Anda di halaman 1dari 34

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

World Health Organization (WHO) memperkirakan terdapat 156 juta kasus

pneumonia setiap tahun pada anak usia dibawah lima tahun, dengan sebanyak 20 juta

kasus cukup parah untuk membutuhkan perawatan di rumah sakit. Pneumonia adalah

penyebab utama kematian karena penyebab infeksi pada anak usia <5 tahun, dengan

mayoritas kematian terjadi di negara-negara berkembang, karena terbatasnya akses ke

pelayanan kesehatan masyarakat. Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi

masalah di berbagai negara terutama negara berkembang termasuk Indonesia.1,2,3

Di negara maju, kejadian pneumonia tahunan diperkirakan 33 per 10.000

pada anak usia dibawah lima tahun dan 14,5 per 10.000 pada anak usia 0 sampai 16

tahun. Insiden penumonia pada anak <5 tahun di negara maju adalah 2-4 kasus/100

anak/tahun, sedangkan di negara berkembang 10-20 kasus/100 anak/tahun.

Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian per tahun pada anak balita di

negara berkembang.1,3

Pneumonia menempati urutan pertama penyebab kematian tersering pada

perempuan di dunia tahun 2015 dan urutan kedua penyebab kematian pada laki-laki.

Sedangkan pada pada data tahun 2015, pneumonia merupakan urutan kedua setelah

kelahiran prematur yang merupakan penyebab disabilitas terbanyak pada anak-anak.4

1
1.2 Batasan Masalah

Laporan kasus ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi,

fakor risiko, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, tatalaksana, dan komplikasi

pada bronkopneumonia pada anak.

1.3 Tujuan Penulisan

Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman

dokter muda mengenai bronkopneumonia pada anak yang diterapkan pada kasus

yang ditemukan.

1.4 Metode Penulisan

Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang

dirujuk dari berbagai literatur.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Pneumonia adalah infeksi yang mengenai parenkim paru. Sebagian besar

disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh

hal lain (aspirasi, radiasi, dll).5

Pneumonia adalah peradangan pada kantung udara di paru sebagai respon

terhadap cedera, seperti infeksi. Bila saluran udara juga terlibat, bisa juga disebut

bronkopneumonia. Pneumonia bisa berada di satu atau beberapa bagian di paru

(pneumonia "ganda" atau "multilobar"), karena proses infeksi akibat invasi dan

pertumbuhan berlebih mikroorganisme pada parenkim paru, menghancurkan

pertahanan tubuh, dan memprovokasi eksudat di intraalveolar.6,7

2.2 Epidemiologi

Perkiraan jumlah kasus pneumonia klinis yang mengenai anak berusia

dibawah 5 tahun pada berbagai negara dikumpulkan ke dalam enam wilayah WHO

(Wilayah Afrika, Wilayah Amerika, Wilayah Asia Tenggara, Wilayah Eropa,

Kawasan Mediterania Timur dan Wilayah Pasifik Barat) seperti daerah berkembang

dan maju. Perkiraan kejadian pneumonia klinis paling tinggi terdapat di Asia

Tenggara (0,36 episode per usia anak), diikuti oleh Afrika (0,33 episode per usia anak)

dan Mediterania Timur (0,28 episode per usia anak), dan terendah di Pasifik Barat

3
(0,22 episode per usia anak), Amerika (0,10 episode per usia anak) dan Eropa (0,06

episode per usia anak).8

Gambar 1. Insiden pneumonia klinis pada anak di berbagai negara8

Pneumonia di Indonesia merupakan urutan kedua penyebab kematian pada

balita setelah diare. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, proporsi

pneumonia sebagai penyebab kematian balita di Indonesia adalah sebesar 15,5% yang

merupakan urutan kedua setelah diare sebesar 25,2%. Prevalensi pneumonia pada

balita menurut provinsi pada tahun 2007 memiliki rentang antara 0,15% hingga

14,8% dengan prevalensi di Provinsi Sumatera Barat sebesar 0,8%. Berdasarkan

Survei Demografi Kesehatan Indonesia, prevalensi pneumonia pada balita di

Indonesia meningkat dari 7,6% pada tahun 2002 menjadi 11,2% pada tahun 2007.9

4
2.3 Etiologi

Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus

group B dan bakteri gram negatif seperti E.coli, Pseudomonas sp., dan Klebsiella sp.

Pada bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi

Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenza tipe B, dan Staphylococcus

aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut,

sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae. Pada negara maju,

pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus, disamping bakteri, atau

campuran bakteri dan virus. Virus yang terbanyak ditemukan adalah Respiratory

Syncytial Virus (RSV), Rhinovirus, dan virus Parainfluenza. Berikut ini berbagai

bakteri dan virus yang menjadi penyebab pneumonia pada anak sesuai kelompok usia

di negara maju disajikan dalam Tabel 1.5

5
Tabel 1. Etiologi pneumonia pada anak sesuai kelompok usia di negara maju5
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Bakteri Bakteri
E. Coli Bakteri anaerob
Streptococcus group B Streptococcus group D
Listeria monocytogenes Haemophillud influenzae
Lahir 3 hari Streptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
Virus
Virus sitomegalo
Virus herpes simpleks
Bakteri Bakteri
Chlamydia trachomatis Bordetella pertussis
Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenza tipe
B
Moraxella catharalis
3 minggu 3 bulan Staphylococcus aureus
Ureaplasma urealyticum
Virus Virus
Virus adeno Virus sitomegalo
Virus influenza
Virus parainfluenza 1, 2, 3
Respiratory syncytial virus
Bakteri Bakteri
Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenza tipe
Mycoplasma pneumoniae B
Streptococcus pneumoniae Moraxella catharalis
4 bulan 5 tahun Neisseria meningitidis
Staphylococcus aureus
Virus Virus
Virus adeno Virus varisela zoster
Virus influenza
Virus parainfluenza
Virus rino
Respiratory syncytial virus
Bakteri Bakteri
Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenza
Mycoplasma pneumoniae Legionella sp.
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus
5 tahun remaja Virus adeno

