Anda di halaman 1dari 17

BAGIAN ANESTESIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT

Journal Reading
Juli 2017

ANESTESI UNTUK BEDAH CELAH BIBIR DAN


CELAH LANGIT-LANGIT
(Rawlinson, E. Anaesthesia for Cleft and Lip Palate Surgery in Update in
Anaesthesia Volume 3 Number 1. London : The Journal of the World Federation of
Societies of Anaesthesiologists. 2015. Page 154-158)

Disusun Oleh :

Dhiya Asfarina (10 15 777 14 058)

Pembimbing : dr. Ajutor Donny Tandiarrang, Sp.An

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU ANESTESIOLOGI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT PALU
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa mahasiswa yang

bersangkutan sebagai berikut :

Nama : Dhiya Asfarina

Stambuk : 10 15 777 14 058

Program Studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Al Khairaat

Judul Jurnal : Anestesi untuk Bedah Celah Bibir dan Celah


Langit-Langit
Bagian : Anestesiologi

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian

Anestesiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Al Khairaat

Palu, Juli 2017

Mengetahui,

Pembimbing Dokter Muda

dr. Ajutor Donny Tandiarrang, Sp.An Dhiya Asfarina

2
KESIMPULAN
Celah bibir dan celah langit-langi adalah salah satu deformitas bawaan yang paling
banyak terjadi. Pembedahan dilakukan dengan tujuan untuk mengembalikan bentuk
dan fungsi, dan teknik-teknik modern dapat menutupi deformitas yang ada.
Permasalahan penanganan jalan napas, yang terkait dengan abnormalitas dan usia
pasien yang masih muda memberikan tantangan tersendiri dalam bidang anestesi.

PENGENALAN
Celah bibir dan celah langit-langi adalah salah satu kondisi deformitas bawaan yang
paling umum terjadi. Kerusakan yang terjadi pada wajah menyebabkan masalah pada
feeding, bicara dan perkembangan gigi dan juga memiliki konsekuensi psikososial
yang signifikan. Tindakan bedah bertujuan untuk mengembalikan bentuk dan fungsi,
dan teknik-teknik modern dapat menutupi deformitas yang ada. Permasalahan
penanganan jalan napas, yang terkait dengan abnormalitas dan usia pasien yang
masih muda memberikan tantangan tersendiri dalam bidang anestesi.

KLASIFIKASI DAN ANATOMI


Celah bibir adalah celah yang terjadi pada satu (unilateral) atau kedua (bilateral) sisi
bibir bagian atas. Celah bibir lengkap terjadi disepanjang bibir hingga ke dalam
lubang hidung. Celah bibir tidak lengkap termasuk indentasi kecil hingga deformitas
yang lebar dengan jaringan penghubung yang sempit di antara kedua celah (celah
langit-langit).

Celah langit-langit adalah celah yang terjadi pada satu (unilateral) atau kedua
(bilateral) sisi palatum mole yang dapat memanjang hingga palatum durum. Celah
langit-langit dapat terjadi bersamaan dengan celah bibir ketika celah bibir meluas
melebihi foramen incisivum dan termasuk sutura palatina. Celah langit-langit tanpa
celah bibir merupakan jenis tersendiri yang berbeda secara etiologi dan embriologi.

3
Palatum durum dibentuk melalui proses palatine maksila dan plate horizontal dari
tulang palatine. Lalu diteruskan dengan palatum mole, sebuah lipatan fibromuskular
yang dapat bergerak tempat uvula bergantung. Foramen incisivum terletak tepat
dibelakang incisor maksilar tengah palate primer berada pada anterior foramen
incisivum dan posterior palate sekunder.

Celah langit-langit lengkap melibatkan kedua palate primer dan sekunder sedangkan
celah langit-langit tidak lengkap hanya berdampak pada palate sekunder saja.
Penutupan mukosa dapat menyembunyikan palate yang mengalami deformitas dan
seringkali hal ini mengakibatkan diagnosis yang terlambat hingga anak mengalami
masalah dalam perkembangan bicara dikemudian hari.

