Anda di halaman 1dari 17

BAB I

ASUHAN KEPERAWATAN INTOKSIKASI

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dimasa kini sering terjadi masalah keracunan (intoksikasi), mulai dari kecelakaan
wisata, kecelakaan rumah tangga, sampai usaha bunuh diri, pembunuhan perorangan
bahkan pembunuhan masal yang dikaitakan dengan bio terrorisme. Penganggulangan
masalah ini cukup rumit karena beberapa faktor yaitu kurangnya informassi tentang zat
penyebab keracunan karena korban tidak sadar atau enggan bicara dan faktor
ketersediaan antidot racun yang belum semuanya tersedia, serta terkadang antidotnya
merupakan bahan toksik, oleh karena itu penatalaksanaan keraacunan seringkali bersifat
simptomatis dan supportif.
Setiap keadaan yang menunjukkan kelainan multisistem dengan penyebab yang tidak
jelas harus dicurigai kemungkinan keracunan, misalnya bila ditemukan penurunan
tingkat kesadaran mendadak, gangguan napas, pasien psikiatri dengan manifestasi berat,
anak remaja dengan sakit dada, aritmia yang mengancam nyawa atau pekerja yang
menunjukkan gejala klinis dilingkungan kerja yang mengandung bahan kimia, asidosi
metabolik yang sukar dicari penyebabnya, tingkah lakuk anae ataupun kelainan
neuorologis dengan kausa yang sukar diketahui. Dari keadaan tersebut maka klinikus
harus mempunyai kemampuan dan penalaran yang baik untuk dapat menegakkan
diagnosis keracunan meskipun dihadapkan dengan kasus yang rumit.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari intoksikasi?
2. Apa penyebab terjadinya intoksikasi?
3. Bagaimana gejala klinik dari intoksikasi?
4. Bagaimana pathway dari intoksikasi?
5. Bagaimana penatalaksaan dari intoksikasi?
6. Bagaimana tindakan dari intoksikasi?
7. Bagaimana pemeiksaan dari penyakit intoksikasi?
8. Bagaimana asuhan keperawatan dari penyakit intoksikasi?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian intoksikasi
2. Untuk mengetahui penyebab dari intoksikasi
3. Untuk mengetahui gejala dari penyakit intoksikasi
4. Untuk mengetahui pathway dari intoksikasi
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari intoksikasi
6. Untuk mengetahui tindakan dari intoksikasi
7. Untuk mengetahui pemeriksaan dari intoksikasi
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari intoksikasi
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
Keracunan atau intoksikasi adalah keadaan patologik yang disebabkan oleh obat,
racun, makanan, serum, alkohol, bahan serta senyawa kimia toksik, dan lain-
lain.Keracunan dapat diakibatkan oleh kecelakaan atau tindakan tidak disengaja,
tindakan yang disengaja seperti usaha bunuh diri atau dengan maksud tertentu yang
merupakan tindakan kriminal.Keracunan yang tidak disengaja dapat disebabkan oleh
faktor lingkungan, baik lingkungan rumah tangga maupun lingkungan kerja (Brunner
and Suddarth, 2010).
Intoksikasi adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun.Bahan racun yang
masuk kedalam tubuh dapat langsung mengganggu organ tubuh tertentu, seperti paru-
paru, hati, ginjal, dan lainnya. Tetapi zat tersebut dapat pula terakulumasi dalam organ
tubuh, tergantung sifatnya pada tulang, hati, darah, atau organ lainnya sehungga akan
menghasilkan efek yang tidak diinginkan dalam jangka panjang.
Menurut WHO, keracunan atau intoksikasi adalah kondisi yang mengikuti masuknya
suatu zat psikoaktif yang menyebabkan gangguan kesadaran, kognisi, persepsi, perilaku,
fungsi, dan respon psikoologis. Sumber lain menyebutkan bahawa keracunan dapat
diartikan sebagai masuknya suatu zat kedalam tubuh yang dapat menyebabkan
ketidaknormalan mekanisme dalam tubuh bahkan sampai dapat menyebabkan kematian.