6
Virus Epstein-Barr
Virus influenza
Virus parainfluenza
Virus reno
Respiratory syncytial virus
Virus varisela zoster

Pneumonia klinis masa kanak-kanak disebabkan oleh kombinasi paparan

faktor risiko yang terkait dengan host, lingkungan dan infeksi. Kategori faktor risiko

pneumonia masa kanak-kanak berikut antara lain definite (memiliki bukti paling

konsisten menunjukkan peran faktor risiko); likely (sebagian besar bukti konsisten

menunjukkan perannya, namun dengan beberapa temuan yang berlawanan, atau bukti

peran yang jarang namun konsisten); dan possible (dengan laporan peran secara

sporadis dan tidak konsisten dalam beberapa konteks). Faktor risiko pengembangan

pneumonia yang terkait dengan host atau lingkungan disajikan dalam Tabel 2.8

Tabel 2. Faktor risiko pneumonia yang berhubungan dengan host dan lingkungan8

Faktor risiko definite


Malnutrisi (BB/U <-2 SD pada z-score)
Berat lahir rendah ( 2500 g)
Pemberian ASI non-eksklusif (selama 4 bulan pertama kehidupan)
Tidak imunisasi campak (dalam 12 bulan pertama kehidupan)
Polusi udara dalam ruangan
Keadaan lingkungan yang sesak

Faktor risiko likely


Orang tua merokok
Defisiensi zink
Pengalaman ibu sebagai pengasuh
Penyakit penyerta (misalnya diare, penyakit jantung, asma)

Faktor risiko possible


Pendidikan ibu
Dititipkan di tempat penitipan anak

7
Curah hujan (kelembaban)
Daerah dataran tinggi (udara dingin)
Kekurangan vitamin A
Urutan kelahiran
Polusi udara luar

2.4 Patogenesis

Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan

mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru.

Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran napas dan paru dapat melalui berbagai

cara, antara lain inhalasi langsung dari udara, apirasi dari bahan-bahan yang ada di

nasofaring dan orofaring, perluasan langsung dari tempat lain, maupun penyebaran

secara hematogen. Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat

mencapai alveoli yang dapat meyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan

sekitarnya.11

Mikroorganisme penyebab umumnya terhisap ke paru bagian perifer melalui

saluran respiratori. Organisme infeksius yang terhirup harus melewati mekanisme

pertahanan imun dan non imun normal pada host untuk menyebabkan pneumonia.

Mekanisme non imun meliputi penyaringan aerodinamis partikel yang dihirup

berdasarkan ukuran, bentuk, dan muatan elektrostatik yaitu refleks batuk, mukosiliar,

dan beberapa zat yang disekresikan (misalnya lisozim, komplemen, defensin).5,10

Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan sekitarnya. Bagian paru yang

terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan PMN, fibrin, eritrosit, cairan

edema, dan ditemukan kuman di alveoli. Infeksi virus ditandai oleh akumulasi sel

8
mononuklear di submukosa dan ruang perivaskular, yang mengakibatkan obstruksi

parsial jalan napas. Pada infeksi bakteri, alveoli dipenuhi cairan protein, yang

memicu masuknya sel sel darah merah dan sel polimorfonuklear, stadium ini disebut

stadium hepatisasi merah. Selanjutnya deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat

fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium

ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selama resolusi, debris intraalveolar dicerna

dan dikeluarkan oleh makrofag alveolar. Konsolidasi ini menyebabkan penurunan

masuknya udara dan perkusi yang tumpul. Selanjutnya, jumlah makrofag meningkat

di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris

menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan

paru yang tidak terkena akan tetap normal.5,10

Pada tahap pertama, yang terjadi dalam waktu 24 jam setelah infeksi, paru

dikarakteristikkan secara mikroskopis oleh kongesti vaskular dan edema alveolar.

Terdapat banyak bakteri dan beberapa neutrofil. Tahap hepatisasi merah (2-3 hari),

disebut demikian karena kesamaannya dengan konsistensi hati, ditandai dengan

adanya eritrosit, neutrofil, sel epitel yang deskuamasi, dan fibrin di dalam alveoli.

Pada tahap hepatisasi kelabu (2-3 hari), paru berwarna abu kecoklatan sampai kuning

karena eksudat fibrinopurulen, disertai sel darah merah, dan hemosiderin. Tahap akhir

dari resolusi ditandai dengan resorpsi dan pemulihan paru. Inflamasi fibrin dapat

menyebabkan resolusi atau kongesti dan adhesi pleura.5,10

Proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu:11

1. Stadium I (4-12 jam pertama/kongesti)

9
Disebut hiperemia, hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan

permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan

mediator-mediator peradangan dari sel mast setelah pengaktifan sistem imun dan

cedera jaringan yaitu prostaglandin dan histamin. Degranulasi sel mast juga

mengaktifkan komplemen lalu komplemen bekerja bersama prostaglandin dan

histamin meningkatkan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan

perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisial sehingga terjadi

pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan diantara

kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan

karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah dan paling berpengaruh dan

sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

2. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah

merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh pejamu (host) sebagai bagian dari

reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena

adanya penumpukan leukosit, eritrosit, dan cairan, warna paru menjadi merah.

Pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan

bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

3. Stadium III (3-8 hari)

Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih

mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin

terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.

Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat

10
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler

darah tidak lagi mengalami kongesti.

4. Stadium IV (7-11 hari)

Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun

dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsoprsi oleh

makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

2.5 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala pneumonia seringkali tidak spesifik dan bervariasi secara

luas berdasarkan usia pasien dan organisme infeksius yang terlibat. Takipnea adalah

temuan paling sensitif pada pasien dengan diagnosis pneumonia. Pemeriksa harus

mengamati usaha pernafasan pasien dan menghitung pernapasan selama satu menit

penuh. Pada bayi, pengamatan harus mencakup usaha saat makan, kecuali bayi

mengalami takipnea ekstrem.10

Temuan paru pada semua kelompok usia mungkin termasuk penggunaan

otot pernapasan tambahan, seperti napas cuping hidung dan retraksi subkostal,

interkostal, atau suprasternal. Tanda-tanda seperti mendengkur, takipnea parah, dan

retraksi harus mendorong klinisi memberikan bantuan pernapasan segera. Retraksi

terjadi dari upaya meningkatkan tekanan intra toraks untuk mengkompensasi

penurunan komplians.10

Anak-anak dengan takipnea seperti yang didefinisikan oleh ambang batas

tingkat pernapasan WHO lebih mungkin terkena pneumonia dari pada anak-anak

tanpa takipnea. Ambang batas tingkat pernapasan WHO adalah sebagai berikut:10

11
- Anak di bawah 2 bulan: 60x/menit

- Anak usia 2-11 bulan: 50x/menit

- Anak usia 12-59 bulan: 40x/menit

Penilaian saturasi oksigen dengan pulse oxymetry harus dilakukan pada awal

evaluasi semua anak dengan gejala pernafasan. Sianosis mungkin terjadi pada kasus

yang parah. Anak-anak dengan gejala pernafasan mungkin memiliki infeksi saluran

pernapasan atas yang bersamaan dengan sekresi saluran napas atas yang berlebihan.

Hal ini menciptakan masalah potensial lainnya, yaitu transmisi suara pada saluran

napas bagian atas. Dalam banyak kasus, suara yang dibuat oleh sekresi saluran napas

bagian atas hampir bisa mengaburkan suara nafas yang benar dan menyebabkan

diagnosis yang keliru. Jika etiologi suara yang didengar melalui stetoskop tidak jelas,

pemeriksa harus mendengarkan suara pada lapangan paru dan kemudian menahan

stetoskop di dekat hidung anak. Jika suara dari kedua lokasi kira-kira sama,

kemungkinan sumber suara napas abnormal adalah jalan nafas atas.10

Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-

ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut:5

- Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan

nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah, atau diare, kadang-

kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.

- Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada, takipneu,

napas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.

Pada pemeriksaan klinis dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi,

suara napas melemah, dan ronkhi. Akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala

12
dan tanda pneumonia lebih beragamdan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan

auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan.5

Pneumonia pada balita dan anak yang lebih besar biasanya ditemukan

keluhan demam, menggigil, batuk, sakit kepala, anoreksia, dan kadang-kadang

keluhan gastrointestinal seperti muntah dan diare. Secara klinis ditemukan gejala

respiratori seperti takipneu, retraksi subkosta (chest indrawing), napas cuping hidung,

ronkhi, dan sianosis.Ronkhi hanya ditemukan bila ada infiltrat di alveolar. Retraksi

dan takipneu merupakan tanda klinis pneumonia yang bermakna.5

World Health Organization (WHO) telah mengembangkan pedoman standar

untuk diagnosis dan pengelolaan pneumonia pada anak-anak. Pedoman ini

mengandalkan gejala klinis sederhana dan terdiri dari 3 langkah: 1) identifikasi anak-

anak yang harus dievaluasi untuk pneumonia, 2) identifikasi kasus pneumonia, dan 3)

inisiasi pengobatan yang tepat. Kriteria masuk untuk algoritma WHO adalah adanya

batuk atau sulit bernafas, yang seharusnya mendorong klinisi untuk mengevaluasi

pasien terhadap pneumonia. Identifikasi pneumonia selanjutnya tergantung terutama

pada usia anak dan laju pernapasan. Tanda pneumonia saat auskultasi mungkin juga

ada, termasuk crackles, suara napas yang berkurang atau suara napas bronkial.

