Anda di halaman 1dari 22

BAGIAN PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI

FAKULTAS KEDOKTERAN LAPORAN KASUS


UNIVERSITAS HASANUDDIN FEBRUARI 2017

EFUSI PLEURA

DISUSUN OLEH :

Magfira Ramadhani Palusery C11113030


Nur Irma Safitri C11113039
Resqiani Dwilestari Amiruddin C11113047
Hasmirah C11113056
Muslim Amaluddin C11112102
Muhammad Azam Bin Abdul Hamid C11112866
Muhammad Rezky Juni C11112045

PEMBIMBING :
dr. Ahmad Mustang

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Tn. A T
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. RM : 790399
Tempat, tanggal lahir : 13-12-1962 (54 tahun)
Tanggal Masuk : 17 Februari 2017
Ruangan : Lontara 1 Atas Depan kamar 3/II/4
DPJP : Dr.dr.Erwin Arief, Sp.P, Sp.PD, K-P

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Sesak
2. Riwayat Penyakit sekarang:
Pasien masuk dengan keluhan sesak napas yang dirasakan secara tiba-tiba sejak 5 hari
yang lalu, sebelumnya pasien tidak pernah sesak, sesak tidak dipengaruhi oleh perubahan
posisi. Pasien juga mengeluh batuk 4 hari yang lalu, batuk berdahak warna putih, demam
tidak ada, riwayat demam ada, keringat malam ada, nafsu makan menurun, berat badan
menurun. BAB normal, riwayat BAB hitam tidak ada, BAK : kuning, lancar. Riwayat
OAT tidak ada, riwayat merokok sejak 47 tahun yang lalu (1 bungkus/hari), riwayat
alergi tidak ada. Riwayat menggunakan obat 3 warna dari apotek untuk keluhan batuk.
Tidak ada riwayat trauma sebelumnya.
3. Riwayat Penyakit Terdahulu
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat DM disangkal
4. Riwayat Psikososial
Riwayat merokok ada sejak 47 tahun yg lalu, 1 bungkus/ hari (indeks brinkman=
sedang)
Riwayat minum alkohol disangkal
Tidak ada Keluarga yang menderita keluhan yang sama
Riwayat kontak penyakit TB tidak ada
C. PEMERIKSAAN FISIS
1. Status Generalis
Keadaan umum : Sakit sedang/gizi kurang/compos mentis (E4M6V5)
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 92 kali/menit
Pernafasan : 28 kali/menit
Suhu : 36.5oC Axilla
BB : 45 kg
TB : 160 cm
IMT : 17.5 kg/m2

2. Status Lokalis
Kepala :
Kepala : Normocephal, rambut hitam, sukar tercabut
Mata : Pupil isokor, konjungtiva anemis tidak ada, ikterus tidak ada.
Telinga : Tidak ada otorrhea
Hidung : Bentuk normal, tidak ada epistaksis dan tidak ada sekret
Leher : DVS R+1 cmH20, pembesaran kelenjar limfe tidak ada
Thorax
Paru
I : Simetris bagian kanan dan kiri saat statis atau dinamis, retraksi otot pernapasan
P : Nyeri tekan tidak ada, krepitasi tidak ada, vocal fremitus menurun di paru kiri
P : Redup di hemithoraks kiri setinggi ICS II, sonor hemithoraks kanan
A : Bunyi napas bronchovesiculer, menurun pada lapangan paru kiri, ronchi ada,
wheezing tidak ada.
Jantung :
I : Ictus cordis tidak terlihat
P : Ictus cordis teraba di ICS VI line midclavicularis sinistra
P : Pekak pada jantung kanan di ICS IV linea parasternalis dextra, batas jantung kiri
suilit dinilai
A : BJ I dan II murni, gallop dan murmur tidak ada
Abdomen
I : Datar, ikut gerak napas
A : Peristaltik ada kesan normal
P : Nyeri tekan epigastrium tidak ada, hepar dan lien tidak teraba
P : Timpani

Extremitas:
Akral hangat, edema tidak ada, clubbing finger tidak ada
Status Neorologis
Kesadaran : Compos mentis (E4M6V5)
Tanda rangsang meninges : Kaku kuduk tidak ada, Kernign sign tidak ada
Nervus Cranialis : tidak diperiksa
Motorik : Tonus otot normal
- Refleks Fisiologis : KPR/APR : N/N
TPR/BPR : N/N
- Refleks Patologis : Babinski tidak ada
Sensorik : dalam batas normal

