaatan sumber-sumber
itulah, hasil-hasil tertentu harus dicapai dalam batas waktu yang
telah ditetapkan pula. Efektivitas menyoroti tercapainya sasaran
tepat pada waktunya untuk disediakan sumber dan sarana kerja
tertentu yang dianggap memadai.

c. Produktivitas merupakan orientasi kerja


Ide yang menonjol dalam membicarakan dan mengusahakan
produktivitas maksimal simalisasi hasil yang harus dicapai
berdasarkan dan dengan memanfaatkan sumber dana dan daya
yang telah dialokasikan sebelumnya. Dalam praktik, ketiga
orientasi kerja tersebut diterapkan sekaligus dalam menjalankan
roda organisasi.
d. Pengawasan dilakukan pada waktu berbagai kegiatan sedang
berlangsung
Kegiatan ini untuk mencegah jangan sampai terjadi
penyimpangan, penyelewengan, dan pemborosan. Dengan
perkataan lain pengawasan akan bersifat preventif untuk
mencegah berbagai hal negatif. manajer sebagai pelaksana fungsi
pengawasan harus mampu mendeteksi berbagai petunjuk
kemungkinan timbulnya berbagai hal negatif dalam menjalankan
roda organisasi. Demikian pula halnya dengan setiap manajer
yang harus selalu mengamati segala sesuatu yang terjadi dalam
organisasi sehingga apa yang terjadi tidak lagi dipandang sebagai
pendadakan.
e. Tidak ada manajer yang dapat mengelak dari tanggung jawabnya
melakukan pengawasan
Para pelaksana adalah manusia yang tidak sempurna. Dengan
sifat dasar ketidaksempurnaan ini para pelaksana kegiatan tidak
akan luput dari kemungkinan berbuat khilaf bahkan juga berbuat
kesalahan, sehingga setiap saat perlu pengawasan dan bimbingan.

27
Penyimpangan dan pemborosan belum tentu terjadi karena
kesengajaan, terjadi ada faktor lainnya yang menjadi
penyebabnya antara lain kekurangan ketrampilan, kurang
pengetahuandan faktor lain yang sejenis, sehingga perlu
bimbingan serta pengawasan setiap saat.
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam
pengendalian / pengontrolan meliputi:
a) Menetapkan standart dan menetapkan metode mengukur
prestasi kerja
b) Melakukan pengukuran prestasi kerja
c) Menetapkan apakah prestasi kerja sesuai dengan standart
d) Mengambil tindakan korektif
Peralatan atau instrument dipilih untuk mengumpulkan
bukti dan untuk menunjukkan standart yang telah ditetapkan atau
tersedia. Audit merupakan penilaian pekerjaan yang telah
dilakukan.
Terdapat tiga katagori audit keperawatan, yaitu :
1) Audit struktur
Berfokus pada sumber daya manusia, lingkungan perawatan,
termasuk fasilitas fisik, peralatan, organisasi, kebijakan,
prosedur, standart, SOP dan rekam medic, pelanggan
(internal maupun external). Standart dan indikator diukur
dengan mengunakan cek list.
2) Audit proses
Merupakan pengukuran pelaksanaan pelayanan keperawatan
apakah standar keperawatan tercapai. Pemeriksaan dapat
bersifat retrospektif, concurrent, atau peer review.
Retrospektif adalah audit dengan menelaah dokumen
pelaksanaan asuhan keperawatan melalui pemeriksaan
dokumentasi. Concurent adalah mengobservasi saat kegiatan
keperawatan sedang berlangsung. Peer review adalah umpan
balik sesame anggota tim terhadap pelaksanaan kegiatan.