Kategorisasi lebih lanjut pada pneumonia berat dan sangat parah tergantung pada

temuan klinis tambahan seperti adanya retraksi, radang pada hidung, pendarahan,

sianosis sentral, ketidakmampuan untuk makan, muntah, dan letargi.12

13
2.6 Pemeriksaan Penunjang

Pada pneumonia virus atau pneumonia mikoplasma pada umumnya

ditemukan leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi pada

pneumonia bakteri didapatkan leukosit berkisar antara 15.000-40.000/mm3 dengan

predominan PMN. Leukositosis hebat (>30.000/mm3) hampir selalu menunjukkan

adanya infeksi bakteri, sering ditemukan dalam keadaan bakteremia. Kadang-kadang

terdapat anemia ringan dan laju endap darah (LED) yang meningkat. Secara umum,

hasil pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED tidak dapat membedakan infeksi

virus dan infeksi bakteri secara pasti.5

Foto thoraks pada pneumonia hanya direkomendasikan pada pneumonia

berat yang dirawat. Gambaran foto rontgen thoraks dapat membantu mengarahkan

kecendrungan etilogi pneumonia. Penebalan peribronkial, infiltrat interstisial merata,

dan hiperinflasi cenderung terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa

konsolidasi segmen atau lobar, bronkopneumonia, atau air bronchogram sangat

mungkin disebabkan oleh bakteri. Pembacaan rontgen thoraks dikategorikan sebagai

pneumonia jika pembacaan termasuk kedalam deskripsi berikut: konsolidasi, infltrat,

pneumonia, dan atelektasis dengan infltrat, atelektasis dengan pneumonia.5,13

Secara umum gambaran foto thoraks terdiri dari:5

- Infiltrat interstisial, ditandai dengan corakan bronkovaskular, peribronchial cuffing,

dan hiperaerasi.

- Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi dengan air bronchogram. Konsolidasi

dapat mengenai satu lobus atau pneumonia lobaris, atau terlihat sebagai lesi

14
tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu

tegas, dan menyerupai lesi tumor paru, disebut sebagai round pneumonia.

- Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata dikedua paru berupa

bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru, disertai

dengan peningkatan corakan peribronkial.

2.7 Diagnosis

Pneumonia pada anak umumnya didiagnosis berdasarkan gambaran klinis

yang menunjukkan keterlibatan sistem respirasi serta gambaran radiologis. Prediktor

paling kuat adanya pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala

respiratori berikut: takipneu, batuk, napas cuping hidung, retraki, ronki, dan suara

napas melemah. Berikut ini adalah klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman

WHO:5

- Bayi dan anak berusia 2 bulan 5 tahun

Pneumonia berat

- Bila ada sesak napas

- Harus dirawat dan diberikan antibiotik

Pneumonia

- Tidak ada sesak napas

- Ada napas cepat dengan laju napas:

>50x/menit untuk anak usia 2 bulan 1 tahun

>40x/menit untuk anak usia 1 5 tahun

- Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral

15
Bukan pneumonia

- Bila napas tidak cepat dan tidak sesak napas

- Tidak perlu dirawat dan diberikan antibiotik, hanya diberikan pengobatan

simptomatik seperti penurun panas.

- Bayi berusia dibawah 2 bulan

Pneumonia

- Bila ada napas cepat (>60x/menit) atau sesak napas

- Harus dirawat dan diberikan antibiotik

Bukan pneumonia

- Tidak ada napas cepat atau sesak napas

- Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis

2.8 Tatalaksana

Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan

antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif berupa pemberian

cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam-basa,

elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik atau

antipiretik. Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan

pengobatan. Terapi antibiotik harus diberikan pada anak dengan pneumonia yang

diduga disebabkan oleh bakteri.5

Pilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan antibiotik beta-laktam

atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak respon dengan antibiotik beta-laktam

atau kloramfenikol dapat diberikan antibiotik lain seperti gentamisin, amikasin, atau

16
sefalosporin, sesuai dengan petunjuk etilogi yang ditemukan. Pada pneumonia di

rawat inap, berbagai RS di Indonesia memberikan antibiotik beta-laktam, ampisilin,

atau amoksisilin, dikombinasikan dengan kloramfenikol. Terapi antibiotik diterusan

selama 7-10 hari pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi. Bila pasien sudah

tidak demam atau keadaan sudah stabil, antibiotik diganti dengan antibiotik oral dan

berobat jalan.5

Kriteria WHO mengarah pada populasi tertentu: pasien anak-anak yang

berisiko tinggi terhadap morbiditas dan mortalitas yang terkait dengan pneumonia

karena bakteri di negara berkembang, terutama pada kondisi klinis dengan

keterbatasan atau tidak adanya akses terhadap modalitas pengujian diagnostik seperti

radiografi atau laboratorium. Dengan demikian, agen antimikroba umumnya

disarankan untuk semua pasien yang memenuhi kriteria klinis saja.12

Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat

menerima obat per oral (misal karena muntah) atau termasuk dalam derajat

pneumonia berat. Antibiotik yang dianjurkan adalah ampisilin dan kloramfenikol, co-

amoxiclav, ceftriaxone, cefuroxime, dan cefotaxime. Berikut ini disajikan pilihan

antibiotik intravena untuk pneumonia dalam Tabel 3:3

Tabel 3. Pilihan antibiotik intravena untuk pneumonia3

Antibiotik Dosis Frekuensi Keterangan

Penisilin G 50.000 unit/kg/kali Tiap 4 jam S. pneumoniae


dosis tunggal maks.
4.000.000 unit

Ampisilin 100 mg/kg/hari Tiap 6 jam

17
Kloramfenikol 100 mg/kg/hari Tiap 6 jam

Ceftriaxone 50 mg/kg/kali 1x/hari S. pneumoniae


dosis tunggal maks. H. influenza
2 gram

Cefuroxime 50 mg/kg/kali Tiap 8 jam S. pneumoniae,


dosis tunggal maks. H. influenza
2 gram

Clindamycin 10 mg/kg/kali Tiap 6 jam Grup A Streptococcus,


dosis tunggal maks. S. aureus,
1,2 gram S. pneumoniae

Eritromisin 10 mg/kg/kali Tiap 6 jam S. pneumoniae,


dosis tunggal maks. Chlamydia
1 gram pneumoniae,
Mycoplasma
pneumoniae

2.9 Komplikasi

Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis

purulenta, pneumotoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta.

