Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hutan itu dapat di artikan sebagai suatu masyarakat tumbuhan yang
kompleks yang terdiri dari pohon, semak, tumbuhan basa, jasad renik tanah dan
hewan lainnya, yang satu dengan yang lainnya terikat dalam hubungan
ketergantungan. Tetapi bagi orang awam tentang hutan, mereka berasumsi bahwa
hutan itu merupkan areal yang ditumbuhi pohon-pohon. Akan tetapi bila
seseorang lebih dalam meneliti kedalamannya, maka akan ditemukan banyak
perbedaan-perbedaan yang ditemukan. Perbedaan-perbedaan tersebut dinyatakan
dalam berbagai cara, tergantung bagimana kita memandangnya, misalnya dalam
pengenalan tegakan hutan.
Kayu adalah bagian batang atau cabang serta ranting tumbuhan yang
mengeras karena mengalami lignifikasi (pengayuan). Kayu digunakan untuk
berbagai keperluan, mulai dari memasak, membuat perabot (meja, kursi), bahan
bangunan (pintu, jendela, rangka atap), bahan kertas, dan banyak lagi. Kayu juga
dapat dimanfaatkan sebagai hiasan-hiasan rumah tangga dan sebagainya.
Penyebab terbentuknya kayu adalah akibat akumulasi selulosa dan lignin pada
dinding sel berbagai jaringan di batang.
Tumbuhan berkayu dapat dibedakan menjadi dua golongan berdasarkan
ada tidaknya pori pada tumbuhan tersebut, yaitu kayu daun lebar (hardwood) dan
kayu daun jarum (softwood). Istilah hardwood dan softwood ini tidak
menginterpretasi secara langsung kekuatan dari kayu tersebut. Bukan berarti
hardwood merupakan jenis kayu yang kuat dan bukan pula softwood berarti jenis
kayu yang lunak. Golongan tumbuhan yang termasuk kayu daun jarum adalah
Gymnospermae, yakni tumbuhan berbiji terbuka (konifer), biasanya dicirikan
dengan warna daunnya yang selalu hijau, bentuk tajuknya yang kerucut dan
bentuk batang yang silindris. Sedangkan golongan tumbuhan yang termasuk kayu
daun lebar adalah Angiospermae yakni tumbuhan berbiji tertutup, biasanya

1
dicirikan dengan bentuk tajuk yang melebar dan banyaknya cabang-cabang
pohon.
Kayu memiliki ciri makroskopis dan mikroskopis. Ciri makroskopis kayu
adalah ciri kayu yang dapat dilihat langsung secara kasat mata atau dengan
bantuan lup pada bidang anisotropiknya. Ciri makroskopis kayu meliputi bau,
warna, tekstur, kilap dan lain-lain, sementara ciri mikroskopis adalah ciri kayu
yang hanya dapat diketahui dengan bantuan mikroskop saja yang meliputi
susunan pori, parenkim, saluran resin, dan lain-lain. Untuk dapat memperoleh ciri
mikroskopis kayu, maka kayu harus disayat. Praktikum ini bertujuan untuk
mengetahui sifat makroskopis dan mikroskopis kayu, sehingga jenis suatu kayu
akan teridentifikasi.

B. TUJUAN PRAKTIKUM
Adapun tujuan dalam praktikum ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui sifat-sifat makroskopis kayu seperti warna, kilap, tekstur,
arah serat, jari-jari, pori dan untuk membandingkan berat antara satu jenis
kayu dengan jenis kayu lainnya.
2. Untuk mengetahui pori dan parenkim yang dimiliki oleh kayu yang diamati
baik kayu daun jarum maupun kayu daun lebar serta pada kelompok
monokotil.
3. Untuk mengetahui jumlah pori dan jari-jari, mengetahui diameter pori-pori,
jumlah berbagai jenis susunan pori, serta tinggi dan diameter jari-jari dalam
luasan 1 mm2.
4. Untuk memahami pengertian volume kayu basah, kering udara dan tanur.
5. Untuk memahami cara pengukuran perubahan dimensi pada kayu.
6. Untuk membandingkan besarnya perubahan dimensi pada tiga arah utama
kayu.