INSIDENSI
Diseluruh dunia jumlah insidensi celah bibir dan langit-langit adalah 1 dibanding
7800 kelahiran dan di Inggris terjadi pada kira-kira 1000 bayi setiap tahunnya. Dua
pertiga kasus melibatkan bibir baik dengan atau tanpa palate dan sisanya hanya
terjadi pada palate. 80% kasus celah bibir merupakan unilateral dan lebih dari 70%
kasus pada bagian kiri. Sekitar 85% bayi dengan celah bibir bilateral dan 70% kasus
celah bibir unilateral juga menderita celah langit-langit.

Jumlah insidensi celah bibir dengan atau tanpa celah langit-langit sangat dipengaruhi
oleh ras. Sekitar 3,6 kasus dari 1000 kelahiran umumnya terjadi pada ras Amerika
Pribumi dibandingkan dengan 1,0 kasus per 1000 kelahiran bayi Kaukasia dan 0,3
kasus terjadi pada ras Afro-Karibia per 1000 kelahiran. Insidensi celah langit-langit
saja terjadi lebih merata diseluruh ras yaitu sekitar 0,4 per 1000 kelahiran. Celah bibir
dan langit-langit lebih banyak terjadi pada bayi laki-laki dan semakin parah celah
semakin lebar tingkat kesenjangan jenis kelamin. Sebaliknya celah langit-langit
tersendiri (isolated) lebih umum terjadi pada bayi perempuan.

4
EMBRIOLOGI
Perkembangan bibir dan palate terjadi pada trimester pertama, periode kritikal adalah
antara 6 dan 9 minggu kehamilan. Bibir bagian atas dan palate primer terbentuk
melalui penyatuan (fusi) prominentia maksilar frontonasal dan bilateral celah bibir
terjadi ketika akibat gagalnya penyatuan baik disatu atau kedua sisi.

Palate sekunder dibentuk oleh proses palatum lateral yang muncul dari bagian dalam
prominentia maksilar. Awalnya palate sekunder terletak vertikal disepanjang lidah,
namun karena perkembangan mandibular berlanjut lidah bergerak kearah inferior
memungkinkan palatal shelves berubah ke posisi horizontal. Penyatuan kedua shelves
terjadi dengan arah anterior menuju posterior fusi yang tidak lengkap menghasilkan
celah langit-langit.

Celah bibir dapat didiagnosa pada USG kehamilan usia 18-20 minggu. Celah langit-
langit lebih sulit untuk dilihat dan hanya dapat dieliminasi melalui pemeriksaan
setelah persalinan.

ETIOLOGI
Penyebab celah bibir dan langit-langit belum dapat diketahui namun sepertinya
bersifat multifaktor yang dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan. Celah bibir dan
langit-langit bersifat turunan; orang tua yang menderita celah bibir dan langit-langit
memiliki kemungkinan anak celah bibir dan langit-langit dengan persentase 3-5%,
dan jika memiliki anak celah bibir dan langit-langit maka kemungkinan memiliki
anak celah bibir dan langit-langit berikutnya sebesar 20-40%. Kembar monozigot
dengan deformitas yang sama terjadi pada 40-50% kasus, namun hanya 5% kasus
ditemukan pada kembar dizigotik.

Beberapa kasus celah bibir dan langit-langit terjadi akibat obstruksi mekanis.
Perkembangan mandibula yang terganggu dapat menghambat penurunan lidah, hal ini
menyebabkan obstruksi penyatuan palatal shelves. Paparan teratogen yang terkait

5
dengan celah bibir dan langit-langit meliputi konsumsi alkohol dan merokok selama
kehamilan, antikonvulsan (phenytoin, benzodiazepine), salisilat dan kortison. Risiko
semakin meningkat seiring dengan peningkatan usia orang tua. Konsumsi asam folat
400mcg/hari dapat mencegah celah bibir dan langit-langit.

