BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Transfusi Darah adalah proses pemindahan darah dari donor yang sehat kepada penderita.
Individu atau orang yang menyumbangkan darahnya, dengan tujuan untuk membantu yang lain
khususnya yang pada kondisi memerlukan suplai darah dari luar, karena sampai saat ini darah
belum bisa di sintesa sehingga ketika diperlukan harus diambil seseorang/individu. Pada tahun
1900 Dr. Loustiner menemukan 4 macam golongan darah.
4 macam golongan darah :
1. Golongan darah A
2. Golongan darah B
3. Golongan darah AB
4. Golongan darah 0
Selain itu tahun 1940 ditemukan golongan darah baru yaitu Rhesus Faktor positif dan rhesus
faktor negatif pada sel darah merah (erythrocyt). Rhesus Faktor positif banyak terdapat pada
orang Asia dan Negatif pada orang Eropa, Amerika, Australia.
Transfusi diberikan untuk:
meningkatkan kemampuan darah dalam mengangkut oksigen
memperbaiki volume darah tubuh
memperbaiki kekebalan
memperbaiki masalah pembekuan
Tergantung kepada alasan dilakukannya transfusi, bisa diberikan darah lengkap atau komponen
darah (misalnya sel darah merah, trombosit, faktor pembekuan, plasma segar yang
dibekukan/bagian cairan dari darah atau sel darah putih). Jika memungkinkan, akan lebih baik
jika transfusi yang diberikan hanya terdiri dari komponen darah yang diperlukan oleh resipien.
Memberikan komponen tertentu lebih aman dan tidak boros. Teknik penyaringan darah sekarang
ini sudah jauh lebih baik, sehingga transfusi lebih aman dibandingkan sebelumnya.
Tetapi masih ditemukan adanya resiko untuk resipien, seperti reaksi Alergi dan infeksi.
Meskipun kemungkinan terkena AIDS atau Hepatitis melalui transfusi sudah kecil, tetapi harus
tetap waspada akan resiko ini dan sebaiknya transfusi hanya dilakukan jika tidak ada pilihan lain.
B. Rumusan masalah
1.) Apa syarat-syarat seseorang yang dapat menjadi pendonor darah?
2.) Dalam keadaan apakah orang yang tidak bisa menjadi pendonor darah?
3.) Apa tujuan donor darah?
4.) Bagaimana proses transfusi darah?
C. Manfaat
1.) Agar mengetahui syarat-syarat seseorang yg dapat menjadi pendonor darah.
2.) Agar menegetahui dalam keadaan apakah seseorang tidak dpat menjadi pendonor darah.
3.) Agar mengetahui tujuan donor darah.
4.) Agar mengetahui proses transfusi darah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. GOLONGAN DARAH
a) Definisi
Golongan darah adalah ciri khusus darah dari suatu individu karena adanya perbedaan jenis
karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel darah merah. Dua jenis penggolongan
darah yang paling penting adalah penggolongan A B O dan Rhesus (faktor Rh). Di dunia ini
sebenarnya dikenal sekitar 46 jenis antigen selain antigen ABO dan Rh, hanya saja lebih jarang
dijumpai. Transfusi darah dari golongan yang tidak kompatibel dapat menyebabkan reaksi
transfusi imunologis yang berakibat anemia hemolisis, gagal ginjal, syok, dan kematian.
b) Golongan darah manusia ditentukan berdasarkan jenis antigen dan antibodi yang terkandung
dalam darahnya, sebagai berikut:
Individu dengan golongan darah A memiliki sel darah merah dengan antigen A di permukaan
membran selnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen B dalam serum darahnya.
Sehingga, orang dengan golongan darah A-negatif hanya dapat menerima darah dari orang
dengan golongan darah A-negatif atau O-negatif.
Individu dengan golongan darah B memiliki antigen B pada permukaan sel darah merahnya dan
menghasilkan antibodi terhadap antigen A dalam serum darahnya. Sehingga, orang dengan
golongan darah B-negatif hanya dapat menerima darah dari orang dengan dolongan darah B-
negatif atau O-negatif
Individu dengan golongan darah AB memiliki sel darah merah dengan antigen A dan B serta
tidak menghasilkan antibodi terhadap antigen A maupun B. Sehingga, orang dengan golongan
darah AB-positif dapat menerima darah dari orang dengan golongan darah ABO apapun dan
disebut resipien universal. Namun, orang dengan golongan darah AB-positif tidak dapat
mendonorkan darah kecuali pada sesama AB-positif.
Individu dengan golongan darah O memiliki sel darah tanpa antigen, tapi memproduksi antibodi
terhadap antigen A dan B. Sehingga, orang dengan golongan darah O-negatif dapat
mendonorkan darahnya kepada orang dengan golongan darah ABO apapun dan disebutdonor
universal. Namun, orang dengan golongan darah O-negatif hanya dapat menerima darah dari
sesama O-negatif.
