Anda di halaman 1dari 9

2.

2 Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Pemboran

Kinerja suatu mesin bor dipengaruhi oleh faktor-faktor sifat batuan yang dibor, rock drillability,
geometri pemboran, umur dan kondisi mesin bor, dan ketrampilan operator.

2.2.1 Sifat Batuan


Sifat batuan yang berpengaruh pada penetrasi dan sebagai konsekuensi pada pemilihan metode
pemboran yaitu : kekerasan, kekuatan, elastisitas, plastisitas, abrasivitas, tekstur, struktur, dan
karakteristik pembongkaran.

1. Kekerasan

Kekerasan adalah daya tahan permukaan batuan terhadap goresan. Batuan yang keras akan
memerlukan energy yang besar untuk menghancurkanya. Pada umumnya batuan yang keras
mempunyai kekuatan yang besar pula (Lihat table 2.1). Kekerasan batuan diklasifikasikan dengan skala
Fredrich Van Mohs (1882).

2. Kekuatan (strength)

Kekuatan mekanik suatu batuan merupakan daya tahan batuan terhadap gaya dari luar, baik bersifat
static maupun dinamik. Kekuatan batuan dipengaruhi oleh komposisi mineralnya, terutama
kandungan kuarsa. Batuan yang kuat memerlukan energi yang besar untuk menghancurkanya.

(Lampiran Tabel 2.1)

3. Bobot isi / Berat jenis

Bobot isi (density) batuan merupakan berat batuan per satuan volume. Batuan

dengan bobot isi yang besar untuk membongkarnya memerlukan energy yang

besar pula.

4. Kecepatan Rambat Gelombang Seismik

Batuan yang masif mempunyai kecepatan rambat gelombang yang besar. Pada umumnya batuan yang
mempunyai kecepatan rambat gelombang yang besar akan mempunyai bobotisi dan kekuatan yang
besar pula sehingga sangat mempengaruhi pemboran.

5. Abrasivitas
Abrasivitas adalah sifat batuan yang dapat digores oleh batuan lain yang lebih keras. Sifat ini
dipengaruhi oleh kekerasan butiran batuan, bentuk butir, ukuran butir, porositas batuan, dan sifat
heterogenitas batuan.

6. Tekstur

Tekstur batuan dipengaruhi oleh struktur butiran mineral yang menyusun batuan tersebut. Ukuran
butir mempunyai pengaruh yang sama dengan bentuk batuan, porositas batuan, dan sifat-sifat batuan
lainya. Semua aspek ini berpengaruh dalam keberhasilan operasi pemboran.

7. Elastisitas

Sifat elastisitas batuan dinyatakan dengan modulus elastisitas atau modulus Young (E). Modulus
elastisitas batuan bergantung pada komposisi mineral dan porositasnya. Umumnya batuan dengan
elastisitas yang tinggi memerlukan energi yang besar untuk menghancurkanya.

8. Plastisitas

Plastisitas batuan merupakan perilaku batuan yang menyebabkan deformasi permanen setelah
tegangan dikembalikan ke kondisi awal, dimana batuan tersebut belum hancur. Sifat ini sangat
dipengaruhi oleh komposisi mineral penyusunya, terutama kuarsa. Batuan yang plastisitasnya tinggi
memerlukan energi yang besar untuk menghancurkannya.

9. Struktur Geologi

Struktur geologi seperti sesar, kekar, dan bidang perlapisan akan berpengaruh terhadap peledakan
batuan. Adanya rekaha-rekahan dan rongga-rongga di dalam massa batuan akan menyebabkan
terganggunya perambatan gelombang energy akibat peledakan. Namun adanya rekahan-rekahan
tersebut juga sangat menguntungkan untuk mengetahui bidang lemahnya, sehingga pemboran akan
dilakukan berlawanan arah dengan bidang lemahnya.