Empiema torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia

bakteri.5

18
BAB 3
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : an. JF
Umur :20-12-2010/6 tahun 9 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Nama Ayah : Tn.
Pekerjaan Ayah : Petani
Nama Ibu : Ny. SH
Pekerjaan Ibu : Wiraswasta
Alamat : Mandiangin
Tanggal masuk : 16 September 2017
No. RM : 26.16.79

II. ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh melalui aloanamnesis terhadap ibu pasien.

A. Keluhan Utama

Sesak yang meningkat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Demam sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit, hilang timbul, tidak
tinggi, tidak menggigil, tidak disertai kejang.
Sesak sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, sesak semakin
bertambah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, tidak menciut, tidak
dipengaruhi makanan dan cuaca.
Batuk sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, berdahak, sulit
dikeluarkan, tidak disertai pilek.
Nafsu makan berkurang

19
Muntah tidak ada, tersedak disangkal
BAK warna dan jumlah biasa
BAB warna dan konsistensi biasa
Riwayat kontak dengan penderita batuk lama tidak ada
Riwayat kontak dengan unggas yang mati mendadak tidak ada
Pasien telah sering mengalami infeksi jamur berulang di rongga mulut
dan mendapatkan nystatin oral.
Pasien telah dikenal menderita hipotiroid sejak usia 5 bulan, rutin
kontrol ke poli anak, mendapatkan tiroksin dan rutin fisioterapi

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien pernah menderita TB paru 4 tahun yang lalu dan sudah
mendapatkan OAT selama 9 bulan, pasien berhenti minum obat
sendiri dan telah dilakukan pemeriksaaan dahak dengan hasil
negatif
Pasien pernah menderita bronkitis pada bulan Februari 2017 dan
dirawat di bagian anak RSUD Achmad Mochtar

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang menderita batuk lama
Tidak ada riwayat kelainan kongenital pada keluarga
Tidak ada riwayat hipertiroid pada ibu selama kehamilan dan
kelainan hormonal lainnya pada keluarga

E. Riwayat Kesehatan Keluarga


Ayah : sehat
Ibu : sehat

20
F. Riwayat Persalinan
Lama Hamil : 39-40 minggu
Cara Lahir : Spontan
Ditolong oleh : Bidan

G. Riwayat Sosial, Ekonomi, Kejiwaan daan Kebiasaan


Anak ke 1 dari 2 bersaudara, lahir spontan, cukup bulan, berat badan
lahir= 2600g

H. Imunisasi
Jenis I II III IV
1. BCG 1 bulan - - -
2. DPT 2 bulan 3 bulan 4 bulan -
3. Polio 2 hari 2 bulan 3 bulan 4 bulan
4. Campak 9 bulan - - -
5. Hepatitis B Lahir 2 bulan 3 bulan -

Kesimpulan : Imunisasi dasar lengkap sesuai Depkes, tidak sesuai IDAI


2010

I. Riwayat Petumbuhan dan Perkembangan


Mengangkat kepala : 1 tahun
Tengkurap kepala tegak : 1 tahun
Duduk sendiri : tidak bisa
Berdiri sendiri : tidak bisa
Berjalan : tidak bisa
Kesan : pertumbuhan dan perkembangan tidak didapatkan kelainan

21
L. Riwayat Makan Minum Anak
ASI : 0-2 tahun
Susu formula: 6 bulan - sekarang
Buah Biskuit : 6 bulan 1 tahun
Buah susu : 4 bulan 1 tahun
Bubur tim : 1 tahun 2 tahun
Nasi tim: 2 tahun 5 tahun
Makanan keluarga: sejak umur 5 tahun hingga sekarang, 3 kali sehari, tidak
habis 1 porsi setiap porsi

Kesan : kualitas dan kuantitas tidak cukup

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : berat
Kesadaran : sadar
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Nadi : 110 x/menit, reguler, isi tegangan cukup
Pernafasan : 44x/menit, reguler
Suhu : 37 C (per axiler)
BB : 8 kg
Tinggi badan : 102 cm
LiLa : 8,5 cm
BB/U : 34,7 %
TB/U : 81,6 %
BB/TB : 50 %
Status gizi : kesan gizi buruk

Kulit : teraba hangat, lemak subkutis tipis


Kepala : mikrochepal

22
Rambut : Hitam, tidak mudah rontok
Kelenjar getah bening : Tidak teraba pembesaran KGB\
Mata : Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor
(2mm/2mm), reflek cahaya (+/+)
Hidung : Bentuk normal, nafas cuping hidung tidak ada
Mulut : mukosa bibir dan mulut basah, oral thrush (+)
Telinga : Bentuk normal, sekret (-).
Tenggorok : Tonsil dan faring tidak hiperemis
Leher : JVP 5-2 cm H2O
Thorax : Normochest
Cor
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Batas jantung kesan tidak membesar
Auskultasi : Irama teratur, bising tidak ada