2
C. KEGUNAAN PRAKTIKUM
Adapun manfaat dalam pengamatan hasil laporan ini, yaitu :
1. Praktikan dapat mengetahui dan memahami cara untuk mengamati sifat-sifat
makroskopis kayu serta untuk membandingkan teori dengan praktikum.
2. Praktikan dapat mengetahui cara untuk mengindentifikasi pori berdasarkan
sebaran dan susunannya serta parenkimnya. Juga untuk membandingkan
kenyataan yang diperoleh dalam kegiatan praktikum dengan teori.
3. Praktikan dapat mengetahui jumlah pori dan jari-jari, mengetahui diameter
pori-pori, jumlah berbagai jenis susunan pori, serta tinggi dan diameter jari-
jari dalam suatu sampel preparat kayu.

3
BAB II

METODE PERCOBAAN

A. SIFAT MAKROKOPIS KAYU


1. Alat dan bahan

a. Potongan kaayu berukuran (5x5x5) cm


b. Cutter (pisau tajam)
c. Lup
d. Buku gambar

2. Prosedur Kerja

a. Menyiapkan potongan kayu yang akan mati.


b. Mengamati sifat makroskopisnya secara lansung untuk kilap, warna kayu,
serat, tekstur, jari-jari dan berat.
c. Dengan bantuan Lup, amati sebaran porinya.
d. Untuk kesan raba dan kekerasan gunakan kuku dan citter.
e. Mencatat hasil pengamatan.
f. Menggambar pori-pori dan jari-jari kayu yang diamati.

B. PREPARAT GOSOK
1. Alat dan Bahan

a. Potongan kayu berukuran (2x2x2) cm. g. Lup


b. Cutter h. Eukit/lem UHU
c. Kaca gosok. i. Label
d. Objek gelas.
e. Karborendum.
f. Air.

4
2. Prosedur Kerja

a. Menyiapkan sampel kayu berukuran (2x2x2) cm menurut arah sumbu


anisotropiknya.
b. Menyiapkan kaca gosok, kemudian taburi karborendum secukupnya dan
tambahkan sedikit air.
c. Menggosok kaca tersebut dengan menggunakan objek gelas sehingga rata
dan kaca gosok menjadi kasar dan tajam ( 10 menit).
d. Mencuci kaca gosok tersebut hingga bersih.
e. Menggosok bidang transversal (melintang) sampel kayu pada kaca gosok
sambil menjaga agar kaca gosok dan sampel tetap dalam keadaan basah
dengan bantuan air. Penggosokan dinyatakan selesai ketika telah
memperoleh sampel kayu yang bidang melintangnya mempunyai
permukaan yang rata dan semua elemen-elemen penyusun kayu jelas
terlihat dengan bantuan lup.
f. Meletakkan atau menempelkan bidang melintang yang bersebelahan
dengan yang digosok pada objek gelas dengan eukit.
g. Memberi keterangan dengan menggunakan kertas label tentang nama
spesies (dalam bahasa latin, daerah atau indonesia) dan familinya.
h. Mengamati parenkim, pori dan lingkaran tahunnya.

C. PREPARAT SAYAT
1. Alat dan Bahan

a. Sampel berukuran 2x2x2 cm


b. Alat perebus kayu
c. Mikotom atau silet
d. Safranin
e. Cawan petri

5
f. Alcohol 30%, 50%, dan 70%
g. Air suling
h. Objek glass
i. Alat perekat

2. Prosedur Kerja

a. Siapkan sampel berukuran 2x2x2 cm


b. Rebuslah kayu dengan menggunakan alat khusus perebusa kayu. Untuk
kayu lunak, rebuslah selama sehari dan untuk kayu keras, rebuslah
beberapa hari.
c. Setelah kayu menjadi lunak, sayatlah 3 bidang orientas kayu setipis
mungkin dang menggunakan silet.
d. Letakkan sayatan dalam cawan petri.
e. Teteskan safranin (2-3 tetes) pada sayatan dan diamkan selama 24 jam.
f. Buang larutan safranin dari cawan petri lalu nlakukan hidrasi alcohol 30
%, 50% dan 70% secara bertingkat masing-masing selama 2 menit.
g. Bilaslah sayatan dengan menggunakan air suling.
h. Letakkan tiga sayatan pada objek glass dan rekatkan dengan alat rekat.
i. Amatilah jumlah pori-pori dan jumlah jari-jari dalam luasan 1 mm2 dengan
mikroskop pada bidang aksial.
j. Amati diameter pori pada bidang tangensial.
k. Amati jumlah sel yang bergabung dan jumlah sel yang soliter.
l. Amati tinggi dan diameter jari-jari pada bidang tangensial.