Kondisi terkait
Celah bibir dan langit-langit dikaitkan dengan lebih dari 200 sindrom atau sequences
dan beberapa diantaranya memiliki dampak anestesi yang signifikan (Tabel 1). Anak-
anak dengan celah bibir dan langit-langit dapat mengalami beberapa abnormalitas
tanpa sindrom yang jelas. Abnormalitas tambahan lebih sering ditemukan pada kasus
isolated celah langit-langit (terutama celah langit-langit submukosa) dan paling
sedikit pada kasus isolated celah bibir. Abnormalitas kraniofasial adalah yang paling
umum, diikuti oleh abnormalitas CNS seperti retardasi mental dan kejang, penyakit
jantung bawaan, serta deformitas ginjal dan abdomen.

Estimasi jumlah pasien yang mengalami abnormalitas terkait celah bibir dan langit-
langit berkisar antara 10-60%. Penelitian berdasarkan riwayat kelahiran memberikan
jumlah yang lebih rendah dibandingkan dengan penelitian berdasarkan pemeriksaan
klinis dan genetik.

Tabel 1: Sindrom dan sequences terkait dengan celah bibir dan celah langit-langit
Sindrom atau sequence Rincian klinis
Sindrom Sindrom yang paling banyak terjadi terkait celah bibir
velocardiofacial, juga dan langit-langit
dikenal sebagai sindrom Celah langit-langitterjadi sekitar 30%, inkompetensi
Sprinzen; termasuk velopharyngeal
sindrom DiGeorge Penyakit jantung bawaan, defisiensi imun
(penghilangan 22q11)
Sindrom Pierre Robin Celah langit-langit terjadi pada 80% kasus
Micrognathia
Glossoptosis
Intubasi akan lebih mudah seiring bertambahnya usia

6
karena pertumbuhan mandibula
Sindrom Stickler Kelainan jaringan konektif progresif (autosomal
dominan)
Hipoplasia dibagian tengah wajah, micrognathia,
sequence Pierre Robin
Pelepasan retina dan katarak dini, tuli
Hipermobilitas sendi
Treacher Collins Celah langit-langit terjadi sekitar 30%
Hipoplasia tulang zigomatik dan mandibula
Abnormalitas mata dan telinga, kehilangan pendengaran
Stenosis choanal atau atresia
Risiko obstruksi jalan napas signifikan pada periode
neonatal
Intubasi mungkin akan lebih sulit seiring bertambahnya
usia
Sindrom Down Macroglossia, microstomia
Subluksasi dan ketidakstabilan atlantoaxial
Small stature, retardasi mental
Penyakit jantung bawaan
Sindrom Goldenhar Perkembangan palate, bibir, hidung, telinga dan
(mikrosomia hemifasial) mandibula yang tidak lengkap disatu sisi wajah
Skoliosis, abnormalitas ginjal dan paru-paru
Intubasi mungkin akan lebih sulit seiring bertambahnya
usia
Sindrom alkohol foetal Fissure palpebral kecil, philtrum lembut, bibir atas tipis
Defisiensi pertumbuhan tubuh, abnormalitas CNS,
mikrosefali

BEDAH REKONSTRUKTIF
Celah bibir umumnya direkonstruksi antara usia 6 hingga 12 minggu namun terdapat
peningkatan tren untuk melakukan operasi pada periode neonatal. Selain itu populer
dikalangan orang tua, karena memiliki manfaat positif terhadap masalah kelainan
bernapas saat tidur, dan juga memberikan hasil estetika yang lebih baik dan dapat
mendorong penyatuan. Celah langit-langit biasanya direkonstruksi pada usia lebih
tua, antara 3 hingga 9 bulan, melalui satu atau dua tahapan operasi untuk mendorong

7
perkembangan bicara yang normal dan mengurangi regurgitasi nasal. Pembedahan
mungkin tertunda akibat abnormalitas yang terkait celah bibir dan langit-langit, atau
untuk alasan yang lebih umum karena kurangnya akses pelayanan yang tepat
menyebabkan pasien celah bibir dan langit-langit seringkali membutuhkan tindakan
operasi lebih lanjut baik itu akibat masalah utama seperti bedah plastik untuk
rekonstruksi celah bibir, atau untuk abnormalitas yang terkait celah bibir dan langit-
langit. Sekitar 20% pasien membutuhkan pharyngoplasty untuk disfungsi
velopharyngeal pada usia 4-6 tahun.