2.2.2 Drilabilitas Batuan (Drillability of Rock)


Drilabilitas batuan adalah kecepatan penetrasi rata-rata mata bor terhadap batuan. Nilai drilabilitas ini
diperoleh dari hasil pengujian terhadap toughness berbagai tipe batuan oleh Sievers dan Furby. Hasil
pengujian mereka memperlihatkan kesamaan nilai penetration speed dan net penetration rate untuk
tipe batuan yang sejenis.

(Lampiran Tabel 2.2)

2.2.3 Umur dan Kondisi Mesin Bor


Alat yang sudah lama digunakan biasanya dalam kegiatan pemboran, kemampuan mesin bor akan
menurun sehingga sangat berpengaruh pada kecepatan pemboran. Umur mata bor dan batang bor
ditentukan oleh meter kedalaman yang dicapai dalam melakukan pemboran. Untuk menilai kondisi
suatu alat dapat dilakukan dengan mengetahui empat tingkat ketersediaan alat, yaitu:

a. Ketersediaan Mekanik (Mechanical Availability, MA)

Ketersediaan mekanik adalah suatu cara untuk mengetahui kondisi mekanik yang sesungguhnya dari
alat yang digunakan. Kesediaan mekanik (MA) menunjukkan ketersediaan alat secara nyata karena
adanya waktu akibat masalah mekanik. Persamaan dari ketersediaan mekanik adalah

MA = x 100%

Keterangan:

W = Jumlah jam kerja alat, yaitu waktu yang dipergunakan oleh operator

untuk melakukan kegiatan pemboran.

R = Jumlah jam perbaikan, yaitu waktu yang dipergunakan untuk perbaikan

dan waktu yang hilang akibat menunggu saat perbaikan termasuk juga waktu

penyediaan suku cadang serta waktu perawatan.

b. Ketersediaan Fisik (Physical Availability, PA)

Ketersediaan fisik menunjukkan kesiapan alat untuk beroperasi didalam seluruh waktu kerja yang
tersedia. Persamaan dari ketersediaan fisik adalah :

PA = x 100%

Keterangan:

S = Jumlah jam siap yaitu jumlah jam alat yang tidak dipergunakan padahal

alat tersebut siap beroperasi

(W+R+S) = jumlah jam tersedia, yaitu jumlah seluruh jam jalanmatau jumlah

jam kerja yang tersedia dimana alat dijadwalkan untuk beroperasi.

c. Penggunaan Efektif
Penggunaan efektif menunjukkan berapa persen waktu yang dipergunakan oleh alat untuk beroperasi
pada saat alat tersebut dapat digunakan. Penggunaan efektif sebenarnya sama dengan pengertian
efisiensi kerja. Persamaan dari kesediaan penggunaan efektif adalah:

EU = x 100%

d. Pemakaian Ketersediaan (Use of Availability, UA)

Ketersediaan Penggunaan menunjukkan berapa persen waktu yang dipergunakan oleh alat untuk
beroperasi pada saat alat tersebut dapat digunakan. Penggunaan efektif EUsebenarnya sama dengan
pengertian efisiensi kerja. Persamaan dari ketersediaan penggunaan adalah:

UA = x 100%

Penilaian Ketersediaan alat bor dilakukan untuk mengetahui kondisi dan kemampuan alat bor untuk
menyediakan lubang ledak. Kesediaan alat dikatakan sangat baik jika persen 90%, dikatakan sedang
jika berkisar antara 70%-80%, dikatakan buruk (kecil) jika persen kesediaan alat 70%.

2.2.4 Geometri Pemboran


1. Diameter Lubang ledak

Faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan diameter lubang ledak adalah :

a. Volume batuan yang dibongkar

b. Tinggi jenjang dan konfigurasi isian

c. Tingkat Fragmentasi yang diinginkan

d. Mesin bor yang tersedia

e. Kapasitas alat muat yang akan menangani material hasil peledakan.