28
3) Audit hasil
Audit hasil adalah produk kerja yang dapat berupa kondisi
pasien, kondisi SDM, atau indikator mutu. Kondisi pasien
dapat berupa keberhasilan pasien dan kepuasan. Kondisi
SDM dapat berupa efektifitas dan efisiensi serta kepuasan.
Untuk indikator mutu berupa BOR, aLOS, TOI, angka infeksi
nosokomial dan angka dekubitus.
Keempat fungsi manajemen ini merupakan suatu rangkaian (proses)
kegiatan yang berhubungan satu sama lain. Jika tujuan organisasi belum tercapai
atau masih ada kesenjangan pihak manajemen harus mampu menganalisa kembali
kelemahan pelaksanaan salah satu atau beberapa fungsi manajemen. Untuk itu
fungsi manajemen ini memerlukan perumusan standart unjuk kerja yang jelas
yang digunakan untuk menilai hasil kegiatan staff atau unit kerja. Apakah ada
penyimpangan, jika ada penyimpangan kegiatan manajerial ditujukan untuk
melakukan koreksi terhadap penyimpangan yang telah terjadi.

Bagan 1
Hubungan antara fungsi-fungsi manajemen

Organizing

Planning Actuating

Controlling

29
C. Keterampilan Seorang Mannajer
Seorang manajer dituntut untuk memiliki ketrampilan khusus yang
bersifat manajerial sesuai dengan tingkat atau kedudukannya dalam
organisasi. Didalam organisasi besar, kedudukan manajer akan dibedakan
kedalam tiga tingkatan yaitu manajer tingkat tinggi (top level
manager/manajer puncak), manajer tingkat menengah (midlle level
manager/manajer madya) dan manajer tingkat bawah (low level manager,
manajer operasional). Berdasarkan ketiga tingkatan ini , ketrampilan
manajer juga akan berbeda. Atas dasar tiga tingkatan manajer tersebut
dapat dibedakan tiga jenis ketrampilan managerial (managerial skill), yaitu
technical skill, human relation skill, dan conceptual skill.
1. Ketrampilan yang bersifat teknis (technical skill)
Ketrampilan ini meliputi kemampuan untuk menggunakan
pengetahuan, metoda, teknik atau peralatan yang diperlukan untuk
melaksanakan tugas-tugas organisasi. Peningkatan ketrampilan
seorang manajer harus disesuaikan dengan pengalaman , pendidikan,
dan pelatihan yang sudah pernah diikuti.
2. Ketrampilan hubungan antar manusia (human relation skill)
Ketrampilan ini meliputi kemampuan untuk bekerja sama dengan
orang lain, termasuk memotivasi dan menerapkan kepemimpinan yang
efektif. Seorang manajer selalu dituntut untuk memahami hakikat
hubungan antar manusia dan memanfaatkannnnya semaksimal
mungkin untuk pengembangan dinamika kelompok kearah
peningkatan peningkatan produktivitas kerja staff. Untuk maksud ini
seorang manajer harus lebih memahami perilkalaku manusia dan
menerapkan prinsip-prinsip pengembangan motivasi dan kepeimpinan
yang efektif.
3. Keterampilan yang bersifat konseptual (conceptual skill)
Semakin tinggi kedudukan seorang manajer akan semakin sedikit
diperlukan ketrampilan yang bersifat teknis, tetapi semakin besar
kebutuhan untuk mengembangkan ketrampilan yang bersifat

30
konseptual. Seorang manajer tingkat tinggi dituntut lebih banyak
mengembangkan setia Bhaktir dan kepekaanya terhadap masalah
organisasi dan hubungannya dengan organisasi lain sesuai dengan
tanggung jawab dan ruang lingkup kewenanngannya. Untuk itu
seorang manajer harus memahami kebijaksanaan pimpinan yang lebih
tinnggi dan mampu mengembangkan kebijakan operasional untuk
mencapainya. Manajer tingkat atas (top manager) harus memiliki
keterampilan untuk membuat konsep, ide, dan gagasan demi kemajuan
organisasi. Gagasan atau ide serta konsep tersebut kemudian haruslah
dijabarkan menjadi suatu rencana kegiatan untuk mewujudkan
gagasan atau konsepnya itu. Proses penjabaran ide menjadi suatu
rencana kerja yang kongkret itu biasanya disebut sebagai proses
perencanaan atau planning. Oleh karena itu, keterampilan
konsepsional juga meruipakan keterampilan untuk membuat rencana
kerja.

31

Anda mungkin juga menyukai