Isi Makalah
Isi Makalah
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang akan di bahas
yaitu :
1
C. TUJUAN PENULISAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
Namun konsep pemerintah dan pemerintahan memiliki arti yang sempit dan
arti yang luas maka ruang lingkup Hukum Tata Pemerintahan heteronom menjadikan
Hukum Tata Pemerintahan heteronom dalam pengertian yang luas dana dalam
pengertian yang sempit.
Hukum Tata Pemerintahan heteronom dalam artian yang luas tidak saja
mengatur hubungan hukum antara pemerintah dengan rakyat sebatas pengertian
pemerintahan dalam artian yang sempit akan tetapi mencakup hubungan hukum
pemerintahan dalam pengertian kelembagaan negara (organ negara) dengan
kelembagaan negara dan antara kelembagaan negara dengan warga negara. Semua
aturan hukum berkenaan dengan hukum tata pemerintahan heteronom kami
berpendapat bahwa dalam konteks peraturan atau hukum tertulis, aturan hukumnya
disebut peraturan dasar dari pemerintahan negara yang dalam bentuknya disebut
Undang-Undang Dasar dan konstitusi.
3
Kemudian, jika aturan Hukum Tata Pemerintahan heteronom dalam arti yang
sempit yaitu dilihat dalam bentuk terjadinya, maka hukum tata pemerintahan
heteronom dalam lokus pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia dapatlah
dibagi atas :
Peraturan pusat adalah peraturan yang tertulis yang dibuat oleh pemerintah
yang berlaku diseluruh atau sebagian wilayah negara baik dalam berlakunya secara
horizontal seperti undang undang yang mengatur kelembagaan eksekutif maupun
secara vertikal dan holistik sebagaimana Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang pokok pokok Pemerintahan Daerah, sedangkan yang hanya berlaku hanya
untuk sebagian wilayah contohnya undang undang Otonomi Khusus Papua Dan
Aceh.
Selain itu,pada tingkat peraturan pusat, dikenal pula peraturan yang secara
khusus dibuat oleh presiden karena wewenang sebagai kepala eksekutif sekaligus
sebagai kepala rumah tangga negara yang disebut peraturan presiden dan seterusnya
ada dalam bentuk peraturan menteri, peraturan bersama para menteri, hingga
seterusnya pada tingkat peraturan setempat.
4
Yang dimaksud dengan peraturan setempat adalah setiap peraturan tertulis
yang dibuat oleh pemerintah setempat dan hanya berlaku ditempat atau didaerah itu
saja. Misalnya Peraturan Daerah Sulawesi Selatan, Peraturan Daerah Kabupaten X,
Peraturan Daerah Kota Y, dan seterusnya dengan apa yang disebut dalam Peraturan
Gubernur, Peraturan Bupati, Peraturan Walikota yang kesemuanya itu dalam isinya
mengatur hubungan pemerintah sebagai penguasa dengan rakyan dengan berbagai
peran ( status dan posisinya) sebagai pihak yang dikuasai dan diatur.
Dengan demikian, bentuk hukum tata pemerintahan heteronom mulai peraturan dasar
negara hingga peraturan setempat secara berturut dapat disebutkan sebagai berikut :
(1) Undang Undang Dasar sebagai aturan dasar yang tertinggi, sebagai grund
norm, sebagai norma pokok yang mendasar karena isi dan terjadinya. Karena
isinya memuat asas kerohanian negara sedangkan terjadinya dikehendaki dan
dibentuk oleh pembentuk negara untuk mengatur hubungan hukum antara
kelembagaan negara dan hubungannya dengan warga negara, serta peraturan
dasar lainnya berkenaan dengan hukum peralihan dan tambahan sebagai
penyempurna suatu konstitusi atau konstitusi dalam kerangka pendekatan
secara holistik.
(2) Undang Undang sebagai aturan yang karena terjadinya dikehendaki oleh
lembaga pembuat undang undang yaitu lembaga legislatif dan karena isinya
memuat aturan aturan yang mengatur aspek aspek tertentu dalam
penyelenggaraan negara dan pengaturan atas warga negara dan hal itu sebagai
penjabaran dari tuntutan pasal pasal dalam undang undang dasar.
(3) Peraturan Pemerintah sebagai aturan yang karena terjadinya dikehendaki dan
dibentuk oleh pemerintah dalam artian sebagai lembaga eksekutuf dan dari
segi isinya sebagai penjabaran atas isi yang diperintahkan oleh undang
undang.
(4) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang sebagai aturan karena
terjadinya dikehendaki oleh pemerintah namun dalam kekuatan berlakunya
sama dengan Undang Undang dan dari segi isinya memuat aturan aturan
5
yang pada prinsipnya harus diberlakukan melalui Undang Undang dan
karena sifatnya sangat mendesak dan ada karena alasan secara yuridis
membenarkannya dan hanya berlaku dalam waktu tertentu seperti Perpu
tentang APBN yang tidak disetujui oleh DPR sehingga Undang Undang
tentang APBN tahun lalu yang diberlakukan.