D. PENENTUAN VOLUME

1. Alat dan Bahan

a. Sampel kayu berukuran 2x2x2 cm.


b. Caliper

6
c. Gelas ukur
d. Men-zero

2. Prosedur Kerja

Cara Metode Celup

1. Siapkan gelas ukur yang telah diisi air.


2. Catat tinggi awal permukaan air dri gelas ukur.
3. Masukkan dan tenggelamkan contoh uji ke dalam gelas ukur,catat
kenaikan permukaan air. Penenggelam contoh uji agar lebih mudah
gunakan jarum yang ditusukkan ke contoh uji .Jarum digunakan
sebagai pegangan untuk menekan kayu di air.
4. Selisih tinggi permukaan air sesudah dan sebelum kayu
ditenggelamkan dalam gelas ukur merupakan volume kayu yang di
ukur.

Cara Metode Berat

1. Siapkan bejana berisi air dan letakkan di atas suatu timbangan.


Catat berat bejana tersebut dengan airnya. Namun untuk timbangan
gital, setelah meletakkan gelas ukur berisi air pada timbangan
dilanjutkan dengan menekan tombol zero agar angka pada layar
tetap o (nol).
2. Siapkan contoh uji yang akan diukur volumenya.
3. Masukkan contoh uji kedalam bejana berisi air sampai seluruh
bagiannya tenggelam, dan catat bagian tenggelam yang
ditimbulkan oleh penenggelam tersebut sebagai dari contoh uji
tersebut. Sama seperti pada cara metode celup, penenggelam juga
akan dipermudah dengan menggunakan jarum dan statip.

7
E. PERUBAHAN DIMENSI PADA KAYU

1. Alat dan Bahan

a. Sampel kayu berukuran 2x2x3 cm


b. Caliper
c. Oven
d. Pensil
e. Mistar
f. Desikator

2. Prosedur Kerja

a. Siapkan contoh uji yang akan diukur penyusutannya


b. Sampel yang memiliki kadr air dibawah titik jenuh serat direndam terlebih
dahulu selama 3 hari
c. Beri tanda berupa garis pada tiga arah (longitudinal, radial dan tangensial)
contoh uji tersebut
d. Ukur dimensi awal dari contoh uji pada tempat-tempat yang telah diberi
garis yaitu pada arah longitudinal , tangensial, radial
e. Keringkan contoh uji sampai mencapai keadaan kering tanur
f. Ukur dimensi contoh uji yang telah dikering tanuran ini pada tempat-
tempat yang telah diberi garis yaitu pada arah longitudinal, tangensial,
radial
g. Untuk mengethui pengembangan kayu contoh uji kemudian direndam
sampai mencapai keadaan di atas tiik jenuh searat
h. Ukur dimensi contoh uji yang telah direndam ini paa tempat-tempat yang
telah diberi tanda garis yaitu pada arah longitudinal, tangensial, dan radial.