B. ETIOLOGI
Keracunan dapat terjadi karena berbagai macam penyebab yang mengandung bahan
berbahaya dan potensial dapat menjadi racun. Penyebab-penyebab tersebut antara lain:
a. Makanan
Jenis keracunan makanan disebabkan oleh biologikal (bakteria, fungi
(kulat),Virus), fizikal (benda atau bahan asing seperti rambut, cebisan kaca, paku
dan lain-lain), kimia (racun serangga, racun rumpai, bahan pencuci kimia, aditif
makanan seperti pengawet yang berlebihan). Beberapa jenis keracunan makanan:
1) Keracunan makanan kaleng
Proses pengalengan yang kurang sempurna dapat merangsang timbulnya bakteri
Clostridium botulium. Bakteri ini akan mengeluarkan racun yang isa merusak
saraf jika sampai tertelan.
2) Tercemar zat kimia
Makanan yang tercemar bahan kimia seperti bahan pengawet, zat arsen, timah
hitam, atau zat-zat lain. Makanan seperti acar, jus buah atau asinan yang disimpan
di dalam tempat yang dilapisi timah, cadmium, tembaga, seng atau antimon juga
dapat menimbulkan keracunan.
3) Racun alam
Salah satu tumbuhan yang menyebabkan keracunan adalah jamur.Ada dua jamur
yang menyebabkan keracunan yaitu Amanita muscaria dan jamur Amanita
phalloides.Beberapa jenis ikan juga ada yang beracun yaitu ikan gelembung, belut
laut, ikan landak, ikan betet, dan lain-lain.
b. Obat-obatan
Keracunan obat bisa karena kesalahan pada dosis pemberian atau cara yang
tidak benar sehingga menyebabkan keracunan. Obat-obatan yang sering
berhubungan dengan resiko kematian diantaranya adalah kokain, opioid,
benzodiazepin, alkohol, antidepresan, analgesik, produk perawatan diri, produk
pembersih rumah tangga, antipsikotik, benda asing, sediaan obat lokal.
c. Bahan kimia
Bahan kimia umunya yang terdiri dari berbagai golongan seperti pestisida
(organoklorin, organofosfat, karbamat), golongan gas (nitrogen, metana, karbon
monoksida, klor), golongan logam (timbal, fosfor, air raksa, arsen), golongan bahan
organik (akrilamida, anilin, benzena toluene, vinil klorida fenol).
d. Gigitan binatang berbisa
Gigitan binatang berbisa dpat disebabkan karena gigitan ular, tapi tidak semua
jenis ular itu berbahaya dan berbisa.Berdasarkan sifatnya pada tubuh mangsa, bisa
ular dapat dibedakan menjadi bisa hemotoksik yaitu bisa yang mempengaruhi
jantung dan sistem pembuluh darah, bisa neurotoksik yaitu bisa yang mempengaruhi
sistem saraf dan otak, dan bisa sitotosik yaitu bisa yang hanya bekerja pada lkasi
gigitan.
C. GEJALA KLINIS
Penurunan kesadaran disertai salah satu dari: frekuensi pernafasan <12 x per menit,
pupil miosis (sering kali pin point), adanya riwayat pemakaian morfin/heroin/terdapat
needle track sign.
D. GAMBARAN KLINIK
Kasus keracunan dalam golongan narkotika cenderung mengalami adanya penurunan
kesadaran (sampai koma) dan gangguan sistem pernapasan (deperesi nafas). Dosis toksis
selalu akan menyebabkan kesadaran yang turun sampai koma, pupil yang pin point dapat
terjadi dilatasi pupil pada anoksia yang berat, pernafasan yang pelan (depresi
pernafasan), sianosis, nadi yang lemah, hipotensi, spasme dari saluran cerna dan bilier,
dapat terjadi edema paru, dan kejang. Kematian karena gagal nafas dapat terjadi dalam 2-
4 jam setelah pemakaian oral maupun subkutan, sedang pada pemakaian secara intravena
dapat berlangsung lebih cepat lagi. Beberapa tanda dan gejala yang dapat terjadi ialah
hipertermi, aritmia jantung, hipertensi, bronkospasme, parkinson like syndrom, nekrosis
tubular akut yang terjdi karena rabdomiolisis dan mioglobulinuria, gagal ginjal. Kulit
dapat bewarna kemerahan, dapat terjadi leukositosis dan hipoglikemia.
E. PATHWAY INTOKSIKASI