Palatoplasty primer menghambat pertumbuhan palate normal dan terlepas dari


perawatan ortodontik, beberapa kasus membutuhkan bedah maksilofasial yang
signifikan di usia remaja untuk memperbaiki hipoplasia bagian tengah wajah dan
penarikan maksilar.

ANESTESI UNTUK CELAH BIBIR DAN LANGIT-LANGIT


Anestesi untuk bedah celah bibir dan langit-langit primer dapat disediakan baik itu
dirumah sakit anak dengan peralatan memadai, maupun klinik dengan sumber daya
terbatas. Di Inggris, bedah celah bibir dan langit-langit hanya terbatas pada 10 pusat
kesehatan khusus; pemberian anestesi pada pasien celah bibir dan langit-langit tanpa
oksigen merupakan sesuatu yang dibenci di Inggris, namun itu adalah kenyataan yang
lahir dari adanya kebutuhan tertentu bagi banyak orang. Terdapat berbagai teknik dan
praktik anestesi yang dapat dilakukan dengan modifikasi yang sesuai dengan
pengalaman dan ketersediaan fasilitas.

Penilaian pra operasi


Riwayat dan pemeriksaan harus mencakup penilaian umum mengenai kesesuaian
antara bedah dan anestesi. Perhatian khusus harus diberikan untuk abnormalitas
terkait celah bibir dan langit-langit. beberapa masalah spesifik yang dialami pasien
celah bibir dan langit-langit dapat ditelusuri lebih jauh dibawah ini.

8
Manajemen jalan napas
Lebih dari 70 tahun yang lalu Magill telah mengenali permasalahan yang terkait
dengan manajemen jalan napas pada anak celah bibir dan langit-langit, namun
memprediksi anak yang mana yang mungkin akan mengalami masalah tersebut cukup
sulit. celah bibir dan langit-langit tidak membuat obstruksi jalan napas atas untuk
dapat dihindari dan ketika obstruksi terjadi penyebab paling sering berkaitan dengan
masalah struktural dan neuromuskular.

Beberapa sindrom menyebabkan kesulitan intubasi (lihat Tabel 1). Pada pasien non-
sindrom kesulitan laringoskopi dan intubasi berkaitan erat dengan retrognathia dan
celah langit-langit bilateral (akibat maksila yang menonjol). Masalah akan muncul
lebih sedikit seiring bertambahnya usia pasien dan jarang terjadi pada pasien yang
berusia diatas 5 tahun.

Pasien yang pernah menjalani rekonstruksi celah bibir dan langit-langit sebelumnya
lebih sering mengalami kesulitan jalan napas. Intubasi nasal dapat dilakukan kecuali
pada pasien dengan riwayat faringoplasti dimana seharusnya dihindari. Pilihan lubang
hidung yang tepat adalah yang berada disisi celah langit-langit asli karena akan
berukuran lebih besar. Laryngeal mask airway (LMA) telah digunakan secara luas
pada anak-anak yang pernah menjalani rekonstruksi sebelumnya tanpa laporan
adanya efek terbalik dan tidak disarankan rotasi saat insersi.

Infeksi sistem respirasi atas (URTI)


Rhinorrhoea kronis sering terjadi pada anak celah bibir dan langit-langit akibat
refluks makanan kedalam area nasal dan sering muncul bersamaan dengan URTI
yang tampak dan tidak jarang berulang. Bahkan jika kondisi klinis pasien baik,
antibiotik pra operasi bagi anak dengan derajat infeksi rendah (swab nasal positif)
menurunkan insidensi komplikasi respirasi paska operasi (PRC). Operasi rekonstruksi
dapat menurunkan rhinorrhoea dan URTI sehingga risiko anestesi dan PRC dapat
seimbang dengan manfaat pembedahan.