8
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

1. Ciri Makrokopis

Table 1. Hasil pengamatan 1

N0 Pengamatan Pinus Mangifera Cocos


merkusii indica nucifera
1. Sebaran pori Pori tata Pori tata baur -
lingkar
2 warna Kuning- Kecoklat- Coklat
muda coklatan kemerahan
3.. tekstur halus Agak kasar kasar
4. kekerasan keras Sangat keras Sedang
5. berat Ringan/agak Berat/agak Ringan/agak
berat berat berat
6. kilap Sangat Agak Kusam
mengkilap mengkilap
7. Arah serat lurus lurus lurus
8. Kesan raba licin kasar kasar

2. Preparat Gosok

Table 1. Hasil pengamatan 2

No Pengamatan Pinus Mangifera indica Cocos


merkusii nucifera
1. Penyebaran pori Tersebar
2. Penggabungan pori Soliter+gabungan

9
3. Penyebaran parenkim Tersebar Tersebar

3. Preparat Sayat

Table 1. Hasil pengamatan 3

Tinggi dan Lebar Jari-Jari


Jumlah Pori
Diameter
Percobaan

Jumlah
Pori
Gabungan

Jari-Jari Tinggi (m) Lebar (m)


Soliter

(m)

Kuantitas 65,64% 34,35% 146 8,2 581,6 59,6

Kualitas Agak Agak sedang Agak lebar


kecil banyak

4. Perubahan Volume

Table 1. hasil pengamatan 4

Mangifera indica 0,5


Kering Udara Pinus merkusii 0,3
Cocos nucifera 0,3
Mangifera indica 0,5
Berat Jenis Kering tanur Pinus merkusii 0,3
Cocos nucifera 0,2

Mangifera indica 0,8


Basah Pinus merkusii 0,4
Cocos nucifera 0,3

Kering udara Mangifera indica 0,6

10
Pinus merkusii 0,4
Cocos nucifera 0,3
Mangifera indica 0,7
Kering tanur Pinus merkusii 0,3
Kerapatan Cocos nucifera 0,3
(g/cm3) Mangifera indica 0,8
Basah Pinus merkusii 0,7

Cocos nucifera 0,8

Pinus merkusii 7,6


Kadar Air (%) Mangifera indica 7
Kering udara Cocos nucifera 7,6
Kadar Air (%) Pinus merkusii 99,66
basah Mangifera indica 78,4
Cocos nucifera 204

5. Perubahan Dimensi

Table 1. hasil pengamatan 5

L 0,5
Penyusutan Pinus merkusii R 5
Kering udara-kering T 2,1
tanur
L 0,9
Mangifera indica R 13,3
T 9,2
L 5,4
Cocos nucifera
R 9,1

T 9,7
Penyusutan (%) Pinus merkusii L 0,23

11
Pinus merkusii R 1.7
T 3,2
L 0,5
Penyusutan (%) Mangifera indica R 16,2
Basah-kering udara T 2,6
L 0,7
Cocos nucifera R 2,6
T 2,1
L 0,4
Pinus merkusii R 6,8

T 5,5
Pengembangan (%)
L 0,7
Kering tanur-basah
Mangifera indica R 4,8
T 5
L 2,2
Cocos nucifera R 6
T 5,9

B. PEMBAHASAN

1. Ciri Makrokopis

Dari tabel hasil pengamatan di atas, terlihat bahwa sampel kayu yang
digunakan adalah Mangifera indica (mangga), Pinus merkusii (Tusam) dan Cocos
nucifera (Kelapa) yang mewakili masing-masing kelompok kayu daun lebar, kayu
daun jarum dan monokotil. Adapun pengamatan-pengamatan yang dilakukan pada
ketiga sampel tersebut adalah sebaran pori, warna, tekstur, kekerasan, berat, kilap,
arah serat dan kesan raba.

12
a. Sebaran pori
Sebaran pori hanya diamati pada kayu daun lebar, karena hanya kelompok
tersebut yang memiliki pori atau pembuluh. Hal inilah yang menjadi perbedaan
mendasar antara kayu daun lebar dan kayu daun jarum, dimana pori ini tidak
dimiliki oleh kayu daun jarum (Haygreen dan Bowyer, 1989).

b. Warna
Kayu yang berasal dari pohon yang lebih tua dapat mempunyai warna
yang lebih tua (lebih gelap) bila dibandingkan dengan bagian kayu yang berasal
dari pohon yang lebih muda dari jenis yang sama. Kayu yang kering berbeda
warnanya bila dibandingkan dengan warna yang basah. Kayu yang sudah lama
tersimpan ditempat terbuka warnanya akan lebih gelap atau lebih terang
dibandingkan dengan kayu segar, ini tergantung kepada keadaan lingkungannya
(cuaca, angin, cahaya matahari, dan sebagainya) (Bowyer dan Haygreen, 2003).
Warna yang ditunjukkan oleh kayu mangga kecoklat-coklatan, kayu pinus
kuning muda dan kelapa berwarna coklat-kemerahan.