Makanan Bahan kimia dan Gigitan binatang


obat-obatan berbisa

Melalui saluran cerna Gangguan saluran Daya toksin masuk ke


pernapasan peredaran darah

Mual muntah Zat toksin masuk ke Korosi trakea Nyeri lokal dan
pemb. darah kemerahan

Gangguan Gangguan s.saraf Edema laring


cairan dan
Gangguan
elektrolit
intregitas kulit
Obstruksi sel
nafas

Pusat pernafasan
Nyeri kepala dan Bersihan jalan
otot nafas tidak efektif

Gangguan rasa
aman dan nyaman Nafas cepat dan Gangguan pola
dalam nafas
F. PENATALAKSANAAN KEGAWATAN
Berhubung setiap keracunan dapat mengancam nyawa maka walaupun tidak dijumpai
adanya kegawatan maka setiap kasus keracunan diperlukan seperti pada keadaan
kegawatan yang mengancam nyawa. Pentalaksanaan kasus intoksikasi adalah:
1. Stabilisasi
Penatalaksaan keracunan pada waktu pertama kali berupa tindakan penilaian
terhadap tanda vital seperti jalan napas/pernapasan, sirkulasi dan penurunan
kesadaran harus dilakukan secara cepat dan seksama sehingga tindakan resusitasi
tidak terlambat dimulai. Semua urutan resusitasi seperti yang umumnya dilakukan
yaitu:
a. Airways : bebaskan jalan nafas dari sumbatan bahan muatan, lendir, gigi palsu.
Bila perlu dengan perubahan posisi dan oropharyngeal airway dan alat
penghisap lendir.
b. Breathing : jaga agar pernapasan sebaik mungkin dan bila memang diperlukan
dapat dengan alat respirator.
c. Circulation : tekanan darah dan volume cairan, harus dipertahankan secukupnya
dengan pemberian cairan dalam keadaan tertentu dapat diberikan cairan koloid.
Bila terjadi henti jantung lakukan RJP.
2. Dekontaminasi
Dekontaminasi merupakan terapi intervensi yang bertujuan untuk menurunkan
pemaparan terhadap racun,mengurangi absorpsi dan mencegah kerusakan. Sebelum
memberikan pertolongan harus menggunakan pelindung berupa masker, hand scoon,
dan apron. Tindakan dekontaminasi tergantung pada lokasi tubuh yang terkena racun
yaitu:
a. Dekontaminasi pulmonal: berupa tindakan menjauhkan korban dari pemaparan
inhalasi zat racun, monitor kemungkinan gawat nafas dan berikan oksigen
lembab 100% dan jika perlu beri ventilator.
b. Dekontaminasi mata: berupa tindakan untuk membersihkan mata dari racun
yaitu posisi kepala pasien ditengadahkan dan miring ke sisi mata yang terkena
atau terburuk kondisinya. Buka kelopak matanya perlahan dan irigasi larutan
aquades dan NaCl 0,9% perlahan sampai zat racunnya diperkirakan sudah
hilang ( hindari bekas larutan pencucian mengenai wajah atau mata lainnya ).
Selanjutnya tutup mata dengan kasa steril segera konsul dengan dokter mata.
c. Dekontamiinasi kulit (rambut dan kuku): Tindakkan dekontaminasi paling awal
adalah melepaskan pakaian, arloji, sepatu dan aksesoris lainnya, dan masukkan
dalam wadah plastik yang kedap air dan tutup rapat, cuci ( scrubbing ) bagian
kulit yang terkena dengan air mengalir dan disabun minimal 10 menit
selanjutnya keringkan dengan handuk kering dan lembut.