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium (17/02/2017)
Analisa Cairan Pleura (17/02/2017)

Foto Thoraks (17/02/2017)


Kesan : Efusi pleura sinistra,
Terpasang chest tube pada ICS VI anterior sinistra
Bercak infiltrate pada lapangan paru atas
E. ASSESSMENT
Efusi Pleura sinistra susp. Malignancy dd TB paru
Community Acquired Pneumonia
Imbalance Elektrolit
F. PLANNING AWAL
Pemeriksaan sputum BTA 3x, perwarnaan Gram
Pemeriksaan BTA cairan pleura
Kultur sputum M.Tuberculosis
CT scan Throax dengan kontras
Sitologi cairan pleura
Pemasangan WSD

G. TERAPI AWAL
O2 3/lpm (nasal kanul)
IVFD Nacl 0.9% 28tpm
N-ACE 200mg /8jam/oral
Ceftazidime 1 Gram/8jam/intravena
Combivent 1 ampul/8jam/inhalasi

FOLLOW UP
PERJALANAN PENYAKIT
DAFTAR MASALAH
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam cavun pleura secara abnormal akibat peningkatan
produksi atau penurunan absorpsi cairan atau akibat keduanya. Efusi pleura merupakan
manifestasi penyakit pleura yang paling sering.1

A. Epidemiologi
Prevalensi efusi pleura diperkirakan sebanyak 320 kasus / 100.000 penduduk. Distribusi gender
pada efusi pleura hampir sama antara laki-laki dan perempuan, walaupun pada etiologi tertentu
ditemukan predileksi gender. Sekitar 2/3 dari kejadian efusi pleura akibat malignansi terjadi pada
wanita, di mana yang terbanyak diakibatkan oleh malignansi payudara dan ginekologis. Efusi
pleura terkait SLE juga ditemukan lebih vanyak pada perempuan. Sedangkan efusi pleura akibat
mesothelioma maligna, pankreatitis kronik, dan rheumatoid lebih banyak ditemukan pada laki-
laki.1
Karena efusi pleura merupakan manifestasi dari penyakit lain yang mendasari, predileksi ras dan
usia juga dapat terjadi tergantung pada penyakit dasar tersebut. Pada umumnya efusi pleura
ditemukan pada orang dewasa, walaupun peningkatan prevalensi pneumonia pada anak juga turut
meningkatkan angka kejadian efusi pleura pada anak.1,2