c. Tekstur
Tekstur dikatakan halus apabila ukuran dari sel-selnya sangat kecil.
Sebagai contoh, diameter sel serabut lebih kecil dari 30 mikron ini akan
menyebabkan kayu bertekstur halus. Diameter antara 30-45 mikron tekstur
sedang. Bila diameter lebih dari 45 mikron, tekstur kasar (Pandit dan Ramlan,
2002).
Mangga memiliki struktur yang agak kasar dibandingkan pinus. Hal ini
dikarenakan jati memiliki sel-sel pori yang berlubang, sementara kayu pinus
tersusun oleh sel-sel trakeid yang rapi dan berjajar. Sedangkan, kayu kelapa
memiliki tekstur yang kasar karena susunan selnya yang terdiri atas serabut-
serabut.

13
d. Kekerasan dan Berat Kayu
Terdapat hubungan langsung antara kekerasan dan berat kayu. Kayu-kayu
keras biasanya merupakan kayu-kayu yang berat dan sebaliknya. Kekerasan kayu
sebanding dengan berat jenisnya. Berbagai jenis kayu dapat digolongkan ke dalam
empat jenis kekerasan, yaitu kayu sangat keras, kayu keras, kayu sedang dan kayu
lunak (Pandit dan Ramlan, 2002).
Kayu mangga memiliki kekerasan yang tinggi dibandingkan dengan kayu
pinus yang memiliki kekerasan yang sedang. Hal ini disebabkan karena kayu
pinus tidak memiliki pori sehingga tidak mengurangi berat jenis kayu tersebut,
sementara mangga sebaliknya. Sehingga kayu mangga menjadi lebih berat
dibandingkan pinus. Sedangkan kayu kelapa termasuk kategori sedang karena
kayu monokotil ini tidak memiliki susunan sel yang banyak dan tersusun oleh
serabut-serabut yang beratnya ringan serta sangat mudah menyerap air.

e. Kilap
Kilap kayu adalah suatu sifat dari kayu yang memungkinkan kayu dapat
memantulkan cahaya. Beberapa jenis kayu dapat memantulkan cahaya. Beberapa
jenis kayu tampak buram atau mengkilap tergantung dari tingkat karakteristik
yang dimiliki kayu. Kilap di sini harus dibedakan dengan warna dari kayu dan
juga dari kesanggupan kayu untuk diberikan bahan pengkilap. Atau dengan kata
lain kilap di sini berbeda dengan kilap yang diakibatkan oleh pemberian bahan
seperti vernis. Kilap kayu tergantung dari sudut penyinaran (sudut datangnya
sinar) pada permukaan kayu dan tergantung juga dari macamnya cell pada
permukaan kayu tersebut. Sebagai contoh, permukaan kayu radial di sini dapat
merefleksikan atau memantulkan cahaya lebih besar dari papan yang dibelah
tangensial. Ini disebabkan karena adanya jari-jari yang sel-selnya tersingkap
(Pandit dan Ramlan, 2002).
Setelah diamati, kayu pinus sangat mengkilap dibandingkan kayu mangga,
sedangkan kelapa kusam dibandingkan kedua kayu tersebut.

