Anda di halaman 1dari 9

A.

Batubara

Batubara merupakan sumber energi yang selama ini banyak dimanfaatkan dalam
berbagai bidang kehidupan. Pada dasarnya batubara merupakan bahan bakar fosil dan
termasuk dalam kategori batuan sedimen.

Proses pembentukan batu bara sendiri sangatlah kompleks dan membutuhkan


waktu hingga berjuta-juta tahun lamanya. Batubara terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan
purba yang kemudian mengendap selama berjuta-juta tahun dan mengalami proses
pembatubaraan (coalification) dibawah pengaruh fisika, kimia, maupun geologi. Oleh
karena itu, batubara termasuk dalam kategori bahan bakar fosil. Secara ringkas ada 2
tahap proses pembatubaraan yang terjadi, yakni:

1. Tahap Diagenetik atau Biokimia (Penggambutan), dimulai pada saat dimana


tumbuhan yang telah mati mengalami pembusukan (terdeposisi) dan menjadi humus.
Humus ini kemudian diubah menjadi gambut oleh bakteri anaerobic dan fungi hingga
lignit (gambut) terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini
adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan
proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk
gambut.
2. Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi
bituminus dan akhirnya antrasit.

Secara lebih rinci, proses pembentukan batu bara dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pembusukan, bagian-bagian tumbuhan yang lunak akan diuraikan oleh bakteri


anaerob.
2. Pengendapan, tumbuhan yang telah mengalami proses pembusukan selanjutnya
akan mengalami pengendapan, biasanya di lingkungan yang berair. Akumulasi dari
endapan ini dengan endapan-endapan sebelumnya akhirnya akan membentuk lapisan
gambut.
3. Dekomposisi, lapisan gambut akan mengalami perubahan melalui proses biokimia
dan mengakibatkan keluarnya air dan sebagian hilangnya sebagian unsur karbon
dalam bentuk karbondioksida, karbonmonoksida, dan metana. Secara relatif, unsur
karbon akan bertambah dengan adanya pelepasan unsur atau senyawa tersebut.
4. Geotektonik, lapisan gambut akan mengalami kompaksi akibat adanya gaya tektonik
dan kemudian akan mengalami perlipatan dan patahan. Batubara low grade dapat
berubah menjadi batubara high grade apabila gaya tektonik yang terjadi adalah gaya
tektonik aktif, karena gaya tektonik aktif dapat menyebabkan terjadinya intrusi atau
keluarnya magma. Selain itu, lingkungan pembentukan batubara yang berair juga
dapat berubah menjadi area darat dengan adanya gaya tektonik setting tertentu.
5. Erosi, merupakan proses pengikisan pada permukaan batubara yang telah mengalami
proses geotektonik. Permukaan yang telah terkelupas akibat erosi inilah yang hingga
saat ini dieksploitasi manusia.

1
B. Faktor-Faktor Dalam Pembentukan Batubara

Faktor-Faktor dalam pembentukan batubara sangat berpengaruh terhadap bentuk maupun


kualitas dari lapisan batubara. Beberapa faktor yang berpengaruh dalam pembentukan
batubara adalah :

1. Material dasar, yakni flora atau tumbuhan yang tumbuh beberapa juta tahun yang
lalu, yang kemudian terakumulasi pada suatu lingkungan dan zona fisiografi dengan
iklim clan topografi tertentu. Jenis dari flora sendiri amat sangat berpengaruh
terhadap tipe dari batubara yang terbentuk.
2. Proses dekomposisi, yakni proses transformasi biokimia dari material dasar
pembentuk batubara menjadi batubara. Dalam proses ini, sisa tumbuhan yang
terendapkan akan mengalami perubahan baik secara fisika maupun kimia.
3. Umur geologi, yakni skala waktu (dalam jutaan tahun) yang menyatakan berapa lama
material dasar yang diendapkan mengalami transformasi. Untuk material yang
diendapkan dalam skala waktu geologi yang panjang, maka proses dekomposisi yang
terjadi adalah fase lanjut clan menghasilkan batubara dengan kandungan karbon yang
tinggi.
4. Posisi geotektonik, yang dapat mempengaruhi proses pembentukan suatu lapisan
batubara dari :

a. Tekanan yang dihasilkan oleh proses geotektonik dan menekan lapisan batubara
yang terbentuk.
b. Struktur dari lapisan batubara tersebut, yakni bentuk cekungan stabil, lipatan, atau
patahan.
c. Intrusi magma, yang akan mempengaruhi dan/atau merubah grade dari lapisan
batubara yang dihasilkan.

