Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian
Otitis media ialah inflamasi telinga tengah (Sowden dan Cecily 2002, h.370). otitis
media akut adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah
(Kapita selekta kedokteran, 2002).
Otitis media akut adalah proses infeksi yang ditentukan oleh adanya cairan di telinga
atau gangguan dengar, serta gejala penyerta lainnaya tergantung berat ringannya penyakit,
antara lain : demam, iritabilitas, letargi, anoreksia, vomiting, bulging hingga perforasi
membrana tympani yang dapat diikuti dengan drainase purulen. Otitis media akut adalah
infeksi yang disebabkan oleh bakteri pada ruang udara pada tulang temporal (CMDT, edisi
3 , 2004 )

2.2 Jenis Otitis Media


Ada 3 ( tiga ) jenis otitis media yang paling umum ditemukan di klinik, yaitu :
1. Otitis media akut
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum
telinga tengah.
2. Otitis media serosa
Otitis media serosa / efusi adalah keadaan terdapatnya cairan di dalam telinga tengah
tanpa adanya tanda dan gejala infeksi aktif. Secara teori, cairan ini sebagai akibat
tekanan negative dalam telinga tengah yang disebabkan oleh obstruksi tuba eustachii.
3. Otitis media kronik
Otitis Media Kronik adalah peradangan kronik yang mengenai mukosa dan struktur
tulang di dalam kavum timpani.Otitis Media Kronik sendiri adalah kondisi yang
berhubungan dengan patologi jaringan irreversible dan biasanya disebabkan oleh
episode berulang Otitis Media Akut yang tak tertangani.

2.3 Etiologi
1. Disfungsi atau sumbatan tuba eutachius merupakan penyebab utama dari otitis media
yang menyebabkan pertahan tubuh pada silia mukosa tuba eutachius
terganggu,sehingga pencegahaan invasi kuman ke dalam telingah tengah juga akan
terganggu.

3
4

2. ISPA inflamasi jaringan di sekitarnya ( misalnya : sinusitis,hipertrofi adenoid), atau


reaksi alergi (misalkan rhitis alergia). Pada anak-anak sering terserang ISPA ,makin
besar kemungkinan terjadinya otitis media akut. Pada bayi, OMA dipermudah karena
tuba eutachiusnya pendek,lebar, dan letaknya agak horizontal.
3. Bakteri-bakteri umum yang ditemukan sebagai mikroorganisme penyebab adalah
streptococcus pnemuniae, haemophylus influenza, moraxella catarrhalis, dan bakteri
pirogenik lain,seperti streptoccus hemolyticus, staphyloccus aureus, E.colli, pnemuniae
vulgaris.
4. Kebiasaan Penggunaan benda keras (jepit rambut/korek api) untuk mengeluarkan
kotoran dari dalam telinga.

2.4 Anatomi Fisiologi Telinga


Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, tengah dan
dalam. Dalam perkembangannya telinga dalam merupakan organ yang pertama kali
terbentuk mencapai konfingurasi dan ukuran dewasa pada trimester pertengahan
kehamilan. Sedangkan telinga tengah dan luar belum terbentuk sempurna saat kelahiran,
akan tumbuh terus dan berubah bentuk sampai pubertas.
a) Telinga dalam
Labirin mulai berdiferensiasi pada akhir minggu ketiga dengan munculnya plakoda
otik (auditori). Dalam waktu kurang dari satu minggu plakoda tersebut mengalami
invaginasi membentuk lekuk pendengaran, kemudian berdilatasi membentuk suatu
kantong, selanjutnya tumbuh menjadi vesikula auditorius. Suatu proses migrasi,
pertumbuhan dan elongasi vesikula kemudian berlangsung dan segera membuat lipatan
pada dinding kantong yang secara jelas memberi batas tiga divisi utama vesikula
auditorius yaitu sakus dan duktus endolimfarikus, utrikulus dengan duktus semi sirkuler
dan sakulus dengan duktus koklea. Dari utrikulus kemudian timbul tiga tonjolan mirip
gelang. Lapisan membran yang jauh dari perifer gelang diserap meninggalkan tiga
kanalis semisirkularis pada perifer gelang. Sakulus kemudian membentuk duktus
koklearis berbenruk spiral.Secara filogenetik organ-organ akhir khusus berasal dari
neuromast yang tidak terlapisi yang berkembang dalam kanalis semisirkularis untuk
membentuk krista. Di dalam utrikulus dan sakulus membentuk makula dan dalam
koklea membentuk organon koiti. Diferensiasi ini berlangsung dari minggu keenam
sampai ke 10 fetus, pada saat itu hubungan definitive seperfi telinga orang dewasa telah
siap.
5