Pulmo
Inspeksi : Retraksi (+) epigastrium
Palpasi : Fremitus raba kanan =kiri
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler, ronkhi basah halus nyaring +/+ di
seluruh lapangan paru, wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : Distensi tidak ada
Palpasi : Supel, hepar tidak teraba, lien tidak teraba
Perkusi : tympani
Auskultasi : Bising usus (+) normal

Urogenital : A1 P1 G1
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik

23
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (16
September 2017)

Hematologi Rutin Indeks Eritrosit


Hb : 8,7 g/dL MCV: 77.4 fL
Leuko : 16.280 /mm3 MCH: 24,6 Pg
Trombo : 449.000 /mm3 MCHC: 31,8 g/dl

Kesan : Anemia mikrositik


hipokrom
V. DAFTAR MASALAH
1. Demam
2. Batuk
3. Sesak
4. Gizi buruk
5. Candidiasis oral
6. Anemia

VI. DIAGNOSA KERJA


1. Bronkopneumonia
2. Gizi buruk tipe marasmus
3. Anemia mikrositik hipokrom susp. Defisiensi besi ec. Low intake

VII.PENATALAKSANAAN
Terapi
1. 02 2 l/menit
2. IVFD KAEN 1B 12 tpm makro
3. Sementara puasa

24
4. Amoksisilin 3x225 mg IV
5. Gentamisin 2x20 mg IV
6. Nystatin 4 x 1 cc PO
7. As. Folat 1x5 mg PO
8. Vitamin A 100.000 IU PO
9. Paracetamol 100 mg PO (T >38,5o C)
Edukasi
Beri makan anak dengan porsi kecil dan frekuensi sering
- Jika demam dikompres hangat atau diberi obat penurun panas
- Kontrol ke poli anak teratur

VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad sanam : bonam
Ad fungsionam : dubia ad malam

Follow up

Senin, 18 September 2017

S/ Sesak napas berkurang, demam tidak ada, muntah tidak ada. Pasien masih kurang
mau makan, BAK dan BAB biasa.

O/
Keadaan Umum Kesadaran Nadi Pernapasan Suhu
Berat Sadar 103x/menit 35x/menit 36,7oC

Kulit : teraba hangat


Mata : Konjungtiva anemis +/+
Hidung : Nafas cuping hidung tidak ada
Mulut : Oral thrush (+)
Thorak : retraksi (+) epigastrium
Cor : irama terartur, bising tidak ada
Pulmo : vesikuler, rhonki basah halus nyaring +/+ di seluruh lapangan paru,
wheezing -/-
Abdomen : distensi tidak ada

25
Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik

A/ Bronkopneumoni dengan perbaikan klinis


Gizi buruk tipe marasmik
Anemia mikrositik hipokrom ec susp defisiensi besi

P/ IVFD KAEN 1 B 12 tpm makro


Nasi tim saring 3x1 sehari
Amoxicillin 3 x 225 mg IV
Gentamicin 2 x 20 mg IV
Nystatin 4 x 1 cc PO
Asam folat 1 x 1 mg PO
Vitamin A 1 x 100.000 IU

Selasa, 19 September 2017

S/ Sesak napas tidak ada, demam tidak ada, muntah tidak ada. Pasien masih kurang
mau makan, BAK dan BAB biasa.

O/
Keadaan Umum Kesadaran Nadi Pernapasan Suhu
Sedang Sadar 98x/menit 30x/menit 36,5oC

Kulit : teraba hangat


Mata : Konjungtiva anemis +/+
Hidung : Nafas cuping hidung tidak ada
Mulut : Oral thrush (+)
Thorak : retraksi tidak ada
Cor : irama terartur, bising tidak ada
Pulmo : vesikuler, rhonki basah halus nyaring +/+ di seluruh lapangan paru,
wheezing -/-
Abdomen : distensi tidak ada
Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik

A/ Bronkopneumoni dengan perbaikan klinis


Gizi buruk tipe marasmik
Anemia mikrositik hipokrom ec susp defisiensi besi

P/ IVFD KAEN 1 B 12 tpm makro


Nasi tim saring 3x1 sehari
Amoxicillin 3 x 225 mg IV
Gentamicin 2 x 20 mg IV
Nystatin 4 x 1 cc PO
Asam folat 1 x 1 mg PO

26
Rabu, 20 September 2017

S/ Sesak napas tidak ada, demam tidak ada, muntah tidak ada. Pasien masih kurang
mau makan, hanya mau minum susu, disendokkan, nasi tim habis 3-4 sendok setiap
kali makan. BAK dan BAB biasa.

O/
Keadaan Umum Kesadaran Nadi Pernapasan Suhu
Sedang Sadar 98x/menit 28x/menit 36,7oC

Kulit : teraba hangat


Mata : Konjungtiva anemis +/+
Hidung : Napas cuping hidung tidak ada
Mulut : Oral thrush (+)
Thorak : retraksi tidak ada
Cor : irama terartur, bising tidak ada
Pulmo : vesikuler, rhonki basah halus nyaring +/+ di seluruh lapangan paru,
wheezing -/-
Abdomen : distensi tidak ada
Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik

A/ Bronkopneumoni dengan perbaikan klinis


Gizi buruk tipe marasmik
Anemia mikrositik hipokrom ec susp defisiensi besi

P/ IVFD KAEN 1 B 12 tpm makro


Nasi tim saring 3x1 sehari
Amoxicillin 3 x 225 mg IV
Gentamicin 2 x 20 mg IV
Nystatin 4 x 1 cc PO
Asam folat 1 x 1 mg PO

27
BAB 4

DISKUSI

Pasien laki-laki, usia 7 tahun, datang ke IGD RSUD Dr. Achmad Mochtar

Bukittinggi dengan keluhan sesak yang meningkat sejak 1 hari sebelum masuk rumah

sakit. Berdasarkan anamnesis didapatkan adanya keluhan demam sejak 1 minggu dan

batuk berdahak sejak 3 hari sebelum masuk RS. Sesak napas dirasakan sejak 3 hari

sebelum masuk rumah sakit serta meningkat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.