d. Dekontaminasi gastroinstestinal: Penelanan merupakan rute pemaparan yang
tersering, sehingga tindakan pemberian bahan pengikat atau karbon aktif,
pengenceran atau mengeluarkan isi lambung dengan cara induksi muntah atau
aspirasi dan kumbah lambung dapat mengurangi jumlah paparan bahan toksik.
3. Eliminasi
Tindakan eliminasi adalah tindakan untuk mempercapat pengeluaran racun yang
sedang beredar dalam darah, atau dalam saluran gastrointestinal setelah lebih dari 4
jam. Apabila masih dalam saluran cerna dapat digunakan pemberian arang aktif
yang diberikan berulang dengan dosis 30-50 gram (0,5-1 gram/ kgBB) setiap 4
jam/oral/enteral.Tindakan ini bermanfaat pada keracunan obat seperti karbamazepin,
chlordecone, quinin, dapson, digoksin, nadolol, fenobarbital, fenilbutazone, fenitoin,
salisilat, teofilin, phenoxyacetate herbisida.Tindakan eliminasi yang lain perlu
dikonsulkan pada dokter spesialis penyakit dalam karena tindakan spesialitik berupa
cara eliminasi racun yaitu: diuresis paksa (forced diuresis), alkalinisasi urin,
asidifikasi urin, hemodialisis/peritoneal dialisis.
4. Anti Dotum
Pada kebanyakan kasus keracunan sangat sedikit jenis racun yang ada obat
antidotumnya dan sediaan obat antidot yang tersedia secara komersial sangat sedikit
jumlahnya.
5. Akibat gigitan ular
Langkah-langkah yang harus diikuti pada penatalaksanaan gigitan ular adalah:
a. Pertolongan pertama, harus dilaksanakan secepatnya setelah terjadi gigitan ular
sebelum korban dibawa ke rumah sakit. Hal ini dapat dilakukan oleh korban
sendiri atau orang lain yang ada ditempat kejadian. Tujuan pertolongan pertama
adalah untuk menghambat penyerapan bisa, mempertahankan hidup korban dan
menghindari komplikasai sebelum mendapatkan perawatan medis di rumah
sakit serta mengawasi gejala dini yang membahayakan. Kemudian segera bawa
korban ke tempat perawatan medis.
Metode pertolongan yang dilakukan adalah menenangkan korban yang cemas
imobilisasi (membuat tidak bergerak) bagian tubuh yang tergigit dengan cara
mengikat atau menyangga dengan kayu agar tidak terjadi kntraksi oto dapat
meningkatkan penyerapan bisa ke dalam aliran, darah dan getah bening
pertimbangkan pressure-immobilisation pada gigitan elapide hindari gangguan
terhadap luka gigitan karena dapat meningkatkan penyerapan bisa dan
menimbulkan pendarahan lokal.

b. Korban harus segera dibawa kerumah sakit secepatnya, dengan cara yang aman
dan senyaman mungkin. Hindari pergerakan atau kontraksi otot untuk mencegah
peningkatan penyerapan bisa.
c. Pengobatan gigitan ular
Pada umumunya terjadi salah pengertian mengenai pengelolaan gigitan
ular.Metode penggunaan torniket (diikat dengan keras sehingga menghambat
peredaran darah), insisi (pengirisan dengan alat tajam), pengisapan tempat
gigitan, pendinginan daerah yang digigit, pemberian antihistamin dan
kortikosteroid harus dihindari karena tidak terbukti manfaatnya.

d. Terapi yang dianjurkan meliputi:


1) Bersikan bagian yang terlukadengan cairan faal atau air steril.
2) Untuk efek lokal dianjurkan imobilisasi menggunakan perban katun elastis.
3) Pemberian tindakan pendukung berupa stabilitas.
4) Pemberian suntikan antitetanus, atau bila korban pernah mendapatkan
toksoid makan diberikan satu dosis tokoid tetanus.
5) Pemberian suntikan penisilin kristal sebanyak 2 juta unit secara
intramuskular.
6) Pemberian sedasi atau analgesik untuk menghilangkan rrasa takut cepat
mati/panik.
7) Pemberian serum antibisa. Karena bisa luar sebagian besar terdiri atas
protein, maka sifatnya adalah antigenik sehingga dapat dibuat dari serum
kuda.
G. PENILAIAN KLINIS
Beberapa keadaan klinis yang perlu mendapat perhatian karena dapat mengancam nyawa
ialah: koma, kejang, henti jantung, henti nafas, dan syok.
1. Anamnesis
Upaya yang paling penting adalah anamnesis atau allo-anamnesis yang rinci.
Beberapa pegangan anamnesis yang penting dalam upaya mengatasi keracunan ialah:
a. Kumpulkan informasi selengkapnya tentang seluruh obat yang digunakan
termasuk obat yang sering dipakai.
b. Kumpulkan informasi dari anggota keluarga, teman, dan petugas tentang obat
yang digunakan.
c. Tanyakan dan simpan ( untuk pemeriksaan toksikologis) sisa obat, muntahan
yang masih ada.
d. Tanyakan riayat aergi obat atau riwayat syok anafilaksis.
2. Pemeriksaan Fisik
Lakukan pemeriksaan fisik untuk menemukan tanda atau kelainan akibat
keracunan yaitu pemeriksaan kesadaran, tekanan darah, nadi, denyut jantung, ukuran
pupil,keringat, air liur, dan lainnya. Pemeriksaan penunjang diperlukan berdasarkan
skala prioritas dan pada kedaan yang memerlukan observasi pemeriksaan fisik harus
dilakukan berulang.
H. TINDAKAN
1. Penanganan kegawatan
a. Bebaskan jalan nafas
b. Berikan oksigen 100% sesuai kebutuhan.
c. Pasang infus dektrose 5% emergensi atau NaCl 0,9%; cairan kloid bila
diperlukan
2. Pemberian antinoktum nalokson
a. Tanpa hipoventilasi: dosis awal diberikan 0,4 mg IV
b. Dengan hipoventilasi: dosis awal diberikan 1,2 mg IV
c. Bila tidak ada respoon dalam 5 menit, diberikan nalokson 1-2 mg IV hingga
timbul rspon perbaikan kesadaran dan hilangnya depresi pernafasan, dilatasi
pupil atau telah mencapai dosis maksimal 10 mg. Bila tetap tidak ada respon
lapor konsulen tim narkoba.
d. Efek nalokson berkurang 20-40 menit dan pasien dapat jatuh kedalam keadaan
overdosis kembali, sehingga peru pemantauan ketat tanda-tanda penurunan
kesadaran, pernafasan dan perubahan pada pupil serta tanda vital lainnya selama
24 jam. Untuk pencegahan dpat diberikan drip nalokson 1 amp dalam 500 cc
D5% atau NaCl 0.9% diberikan dalam 4-6 jam
e. Simpan sampel urine untuk pemeriksaan opiat urine dan lakukan foto dada
f. Pertimbangkan pemasangan ETT (endotracheal tube) bila:
1) Pernafasan tidak adekuat
2) Oksigenasi kurang meski ventilasi cukup
3) Hipoentilasi menetap setelah pemberian nalokson
3. Pasien dirawat dan dikonsultasikan ke tim narkoba bagian ilmu penyakit dalam
untuk penilaian keadaan klinis dan rencana rehabilitasi.
4. Dalam menjalankan semua tindakan harus memperhatikan prinsip-prinsip
kewaspadaan universal oleh karena tingginya angka prevalensi hepatitis C dan HIV.
5. Bila diperlukan, pasien sebelumnya dipasang NGT untuk mencegah aspirasi.