14
f. Arah serat dan Kesan raba
Sifat serat kayu berarti sifat dari kayu yang menunjukkan arah orientasi
umum dan sel-sel panjang di dalam kayu terhadap sumbu batang pohon. Arah
serat ini dapat ditentukan melalui arah alur-alur yang terdapat pada kayu. Kayu
dikatakan mempunyai serat lurus jika arah umum dari sel-sel panjang sejajar
dengan sumbu batang. Jika arah umum dari sel-sel panjang tadi menyimpang atau
membentuk sudut dengan sumbu batang pohon maka disebut serat miring. Serat
miring terbagi lagi menjadi serat terpadu, bila serat secara berganti-ganti
mempunyai arah serat miring ke kiri atau ke kanan terhadap sumbu batang; serat
berombak, yaitu bila serat-seratnya berombak; serat terpilin, yaitu bila serat dari
batang membuat gambaran mengelilingi sumbunya; dan serat diagonal, yang
disebabkan oleh efek penggergajian (Pandit dan Ramlan, 2002).
Kesan raba suatu jenis kayu adalah kesan yang diperoleh pada saat kita
meraba permukaan kayu tersebut. Ada kayu yang bila diraba memberi kesan
kasar, halus, licin, dingin dan sebagainya. Kesan raba yang berbeda-beda itu untuk
tiap-tiap jenis kayu tergantung dari : tekstur kayu, besar kecilnya air yang
dikandung, dan kadar zat ekstraktif di dalam kayu (Wahyudi, 2013).
Kayu pinus memiliki arah serat yang terpadu dengan kesan raba yang
licin, kayu mangga memiliki arah serat yang lurus dengan kesan raba yang kasar.
Begitupun dengan kelapa memiliki arah serat yang lurus dan kesan raba yang
kasar.

2. Preparat Gosok
a. Penyebaran Pori
Pori-pori yang mengelompok tersusun menurut arah jari-jari sehingga
pori-pori berderet ke arah radial disebut pori radial. Ada pori-pori yang tersusun
pengelompokannya menurut deretan miring disebut pengelompokkan miring yaitu
pori-pori tersusun menurut deretan miring atau membentuk sudut dengan jari-jari.
Pengelompokkan bentuk gerombol dimana pori-pori mengelompok bergerombol
pada zona-zona yang berbentuk bulat atau lingkaran (Pandit dan Ramlan, 2002).

15
Dari hasil pengamatan, penyebaran pori dari kayu mangga adalah tersebar
dan tersusun dalam kelompok radial. Hal ini dapat dibuktikan dari gambar yang
diambil dari proses pengamatan berikut.

Gambar 1 Preparat gosok kayu mangga.


b. Penggabungan Pori
Jika pori-pori pada penampang lintang kelihatan terpisah satu sama lain
oleh jaringan sel-sel lain, pori itu dikatakan soliter. Jika pori-pori ada yang
bersinggungan tetapi bidang singgungnya masih merupakan titik atau bidang
lengkung, pori-pori ini masih digolongkan dalam bidang soliter. Jika pori-pori
pada penampang lintang kelihatan bersinggungan demikian rupa sehingga bidang
singgungnya merupakan suatu garis lurus maka di sini dikatakan pori bergabung.
Pori yang bergabung dapat terdiri atas dua pori atau lebih (Pandit dan Ramlan,
2002).
Dari hasil pengamatan kayu mangga, terlihat bahwa sel-sel porinya terdiri
atas pori soliter dan gabungan, tetapi didominasi oleh pori gabungan.
c. Penyebaran Parenkim
Parenkim merupakan jaringan yang berfungsi untuk menyimpan serta
mengatur bahan makanan cadangan. Berdasarkan distribusinya pada penampang
aksial kayu, parenkim terbagi atas 2 macam, yaitu parenkim apotrakeal dan
parenkim paratrakeal. Pada parenkim apotrakeal, sel-sel parenkim terpisah dari
pembuluh kayu, sedang pada parenkim paratrakeal, sel-sel parenkim
bersinggungan dengan pembuluh. Lebih jauh, parenkim apotrakeal dibagi lagi atas
parenkim sebar, yaitu yang terdapat secara soliter atau dalam kelompok kecil yang
tersebar pada jaringan kayu; parenkim garis tangensial pendek, yaitu parenkim