5. Lingkungan pengendapan, yakni lingkungan pada saat proses sedimentasi dari


material dasar menjadi material sedimen. Lingkungan pengendapan ini sendiri dapat
ditinjau dari beberapa aspek sebagai berikut:

a. Struktur cekungan batubara, yakni posisi di mana material dasar diendapkan.


Strukturnya cekungan batubara ini sangat berpengaruh pada kondisi dan posisi
geotektonik.
b. Topografi dan morfologi, yakni bentuk dan kenampakan dari tempat cekungan
pengendapan material dasar. Topografi dan morfologi cekungan pada saat
pengendapan sangat penting karena menentukan penyebaran rawa-rawa di mana
batubara terbentuk. Topografi dan morfologi dapat dipengaruhi oleh proses
geotektonik.
c. Iklim, yang merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pembentukan
batubara karena dapat mengontrol pertumbuhan flora atau tumbuhan sebelum
proses pengendapan. Iklim biasanya dipengaruhi oleh kondisi topografi setempat.

2
C. Komposisi Kimia Batubara dan Reaksi Pembentukan Batubara

Batubara merupakan senyawa hidrokarbon padat yang terdapat di alam dengan


komposisi yang cukup kompleks. Pada dasarnya terdapat dua jenis material yang
membentuk batubara, yaitu :

1. Combustible Material, yaitu bahan atau material yang dapat dibakar atau dioksidasi
oleh oksigen. Material tersebut umumnya terdiri dari :

a. karbon padat (fixed carbon)


b. senyawa hidrokarbon
c. senyawa sulfur
d. senyawa nitrogen, dan beberapa senyawa lainnya dalam jumlah kecil.

2. Non Combustible Material, yaitu bahan atau material yang tidak dapat
dibakar/dioksidasi oleh oksigen. Material tersebut umumnya terediri dari aenvawa
anorganik (SiO2, A12O3, Fe2O3, TiO2, Mn3O4, CaO, MgO, Na2 O, K2O, dan senyawa
logam lainnya dalam jumlah yang kecil) yang akan membentuk abu/ash dalam
batubara. Kandungan non combustible material ini umumnya dingin karena akan
mengurangi nilai bakarnya. Pada proses pembentukan batubara/coalification, dengan
bantuan faktor fisika dan kimia alam, selulosa yang berasal dari tanaman akan
mengalami peruhahan menjadi lignit, subbituminus, bituminus, atau antrasit. Proses
transformasi ini dapat digambarkan dengan persamaan reaksi sebagai berikut.

5(C6H10O5) C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O + 6CO2 + CO


Selulosa lignit + gas metan

6(C6H10O5) C22H20O3 + 5CH4 + 1OH2O + 8CO2 + CO


Cellulose bituminous + gas metan

Untuk proses coalification fase lanjut dengan waktu yang cukup lama atau dengan
bantuan pemanasan, maka unsur senyawa karbon padat yang terbentuk akan
bertambah sehingga grade batubara akan menjadi lebih tinggi. Pada fase ini hidrogen
yang terikat pada air yang terbentuk akan menjadi semakin sedikit.

D. Kelas dan Jenis Batubara

3
Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan
waktu, batubara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus,
lignit dan gambut.

6. Antrasit adalah kelas batubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster)
metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang
dari 8%.
7. Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari
beratnya. Kelas batubara yang paling banyak ditambang di Australia.
8. Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya
menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.
9. Lignit atau batubara coklat (brown coal) adalah batubara yang sangat lunak yang
mengandung air 35-75% dari beratnya.
10. Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling
rendah.

