Bab 2
Bab 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Otitis media ialah inflamasi telinga tengah (Sowden dan Cecily 2002, h.370). otitis
media akut adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah
(Kapita selekta kedokteran, 2002).
Otitis media akut adalah proses infeksi yang ditentukan oleh adanya cairan di telinga
atau gangguan dengar, serta gejala penyerta lainnaya tergantung berat ringannya penyakit,
antara lain : demam, iritabilitas, letargi, anoreksia, vomiting, bulging hingga perforasi
membrana tympani yang dapat diikuti dengan drainase purulen. Otitis media akut adalah
infeksi yang disebabkan oleh bakteri pada ruang udara pada tulang temporal (CMDT, edisi
3 , 2004 )
2.3 Etiologi
1. Disfungsi atau sumbatan tuba eutachius merupakan penyebab utama dari otitis media
yang menyebabkan pertahan tubuh pada silia mukosa tuba eutachius
terganggu,sehingga pencegahaan invasi kuman ke dalam telingah tengah juga akan
terganggu.
3
4
2.5 PATOFISIOLOGI
Otitis media terjadi akibat disfungsi tuba eustasius. Tuba tersebut, yang
menghubungkan telinga tengah dengan nasofaring, normalnya tertutup dan datar yang
mencegah organisme dari rongga faring memasuki telinga tengah. Lubang tersebut
memungkinkan terjadinya drainase sekret yang dihasilkan oleh mukosa telinga tengah
dan memungkinkan terjadinya keseimbangan antara telinga tengah dan lingkungan
luar. Drainase yang terganggu menyebabkan retensi sekret di dalam telinga tengah.
Udara, tidak dapat ke luar melalui tuba yang tersumbat, sehingga diserap ke dalam
sirkulasi yang menyebabkan tekanan negatif di dalam telinga tengah. Jika tuba
tersebut terbuka, perbedaan tekanan ini menyebabkan bakteri masuk ke ruang telinga
6
timpani menonjol kearah liang telinga luar. Pada keadaan ini pasien tampak sakit, suhu
meningkat, rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan nanah di cavum
timpani tidak berkurang, maka terjadi ischemia akibat tekanan pada kapiler dan
timbulnya trombophlebitis pada vena kecil dan nekrosis mukosa, dan submukosa.
Nekrosis terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan dan di
tempat ini akan terjadi ruptur.
4. Stadium perforasi
Akibat terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi, maka
dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke
liang telinga luar, pada keadaan ini anak yang tadinya gelisah menjadi tenang, suhu
badan turun dan anak tidur nyenyak. Keadaan ini disebut Otitis Media Akut Stadium
Perforasi.
5. Stadium resolusi
Bila membran timpani utuh maka perlahan-lahan akan normal kembali, bila sudah
perforasi maka secret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahanm tubuh baik
atau virulensi kuman reda, maka resolusi dapat terjadi, walaupun tanpa pengobatan.
2.7 KOMPLIKASI
Komplikasi yang serius adalah:
Infeksi pada tulang di sekitar telinga tengah (mastoiditis atau petrositis)
Labirintitis (infeksi pada kanalis semisirkuler)
Tuli
Peradangan pada selaput otak (meningitis)
Abses Otak
Tanda-tanda terjadinya komplikasi:
Sakit kepala
Tuli yang terjadi secara mendadak
Vertigo (perasaan berputar)
Demam dan menggigil.
2. Kultur dan uji sensitivitas hanya dapat dilakukan bila dilakukan timpanosentesis
(aspirasi jarum dari telinga tengah melalui membran timpani). Uji sensitivitas dan
kultur dapat dilakukan untuk mengidentifikasi organisme pada sekret telinga.
3. Pengujian audiometrik menghasilkan data dasar atau mendeteksi setiap kehilangan
pendengaran sekunder akibat infeksi berulang.
2.9 Penatalaksanaan
Terapi bergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal
ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik,
dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik.
1. Stadium Oklusi
Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di
telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,25 % untuk anak < 12
tahun atau HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologis untuk anak diatas 12 tahun dan
dewasa. Sumber infeksi lokal harus diobati. Antibiotik diberikan bila penyebabnya
kuman
2. Stadium Presupurasi
Diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Bila membran timpani sudah
terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Dianjurkan pemberian
antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan
kombinasi dengan asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan
penisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak
terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan
kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari.
3. Stadium Supurasi
Selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila membran
timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur.
4. Stadium Perforasi
Terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut. Diberikan obat cuci telinga
H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya
sekret akan hilang dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari.
5. Stadium Resolusi
9
Membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan perforasi
menutup. Bila tidak, antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila tetap, mungkin
telah terjadi mastoiditis.
a. Pemberian Antibiotik
1. OMA umumnya adalah penyakit yang akan sembuh dengan sendirinya.
2. Sekitar 80% OMA sembuh dalam 3 hari tanpa antibiotik. Penggunaan antibiotik
tidak
3. mengurangi komplikasi yang dapat terjadi, termasuk berkurangnya pendengaran.
4. Observasi dapat dilakukan pada sebagian besar kasus. Jika gejala tidak membaik
dalam 48-72 jam atau ada perburukan gejala, antibiotik diberikan.