B. Etiologi
Keseimbangan cairan pleura dipengaruhi oleh tekanan hidrostatik dan onkotik pembuluh darah
pleura viseralis dan parietalis serta drainase oleh pembuluh limfatik. Ketidakseimbangan kedua
faktor tersebut dapat menyebabkan efuso pleura. Mekanisme berikut dapat menyebabkan efusi
pleura2:
Gangguan permeabilitas membran pleura (e.g. inflamasi, malignansi, pulmonary embolus)
Penurunan tekanan onkotik intravaskular (e.g. hipoalbunemia akibat sindroma nefrotik
atau sirosis hepatis)
Peningkatan permeabilitas kapiler atau vascular disruption (e.g. trauma, malignansi,
inflamasi, infeksi, pulmonary infarction, hipersensitivitas obat, uremia, pankreatitis)
Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler pulmonal maupun sistemik (e.g. CHF, superior
vena cava syndrome)
Penurunan tekanan intrapleural sehingga mencegah lung expansion atau "trapped lung"
(e.g. atelectasis, mesothelioma)
Penurunan drainase limfatik atau penyumbatan total, termasuk obstruksi atau ruptur ductus
thoracicus (e.g. malignansi, trauma)
Peningkatan cairan peritoneum dengan migrasi melalui diafragma via limfatik atau defek
struktural (e.g. sirosis hepatis, peritoneal dialysis)
Perpindahan cairan dari edema paru melewati pleura viseralis
Peningkatan tekanan onkotik cairan pleura secara persisten akibat efusi pleura yang sudah
ada sebelumnya, menyebabkan efusi pleura makin banyak
C. Patofisiologi
Efusi pleura terjadi bila produksi cairan meningkat minimal 30x normal. Melewati kapasitas
maksimum ekskresi dan atau ada gangguan pada absorbsinya.3
Cairan pleura dapat berupa :
1. Eksudat
2. Transudate
3. Chylus
Pada cairan pleura eksudat rasio proteionnya dengan plasma >0.5 sedangkan lactate
dehydrogenase rasionya >0.6. Sedangkan chylus warnanya putih seperti susu dan mengandung
lemak. Eksudat disebabkan oleh kerusakan capillary bed di paru, pleura dan jaringan sekitarnya.
Keadaan ini didapatkan pada keganasan, infeksi maupun inflamasi.3,4
Transudat bisa disebabkan oleh tekanan hidrostatik yang meningkat atau tekanan osmotic yang
menurun. Keadaan ini didapatkan pada gagal jantung, gangguan ginjal dan kadar protein yang
rendah.
Absorbsi terhambat karena;
1. Obstruksi cairan pleura
2. Gangguan pada saluran limfa
3. Infiltrasi kelenjar getah bening
4. Kenaikan tekanan vena sentral
Efek cairan pleura pada faal paru dapat berupa peningkatan cairan pleura akan mengakibatkan
perubahan faal paru. Peningkatan cairan berlebihan akan mengakibatkan beberapa gejala pada
pasien. Keluhan yang sering ada adalah nyeri pleura, batuk dan sesak. Nyeri pleura menunjukkan
adanya peradanagan pada pleura parietalis. Biasanya keadaan ini disertai dengan friction rub pada
palpasi maupun auskultasi. Batuk disebabkan oleh karena distorsi paru, misalnya Karena kolaps
paru pada pneumotoraks. Sesak disebabkan oleh karena otot nafas tidak efisien karena otot nafas
teregang oleh pembesaran dinding dada dan otot diafragma yang rendah. Sesak nafas biasanya
segera hilang setelah pengambilan cairan meski penambahan volume paru tidak begitu
meningkat.5
D. Manifestasi Klinik
Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan oleh penyakit dasar. Pneumonia akan
menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis, sementara efusi malignan dapat
mengakibatkan dispnea dan batuk. Ukuran efusi akan menentukan keparahan gejala. Pada
kebanyakan penderita umumnya asimptomatis atau memberikan gejala demam, ringan ,dan berat
badan yang menurun seperti pada efusi yang lain. 4,5,6,7,8
Dari anamnesa didapatkan :
a. Sesak nafas bila lokasi efusi luas. Sesak napas terjadi pada saat permulaan pleuritis
disebabkan karena nyeri dadanya dan apabila jumlah cairan efusinya meningkat, terutama kalau
cairannya penuh.
b. Rasa berat pada dada.
c. Batuk pada umumnya non produktif dan ringan, terutama apabila disertai dengan proses
tuberkulosis di parunya, Batuk berdarah pada karsinoma bronchus atau metastasis.
d. Demam subfebris pada TBC, demam menggigil pada empiema.
e. Nyeri dada pada pleuritis :
Simptom yang dominan adalah sakit yang tiba-tiba seperti ditikam dan diperberat oleh bernafas
dalam atau batuk. Pleura visceralis tidak sensitif, nyeri dihasilkan dari pleura parietalis yang
inflamasi dan mendapat persarafan dari nervus intercostal. Nyeri biasanya dirasakan pada tempat-
tempat terjadinya pleuritis, tapi bisa menjalar ke daerah lain :
1. Iritasi dari diafragma pleura posterior dan perifer yang dipersarafi oleh G. Nervuis
intercostal terbawah bisa menyebabkan nyeri pada dada dan abdomen.
2. Iritasi bagian central diafragma pleura yang dipersarafi nervus phrenicus menyebabkan
nyeri menjalar ke daerah leher dan bahu.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan (pada sisi yang sakit) :


a. Dinding dada lebih cembung dan gerakan tertinggal
b. Vokal fremitus menurun
c. Perkusi dull sampal flat
d. Bunyi pernafasan menruun sampai menghilang
e. Pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat dapat dilihat atau diraba pada treakhea