16
yang terdapat dalam kelompok-kelompok yang mengarah tangensial; parenkim
pita konsentris, yaitu parenkim yang terdapat dalam kelompok-kelompok yang
memanjang mengarah tangensial dan mengelilingi batang; dan parenkim pita
marginal, yaitu parenkim terdapat dalam kelompok-kelompok berupa pita-pita
pada batas lingkaran tumbuh. Sedangkan parenkim paratrakeal dibagi atas
parenkim paratrakeal sepihak, yaitu parenkim terdapat berkelompok dan
bersinggungan dengan pori, tetapi tidak pada seluruh kelilling pori; parenkim
paratrakeal selubung, yaitu parenkim berkelompok yang mengelilingi seluruh
pori; parenkim paratrakeal aliform, yaitu parenkim terdapat dalam kelompok-
kelompok yang menyelubungi pori dan kelihatan seperti sayap yang mengarah
tangensial; dan parenkim paratrakeal konfluen, yaitu parenkim paratrakeal aliform
yang saling bersambungan (Pandit dan Ramlan, 2002).
Semua sampel kayu memiliki parenkim. Pada kayu kelapa dan kayu pinus,
parenkim menyebar.
3. Preparat Sayat

a. Jumlah dan Diameter Pori


Jumlah pori per mm2 dapat ditetapkan dengan menghitung jumlah pori
pada 10 tempat pada luas masing-masing 1 mm2 bila ukuran pori tergolong kecil
atau ditentukan pada 6 tempat pada luas masing-masing 4 mm2 hasil perhitungan
tersebut dirata-ratakan. Untuk praktisnya, ada 3 kelas jumlah pori per mm2, yaitu
jumlah pori sedikit (< 5 pori / mm2); sedang (5-10 pori / mm2); dan banyak (> 10
pori / mm2) (Pandit dan Ramlan, 2002). Pada percobaan ini, pengamatan jumlah
pori dilakukan sebanyak 25 kali di tempat yang berbeda. Pori-pori pada preparat
ini sangat banyak, yang terdiri atas pori gabungan dan pori soliter. Preparat ini
tersusun atas sebagian besar pori soliter, yakni 65,64 %, sedangkan pori
gabungannya hanya sekitar 34,35 %.
Ukuran diameter pori dalam percobaan ini ditetapkan secara acak baik pori
gabungan ataupun soliter, sebanyak 25 kali pergeseran preparat. Nilai diameter
pori diketahui melalui nilai yang ditunjukkan oleh mistar milimeter pada
mikroskop binokuler. Setelah mendapatkan nilainya, maka nilai tersebut harus

17
dikalikan dengan angka tertentu sesuai dengan perbesaran yang digunakan untuk
mendapatkan nilai diameter dalam satuan m. Perbesaran yang digunakan dalam
pengamatan kali ini adalah perbesaran 10 x, maka hasil diameter pori yang
didapatkan harus dikali dengan 10. Kelas-kelas diameter pori kayu adalah sebagai
berikut (Pandit dan Ramlan, 2002) :
a) Luar biasa kecil ( < 20 mikro)
b) Sangat kecil ( 20-50 mikro)
c) Kecil ( 50-100 mikro)
d) Agak kecil ( 100-200 mikro)
e) Agak besar ( 200-300 mikro)
f) Besar ( 300-400 mikro)
g) Sangat besar ( > 400 mikro)
Dari 25 kali percobaan dalam mengukur diameter pori ini, didapatkan hasil
rata-rata diameter pori yaitu 146 m. Berdasarkan kelas-kelas diameter pori di
atas, maka dapat dikatakan pori-pori preparat ini berdiameter agak kecil. Berikut
adalah gambar hasil pengamatannya.

Gambar 2 Penampang aksial preparat sayatan.

b. Jumlah, Tinggi dan Lebar Jari-Jari


Jumlah jari-jari diamati pada bidang transversal. Menurut Sucipto (2009),
kelas frekuensi jari-jari terbagi atas :
a) sangat jarang (jumlah per mm <4)