b) Telinga Luar dan Tengah


Ruang telinga tengah, mastoid, permukaan dalam membrana timpani dan tuba.
Eustachius berasal dari kantong faring pertama. Perkembangan organ ini dimulai pada
minggu keempat dan berlanjut sampai minggu ke 30 fetus, kecuali pneumatisasi
mastoid yang terus berkembang sampai pubertas.
Osikel berasal dari mesoderm celah brankial pertama dan kedua, kecuali basis stapes
yang berasal dari kapsul otik. Osikel berkembang mulai minggu kedelapan sampai
mencapai bentuk- komplet pada minggu ke 26 fetus.
Liang telinga luar berasal dari ektoderm celah brankial pertama. Membrana timpani
mewakili membran penutup celah tersebut. Pada awalnya liang telinga luar tertutup
sama sekali oleh suatu sumbatan jaringan padat, akan tetapi akan mengalami
rekanalisasi.

Gambar : Struktur Telinga

2.5 PATOFISIOLOGI
Otitis media terjadi akibat disfungsi tuba eustasius. Tuba tersebut, yang
menghubungkan telinga tengah dengan nasofaring, normalnya tertutup dan datar yang
mencegah organisme dari rongga faring memasuki telinga tengah. Lubang tersebut
memungkinkan terjadinya drainase sekret yang dihasilkan oleh mukosa telinga tengah
dan memungkinkan terjadinya keseimbangan antara telinga tengah dan lingkungan
luar. Drainase yang terganggu menyebabkan retensi sekret di dalam telinga tengah.
Udara, tidak dapat ke luar melalui tuba yang tersumbat, sehingga diserap ke dalam
sirkulasi yang menyebabkan tekanan negatif di dalam telinga tengah. Jika tuba
tersebut terbuka, perbedaan tekanan ini menyebabkan bakteri masuk ke ruang telinga
6

tengah, tempat organisme cepat berproliferasi dan menembus mukosa (Wong et al


2008, h.944).

2.6 Manifestasi Klinis


1. Otitis Media Akut
Keadaan ini biasanya unilateral pada orang dewasa:
a. Membrane tymphani merah, sering menggelembung tanpa tonjolan tulang yang dapat
dilihat, dapat mengalami perforasi.
b. Keluhan nyeri telinga ( otalgia )
c. Demam
d. Anoreksia
e. Limfadenopati servikal anterior
2. Otitis Media Serosa
Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa penuh atau gatal dalam telinga
atau perasaan bendungan, atau bahkan suara letup atau berderik.
3. Otitis Media Kronik
Gejala dapat minimal, dengan berbagai derajat kehilangan pendengaran dan terdapat
otorrhea intermitten atau persisten yang berbau busuk. Biasanya tidak ada nyeri kecuali
pada kasus mastoiditis akut, dimana daerah post aurikuler menjadi nyeri tekan dan
bahkan merah dan edema.

Stadium Otitis Media Akut


Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5 stadium yaitu:
1. Stadium oklusi tuba eustakhius, adanya gambaran retraksi akibat terjadinya tekanan
negative di dalam tekanan tengah, karena adanya absorbs udara. Efusi mungkin telah
terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan Otitis Media
Serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.
2. Stadium hiperemesis (stadium presupurasi)
Stadium ini tampak pembuluh daerah yang melebar di membrane timpani atau seluruh
membrane timpani tampak hiperemesis serta edema. Secret yang telah terbentuk
mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.
3. Stadium supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superficial,
serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan membrane
7

timpani menonjol kearah liang telinga luar. Pada keadaan ini pasien tampak sakit, suhu
meningkat, rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan nanah di cavum
timpani tidak berkurang, maka terjadi ischemia akibat tekanan pada kapiler dan
timbulnya trombophlebitis pada vena kecil dan nekrosis mukosa, dan submukosa.
Nekrosis terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan dan di
tempat ini akan terjadi ruptur.
4. Stadium perforasi
Akibat terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi, maka
dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke
liang telinga luar, pada keadaan ini anak yang tadinya gelisah menjadi tenang, suhu
badan turun dan anak tidur nyenyak. Keadaan ini disebut Otitis Media Akut Stadium
Perforasi.
5. Stadium resolusi
Bila membran timpani utuh maka perlahan-lahan akan normal kembali, bila sudah
perforasi maka secret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahanm tubuh baik
atau virulensi kuman reda, maka resolusi dapat terjadi, walaupun tanpa pengobatan.