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang biasanya dilakukan untuk memperkuat diagnosa efusi pleura antara lain : 7,8,9
1. Foto toraks dada
Roentgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis efusi
pleura yang hasilnya menunjukkan adanya cairan. Foto dada juga dapat menerangkan asal mula
terjadinya efusi pleura yakni bila terdapat jantung yang membesar, adanya masa tumor, adanya
lesi tulang yang destruktif pada keganasan, dan adanya densitas parenkim yang lebih keras pada
pneumonia atau abses paru. Pada foto toraks dada posisi PA, sudut kostofrenikus tumpul jika
cairan >500cc.Foto diambil dalam posisi duduk atau berdiri. Pada posisi lateral, sudut
kostofrenikus tumpul jika cairan >200cc.Pada posisi lateral/PA pun terdapat perselubungan
homogen radio-opak (putih), permukaan atas cekung.
2. USG Dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan. Jumlahnya sedikit dalam
rongga pleura. Pemeriksaan ini sangat membantu sebagai penuntun waktu melakukan aspirasi
cairan dalam rongga pleura.
3. CT Scan Dada
CT scan dada dapat menunjukkan adanya perbedaan densitas cairan dengan jaringan sekitarnya
sehingga sangat memudahkan dalam menentukan adanya efusi pleura. Selain itu juga bisa
menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor. Hanya saja pemeriksaan ini tidak banyak
dilakukan karena biayanya masih mahal.
4. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan
terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis.
Torakosentesis adalah pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sel iga
ke dalam rongga dada di bawah pengaruh pembiasan lokal dalam dan berguna sebagai sarana untuk
diagnostik maupun terapeutik.
Pelaksanaan torakosentesis sebaiknya dilakukan pada penderita dengan posisi duduk. Aspirasi
dilakukan toraks, pada bagian bawah paru di sela iga v garis aksilaris media dengan memakai
jarum Abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000
1500 cc pada setiap kali aspirasi. Adalah lebih baik mengerjakan aspirasi berulang-ulang daripada
satu kali aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan pleural shock (hipotensi) atau edema paru.
Edema paru dapat terjadi karena paru-paru mengembang terlalu cepat. Mekanisme sebenarnya
belum diketahui betul, tapi diperkirakan karena adanya tekanan intra pleura yang tinggi dapat
menyebabkan peningkatan aliran darah melalui permeabilitas kapiler yang abnormal.
5. Biopsi Pleura
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya maka dilakukan biopsi dimana
contoh lapisan pleura sebelah luar untuk dianalisa. Pemeriksaan histologi satu atau beberapa
contoh jaringan pleura dapat menunjukkan 50-75% diagnosis kasus-kasus pleuritis tuberkulosa
dan tumor pleura. Bila ternaya hasil biopsi pertama tidak memuaskan, dapat dilakukan beberapa
biopsi ulangan. Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh,
penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan. Komplikasi biopsi antara lain
pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada.
6. Analisa cairan pleura
Untuk diagnostik cairan pleura, dilakukan pemeriksaan :
a. Warna Cairan
Biasanya cairan pleura berwama agak kekuning-kuningan (serous-xantho-crome. Bila agak
kemerah-merahan, ini dapat terjadi pada trauma, infark paru, keganasan. adanya kebocoran
aneurisma aorta. Bila kuning kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan adanya empiema. Bila
merah tengguli, ini menunjukkan adanya abses karena amoeba.
b. Biokimia
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang perbedaannya dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.

Perbedaan Transudat Eksudat


- Kadar protein dalam efusi (g/dl) < 3. > 3.
- Kadar protein dalam efusi < 0,5 > 0,5
Kadar protein dalam serum
- Kadar LDH dalam efusi (I.U) < 200 > 200
- Kadar LDH dalam efusi
Kadar LDH dalam Serum < 0,6 > 0,6
- Berat jenis cairan efusi < 1,016 > 1,016
- Rivalta negatif positif

Disamping pemeriksaan tersebut di atas. secara biokimia diperiksakan juga pada cairan pleura :
- Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi, artitis
reumatoid dan neoplasma.
- Kadar amilase. Biasanya meningkat pada pankreatitis dan metastasis
adenokarsinoma.
-
c. Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk diagnostik penyakit pleura,
terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau dominasi sel-sel tertentu.
- Sel neutrofil: Menunjukkan adanya infeksi akut.
- Sel limfosit: Menunjukkan adanya infeksi kronik seperti pleuritis tuberkulosa
atau limfoma malignum.
- Sel mesotel: Bila jumlahnya meningkat, ini menunjukkan adanya infark paru. Biasanya
juga ditemukan banyak sel eritrosit.
- Sel mesotel maligna : Pada mesotelioma.
- Sel-sel besar dengan banyak inti : Pada arthritis rheumatoid.
- Sel L.E : Pada lupus eritematosus sistemik.