Secara umum, golongan darah O adalah yang paling umum dijumpai di dunia, meskipun di
beberapa negara seperti Swedia dan Norwegia, golongan darah A lebih dominan. Antigen A
lebih umum dijumpai dibanding antigen B. Karena golongan darah AB memerlukan keberadaan
dua antigen, A dan B, golongan darah ini adalah jenis yang paling jarang dijumpai di dunia.
Ilmuwan Austria, Karl Landsteiner, memperoleh penghargaan Nobel dalam
bidang Fisiologi danKedokteran pada tahun 1930 untuk jasanya menemukan cara penggolongan
darah ABO.
c) Frekuensi
Penyebaran golongan darah A, B, O dan AB bervariasi di dunia tergantung populasi atau ras.
Salah satu pembelajaran menunjukkan distribusi golongan darah terhadap populasi yang
berbeda-beda.
Populasi 0 A B AB
Orang Vietnam
45.0% 21.4% 29.1% 4.5%
Orang Jerman
2.8% 41.9% 11.0% 4.2%
Pewarisan
Tabel pewarisan golongan darah kepada anak
AYAH
IBU
O A B AB
O O O, A O, B A, B
A O, A O, A O, A, B, AB A, B, AB
B O, B O, A, B, AB O, B A, B, AB
AB A, B A, B, AB A, B, AB A, B, AB
d) Rhesus
Jenis penggolongan darah lain yang cukup dikenal adalah dengan memanfaatkan faktor
Rhesusatau faktor Rh. Nama ini diperoleh dari monyet jenis Rhesus yang diketahui memiliki
faktor ini pada tahun 1940 oleh Karl Landsteiner. Seseorang yang tidak memiliki faktor Rh di
permukaan sel darah merahnya memiliki golongan darah Rh-. Mereka yang memiliki faktor Rh
pada permukaan sel darah merahnya disebut memiliki golongan darah Rh+. Jenis penggolongan
ini seringkali digabungkan dengan penggolongan ABO. Golongan darah O+ adalah yang paling
umum dijumpai, meskipun pada daerah tertentu golongan A lebih dominan, dan ada pula
beberapa daerah dengan 80% populasi dengan golongan darah B.
Kecocokan faktor Rhesus amat penting karena ketidakcocokan golongan. Misalnya donor
dengan Rh+ sedangkan resipiennya Rh-) dapat menyebabkan produksi antibodi terhadap antigen
Rh(D) yang mengakibatkan hemolisis. Hal ini terutama terjadi pada perempuan yang pada atau
di bawah usia melahirkan karena faktor Rh dapat memengaruhi janin pada saat kehamilan.
Platelet/trombosit
Komponen ini biasanya digunakan untuk mengobati kelainan perdarahan atau jumlah trombosit
yang rendah. Volume bervariasi biasanya 35-50 ml/unit, untuk pemberian biasanya memerlukan
beberapa kantong. Komponen ini diberikan secara cepat. Hindari pemberian trombosit jika klien
sedang demam.
Klien dengan riwayat reaksi tranfusi trombosit, berikan premedikasi antipiretik dan antihistamin.
Shelf life umumnya 6 sampai 72 jam tergantung pada kebijakan
pusat di mana trombosit tersebut didapatkan. Periksa hitung trombosit pada 1 dan 24 jam setelah
pemberian
Indikasi:
1. Pasien dengan trombositopenia (karena penurunan trombosit, peningkatan pemecahan trombosit
2. Pasien dengan leukemia dan marrow aplasia
Fresh Frozen Plasma (FFP)
Komponen ini digunakan untuk memperbaiki dan menjaga volume akibat kehilangan darah akut.
Komponen ini mengandung semua faktor pembekuan darah (factor V, VIII, dan IX). Pemberian
dilakukan secara cepat, pada pemberian FFP dalam jumlah besar diperlukan koreksi adanya
hypokalsemia, karena asam sitrat dalam FFP mengikat kalsium. Shelf life 12 bulan jika
dibekukan dan 6 jam jika sudah mencair. Perlu dilakukan pencocokan golongan darah ABO dan
system Rh.
Indikasi:
1. Pencegahan perdarahan postoperasi dan syok
2. Pasien dengan defisiensi faktor koagulasi yang tidak bisa ditentukan
3. Klien dengan penyakit hati dan mengalami defisiensi faktor pembekuan.
d) Tujuan
Meningkatkan volume sirkulasi darah setelah pembedahan, trauma atau perdarahan
Meningkatkan jumlah sel darah merah dan untuk mempertahankan kadar hemoglobin pada klien
yang mengalami anemia berat.