Sesak pada anak bisa disebabkan oleh berbagai keadaan patologis yang

terjadi pada traktus respiratorius atas, traktus respiratorius bawah, rongga pleura,

jantung, sistem neurologi, dan lain-lain seperti traktus gastrointestinal dan sistemik.

Sesak napas yang dikeluhkan berupa sesak yang tidak berbunyi menciut, tidak

dipengaruhi cuaca, makanan, dan aktivitas, kebiruan tidak ada. Karakteristik ini

menyingkirkan kemungkinan sesak napas karena alergi, asma, maupun karena

penyakit jantung bawaan. Berdasarkan anamnesis juga pasien tidak ada riwayat

muntah maupun tersedak sebelum sesak napas yang dapat menyingkirkan

kemungkinan sesak napas karena aspirasi.

Demam yang dikeluhkan oleh orangtua pasien berupa demam tinggi, hilang

timbul, tidak menggigil, tidak berkeringat banyak, dan tidak disertai kejang. Kriteria

tersebut dapat menyingkirkan kemungkinan demam karena malaria, demam berdarah

dengue, maupun kejang demam. Batuk yang dikeluhkan berupa batuk berdahak yang

tidak disertai pilek yang dapat terjadi karena berbagai penyebab, dari anamnesis lebih

lanjut ditemukan bahwa pasien tidak pernah berkontak dengan penderita batuk-batuk

lama ( 2minggu), hal ini dapat menyingkirkan kemungkinan batuk karena

28
tuberkulosis dan dari anamnesis pasien tidak pernak berkontak dengan unggas yang

mati mendadak, hal ini dapat menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi flu burung.

Anak sudah dikenal menderita hipotiroid sejak usia 5 bulan. Dan menurut

anamnesis dengan ibu kandung pasien, anak memang memiliki daya tahan tubuh

yang rendah. Berdasarkan literatur, terdapat hubungan antara hipotiroidime dengan

keadaan imunodefisiensi, namun hubungan keduanya masih belum diketahui secara

jelas. Selain karena hipotiroidisme, peluang infeksi semakin tinggi pada anak ini

karena gizi buruk yang dideritanya.

Keadaan umum pasien sakit berat, sadar, dengan tekanan darah 100/60

mmHg, laju nadi 110 kali/menit dan laju pernapasan 44 kali/menit, dan suhu aksila

37oC. Pada pasiennya ini ditemukan adanya demam yang merupakan tanda adanya

infeksi, dan pada pasien ini laju pernapasan memenuhi kriteria takipnea menurut

WHO yaitu 30 kali/menit untuk anak usia 7 tahun. Takipnea merupakan suatu

kompensasi ketika terjadi penumpukan karbondioksida di dalam paru yang

menyebabkan penumpukan karbondioksida di dalam darah yang menyebabkan darah

bersifat lebih asam, hal tersebut membuat otak mengirimkan sinyal ke sistem

pernapasan untuk memperbaiki ketidakseimbangan tersebut. Takipnea adalah temuan

paling sensitif pada pasien dengan diagnosis pneumonia. Pneumonia adalah

peradangan parenkim paru, distal dari bronkhiolus terminalis yang mencakup

bronkhiolus respiratorius, dan alveoli yang berupa infiltrat atau konsolidasi pada

alveoli atau jaringan interstisial. Pneumonia ini dapat mengakibatkan gangguan

pertukaran gas setempat.10,11

29
Pada pemeriksaan fisik didapatkan retraksi epigastrium dan pada auskultasi

paru ditemukan pola pernapasan vesikuler dengan adanya ronki basah halus nyaring

di kedua lapangan paru. Retraksi epigastrium yaitu penarikan otot dinding dada

bagian bawah kedalam ketika menarik napas merupakan peningkatan usaha untuk

bernapas. Suara napas vesikuler merupakan suara napas normal yang ditemukan pada

anak. Ronki merupakan bunyi napas tambahan yang terdiri dari ronki kering dan

ronki basah. Pada pneumonia yang ditemukan adalah ronki basah. Ronki basah sering

juga disebut dengan suara krekels (crackles) atau rales. Ronki basah merupakan suara

berisik dan terputus akibat aliran udara yang melewati cairan. Ronki basah halus,

sedang, atau kasar tergantung pada besarnya bronkus yang terkena dan umumnya

terdengar pada inspirasi. Ronki basah halus biasanya terdapat pada bronkiale,

sedangkan yang lebih halus lagi berasal dari alveolus yang sering disebut krepitasi,

akibat terbukanya alveoli pada akhir inspirasi. Sifat ronki basah ini dapat nyaring

(infiltrat) atau tidak nyaring (pada edema paru).14

Gambaran klinis pneumonia pada anak bergantung pada berat-ringannya

infeksi, tetapi secara umum adalah adanya gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit

kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti

mual, muntah, atau diare, kadang-kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner,

dan adanya gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada,

takipneu, napas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.5

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya anemia dan leukositosis.