2. Arah Lubang ledak

Pada kegiatan pemboran ada dua macam arah lubang ledak yaitu arah tegak dan arah miring. Pada
tinggi jenjang yang sama, kedalaman lubang ledak miring > dari pemboran tegak selain itu pemboran
miring penempatan posisi awal lebih sulit karena harus menyesuaikan dengan kemiringan lubang
ledak yang direncanakan.

3. Kedalaman Lubang ledak


Penentuan kedalaman lubang ledak disesuaikan dengan tinggi jenjang, dimana kedalaman lubang
ledak>tinggi jenjang. Kelebihan kedalaman lubang bor (subdrilling)dimaksudkan untuk memperoleh
jenjang yang rata.
http://miningunmul.blogspot.com

2. KARAKTERISTIK UMUM KLASIFIKASI MASSA BATUAN

Pada dasarnya pembuatan klasifikasi massa batuan bertujuan;

Mengidentifikasi parameter-parameter penting yang mempengaruhi perilaku massa batuan.

Membagi formasi massa batuan kedalam grup yang mempunyai perilaku sama menjadi kelas
massa batuan.

Memberikan dasar-dasar untuk pengertian karakteristik dari setiap kelas massa batuan.

Menghubungkan pengalaman dari kondisi massa batuan di satu lokasi dengan lokasi lainnya.

Mengambil data kuantitatif dan pedoman untuk rancangan rekayasa (engineering)

Memberikan dasar umum untuk kemudahan komunikasi diantara para insinyur dan geologiwan.

Agar dapat dipergunakan dengan baik dan cepat maka klasifikasi massa batuan harus mempunyai
beberapa sifat seperti berikut;

Sederhana, mudah diingat dan dimengerti.

Sifat-sifat massa batuan yang penting harus disertakan

Parameter dapat diukur dengan mudah dan murah

Pembobotan dilakukan secara relatif

Menyediakan data-data kuantitatif

Dengan menggunakan klasifikasi massa batuan akan diperoleh paling tidak tiga keuntungan bagi
perancangan kemantapan lereng yaitu;

Meningkatkan kualitas hasil penyelidikan lapangan dengan data masukan minimum sebagai
parameter klasifikasi.

Memberikan informasi/data kuantitatif untuk tujuan rancangan


Penilaian rekayasa dapat lebih baik dan komunikasi lebih efektif pada suatu prooyek.

Beberapa klasifikasi massa batuan yang banyak dipakai atau modifikasi untuk kepentingan
kemantapan lereng antara lain;

Rock Mass Rating (RMR, Bieniawski, 1973 & 1989)

Rock Mass Strength (RMS, Selby, 1980)

Slope Mass Rating (SMR, Romana, 1985 & 1991)

3. ROCK MASS RATING - BIENIAWSKI

Rock Mass Rating (RMR) disebut juga Geomechanics Classification dibuat oleh Bieniawski (1973).
Klasifikasi ini sudah dimodifikasi beberapa kali sesuai dengan adanya data baru agar dapat
digunakan untuk berbagai kepentingan dan sesuai dengan standard Internasional. RMR terdiri
dari enam parameter untuk mengklasifikasi massa batuan (lihat Tabel 1) yaitu, UCS, RQD, jarak
kekar (discontinuity), kondisi kekar, kondisi air tanah dan orientasi kekar

Tabel 1 Rock Mass Rating (Bieniawski, 1989)

A. Parameter klasifikasi dan bobot


Parameter Selang pembobotan

1 Kuat PLI (MPa) > 10 4 - 10 2-4 1-2 Gunakan nilai


tekan UCS
batuan UCS (MPa) > 250 100 - 250 50 - 100 25 - 50 5-25 1-5 <1
utuh

Bobot 15 12 7 4 2 1 0

2 RQD (%) 90 - 100 75 - 90 50 - 75 25 - 50 < 25

Bobot 20 17 13 8 3

3 Jarak kekar >2m 0.6-2 m 0.2-0.6 m 0.06-0.2 m < 0.06 m

Bobot 15 10 8 5

20

4 Kondisi kekar muka sgt muka agak muka agak muka gouge lunak > 5
kasar, tak kasar kasar slikensided mm pemisahan >
menerus, pemisahan< pemisahan< gouge < 5 5 mm, menerus
tak 1 mm, 1 mm, mm,
terpisah, dinding dinding pemisahan
dinding tak agak lapuk sangat 1-5 mm,
lapuk lapuk menerus