2.7 KOMPLIKASI
Komplikasi yang serius adalah:
Infeksi pada tulang di sekitar telinga tengah (mastoiditis atau petrositis)
Labirintitis (infeksi pada kanalis semisirkuler)
Tuli
Peradangan pada selaput otak (meningitis)
Abses Otak
Tanda-tanda terjadinya komplikasi:
Sakit kepala
Tuli yang terjadi secara mendadak
Vertigo (perasaan berputar)
Demam dan menggigil.

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang menurut Muscari 2005, h.220 ialah :
1. Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan kekakuan membran timpani.
8

2. Kultur dan uji sensitivitas hanya dapat dilakukan bila dilakukan timpanosentesis
(aspirasi jarum dari telinga tengah melalui membran timpani). Uji sensitivitas dan
kultur dapat dilakukan untuk mengidentifikasi organisme pada sekret telinga.
3. Pengujian audiometrik menghasilkan data dasar atau mendeteksi setiap kehilangan
pendengaran sekunder akibat infeksi berulang.

2.9 Penatalaksanaan
Terapi bergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal
ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik,
dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik.
1. Stadium Oklusi
Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di
telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,25 % untuk anak < 12
tahun atau HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologis untuk anak diatas 12 tahun dan
dewasa. Sumber infeksi lokal harus diobati. Antibiotik diberikan bila penyebabnya
kuman
2. Stadium Presupurasi
Diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Bila membran timpani sudah
terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Dianjurkan pemberian
antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan
kombinasi dengan asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan
penisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak
terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan
kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari.
3. Stadium Supurasi
Selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila membran
timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur.
4. Stadium Perforasi
Terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut. Diberikan obat cuci telinga
H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya
sekret akan hilang dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari.
5. Stadium Resolusi
9

Membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan perforasi
menutup. Bila tidak, antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila tetap, mungkin
telah terjadi mastoiditis.
a. Pemberian Antibiotik
1. OMA umumnya adalah penyakit yang akan sembuh dengan sendirinya.
2. Sekitar 80% OMA sembuh dalam 3 hari tanpa antibiotik. Penggunaan antibiotik
tidak
3. mengurangi komplikasi yang dapat terjadi, termasuk berkurangnya pendengaran.
4. Observasi dapat dilakukan pada sebagian besar kasus. Jika gejala tidak membaik
dalam 48-72 jam atau ada perburukan gejala, antibiotik diberikan.
American Academy of Pediatrics (AAP) mengkategorikan OMA yang dapat
diobservasi dan yang harus segera diterapi dengan antibiotik sebagai berikut:
Usia Diagnosis pasti Diagnosis meragukan
< 6 bln Antibiotik Antibiotik
6 bln 2 th Antibiotik Antibiotik jika gejala berat,
observasi jika gejala ringan
2 thn Antibiotik jika gejala berat, Observasi
observasi jika gejala ringan

Yang dimaksud dengan gejala ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam
<39C dalam 24 jam terakhir. Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang
berat atau demam 39C.
Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia enam
bulan dua tahun dengan gejala ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis
meragukan pada anak di atas dua tahun. Untuk dapat memilih observasi, follow-
up harus dipastikan dapat terlaksana. Analgesia tetap diberikan pada masa
observasi.
British Medical Journal memberikan kriteria yang sedikit berbeda untuk
menerapkan observasi ini.10 Menurut BMJ, pilihan observasi dapat dilakukan
terutama pada anak tanpa gejala umum seperti demam dan muntah.
Jika diputuskan untuk memberikan antibiotik, pilihan pertama untuk sebagian
besar anak adalah amoxicillin.
10