9
Risiko PRC meningkat seiring dengan tingkat keparahan deformitas. Bayi yang
menderita celah bibir dan langit-langit bilateral memiliki risiko prc yang lebih tinggi
(9%) dibandingkan dengan bayi yang menderita celah bibir saja atau celah bibir dan
langit-langit unilateral (2 dan 3%, sesuai urutan), bahkan meskipun penilaian klinis
pra operasi tidak mengindikasikan adanya infeksi.

Obstruksi jalan napas kronis


Mendengkur, apnea selama waktu pemberian makanan atau waktu makan yang lama
dapat mengindikasikan adanya obstruksi jalan napas kronis. Anak yang lebih tua dan
dewasa dapat mengalami hipoksia kronis, hipertrofi ventrikel kanan dan cor
pulmonal. Pasien-pasien ini lebih sensitif terhadap obat-obat sedasi dan memiliki
peningkatan risiko obstruksi jalan napas saat induksi dan paska operasi. Jika diduga
terdapat keterlibatan jantung maka harus dilakukan EKG dan ECHO dan pemantauan
paska operasi dengan lebih seksama.

Nutrisi dan hidrasi


Cacat akibat celah bibir dan langit-langit menyebabkan bayi sulit untuk menciptakan
penutupan yang rapat saat menghisap. kesulitan saat pemberian asi/makanan umum
terjadi dan tindakan operasi harus dihindari pada anak dengan gizi buruk atau
dehidrasi. anemia nutrisional atau fisiologis dapat terjadi (titik nadir pada usia 9
minggu); pengukuran hemoglobin adalah langkah yang tepat namun rekonstruksi
celah bibir dan langit-langit masih dapat dilakukan meskipun di rumah sakit dengan
sumber daya terbatas yang tidak memiliki fasilitas laboratorium.

Premedikasi
Obat bius dapat memicu obstruksi jalan napas dan harus dihindari. Atropine
(20mcg/kg secara intramuskular 30 menit pra operasi atau 10-20mcg/kg intravena
saat induksi) adalah drying agent yang efektif dan lebih disarankan ketika diantisipasi
adanya kesulitan intubasi atau perencanaan anestesi dengan eter atau ketamine.

10
Manajemen intra operatif
Rekonstruksi celah langit-langit pada orang dewasa dan anak yang lebih tua dapat
dilakukan dengan infiltrasi anestesi lokal dan bius sadar misalnya diazepam 0,05-0,1
mg/kg. Pasien selain ini membutuhkan anestesi umum.

Induksi
Secara umum, pilihlah teknik yang dapat mempertahankan ventilasi spontan. Induksi
gas dengan agen volatil (misal sevoflurane, halothane) didalam oksigen umum
dilakukan; ketamine diberikan melalui intramuskular (10-12,5mg/kg) atau intravena
(1-2mg/kg) adalah alternatif lain. Akses intravena, jika belum ada, harus dilakukan
segera setelah anak tertidur dan konfirmasi ventilasi masker wajah dilakukan sebelum
penggunaan obat-obatan penghambat neuromuskular apapun. Induksi intravena
standar misalnya propofol 4-6mg/kg dan thiopentone 3-5mg/kg sesuai bagi anak
berusia lebih tua dan dewasa tanpa antisipasi adanya kesulitan jalan napas.

Jarang terjadi kesulitan dalam ventilasi masker namun jika terjadi maka pilihan yang
ada meliputi jalan napas melalui hidung atau oropharyngeal, laryngeal mask airway
atau memposisikan pasien secara lateral. Manuver ini dapat menghasilkan anestesi
yang dalam untuk memungkinkan intubasi. Namun demikian, rekonstruksi celah bibir
dan langit-langit bukan merupakan operasi yang aman jika jalan napas tidak dapat
dipertahankan dengan baik maka operasi harus ditunda hingga pasien lebih tua
dimana kedewasaan dapat memberikan manajemen jalan napas yang lebih mudah.

intubasi endotrakeal dapat dilakukan dengan anestesi inhalasi yang dalam atau
menggunakan relaksan otot misalnya suxamethonium 2mg/kg atau agen non-
depolarisasi. kesulitan laringoskopi (skor iii atau iv cormack dan lehane) terjadi pada
10% pasien asa i yang menjalani rekonstruksi celah bibir dan langit-langit dan
insidensi meningkat pada pasien dengan sindrom terkait celah bibir dan langit-langit.
Cacat alveola besar dapat menghalangi laringoskopi, karena adanya kecenderungan

11
laringoskopi jatuh ke dalam area celah bibireft; laringoskopi yang dibungkus dengan
gauze dapat mencegah terjadinya hal ini, begitu pula dengan penggunaan pisau lurus.