E. Materi Pembentuk Batubara

Hampir seluruh pembentuk batubara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan


pembentuk batubara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:

11. Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat
sedikit endapan batubara dari perioda ini.
12. Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga.
Sedikit endapan batubara dari perioda ini.
13. Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama pembentuk
batubara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga
dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
14. Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah.
Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung
kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan
glossopteris adalah penyusun utama batubara Permian seperti di Australia, India
dan Afrika.
15. Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern,
buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah
dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.

F. Bentuk bentuk lapisan batubara

Bentuk cekungan, proses sedimentasi, proses geologi selama dan sesudah proses
coalification akan menentukan bentuk lapisan batubara. Mengetahui bentuk lapisan
4
batubara sangat menentukan dalam menghitung cadangan dan merencanakan cara
penambangannya.

Dikenal beberapa bentuk lapisan batubara yaitu :

Bentuk Horse Back


Bentuk Pinch
Bentuk Clay Vein
Bentuk Burried Hill
Bentuk Fault
Bentuk Fold

1. Bentuk Horse Back

Bentuk ini dicirikan oleh lapisan batubara dan lapisan batuan sedimen yang
menutupinya melengkung ke arah atas, akibat adanya gaya kompresi. Tingkat
perlengkungan sangat ditentukan oleh besaran gaya kompresi. Makin kuat gaya
kompresi yang berpengaruh, makin besar tingkat perlengkungannya. Ke arah lateral
lapisan batubara mungkin akan sama tebalnya atau menjadi tipis. Kenampakan ini
dapat terlihat langsung pada singkapan lapisan batubara yang tampak/dijumpai di
lapangan (dalam skala kecil), atau dapat diketahui dari hasil rekontruksi beberapa
lubang pemboran eksplorasi pada saat dilakukan coring secara sistematis. Akibat dari
perlengkungan ini lapisan batubara terlihat terpecah-pecah akibatnya batubara
menjadi kurang kompak.

Pengaruh air hujan, yang selanjutnya menjadi air tanah, akan mengakibatkan sebagian
dari butiran batuan sedimen yang terletak di atasnya, bersama air tanah akan masuk di
antara rekahan lapisan batubara. Kejadian ini akan megakibatkan apabila batubara
tersebut ditambang, batubara mengalami pengotoran (kontaminasi) dalam bentuk
butiran-butiran batuan sedimen sebagai kontaminan anorganik, sehingga batubara
menjadi tidak bersih. Keberadaan pengotor ini tidak diinginkan, apabila batubara
tersebut akan dipergunakan sebagai bahan bakar.

5
Gambar 1. Perlapisan Batubara Berbentuk Horse Back

2. Bentuk Pinch

Bentuk ini dicirikan oleh perlapisan yang menipis di bagian tengah. Pada umumnya
bagian bawah (dasar) dari lapisan batubara merupakan batuan yang plastis misalnya
batulempung sedang di atas lapisan batubara secara setempat ditutupi oleh batupasir
yang secara lateral merupakan pengisian suatu alur. Sangat dimungkinkan, bentuk
pinch ini bukan merupakan penampakan tunggal, melainkan merupakan penampakan
yang berulang-ulang. Ukuran bentuk pinch bervariasi dari beberapa meter sampai
puluhan meter. Dalam proses penambangan batubara, batupasir yang mengisi pada
alur-alur tersebut tidak terhindarkan ikut tergali, sehingga keberadaan fragmen-
fragmen batupasir tersebut juga dianggap sebagai pengotor anorganik. Keberadaan
pengotor ini tidak diinginkan apabila batubara tersebut akan dimanfaatkan sebagai
bahan bakar.

Gambar 2. Perlapisan Batubara Berbentuk Pinch

6
3. Bentuk Clay Vein

Bentuk ini terjadi apabila di antara dua bagian lapisan batubara terdapat urat lempung
ataupun pasir. Bentuk ini terjadi apabila pada satu seri lapisan batubara mengalami
patahan, kemudian pada bidang patahan yang merupakan rekahan terbuka terisi oleh
material lempung ataupun pasir. Apabila batubaranya ditambang, bentukan Clay Vein
ini dipastikan ikut tertambang dan merupakan pengotor anorganik (mineral matter)
yang tidak diharapkan. Pengotor ini harus dihilangkan apabila batubara tersebut akan
dikonsumsi sebagai bahan bakar.