Sumber seperti AAFP (American Academy of Family Physician) menganjurkan


pemberian 40 mg/kg berat badan/hari pada anak dengan risiko rendah dan 80
mg/kg berat badan/hari untuk anak dengan risiko tinggi.
Risiko tinggi yang dimaksud antara lain adalah usia kurang dari dua tahun,
dirawat sehari-hari di daycare, dan ada riwayat pemberian antibiotik dalam tiga
bulan terakhir.
WHO menganjurkan 15 mg/kg berat badan/pemberian dengan maksimumnya 500
mg.
AAP menganjurkan dosis 80-90 mg/kg berat badan/hari.6 Dosis ini terkait
dengan meningkatnya persentase bakteri yang tidak dapat diatasi dengan dosis
standar di Amerika Serikat. Dokumentasi adanya bakteri yang resisten terhadap
dosis standar harus didasari hasil kultur dan tes resistensi terhadap antibiotik.
Antibiotik pada OMA akan menghasilkan perbaikan gejala dalam 48-72 jam.
Dalam 24 jam pertama terjadi stabilisasi, sedang dalam 24 jam kedua mulai
terjadi perbaikan. Jika pasien tidak membaik dalam 48-72 jam, kemungkinan ada
penyakit lain atau pengobatan yang diberikan tidak memadai. Dalam kasus
seperti ini dipertimbangkan pemberian antibiotik lini kedua. Misalnya:
Pada pasien dengan gejala berat atau OMA yang kemungkinan disebabkan
Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis, antibiotik yang kemudian
dipilih adalah amoxicillin-clavulanate. Sumber lain menyatakan pemberian
amoxicillin-clavulanate dilakukan jika gejala tidak membaik dalam tujuh hari
atau kembali muncul dalam 14 hari.
Jika pasien alergi ringan terhadap amoxicillin, dapat diberikan cephalosporin
seperti cefdinir, cefpodoxime, atau cefuroxime.
Pada alergi berat terhadap amoxicillin, yang diberikan adalah azithromycin atau
clarithromycin.
Pilihan lainnya adalah erythromycin-sulfisoxazole atau sulfamethoxazole-
trimethoprim.
Namun kedua kombinasi ini bukan pilihan pada OMA yang tidak membaik
dengan amoxicillin.
Jika pemberian amoxicillin-clavulanate juga tidak memberikan hasil, pilihan yang
diambil adalah ceftriaxone selama tiga hari.
Perlu diperhatikan bahwa cephalosporin yang digunakan pada OMA umumnya
merupakan generasi kedua atau generasi ketiga dengan spektrum luas. Demikian
11

juga azythromycin atau clarythromycin. Antibiotik dengan spektrum luas,


walaupun dapat membunuh lebih banyak jenis bakteri, memiliki risiko yang lebih
besar. Bakteri normal di tubuh akan dapat terbunuh sehingga keseimbangan flora
di tubuh terganggu. Selain itu risiko terbentuknya bakteri yang resisten terhadap
antibiotik akan lebih besar.
Pemberian antibiotik pada otitis media dilakukan selama sepuluh hari pada anak
berusia di bawah dua tahun atau anak dengan gejala berat.
Pada usia enam tahun ke atas, pemberian antibiotik cukup 5-7 hari. Di Inggris,
anjuran pemberian antibiotik adalah 3-7 hari atau lima hari.
Tidak adanya perbedaan bermakna antara pemberian antibiotik dalam jangka
waktu kurang dari tujuh hari dibandingkan dengan pemberian lebih dari tujuh
hari. Pemberian antibiotik dalam waktu yang lebih lama meningkatkan risiko efek
samping dan resistensi bakteri.
b. Pemberian Analgesia/pereda nyeri
Penanganan OMA selayaknya disertai penghilang nyeri (analgesia).
Analgesia yang umumnya digunakan adalah analgesia sederhana seperti
paracetamol atau ibuprofen.
Namun perlu diperhatikan bahwa pada penggunaan ibuprofen, harus dipastikan
bahwa anak tidak mengalami gangguan pencernaan seperti muntah atau diare
karena ibuprofen dapat memperparah iritasi saluran cerna.
c. Obat lain
Pemberian obat-obatan lain seperti antihistamin (antialergi) atau dekongestan
tidak memberikan manfaat bagi anak.
Pemberian kortikosteroid juga tidak dianjurkan.
Myringotomy (myringotomy: melubangi gendang telinga untuk mengeluarkan
cairan yang menumpuk di belakangnya) juga hanya dilakukan pada kasus-kasus
khusus di mana terjadi gejala yang sangat berat atau ada komplikasi.
Cairan yang keluar harus dikultur.
Pemberian antibiotik sebagai profilaksis untuk mencegah berulangnya OMA
tidak memiliki bukti yang cukup.
12