Sejumlah teknik tersedia jika terjadi kesulitan intubasi; tekanan laringeal anterior,
laringoskopi alternatif dan gum elastic bougie juga merupakan teknik yang sederhana,
langsung tersedia dan efektif. LMA telah digunakan dan sukses menghasilkan
rekonstruksi celah bibir dan langit-langit pada anak dimana tindakan intubasi tidak
mungkin dilakukan. LMA cenderung lebih tebal dan kurang aman daripada tabung
endotrakea sehingga tidak disarankan untuk dipakai secara rutin.

Teknik serat optik sering dipakai dalam LMA sebagai saluran. Sebuah guide-wire
diturunkan disepanjang bagian penghisap endoskopi pada orang dewasa, LMA dan
endoskopi kemudian dilepas dan wire digunakan sebagai rel bagi tabung.

Alternatif lain endoskopi pada anak dapat digunakan untuk mengenalkan tabung
preloaded langsung melalui LMA.

Jarang dibutuhkan bedah jalan napas darurat. Tabung preformed RAE south facing
ideal digunakan untuk operasi ini karena dapat ditempelkan ke dagu dan
meningkatkan akses bedah meskipun tabung standar dan reinforced juga dapat
dipakai.

Intubasi tidak selalu diperlukan. Pada anak berusia diatas 1 tahun, rekonstruksi celah
bibir rutin telah dilakukan hanya dengan menggunakan ketamine, atropine dan
infiltrasi anestesi lokal. Hal ini membutuhkan pengalaman yang banyak dan
kerjasama antara ahli anestesi dan ahli bedah namun dapat berguna pada lingkungan
dengan sumber daya terbatas.

Pemeliharaan
Sebuah head ring dikepala dan dibawah bahu pasien dapat dipakai untuk
memanjangkan leher dan menundukkan kepala, throat pack dipakai untuk menyerap

12
darah dan sekresi. Selama operasi langit-langit mulut sebuah alat gag mulut
dimasukkan diatas tabung endotrakea untuk menjaga mulut tetap terbuka dan lidah
terlihat jelas. Masalah yang timbul akibat tabung sering terjadi saat operasi dimana
jalan napas terbagi dan dapat muncul kapan saja. Kewaspadaan diperlukan untuk
mencegah ekstubasi tidak disengaja, intubasi bronkus primer kanan dan tabung
terbelit atau macet.

Pemeliharaan sering dilakukan dengan pilihan agen inhalasi. Halothane hanya boleh
digunakan jika oksigen tersedia karena adanya risiko aritmia. Eter menghalangi
penggunaan alat diatermi karena risiko meledak. Terdapat peningkatan minat pada
desflurane karena dapat menghasilkan pemulihan yang cepat serta pengembalian
refleks jalan napas yang lebih cepat pula. Namun agen ini mahal, memerlukan alat
penguap khusus dan tidak sesuai untuk induksi gas.

Dosis bolus ketamin intravena dapat diberikan untuk pemeliharaan (0,25mg/kg).


ketamine menghasilkan anestesi disosiatif dan memiliki keuntungan dalam
pemeliharaan respirasi dan refleks batuk. Namun, dibutuhkan pengalaman untuk
menitrasi dosis ketamin dengan benar, terutama pada bayi atau anak kecil, dan
terdapat kerugian berupa hipersaliva dan emergence phenomena.

Teknik ventilasi spontan lebih aman jika terjadi pemutusan atau ekstubasi tidak
disengaja namun tidak sesuai untuk bayi dan anak kecil.