Gambar 3. Perlapisan Batubara bentuk Clay Vein

4. Bentuk Burried Hill

Bentuk ini terjadi apabila di daerah di mana batubara semula terbentuk suatu
kulminasi sehingga lapisan batubara seperti terintrusi. Sangat dimungkinkan
lapisan batubara pada bagian yang terintrusi menjadi menipis atau hampir hilang
sama sekali. Bentukan intrusi mempunyai ukuran dari beberapa meter sampai
puluhan meter. Data hasil pemboran inti pada saat eksplorasi akan banyak membantu
dalam menentukan dimensi bentukan tersebut. Apabila bentukan intrusi tersebut
merupakan batuan beku, pada saat proses penambangan dapat dihindarkan, tetapi
apabila bentukan tersebut merupakan tubuh batupasir, dalam proses penambangan
sangat dimungkinkan ikut tergali. Oleh sebab itu ketelitian dalam perencanaan
penambangan sangat diperlukan, agar fragmen-fragmen intrusi tersebut dalam
batubara yang dihasilkan dari kegiatan penambangan dapat dikurangi sehingga
keberadaan pengotor anorganik tersebut jumlahnya dapat diperkecil.

7
Gambar 4. Perlapisan Batubara Berbentuk Burried Hill

5. Bentuk Fault (Patahan)

Bentuk ini terjadi apabila di daerah di mana deposit batubara mengalami beberapa
seri patahan. Apabila hal ini terjadi, akan mempersulit dalam melakukan perhitungan
cadangan batubara. Hal ini disebabkan telah terjadi pergeseran perlapisan batubara ke
arah vertikal. Dalam melaksanakan eksplorasi batubara di daerah yang
memperlihatkan banyak gejala patahan, diperlukan tingkat ketelitian yang tinggi,
tidak dibenarkan hanya berpedoman pada hasil pemetaan geologi permukaan saja.
Oleh sebab itu, di samping kegiatan pemboran inti, akan lebih baik bila ditunjang
oleh data hasil penelitian geofisika.

Gambar 5. Perlapisan Batubara Berbentuk Fault

Dengan demikian rekonstruksi perjalanan lapisan batubara dapat diikuti dengan


bantuan hasil interpretasi dari data geofisika. Apabila patahan-patahan secara seri
didapatkan, keadaan batubara pada daerah patahan akan ikut hancur. Akibatnya
8
keberadaan kontaminan anorganik pada batubara tidak terhindarkan. Makin banyak
patahan yang terjadi pada satu seri sedimentasi endapan batubara, makin banyak
kontaminan anorganik yang terikut pada batubara pada saat ditambang.

6. Bentuk Fold (Perlipatan)

Bentuk ini terjadi apabila di daerah endapan batubara, mengalami proses tektonik
hingga terbentuk perlipatan. Perlipatan tersebut dimungkinkan masih dalam bentuk
sederhana, misalnya bentuk antiklin atau bentuk sinklin, atau sudah merupakan
kombinasi dari kedua bentuk tersebut. Lapisan batubara bentuk fold, memberi
petunjuk awal pada kita bahwa batubara yang terdapat di daerah tersebut telah
mengalami proses coalification relatif lebih sempurna, akibatnya batubara yang
diperoleh kualitasnya relatif lebih baik. Sering sekali terjadi, lapisan batubara bentuk
fold berasosiasi dengan lapisan batubara berbentuk fault. Dalam melakukan
eksplorasi batubara di daerah yang banyak perlipatan dan patahan, kegiatan pemboran
inti perlu mendapat prioritas utama agar ahli geologi mampu membuat rekonstruksi
struktur dalam usaha menghitung jumlah cadangan batubara.

Anda mungkin juga menyukai