2.10 Konsep Keperawatan


KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN OTITIS MEDIA

1. PENGKAJIAN
Tanggal/jam : Untuk mengetahui kapan mulai dilakukan pengkajian pada klien
Tempat : Untuk mengetahui dimana dilakukan pengkajian pada klien
Pengkaji : Untuk mengetahui nama pengkaji

A. Data Subyektif
1) Biodata
a. Nama : nama Klien untuk mengenal, memanggil, dan menghindari
terjadinya kekeliruan.
b. Umur : mengetahui usia Klien
c. Agama :ditanyakan untuk mengetahui kemungkinan pengaruhnya terhadap
kebiasaan kesehatan pasien / klien. Dengan diketahuinya agama
pasien, akan memudahkan melakukan pendekatan di dalam
melaksanakan asuhan keperawatan.
d. Suku : untuk mengetahui dari suku mana Klien berasal dan menentukan
cara pendekatan serta pemberian asuhan.
e.Pendidikan : untuk mengetahui tingkat pengetahuan sebagai dasar dalam
memberikan asuhan.
f. Pekerjaan : untuk mengetahui bagaimana taraf hidup dan sosial ekonomi klien
g. Alamat : untuk mengetahui tempat tinggal klien dan menilai apakah
lingkungan cukup aman bagi kesehatannya

2). Keluhan Utama


gejala utama nyeri serta hilangnya pendengaran. Data harus disertai pernyataan
mengenai mulai serangan, lamanya, tingkat nyerinya. Rasa nyeri timbul karena
adanya tekanan kepada kulit dinding saluran yang sangat sensitif dan kepada
membran timpani oleh cairan getah radang yang terbentuk didalam telinga tengah.
Saluran eksterna yang penuh dan cairan di telinga tengah mengganggu lewatnya
gelombang suara, hal ini menyebabkan pendengaran berkurang.

3). Riwayat kesehatan sekarang


kaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa, Seperti
penjabaran dari riwayat adanya kelainan nyeri yang dirasakan.
13

4). Riwayat kesehatan dahulu


Apakah ada kebiasaan berenang, apakah pernah menderita gangguan pendengaran
(kapan, berapa lama, pengobatan apa yang dilakukan, bagaimana kebiasaan
membersihkan telinga, keadaan lingkungan tenan, daerah industri, daerah polusi),
apakah riwayat pada anggota keluarga.

5). Riwayat kesehatan keluarga


Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang sama.
Ada atau tidaknya riwayat infeksi saluran nafas atas yang berulang dan riwayat
alergi pada keluarga.

6). Pola aktivitas sehari-hari


Yang perlu dikaji pada kegiatan sehari-hari adalah sebagai berikut :
a. Nutrisi dan cairan
Apakah ada perubahan dengan pola makan, frekuensi makan, apakah intake dan
output cairan seimbang, jenis makanan. Biasanya pada sebagian klien otitis
media mengalami anoreksia, mual dan muntah.
b. Eliminasi
Meliputi frekuensi, warna, bau, konsistensinya serta kesulitan BAB dan BAK,
apakah ada perubahan selama sakit atau tidak
c. Istirahat dan Tidur
Meliputi kualitas dan kuantitas tidur, kebiasaan dan masalah yang menggangu
tidur, serta ada perubahan selama sakit atau tidak. Tidur mungkin terganggu
akibat nyeri yang dirasakan.
d. Aktivitas sehari-hari
Meliputi kegiatan sehari-hari yang biasanya dilakukan oleh pasien sebelum dan
saat sakit. Biasanya klien dengan otitis media mengalami gangguan dalam
beraktifitas karena nyeri yang dirasakan.
e. Personal hygine
Meliputi frekuensi mandi, gosok gigi, keramas. Kemampuan klien dalam
melakukan ADL apakah ada perubahan selama sakit atau tidak.
14

7). Data Psikologis


Biasanya klien dengan otitis media mengalami cemas dan takut terhadap
penyakitnya.

8). Data Sosial


Biasanya klien akan merasa harga diri rendah, minder, dan menjauh dari lingkungan
karena malu akibat bau busuk pada cairan yang keluar dari telinganya. Keluarga
berperan membantu klien dalam pemenuhan kebutuhannya, memotivasi klien dan
juga membantu aktivitas sosial antara klien dengan keluarga dan lingkungan sekitar.

9). Data Spiritual


Pada umumnya kepercayaan klien tidak terganggu dalam menjalani ibadahnya dan
semakin mendekatkan diri pada Tuhan untuk kesembuhan penyakitnya.