18
b) jarang (4-5)
c) agak jarang(6-7)
d) agak banyak (8-10)
e) banyak (11-15)
f) sangat banyak (>15)
Dari 25 kali percobaan, didapatkan nilai rata-rata jumlah jari-jari pada
preparat ini yaitu sebanyak 8,2 jari-jari, maka frekuensi jari-jari pada preparat
ini tergolong agak banyak. Tinggi jari-jari dapat dilihat pada penampang
tangensial dan tinggi jari-jari ini dapat dinyatakan dalam dua cara. Pertama,
dengan menyatakan jumlah sel dalam penyusunnya yang tersusun dari 1 sel
sampai lebih dari 60 sel. Jari-jari rendah bila terdiri dari 1-10 sel. Jari-jari
sedang bila terdiri dari 10-15 sel, sedangkan jari-jari tinggi terdiri dari 15
sampai lebih dari 60 sel. Cara kedua dengan menyatakan dalam ukuran
mikron, yaitu ukuran 15-30 mikron adalah rendah dan ukuran 500-1000
mikron adalah tinggi (Pandit dan Ramlan, 2002).
Berdasarkan cara pertama, maka tinggi jari-jari dikategorikan sedang.
Begitu pula berdasarkan cara kedua, didapatkan tinggi rata-rata jari-jari
adalah 150,4 m, maka jari-jari pada preparat ini dikatakan sedang. Lebar jari-
jari memiliki kelas-kelas sebagai berikut (Sucipto, 2009) :
a) sangat sempit (lebar <15 m)
b) sempit (15-30 m)
c) agak sempit (30-50 m)
d) agak lebar (50-100 m)
e) lebar (100-200 m)
f) sangat lebar (200-400 m)
g) luar biasa lebar (>400 m)
Berdasarkan hasil pengamatan, didapatkan lebar jari-jari, yaitu 59,6 m,
maka pada preparat ini memiliki jari-jari yang tergolong agak lebar. Berikut
adalah gambar jari-jari pada preparat sayatan.

19
Gambar 3 Penampang transversal preparat sayatan

4. Perubahan Volume

Pada pengamatan ini menggunakan 2 metode yaitu metode caliper dan


metode celup, dari data perhitungannya menghasilkan data yang sama. Pada
perhitungan berat jenis, kerapatan dan volume data yang terbesar pada keadaan
basa khususnya pada kelapa. Ini membuktikan bahwa kayu bersifat higroskopik.

5. Perubahan Dimensi

Pada pengamatan ini menghitung penyusutan dan pengembangan pada


sampel kayu 2x2x3 cm. penyusutan dan pengembangan yang terbesar terdapat
pada kelapa (monokotil) karena kelapa mudah menyerap dan mengeluarkan air.

20
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa setiap spesies kayu,
baik itu kayu daun lebar, daun jarum memiliki perbedaan ciri makrokopisnya.
Baik dari tekstur, warna, arah serat, kesan raba, berat, kekerasan, penyebaran pori,
maupun kilapnya. Begitu pula kondisi pori dan parenkim yang akan tergantung
sesuai dengan spesiesnya. Selain itu, jumlah dan diameter pori-pori serta jumlah,
tinggi dan lebar jari-jari dapat dihitung dengan metode dan formula tertentu.

B. SARAN
Sebaiknya pada saat jadwal lab. Mandiri asisten menemani praktikan, agar
pengamatan yang dilakukan dapat terarah dan selesai tepat pada waktu yang
diberikan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Bowyer JL, Haygreen JG. 2003. Forest Product and Wood Science. The Iowa
State University Press. Iowa.
Haygreen, John G. dan Jim L. Bowyer. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu : Suatu
Pengantar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Pandit, I Ketut N. dan Hikmat Ramlan, 2002. Anatomi Kayu : Pengantar Sifat
Kayu Sebagai Bahan Baku. IPB. Bogor.
Sucipto, Tito. 2009. Struktur, Anatomi dan Identifikasi Jenis Kayu. Universitas
Sumatera Utara. Medan.
Wahyudi, Imam. 2013. Hubungan Struktur Anatomi Kayu Dengan Sifat Kayu,
Kegunaan dan Pengolahannya. IPB. Bogor.

22
LAMPIRAN

A. GAMBAR CIRI MAKROKOPIS KAYU


1. Mangifera indica

2. Pinus merkusii

3. Cocos nucifera

23
B. GAMBAR PREPARAT GOSOK
1. Mangifera indica

2. Pinus merkusii

3. Cocos nucifera

24
C. GAMBAR PREPARAT SAYATAN
1. Bidang Aksial

2. Bidang Transversal

25

Anda mungkin juga menyukai