Bobot 30 25 20 10 0

Aliran per kosong < 10 10 - 25 25 - 125 > 125


10 m
panjang
singkapan
(Lt/men)

5 Air tanah Tekanan 0 < 0.1 0.1 - 0.2 0.2 - 0.5 > 0.5
air/tegangan
utama major

Kondisi Kering Lembab Basah Netes Mengalir


umum

Bobot 15 10 7 4 0

B. Penyesuaian bobot untuk orientasi kekar


Strike & dip Sangat Menguntung- Sedang Tak Sangat tak
menguntungkan kan menguntungkan menguntungkan

Tunnel 0 -2 -5 - 10 - 12

Bobot Fon-dasi 0 -2 -7 - 15 - 25

Le-reng 0 -5 - 25 - 50 - 60

C. Kelas massa batuan menurut bobot total


Bobot 100 - 81 80 - 61 60 - 41 40 - 21 < 20

No. Kelas. I II III IV V


Deskripsi Batu Batu Batu Batu Batu
buruk
sangat baik baik sedang sangat buruk

D. Arti kelas massa batuan


No. Kelas I II III IV V

Stand up time rata-rata & 20 th, 15 m 1 th, 10 m 1 10 30 menit, 1 m


span minggu, 5 jam, 2.5 m span
m

Kohesi massa batuan > 400 300 - 400 200 - 300 100 - 200 < 100
(kPa)

Sudut gesek dalam massa > 450 35 0- 450 25 0- 350 150 - 250 < 15
batuan

Parameter-parameter ini selanjutnya disatukan menjadi lima grup, dan karena beberapa
parameter tidak mempunyai kepentingan yang sama terhadap bobot total dari RMR, maka
pembobotan untuk setiap parameter berbeda. Bobot tinggi menunjukkan kualitas massa batuan
yang lebih baik.

Karena isian kekar bisa terdiri dari kuarsa, lempung, karbonat, kaolin, khlorit atau sedimen dan
kekasarannya juga berbeda maka evaluasi kondisi kekar harus mengikuti standard yang sudah
ada, yang diberikan oleh ISRM (1981) seperti ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Tipikal profil kekasaran kekar dan rekomendasi penamaannya (ISRM, 1981). Panjang profil antara
1 hingga 10 m; skala vertikal dan horizontal samas

Kondisi astyle="font-family: Arial, sans-serif;">Kondisi air tanah yang ditemukan pada survey kekar
harus diidentifikasi sesuai dengan penjelasan pada Tabel 1 yaitu, kering (completely dry), lembab
(damp), basah (wet), menetes (dripping) dan mengalir (flowing). Pengaruh orientasi kekar
terhadap arah penggalian dievaluasi dengan cara mencari arahan umum kekar pada proyeksi
stereonet dan pembobotannya disesuaikan dengan penjelasan pada Tabel 1.
Bobot pengatur untuk metoda penggalian, F4 :

Lereng alamiah = 15

Peledakan presplitting = 10

Peledakan smooth = 8

Peledakan normal = 0

Peledakan buruk = -8

Penggalian mekanis =0

Swindells (1985) melakukan penelitian mengenai pengaruh peledakan pada kemantapan 16


lereng di Scotlandia. Hasil penyelidikannya menunjukkan bahwa tingkat tebal atau kedalaman
kerusakan lereng dipengaruhi oleh metoda penggalian yang dipakai (lihat Tabel 3).

Tabel 3 Bobot pengatur Swindells SMR (Swindells, 1985

Anda mungkin juga menyukai