Memberikan komponen seluler yang terpilih sebagai terapi pengganti (misal : faktor pembekuan
plasma untuk membantu mengontrol perdarahan pada klien yang menderita hemofilia)
Anafilaksis
Penyebab:
Pemberian protein IgA ke resipien penderita defisiensi IgA yang telah membentuk antibodi IgA
Gejala:
Tidak ada demam, syok, distress pernafasan (mengi, sianosis), mual, hipotensi, kram abdomen,
terjadi dengan cepat setelah pemberian hanya beberapa milliliter darah atau plasma.
Intervensi:
1) Hentikan tranfusi
2) Lanjutkan pemberian infus normal saline
3) Beritahu dokter dan bank darah
4) Ukur tanda vital tiap 15 menit
5) Berikan ephineprine jika diprogramkan
6) Lakukan resusitasi jantung paru (RJP) jika diperlukan
Pencegahan:
Tranfusikan sel darah merah (SDM) yang sudah diproses dengan memisahkan plasma dari SDM
tersebut, gunakan darah dari donor yang menderita defesiensi IgA.
Sepsis
Penyebab:
Komponen darah yang terkontaminasi oleh bakteri atau endotoksin.
Gejala:
Menggigil, demam, muntah, diare, penurunan tekanan darah yang mencolok, syok
Intervensi:
1. Hentikan tranfusi
2. Ambil kultur darah pasien
3. Pantau tanda vital setiap 15 menit
4. Berikan antibiotik, cairan IV, vasoreseptor dan steroid sesuai program
Pencegahan:
Jaga darah sejak dari donasi sampai pemberian
Urtikaria
Penyebab:
Alergi terhadap produk yang dapat larut dalam plasma donor
Gejala:
Eritema lokal, gatal dan berbintik-bintik, biasanya tanpa demam
Intervensi:
1. Hentikan tranfusi
2. Ukur vital sign tiap 15 menit
3. Berikan antihistamin sesuai program
4. Tranfusi bisa dimulai lagi jika demam dan gejala pulmonal tidak ada lagi
Pencegahan:
Berikan antihistamin sebelum dan selama pemberian tranfusi
Kelebihan sirkulasi
Penyebab:
Volume darah atau komponen darah yang berlebihan atau diberikan terlalu cepat
Gejala:
Dyspnea, dada seperti tertekan, batuk kering, gelisah, sakit kepala hebat, nadi, tekanan darah dan
pernafasan meningkat, tekanan vena sentral dan vena jugularis meningkat
Intervensi:
1. Tinggikan kepala klien
2. Monitor vital sign
3. Perlambat atau hentikan aliran tranfusi sesuai program
4. Berikan morfin, diuretik, dan oksigen sesuai program
Pencegahan:
Kecepatan pemberian darah atau komponen darah disesuaikan dengan kondisi klien, berikan
komponen SDM bukan darah lengkap, apabila diprogramkan minimalkan pemberian normal
saline yang dipergunakan untuk menjaga kepatenan IV
Hemolitik
Penyebab:
Antibody dalam plasma resipien bereaksi dengan antigen dalam SDM donor, resipien menjadi
tersensitisasi terhadap antigen SDM asing yang bukan dalam system ABO
Gejala:
Cemas, nadi, pernafasan dan suhu meningkat, tekanan darah menurun, dyspnea, mual dan
muntah, menggigil, hemoglobinemia, hemoglobinuria, perdarahan abnormal, oliguria, nyeri
punggung, syok, ikterus ringan. Hemolitik akut terjadi bila sedikitnya 10-15 ml darah yang tidak
kompatibel telah diinfuskan, sedangkan reaksi hemolitik lambat dapat terjadi 2 hari atau lebih
setelah tranfusi.
Intervensi:
1) Monitor tekanan darah dan pantau adanya syok
2) Hentikan tranfusi
3) Lanjutkan infus normal saline
4) Pantau keluaran urine untuk melihat adanya oliguria
5) Ambil sample darah dan urine
6) Untuk hemolitik lambat, karena terjadi setelah tranfusi, pantau pemeriksaan darah untuk anemia
yang berlanjut
Pencegahan:
Identifikasi klien dengan teliti saat sample darah diambil untuk ditetapkan golongannya dan saat
darah diberikan untuk tranfusi (penyebab paling sering karena salah mengidentifikasi).
Demam Non-Hemolitik
Penyebab:
Antibody anti-HLA resipien bereaksi dengan antigen leukosit dan trombosit yang ditranfusikan.