Ventilasi terkontrol dengan relaksan otot menurunkan kebutuhan anestetik dan


mendorong pasien terbangun dari anestesi lebih cepat dan pemulihan refleks, selain
itu memungkinkan PaCO2 yang lebih rendah yang dapat menurunkan kemungkinan
kehilangan darah.

Jika tersedia, mesin-mesin anestesi modern yang terintegrasi dengan ventilator


memungkinkan ahli anestesi untuk dapat memilih teknik yang disukai. Sistem draw-
over lebih umum dipakai diseluruh dunia dan memadai untuk bedah celah bibir dan

13
langit-langit. Sistem standar meliputi sebuah alat penguap seperti Epstein Macintosh
Oxford (EMO) untuk eter atau Oxford Miniatur Vaporiser (OMV) untuk halothane
yang dihubungkan berangkaian dengan Oxford Inflating Bellows (OIB). Sistem draw
over tidak sesuai untuk anak dengan berat badan kurang dari 20 kg karena resistensi
respirasi yang tinggi. Menempelkan sirkuit Jackson Rees ke OIB adalah contoh
modifikasi yang sesuai; ventilasi tekanan-positif yang diperlukan bagi neonatal dan
bayi mungkin dilakukan dengan kantung T-piece dimana OIB dapat dipakai untuk
menghasilkan aliran gas segar.

Operasi biasanya berjalan selama 1-2 jam. Meskipun jarang dilakukan transfusi
darah, rekonstruksi celah langit-langit memiliki potensi untuk kehilangan darah yang
signifikan sehingga fasilitas untuk reaksi silang serasi (cross match) harus tersedia.
Defisit cairan dan kehilangan cairan intra operatif diganti dengan kristaloid dan
sebuah dosis tunggal antibiotik intravena misalnya augmentin.

Infiltrasi anestetik lokal oleh ahli bedah lebih direkomendasikan yaitu 1% lidocaine
dengan adrenalin 1:200.000. Agen ini memberikan analgesi intra operatif,
menurunkan kehilangan darah dan meningkatkan area bedah. Dosis adrenalin harus
dibatasi sebanyak 5 mcg/kg jika menggunakan halothane.

Parasetamol (acetaminophen) dapat diberikan melalui oral sebagai premedikasi (20


mg/kg) atau rektal setelah induksi (30-40 mg/kg). Obat anti-inflamasi non-steroid
(NSAID) adalah analgesik yang efektif dan sebagian besar ahli anestesi meresepkan
obat ini pada bayi usia lebih dari 6 bulan. Namun obat ini dapat meningkatkan risiko
pendarahan paska operasi oleh karenanya beberapa menganjurkan penundaan
pemberian hingga 12 jam paska operasi.

Terlepas dari infiltrasi anestesi lokal, pergerakan tabung endotrakea dapat


menyebabkan stimulasi intra operatif yang jelas, namun dapat dihilangkan dengan
opioid intra operatif. Untuk rekonstruksi celah bibir, agen-agen short acting seperti

14
fentanil 1-2 mcg/kg sudah mencukupi sedangkan untuk tindakan rekonstruksi celah
bibir yang lebih menyakitkan penggunaan agen longer acting lebih tepat seperti
morfin 0,05-0,1 mg/kg. Opioid memiliki kelebihan yaitu menghasilkan emergence
yang lebih halus dan lebih sedikit tangisan, yang dapat mengurangi pembengkakan
dan pendarahan dari area bedah.

Penggunaan opioid pada neonatal dan bayi memunculkan kekhawatiran yang wajar
mengenai sedasi paska operasi, depresi respirasi dan gangguan jalan napas
dikemudian hari. Jika pengawasan paska operasi tidak mencukupi penting agar anak
meninggalkan ruang operasi dalam kondisi terjaga seutuhnya dan memiliki kontrol
terhadap jalan napas mereka. Jika staf berpengalaman, oksimetri denyut dan
pemantauan apnea tidak tersedia maka opioid harus dihindari dan analgesi alternatif
harus tersedia.