Pada pneumonia bakteri didapatkan leukosit berkisar antara 15.000-40.000/mm3

30
dengan predominan PMN. Leukositosis hebat (>30.000/mm3) hampir selalu

menunjukkan adanya infeksi bakteri, sering ditemukan dalam keadaan bakteremia.5

Mortalitas pada pasien dengan pneumonia paling besar disebabkan oleh

hipoksemia. Hipoksemia terjadi akibat gangguan pertukaran gas akibat proses

inflamasi yang menyebabkan kongesti alveolus, meningkatnya death space, shunting

intrapulmoner, dan gangguan ventilasi-perfusi. Pemberian oksigen pada anak dengan

hipoksemia akan meningkatan outcome. Sehingga, pemberian oksigen akan

mengurangi beban otot-otot pernapasan untuk mendapatkan oksigen. Pasien ini

mendapatkan oksigen 2 liter/menit untuk bantu nafas. 15

Cairan KAEN 1B mengandung NaCl dan dekstrose dengan perbandingan 3:1.

KAEN 1B digunakan sebagai cairan rumatan pada keadaan seperti bronkopneumonia.

Berdasarkan rumus Darrow, kebutuhan cairan pasien ini adalah :

10 kg pertama = 105 mg/kgBB/24 jam

Faktor tetes makro = kebutuhan cairan : 20 tts/60 mnt


nt n n n
t n
11,6 tpm t makro

Tapi definitif pada pneumonia yang diduga disebabkan oleh bakteri adalah

antibiotik. Pada kasus ini digunaan amoksisilin 3x225 mg IV dan gentamisin 2x20

mg IV. Amoksisilin merupakan antibiotik spektrum luas yang diberikan pada kasus

yang tidak diketahui penyebab pasti. Sedangkan gentamisin merupakan antibiotik

golongan aminoglikosida. 5

Pasien juga diberikan nystatin drop untuk menangani candidiasis oral dengan

dosis 4x1cc. 1cc nystatin mengandung 100.000 unit/ml. Pada anak dengan gizi buruk

31
diberikan suplementasi asam folat dan vitamin A untuk tetap mencukupi kebutuhan

mikronutrien pada pasien ini.

Pasien dipulangkan jika gejala dan tanda pneumonia menghilang, asupan per

oral adekuat, pemberian antibiotik dapat diteruskan dirumah (oral), keluarga mengerti

dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol, dan kondisi rumah

memungkinkan untuk perawatan lanjutan di rumah.3

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Rudan I, Tomaskovic L, Boschi-Pinto C, dan Campbell H. Global Estimate of

The Incidence of Clinical Pneumonia Among Children Under Five Years of Age.

Bulletin of The World Health Organization. 2004;82(12):895-903.

2. Saha S, Hasan M, Kim L, Farrar JL, Hossain B, Islam M, dkk. Epidemiology and

Risk Factors for Pneumonia Severity and Mortality in Bangladeshi Children <5

Years of Age Before 10-Valent Pneumoccocal Conjugate Vaccine Introduction.

BMC Public Health. 2016;16:1233.

3. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis Jilid 1. 2010: 250-255.

4. The Global Burden of Disease Child and Adolescence Health Collaboration.

Child and Adolescence Health from 1990 to 2015 Findings from The Global

Burden Diseases, Injuries, and Risk Factors 2015 Study. JAMA Pediatr. 2017:1-

20.

5. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Respirologi. 2008. Badan Penerbit

IDAI.

6. American Thoracic Society. What is Penumonia?. Am J Respir Crit Care Med.

2016;193:1-2.

7. Alcon A, Fabregas N, dan Torres A. Pathophisiology of Pneumonia. Clin Chest

Med. 2005;26: 39-46.

8. Rudan I, Boschi-Pinto C, Biloglav Z, Mulholland K, dan Campbell H.

Epidemiology and Etiology of Childhood Pneumonia. Bulletion of The World

Health Organization.

33
9. Kementrian Kesehatan RI. Situasi Pneumonia di Indonesia. Buletin Jendela

Epidemiologi. 2010;3:1-10.

10. Bennett NJ. Pediatric Pneumonia. 2017. Tersedia di

http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview#a3 diakses pada 17

Agustus 2017.

11. Price SA dan Mc Carty WL. Patofisiologi Proses Penyakit Edisi 4. 2006. Jakarta:

EGC.

12. Wingerter SL, Bachur RG, Monuteaux MC, Neuman MI. Application of The

World Health Organization Criteria to Predict Radiographic Pneumonia in a US-

based Pediatric Emergency Department. Pediatr Infect Dis J. 2012;31: 561-564.

13. Alcon A, Fabregas N, dan Torres A. Pathophisiology of Pneumonia. Clin Chest

Med. 2005;26: 39-46.

14. McGlynn B. Adams Diagnosis Fisik. 17th ed. Jakarta: EGC. 1995:200-207.

15. Kuti BP, Adegoke SA, Ebruke BE, Howie S,Oyelami OA, Ota M. Determinant

of oxygen therapy in Childhood pneumonia in a source-constrained region.

Hindawi. 2013;2.

34

Anda mungkin juga menyukai