B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan umum.
Pasien tampak lemah/cukup baik
Kesadaran penderita kompos mentis, apatis, somnolens, sopor, soporokoma
dan coma
b. tanda-tanda Vital
Tekanan darah, Pernapasan, Nadi, Temperatur
2. Pemerikasaan fisik
a. Kulit, rambut, dan kuku
Inspeksi warna kulit, jaringan parut, lesi dan vaskularisasi
Inspeksi dan palpasi kuku tentang warna, bentuk, dan catat adanya
abnormalitas
Palasi kulit untuk mengetahui suhu, turgor, tekstur (halus/kasar)edema, dan
massa
b. Kepala:
Inspeksi kesimetrisan muka, tengkorak, kulit kepala (lesi, massa)
15

Palpasi dengan cara merotasi dengan lembut ujung jari ke bawah dari tengah
garis kepala ke samping. Untuk mengetahui adanya bentuk kepala,
pembengkakan, massa, dan nyeri tekan, kekuatan akar rambut.
c. Mata
Inspeksi kelopak mata, perhatikan bentuk dan kesimetrisannya
Inspeksi daerah orbital adanya edema, kemerahan, atau jaringan lunak
dibawah bidang orbital.
Inspeksi konjungtiva dan sklera dengan menarik/ membuka kelopak mata.
Perhatikan warna, edema, dan lesi.
Inspeksi kornea (kejernihan dan tekstur kornea) dengan berdiri disamping
klien dengan menggunakan sinar cahaya tidak langsung.
d. Hidung
Inspeksi hidung eksterna dengan melihat bentuk, kesimetrisan, adanya
deformitas atau lesi, dan cairan yang keluar.
Palpasi lembut batang dan jaringan lunak hudung adanya nyeri, massa dan
nyeri, massa dan penyipangan bentuk, serta palpasi sinus-sinus hidung.
Periksa patensi neres dengan meletakkan jari di depan lubang hidung dan
minta pasien bernapas melalui hidung. Bandingkan antara neres kanan dan
kiri, kaji kemampuan pasien membau (nervus olfaktorius).
Masukkan spekulum hidung dengan minta pasien mengangkat kepala
kebelakang. Dengan bantuan penlight amati warna, lesi, cairan, massa, dan
pembengkakan.
e. Telinga
Inspeksi kesimetrisan dan letak telinga
Inspeksi telinga luar, ukuran, bentuk, warna, dan adanya lesi.
Palpasi kartilago telinga untuk mengetahui jaringan lunak. Tekan tragus
kedalam dan tulang telinga ke bawah daun telinga (bila peradangan akan
nyeri).
Palpasi tulang telinga (prosesus mastoideus)
f. Mulut dan faring
Inspeksi warna dan mukosa bibir, lesi, dan kelainan koninetal
Melakukan pemeriksaan pembedaan rasa pada ujung lidah (nervus)
Menguji sensasi faring (berkata ah). (nervus vagus).
16

g. Leher
Inspeksi bentuk leher, kesimetrisan, warna kulit, adanya pembengkakakan,
jaringan parut atau massa (muskulus sternokleidomastoideus)
Inspeksi gerakan leher ke kanan dan ke kiri (nervus aksesorius)
Inspeksi kelenjar tiroid dengan minta pasien menelan dan amati gerakan
kelenjar tiroid pada takik suprasternal (normalnya tidak dapat dilihat)
Palpasi kelenjar limfe/kelenjar getah bening
Palpasi kelenjar tiroid
h. Thorak
Inspeksi kelainan bentuk thorak (barrel chest, pigeon chest, funnel chest).
Palpasi adanya krepitus pada kosta
Khusus pasien wanita dilakukan pemeriksaan inspeksi payudara: bentuk,
ukuran.
i. Paru
Inspeksi kesimetrisan paru
Palpasi (taktil fremitus) dengan meminta pasien menebutkan angka atau huruf
yang bergetar (contoh 777). Bandingkan paru kanan dan kiri.
Perkusi dari puncak paru ke bawah (supraskapularis/3-4 jari dari pundak
sampai dengan torakal 10). Catat suara perkusi: sonor/hipersonor/redup.
Auskultasi bunyi paru saat inspirasi dan akspirasi (vesikuler, bronhovesikuler,
bronchial, tracheal; suara abnormal: whezzing, ronchi, krekles.
j. Jantung dan pembuluh darah
Inspeksi titik impuls maksimal, denyutan apical.
Palpasi area aorta pada interkosta ke-2 kanan, pulmonal pada interkosta ke-2
kiri, dan pindah jari-jari ke interkosta 3, dan 4 kiri daerah trikuspidalis, dan
mitral pada interkosta 5 kiri.
Perkusi untuk mengetahui batas jantung (atas-bawah, kanan-kiri).
Auskultasi bunyi jantung I dan II pada 4 titik (tiap katup jantung), dan adanya
bunyi jantung tambahan.
Periksa vaskularisasi perifer dengan meraba kekuatan denyut nadi.
k. Abdomen
Inspeksi dari depan dan samping pasien (adanya pembesaran, datar, cekung,
kebersihan umbilikus)
17