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Analisis Toksikologi
Analisis toksikologi harus dilakukan sedini mungkin hal ini selain dapat
membantu penegakan diagnosis juga berguna untuk kepentingan penyidikan polisi
pada kasus kejahatan. Sampel yang dikirim ke laboratorium adalah 50 ml urin, 10 ml
serum, bahan muntahan, feses.
2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi perlu dilakukan terutama bila curiga adanya aspirasi zat
racun melalui inhalasi atau dugaan adanya perforasi hidung.
3. Laboratorium Klinik
Pemeriksaan ini penting dilakukan terutama analisis gas darah. Beberapa
gangguan gas darah dapat membantu penegakan diagnosis penyebab
keracunan.Pemriksaan fungsi hati, ginjal dan sedimen urin harus pula dilakukan
karena selain berguna untuk mengetahui dampak keracunan juga dapat dijadikan
sebagai dasar diagnosis penyebab keracunan seperti keracunan parasetamol atau
makanan yang mengandung asam jengkol. Pemeriksaan kadar gula darah sewaktu
dan darah perifer lengkap juga harus dilakukan.
4. Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada kasus keracunan karena sering diikuti
terjadinya gangguan irama jantung yang berupa sinus takikardia, sinus brakikardia,
takikardia supraventrikular, takikardia ventrikular, fibrilasi ventrikular, asistol,
disosiasi elektromekanik.Beberapa faktor predisposisi timbulnya aritmia pada
keracunan adalah keracunan obat kardiotoksik, hipoksia, nyeri dan ansietas,
hiperkarbia, gangguan elektrolit darah, hipovolemia, dan penyakit dasar jantung
iskemik.
ASUHAN KEPERAWATAN INTOKSIKASI

A. PENGKAJIAN
Pendekatan sistematik yang dilakukan fasilitas perawatan kesehatan terhadap
pengkajian pasien keracunan atau overdosis mencakup melakukakan pengkajian primer,
sekunder dan menjalankan pemeriksaan laboraturium.
1. Pengkajian primer
Tujuan dari pemeriksaan adalah untuk mengidentifikasi dan memperbaiki dengan
segera masalah yang mengancam kehidupan. Prioritas yang dilakukan pada primary
survey antara lain:
a. Airway yaitu mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga jalan nafas disertai
kontrol servikal
b. Breathing yaitu mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan agar
oksigenasi adekuat
c. Circulation yaitu mengecek sistem sirkulasi disertai kontrol perdarahan
d. Disability yaitu mengecek status neurologis
e. Exposure environment control yaitu membuka baju pasien untuk memeriksa cedera
pada pasien.
2. Pengkajian sekunder
Pemeriksaan sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan
secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya dilakukan
setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-
tanda syok telah mulai membaik.
3. Riwayat
Riwayat pajanan pasien menyediakan kerangka kerja untuk menangani keracunan
atau overdosis, hal pnting yang perlu diperhatikan mencakup mengidentifikasi obat
atau racun, waktu dan lama pajanan, penanganan pertama yang diberikan sebelum
tiba di rumah sakit,alergi, dan proses penyakit yang mendasari atau cedera terkait.
Informasi ini dapat diperoleh dari pasien, anggota keluarga, teman, penolong, atau
saksi mata.Pada beberapa kasusu, keluarga atau polisi mungkin perlu mencari rumah
pasien guna mendapatkan petunjuk.Pakaian dan benda pribadi dapat memberikan
informasi tambahan.
4. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang dilakukan dengan cepat namun menyeluruh amatlah
penting.Hasil pemeriksaan pendahuluan mengarahkan evaluasi mendalam dan
pengkajian serial pada sistem yang terkena (aktual atau diduga).Seperti yang
disebutkan, toksidroma adalah sekelompok tanda dan gejala yang terkait dengan
overdosis atau pajanan terhadap golongan tertentu obat-obatan dan racun.Dengan
mengenali adanaya toksidroma dapat membantu mengindentifikasi racun-racun atau
obat-obatan yang terpajan pada psien dan sistem tubuh penting yang mungkin terkena.
5. Pemeriksaan Laboratorium
Data laboratorium klinis yang relevan penting untuk pengkajian pasien keracunan
atau overdosis.Pemeriksaan yang memberikan petunjuk mengenai agen-agen yang
ditelan pasien mencakup, pemeriksaan elektrolit, fungsi hati, urinalisis,
elektrokardiografi, dan osmolalitas serum. Pengkuran kadar serum asetaminofen
dilakukan pada semua pasien yang mengalami overdosis karena asetaminofen
merupakan komponen dari banyak preparat yang diresepkan atau dijual bebas. Pada
keadaan overdosis asetominofen, hasil pemeriksaan kadar digambarkan terhadap
waktu penelanan dalam momogram, rumack matthew. Pengukuran kadar serum juga
tersedia untuk karbamazepin, zat besi, etanol, litium, aspirin, dan asam valproat dan
dapat dilakukan jika agens ini diduga menjadi penyebab overdosis.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi saluran nafas.
2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan gangguan sistem saraf
3. Gangguan rasa aman dan nyaman berhubungan dengan nyeri kepala dan otot.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi saluran nafas.