d. Bakteriologi
Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat mengandung mikroorganisme, apalagi
bila cairannya purulen, (menunjukkan empiema). Efusi yang purulen dapat mengandung kuman-
kuman yang aerob ataupun anaerob. Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura
adalah : Pneumokok, E. coli, Kleibsiella, Pseudomonas, Entero-bacter.
Pada pleuritis tuberkulosa, kultur cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan
yang positif sampai 20%. Pemeriksaan Laboratorium terhadap cairan pleura dapat dilihat pada
tabel dibawah ini
Pemeriksaan Laboratorium Terhadap Cairan Pleura
Hitung sel total Hitung diferensial, hitung sel darah merah, sel
jaringan

Protein total Rasio protein cairan pleura terhadap seum > 0,5
menunjukkan suatu eksudat

Laktat dahidrogenase Bila terdapat organisme, menunjukkan empiema


Pewarnaan Gram dan
tahan asam

Biakan Biakan kuman aerob dan anerob, biakan jamur dan


mikobakteria harus ditanam pada lempeng

Glukosa Glukosa yang rendah (< 20 mg/dL) bila gula darah


normal menunjukkan infeksi atau penyakit
reumatoid

Amylase Meningkat pada pankreatitis, robekan esofagus


pH Efusi parapneumonik dengan pH > 7,2 dapat
diharapkan untuk sembuh tanpa drainase kecuali
bila berlokusi. Keadaan dengan pH < 7,0
menunjukkan infeksi yang memerlukan drainase
atau adanya robekan esophagus.

Sitologi Dapat mengidentifikasi neoplasma


Hematokrit Pada cairan efusi yang banyak darahnya, dapat
membantu membedakan hemotoraks dari
torasentesis traumatik
Komplemen Dapat rendah pada lupus eritematosus sistemik
Preparat sel LE Bila positif, mempunyai korelasi yang tinggi
dengan diagnosis lupus aritematosus sistemik

7. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang terkumpul.
Bronkoskopi biasanya digunakan pada kasus-kasus neoplasma, korpus alineum dalam paru, abses
paru dan lain-lain

F. Penatalaksanaan
Atasi sesak napas dengan cara membersihkan jalan napas dan beri oksigen.
1. Obati penyakit yang mendasarinya (penyebab).
2. Torakosentesis (pungsi).
Merupakan suatu tindakan pengambilan cairan pleura dengan tujuan untuk membedakan apakah
cairan tersebut transudat, eksudat atau emphyema. Untuk itu perlu dipasang WSD (Underwater
Seal Drainage). WSD adalah cara yang paling efektif untuk membuat katub, dimana udara dan
cairan dapat dikeluarkan dari toraks.
Dalam melakukan pemasangan WSD perlu diingat:
Harus tidak ada kebocoran
Diklem bila botol tidak digunakan
Posisi botol harus di bawah toraks
Metode harus asepsis
Drain harus diangkat setelah 24 jam
Pipa dada harus diganti selama 7 10 hari digunakan.
Bila cairan yang terlalu banyak, dimana perlu dilakukan tindakan pungsi yang berulang-ulang
sehingga dapat menyebabkan gangguan elektrolit, maka perlu dilakukan pleurodesis.
3. Operasi.
4. Menjahit pleura parietalis dengan pleura visceralis. Tujuannya agar bersatu, sehingga tidak
terbentuk cairan yang sifatnya irreversibel.1,2,3
G. Komplikasi
Kolaps paru : hal ini terjadi jika paru-paru dikelilingi kumpulan cairan dalam
waktu yang lama.
Empyema : bila cairan pleura terinfeksi menjadi abses, yang akan membutuhkan drainase yang
lama.
Pneumothoraks, dapat merupakan komplikasi dari torakosentesis.
Gagal nafas

H. Prognosis
Dengan semakin majunya ilmu kedokteran, dunia farmasi dan teknologi kedokteran, pada
umumnya prognosis efusi pleura adalah baik, kecuali bila penyakit dasarnya adalah suatu
keganasan.3
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www. Lemon. Medical symposium.com
2. http://www. medhelp. org Imedikal Dictionary Putau J, dkk. Piopneumotoraks
dengan Bronkopleura. Laporan Kasus. http://www. med UNHAS. ac. Id.
3. Amirulloh R. Penatalaksanaan Pneumotoraks di dalam Praktek. http://www.
kalbe.co.id.
4. http://www. Turkishrespiratory journal.com
5. Alsagaff H, Mukti A. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University
Press.edisi 2. Surabaya: 2002.
6. http://intensivecare.hsnet.nsw.gov.
7. http://www.learningradiology.com

Anda mungkin juga menyukai