Auskultasi 4 kuadran (peristaltik usus diukur dalam 1 menit, bising usus)


Palpasi: epigastrium, lien, hepar, ginjal, dan suprapubik.
Perkusi: 4 kuadran (timpani, hipertimpani, pekak)
Melakukan pemeriksaan turgor kulit abdomen
l. Genitourinari
Inspeksi anus (kebersihan, lesi,massa,perdarahan) dan lakukan tindakan rectal
touche (khusus laki-laki untuk mengetahui pembesaran prostat).
Inspeksi alat kelamin/genitalia wanita: kebersihan, lesi,massa, keputihan,
perdarahan, ciran, bau, pertumbuhan rambut.
m. Ekstremitas
Inspeksi ekstremitas atas dan bawah: kesimetrisan, lesi, massa
Palpasi: tonus otot, kekuatan otot
Kaji sirkulasi: akral hangat/dingin, warna, capillary reffil time, danedema
Kaji kemampuan pergerakan sendi
3. Pemeriksaan Penunjang
Timpanogram
Tes Rinne
Tes Weber
Tes Bisik

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1) Nyeri b/d Proses inflamasi pada jaringan telinga tengah
2) Gangguan komunikasi b/d Efek kehilangan pendengaran
3) Resiko tinggi cedera b/d vertigo
4) Cemas b/d nyeri yang semakin memberat

III. INTERVENSI DAN RASIONAL

1. Nyeri b/d Proses inflamasi pada jaringan telinga tengah

Tujuan : Penurunan rasa nyeri


Kriteria hasil : Klien mengungkapkan bahwa nyeri berkurang, klien mampu
melakukan metode pengalihan suasana
18

Intervensi
1). selidiki keluhan nyeri,perhatikan lokasi, intensitas (skala 0/10) dan factor
pemberat atau penghilang
rasional : membantu mengidentifikasi intervensi yang tepat dan mengevaluasi
keefektifan analgesic.
2). Alihkan perhatian klien dengan menggunakan teknik-teknik relaksasi, relaksasi
seperti menerik nafas panjang.
Rasional : Metode pengalihan suasana dengan melakukan relaksasi bisa
mengurangi nyeri yang diderita klien.
3). Atur posisi klien
Rasional : Posisi yang sesuai akan membuat klien merasa nyaman.
4). Beri informasi kepada klien dan keluarga tentang nyeri yang dirasakan.
Rasional : informasi yang cukup dapat menurangi kecemasan yang dirasakan
oleh klien dan keluarga
5). Kolaborasi, beri analgesik sesuai indikasi
Rasional : Analgesik merupakan pereda nyeri yang efektif pada pasien
untuk mengurangi sensasi nyeri dari dalam.

2. Gangguan komunikasi b/d Efek kehilangan pendengaran.


Tujuan : Gangguan komunikasi berkurang / hilang
Kriteria hasil : Klien memakai alat bantu dengar ( jika sesuai ), menerima pesan
melalui metode pilihan ( misal: komunikasi lisan, bahasa lambang,
berbicara dengan jelas pada telinga yang baik
Intervensi
1). Dapatkan apa metode komunikasi yang diinginkan dan catat pada rencana
perawatan metode yang digunakan oleh staf dan klien, seperti : tulisan,
berbicara, bahasa isyarat.
Rasional :Dengan mengetahui metode komunikasi yang diinginkan oleh klien
maka metode yang akan digunakan dapat disesuaikan dengan kemampuan dan
keterbatasan klien
2). Pantau kemampuan klien untuk menerima pesan secara verbal.
a. Jika ia dapat mendengar pada satu telinga, berbicara dengan perlahan dan
jelas langsung ke telinga yang baik
- Tempatkan klien dengan telinga yang baik berhadapan dengan pintu
19