Gejala:
Demam, flushing, menggigil, tidak ada hemolisis SDM, nyeri lumbal, malaise, sakit kepala
Intervensi:
1. Hentikan tranfusi
2. Lanjutkan pemberian normal saline
3. Berikan antipiretik sesuai program
4. Pantau suhu tiap 4 jam
Pencegahan:
Gunakan darah yang mengandung sedikit leukosit (sudah difiltrasi)
Hiperkalemia
Penyebab:
Penyimpanan darah yang lama melepaskan kalium ke dalam plasma sel
Gejala:
Serangan dalam beberapa menit, EKG berubah, gelombang T meninggi dan QRS melebar,
kelemahan ekstremitas, nyeri abdominal
Hipokalemia
Penyebab:
Berhubungan dengan alkalosis metabolik yang diindikasi oleh sitrat tetapi dapat dipengaruhi
oleh alkalosis respiratorik
Gejala:
Serangan bertahap, EKG berubah, gelombang T mendatar, segmen ST depresi, poliuria,
kelemahan otot, bising usus menurun
Hipotermia
Penyebab:
Pemberian komponen darah yang dingin dengan cepat atau bila darah dingin diberikan melalui
kateter vena sentral.
Gejala:
Menggigil, hipotensi, aritmia jantung, henti jantung/cardiac arrest
Intervensi:
a) Hentikan tranfusi
b) Hangatkan pasien dengan selimut
c) Ciptakan lingkungan yang hangat untuk pasien
d) Hangatkan darah sebelum ditranfusikan
e) Periksa EKG
Infeksi yang ditularkan melalui tranfusi
AIDS
Penyebab:
Darah donor HIV seropositif
Gejala:
Demam, keringat malam, letih, berat badan menurun, adenopati, lesi kulit seropositif terhadap
virus HIV
Kontaminasi bakteri
Penyebab:
Kontaminasi pada saat penyumbangan atau persiapan, bakteri endotoksin melepaskan
endotoksin.
Gejala:
Serangan dalam 2 jam tranfusi (menggigil, demam, nyeri abdomen, syok, hipotensi yang nyata
Cytomegalovirus (CMV)
Virus CMV dapat berada pada orang dewasa yang sehat. Pasien-pasien dengan imunosupresi
berisiko tinggi tertular CMV
Gejala:
Letih, lemah, adenopati, demam derajat rendah
Hepatitis
Hepatitis A dan hepatitis B jarang, penyakit hati kronik lebih umum dengan Hepatitis C daripada
hepatitis B
Gejala:
Terjadi dalam dalam beberapa minggu sampai bulan setelah tranfusi, mual, muntah, ikterus,
malaise, kadar enzim hati tinggi
Gejalanya berupa:
- gatal-gatal
- kemerahan
- pembengkakan
- pusing
- demam
- sakit kepala.
Gejala yang jarang terjadi adalah kesulitan pernafasan, bunyi mengi dan kejang otot.
Yang lebih jarang lagi adalah reaksi alergi yang cukup berat.
Walaupun dilakukan penggolongan dan cross-matching secara teliti, tetapi kesalahan masih
mungkin terjadi sehingga sel darah merah yang didonorkan segera dihancurkan setelah
ditransfusikan (reaksi hemolitik).
Biasanya reaksi ini dimulai sebagai rasa tidak nyaman atau kecemasan selama atau segera
setelah dilakukannya transfusi.
Kadang terjadi kesulitan bernafas, dada terasa sesak, kemerahan di wajah dan nyeri punggung
yang hebat.
Meskipun sangat jarang terjadi, reaksi ini bisa menjadi lebih hebat dan bahkan bisa berakibat
fatal.
Untuk memperkuat dugaan terjadinya reaksi hemolitik ini, dilakukan pemeriksaan untuk melihat
apakah terdapat hemoglogin dalam darah dan air kemih penderita.
Penyakit graft-versus-host merupakan komplikasi yang jarang terjadi, yang terutama mengenai
orang-orang yang mengalami gangguan sistem kekebalan karena obat atau penyakit.
Pada penyakit ini, jaringan resipien (host) diserang oleh sel darah putih donor (graft).
Gejalanya berupa demam, kemerahan, tekanan darah rendah, kerusakan jaringan dan syok.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1) Seorang pendonor harus mengetahui golongan darahnya
2) Seorang calon pendonor yang akan mendonorkan darahnya harus memiliki fisik tubuh yang baik
dan sehat.
3) Seorang calon pendonor darah harus memenuhi syarat seorang pendonor darah.
4) Seorang pendonor harus memperhatikan keadaannya sebelum mendonorkan darahnya kepada
penderita
5) Seorang pendonor harus mempersiapkan diri dengan baik
B. SARAN
1) Pembaca yang membaca makalah ini agar dapat memberikan saran dan masukkan terhadap
makalah yang telah kami jawab.
DAFTAR PUSTAKA