Intervensi:

a. Pantau rate, irama, kedalaman, dan usaha respirasi


b. Perhatikan gerakan dada, amati simetris, penggunaan otot aksesori, retraksi otot
supraclavicular dan interkostal
c. Monitor suara napas tambahan
d. Auskultasi bunyi nafas tambahan; ronchi, wheezing.
e. Berikan posisi yang nyaman untuk mengurangi dispnea.
f. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea; lakukan penghisapan sesuai keperluan.
g. Anjurkan asupan cairan adekuat.
h. Ajarkan batuk efektif
i. Kolaborasi pemberian oksigen
j. Kolaborasi pemberian broncodilator sesuai indikasi
2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan gangguan sistem saraf.
Intervensi:
a. Observasi tanda-tanda vital
b. Auskultasi bunyi nafas
c. Pantau frekuensi pernafasan
d. Observasi warna kulit dan adanya sianosis
e. Berikan posisi semi fowler
f. Berikan kenyamanan dan istirahat pada pasien dengan memberikan asuhan
keperawatan individual
g. Berikan O2 sesuai anjuran dokter
3. Gangguan rasa aman dan nyaman berhubungan dengan nyeri kepala dan otot.
Intervensi:
a. Kaji tanda-tanda vital
b. Kaji managemen nyeri
c. Bantu pasien untuk mengidentifikasi tindakan memenuhi kebutuhan rasa nyaman
yang telah berhasil dilakukan seperti, distraksi, relaksasi atau kompres hangat/
dingin
d. Berikan posisi yang nyaman untuk pasien
e. Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan
f. Kolaborasi dengan dokter pemberian obat analgetik
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Keracunan adalah masuknya zat racun kedalam tubuh baik melalui saluran
pencernaan, saluran pernafasan, atau melalui kulit atau mukosa yang menimbulkan gejala
klinis.Mengingat resiko keracunan yang sangat berbahaya dan bahkan dapat menyebabkan
kematian dan mengingat bahwa keracunan sebagian besar adalah karena kecelakaan dan
dapat dicegah, maka usaha-usaha pencegahan hendaknya mendapat perhatian dan prioritas
utama dalam penanggulangan keracunan.
DAFTAR PUSTAKA

Bunner and Suddarth.2010. Keperawatan Medikal Bedah, vol 3. Jakarta: EGC.

Noer, Syaifoellah.2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI

Suzanne, C. Brenda G.2011. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Goodman and Gilman's.The Pharmacological Basis of Therapeutic.12th Edition.Ebook

http://www2.pom.go.id/public/siker/desc/produk/cegahracunumum.pdf

http://www2.pom.go.id/public/siker/desc/produk/racunularberbisa.pdf

Anda mungkin juga menyukai