- Dekati klien dari sisi telinga yang baik


b. Jika klien dapat membaca ucapan:
- Lihat langsung pada klien dan bicaralah lambat dan jelas
- Hindari berdiri di depan cahaya karena dapat menyebabkan klien tidak
dapat membaca bibir anda
c. Perkecil distraksi yang dapat menghambat konsentrasi klien
- Minimalkan percakapan jika klien kelelahan atau gunakan komunikasi
tertulis
- Tegaskan komunikasi penting dengan menuliskannya
d. Jika ia hanya mampu berbahasa isyarat, sediakan penerjemah. Alamatkan
semua komunikasi pada klien, tidak kepada penerjemah. Jadi seolah-olah
perawat sendiri yang langsung berbicara pada klien dengan mengabaikan
keberadaan penerjemah
Rasional : Pesan yang ingin disampaikan oleh perawat kepada klien dapat
diterima dengan baik oleh klien.
3). Gunakan faktor-faktor yang meningkatkan pendengaran dan pemahaman
a. Bicara dengan jelas menghadap individu
b. Ulangi jika kilen tidak memahami seluruh isi pembicaraan
c. Gunakan rabaan dan isyarat untuk meningkatkan komunikasi
d. Validasi pemahaman individu dengan mengajukan pertanyaan yang
memerlukan jawaban lebih dari ya dan tidak
Rasional : Memungkinkan komunikasi dua arah antara perawat dengan klien
dapat berjalan dengan baik dan klien dapat menerima pesan perawat secara
tepat.

3. Resiko tinggi cedera b/d Vertigo


Tujuan : Resiko cedera tidak terjadi
Kriteria hasil : Klien bisa dari cedera yang berkaitan dengan ketidakseimbangan
dan/atau jatuh.
Intervensi
1). Ajarkan atau tekankan terapi vestibuler/keseimbangan sesuai ketentuan.
Rasional : Latihan mempercepat kompensasi labirintin, yang dapat mengurangi
vertigo dan gangguan cara jalan.
20

2). Berikan atau ajari cara pemberian, obat antivertigo dan/atau obat penenang
vestibuler; beri petunjuk pada pasien mengenai efek sampingnya.
Rasional : Menghilangkan gejala akut vertigo
3). Dorong pasien unutk berbaring bila merasa pusing; dengan pagar tempat tidur
dinaikkan.
Rasional : Mengurangi kemungkinan jatuh dan cedera.

4. Cemas b/d nyeri yang semakin memberat


Tujuan : Rasa Cemas klien akan berkurang/hilang.
Kriteria hasil : klien mampu mengungkapkan ketakutan / kekawatirannya.
Respon klien tampak tersenyum
1). Berikan informasi kepada klien seputar kondisinya dan gangguan yang dialaminya
Rasional :menunjukkan kepada klien bahwa dia dapat berkomunikasi dengan
efektif tanpa menggunakan alat khusus,sehingga dapat mengurangi cemasnya.
2). Diskusikan dengan klien mengenai kemungkinan kemajuan dan fungsi
pendengarannya untuk mempertahankan harapan klien dalam berkomunikasi.
Rasional :harapan-harapan yang tidak realistis tidak dapat mengurangi
kecemasan, justru malah menimbulkan ketidakpercayaan klien terhadap perawat.
3). Berikan informasi mengenai kelompok yang juga pernah mengalami gangguan
seperti yang dialami klien untuk memberikan dukungan kepada klien.
Rasional : memungkinkan klien untuk memilih metode komunikasi yang paling
tepat untuk kehidupannya sehari-hari disesuaikan dengan tingkat keterampilannya
sehingga mengurangi rasa cemas dan frustasinya.
4). Berikan informasi mengenai sumber-sumber dan alat-alat yang tersedia yang dapat
membantu klien.
Rasional : dukungan dari beberapa orang yang memiliki pengalaman yang sama
akan sangat membantu klien.

IV. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah tindakan yang dilakukan sesuai dengan rencana asuhan
keperawatan yang telah disusun atau ditentukan sebelumnya berdasarkan rencana
tindakan yang telah dibuat, dimana tindakan yang dilakukan mencakup tindakan
mandiri dan kolaborasi (Tarwoto & Wartonah, 2003)..
21

V. EVALUASI
Nyeri teratasi
Pasien mampu berkomunikasi dengan baik
Vertigo pasien teratasi
Pasien mengerti dan memahami tentang penyakitnya.

Anda mungkin juga menyukai