(5) Peraturan Menteri sebagai aturan yang karena terjadinya dibentuk oleh
Menteri sesuai dengan bidang yang diatur dari segi isinya mengatur hal hal
yang bersifat tehnis atas peraturan suatu pemerintah.
(6) Peraturan Daerah sebagai aturan yang karena terjadinya dibentuk oleh
Pemerintah Daerah dan dari segi isinya mengatur penyelenggaraan
pemerintahan daerah dari suatu daerah, hingga pada bentuk peraturan desa.
(7) Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota aturan yang terjadinya dibentuk oleh
Gubernur/Bupati/Walikota sebagai kepala eksekutif tingkat
Provinsi/Kabupaten/Kota, hingga pada bentuk peraturan kepala desa.
6
6. Asas Welvaarstaat
Berdasarkan contoh terlihat bahwa makna dari asas ini adalah memberlakukan
suatu undang-undang yang menyebut dengan tegas peristiwa yang diselesaikan.
Dengan demikian tidak terjadi bentrokan hukum didalam penyelesaian suatu
peristiwa. Bagi pembuat aturan perundang-undangan asas ini pun perlu diperhatikan
sehingga kalau aturan umum yang dikehendaki maka tidak perlu menyebut dengan
tegas peristiwa yang diatur.
Akan tetapi jika dikehendaki aturan khusus, maka penyebutan dengan tegas
peristiwa-peristiwa yang diatur adalah merupakan suatu keharusan.
7
Undang-undang yang pertama adalah sebagai lex postiore sedangkan undang-
undang disebut terakhir yang terdiri dari beberapa aturan hukum adalah lex priori.
Yang diberlakukan adalah lex posteriore walaupun maknannya berlainan. Terkecuali
dari aturan pidana menurut KUH Pidana Pasal 1 Ayat 2, asas ini tidak bisa
diberlakukan dalam peristiwa yang diselesaikan memenuhi syarat-syarat tertentu
yang diminta.
8
Asas yang keempat tidak berlakau universal artinya tidak semua Negara yang
menganutnya seperti Amerika Serikat. Di Indonesia pernah berlaku pada saat
berlakunya UUDS 1950. Bisa dilihat pada Pasal 95 Ayat 2. Maksud dari asas ini
adalah bahwa Undang-Undang tidak dapat diuji oleh undang-undang dasar walaupun
ternyata undang-undang itu bertentangan dengan undang-undang dasar. Hakim
sekalipun tidak punya kewenangan untuk mengujinya ini dimaksudkan untuk
melindungi hak dan kewenangan pembuat undang-undang itu.
Dan asas yang kelima yaitu asas welvaartstaat dimaksudkan bahwa undang-
undang sebagai sarana dimaksudkan undang-undang sebagai sarana untuk
semaksimal mungkin dapat mencapai kesejahteraan spiritual dan material bagi
masyrakat maupun individu melalui pembaharuan atau pelestarian. Bagi pembuat
undang-undang asas ini mencegah kesewenang-wenangan pembuat undang-undang
dengan asas membawa suatu undang-undang sebagai sesuatu yang merupakan huruf
mati sejak diundangkan sehingga bagi suatu undang-undang perlu dipenuhi beberapa
syarat antara lain : perlunya keterbukaan bagi DPR dalam persidangannya dan fungsi
eksekutif dalam pembuatan undang-undang dengan harapan akan adanya tanggapan
warga masyarakat yang berminant memberikan hak kepada masyrakat untuk
mengajukan usul-usul tertulis kepada penguasa, apakah dengan jalan diundang
dengan resmi oleh penguasa ataukah lewat secara dengar pendapat (hearing) di DPR
atauakah dengan cara lain yang dianggap dapat melibatkan masyarakat dalam proses
pembuatan undang-undang.
9
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kemudian, jika aturan Hukum Tata Pemerintahan heteronom dalam arti yang
sempit yaitu dilihat dari bentuk terjadinya, maka hukum tata pemerintahan heteronom
dalam lokus pemerintahan Negara Republik Indonesia dapatlah dibagi atas Peraturan
Pusat Dan Peraturan Setempat. Bentuk hukum tata pemerintahan heteronom mulai
peraturan dasar negara hingga peraturan setempat secara berturut dapat disebutkan
sebagai berikut : (1)Undang Undang Dasar, (2) Undang Undang, (3) Peraturan
10
Pemerintah, (4) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang, (5) Peraturan
Menteri, (9) Peraturan Daerah, (10) Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota.
B. SARAN
11
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Faried dan Nurlina Muhidin. 2012. Hukum Tata Pemerintahan heteronom dan
Otonom. Bandung : Rafika Aditama.
12