Blok saraf infraorbital dapat memberikan analgesia paska operasi yang efektif untuk
tindakan rekonstruksi celah bibireft bibir. Foramen infraorbital dapat teraba pada
anak-anak dan dewasa; pada neonatal foramen infraorbital dapat ditemukan pada titik
tengah garis yang ditarik dari titik tengah fisura palpebral hingga ke ujung mulut
(sekitar 7,5 mm dari alar base). Saraf dapat ditemukan secara perkutan atau melalui
lipatan mukobukal; hanya sejumlah kecil anestesi lokal yang diperlukan yaitu 0,5-2
ml 0,5% bupivacaine tergantung berat badan (dosis bupivacaine maksimal 2 mg/kg
dimana 0,4 ml/kg larutan 0,5%).

Ekstubasi dan perawatan paska operasi


Risiko yang paling nyata akibat obstruksi jalan napas paska operasi kemungkinan
besar terjadi pada pasien anak yang memiliki masalah jalan napas pra operasi. Throat
pack harus diambil diakhir operasi dan orofaring diperiksa untuk mencari adanya
gumpalan darah dan mengecek hemostasis. Setelah itu pertahankan penghisapan
minimal. Jika telah menggunakan relaksan non-depolarisasi maka relaksan tersebut

15
harus saling berlawanan (antagonis). Ekstubasi anak setelah benar-benar terjaga dan
refleks perlindungan kembali.

Obstruksi jalan napas dapat terjadi akibat pembengkakan lidah dikarenakan tekanan
alat gag, pernapasan melalui mulut yang tidak mencukupi, laringospasma, terus
menggunakan throat pack, gumpalan darah atau kombinasi beberapa faktor tersebut.
Celah bibir dan langit-langit periode pendek dapat mencukupi begitu pula dengan
memindahkan anak pada posisi lateral atau tengkurap. Jalan napas nasofaringeal
(NPA) juga efektif dan dapat ditoleransi dengan baik; pada pasien berisiko tinggi
mengalami komplikasi jalan napas paska operasi terutama bagi mereka yang
menjalani faringoplasti (prosedur Furlow) sebagai bagian dari operasi NPA dapat
dimasukkan sebelum emergence. Memasukkan NPA diwaktu ini memberikan efek
trauma yang lebih sedikit dan mengurangi risiko mengacaukan garis jahitan bedah.
NPA biasanya dapat dilepas keesokan harinya ketika pembengkakan berkurang dan
anak sudah mampu melakukan pernapasan dengan mulut. Hindari jalan napas
orofaringeal karena adanya risiko disrupting rekonstruksi yang telah dilakukan.
Sejumlah kecil bayi memerlukan intubasi ulang dan kemungkinan trakeostomi.

Pemantauan seksama selama 12-24 jam memungkinkan deteksi awal adanya


obstruksi jalan napas atau pendarahan paska operasi. Idealnya hal ini dilakukan di
high dependency unit, meskipun beberapa pusat kesehatan dapat melakukannya
diluar unit tersebut. Pasien yang memiliki risiko tertentu seperti pasien yang
menderita sequence Pierre-Robin harus dirawat di IGD. Sebagai tambahan risiko
obstruksi jalan napas atas mekanis, kontrol pernapasan dapat berubah saat operasi
berlangsung akibat perbedaan bentuk jalan napas pasien dan perubahan dalam pola
pernapasan yang terkait dengannya. Jika oksimetri denyut tersedia sangat disarankan
untuk dilakukan ketika anak dalam keadaan tidur, dan dilanjutkan pengamatannya
hingga anak dapat tidur tanpa terjadi desaturasi oksigen yang signifikan.

16
Anak mungkin kehilangan selera makan sehingga pemberian cairan intravena harus
diteruskan hingga konsumsi cairan yang cukup tercapai.

Analgesia paska operasi termasuk opioid diberikan dalam bentuk bolus intravena,
lanjutkan pemberian infusi atau analgesia terkontrol oleh perawat sesuai dengan
protokol yang dijalankan di lingkungan kerja, serta pemberian rutin parasetamol dan
NSAID (selama lebih dari 6 bulan).

17

Anda mungkin juga menyukai