American Academy of Pediatrics (AAP) mengkategorikan OMA yang dapat
diobservasi dan yang harus segera diterapi dengan antibiotik sebagai berikut:
Usia Diagnosis pasti Diagnosis meragukan
< 6 bln Antibiotik Antibiotik
6 bln 2 th Antibiotik Antibiotik jika gejala berat,
observasi jika gejala ringan
2 thn Antibiotik jika gejala berat, Observasi
observasi jika gejala ringan
Yang dimaksud dengan gejala ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam
<39C dalam 24 jam terakhir. Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang
berat atau demam 39C.
Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia enam
bulan dua tahun dengan gejala ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis
meragukan pada anak di atas dua tahun. Untuk dapat memilih observasi, follow-
up harus dipastikan dapat terlaksana. Analgesia tetap diberikan pada masa
observasi.
British Medical Journal memberikan kriteria yang sedikit berbeda untuk
menerapkan observasi ini.10 Menurut BMJ, pilihan observasi dapat dilakukan
terutama pada anak tanpa gejala umum seperti demam dan muntah.
Jika diputuskan untuk memberikan antibiotik, pilihan pertama untuk sebagian
besar anak adalah amoxicillin.
10
1. PENGKAJIAN
Tanggal/jam : Untuk mengetahui kapan mulai dilakukan pengkajian pada klien
Tempat : Untuk mengetahui dimana dilakukan pengkajian pada klien
Pengkaji : Untuk mengetahui nama pengkaji
A. Data Subyektif
1) Biodata
a. Nama : nama Klien untuk mengenal, memanggil, dan menghindari
terjadinya kekeliruan.
b. Umur : mengetahui usia Klien
c. Agama :ditanyakan untuk mengetahui kemungkinan pengaruhnya terhadap
kebiasaan kesehatan pasien / klien. Dengan diketahuinya agama
pasien, akan memudahkan melakukan pendekatan di dalam
melaksanakan asuhan keperawatan.
d. Suku : untuk mengetahui dari suku mana Klien berasal dan menentukan
cara pendekatan serta pemberian asuhan.
e.Pendidikan : untuk mengetahui tingkat pengetahuan sebagai dasar dalam
memberikan asuhan.
f. Pekerjaan : untuk mengetahui bagaimana taraf hidup dan sosial ekonomi klien
g. Alamat : untuk mengetahui tempat tinggal klien dan menilai apakah
lingkungan cukup aman bagi kesehatannya
B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan umum.
Pasien tampak lemah/cukup baik
Kesadaran penderita kompos mentis, apatis, somnolens, sopor, soporokoma
dan coma
b. tanda-tanda Vital
Tekanan darah, Pernapasan, Nadi, Temperatur
2. Pemerikasaan fisik
a. Kulit, rambut, dan kuku
Inspeksi warna kulit, jaringan parut, lesi dan vaskularisasi
Inspeksi dan palpasi kuku tentang warna, bentuk, dan catat adanya
abnormalitas
Palasi kulit untuk mengetahui suhu, turgor, tekstur (halus/kasar)edema, dan
massa
b. Kepala:
Inspeksi kesimetrisan muka, tengkorak, kulit kepala (lesi, massa)
15
Palpasi dengan cara merotasi dengan lembut ujung jari ke bawah dari tengah
garis kepala ke samping. Untuk mengetahui adanya bentuk kepala,
pembengkakan, massa, dan nyeri tekan, kekuatan akar rambut.
c. Mata
Inspeksi kelopak mata, perhatikan bentuk dan kesimetrisannya
Inspeksi daerah orbital adanya edema, kemerahan, atau jaringan lunak
dibawah bidang orbital.
Inspeksi konjungtiva dan sklera dengan menarik/ membuka kelopak mata.
Perhatikan warna, edema, dan lesi.
Inspeksi kornea (kejernihan dan tekstur kornea) dengan berdiri disamping
klien dengan menggunakan sinar cahaya tidak langsung.
d. Hidung
Inspeksi hidung eksterna dengan melihat bentuk, kesimetrisan, adanya
deformitas atau lesi, dan cairan yang keluar.
Palpasi lembut batang dan jaringan lunak hudung adanya nyeri, massa dan
nyeri, massa dan penyipangan bentuk, serta palpasi sinus-sinus hidung.
Periksa patensi neres dengan meletakkan jari di depan lubang hidung dan
minta pasien bernapas melalui hidung. Bandingkan antara neres kanan dan
kiri, kaji kemampuan pasien membau (nervus olfaktorius).
Masukkan spekulum hidung dengan minta pasien mengangkat kepala
kebelakang. Dengan bantuan penlight amati warna, lesi, cairan, massa, dan
pembengkakan.
e. Telinga
Inspeksi kesimetrisan dan letak telinga
Inspeksi telinga luar, ukuran, bentuk, warna, dan adanya lesi.
Palpasi kartilago telinga untuk mengetahui jaringan lunak. Tekan tragus
kedalam dan tulang telinga ke bawah daun telinga (bila peradangan akan
nyeri).
Palpasi tulang telinga (prosesus mastoideus)
f. Mulut dan faring
Inspeksi warna dan mukosa bibir, lesi, dan kelainan koninetal
Melakukan pemeriksaan pembedaan rasa pada ujung lidah (nervus)
Menguji sensasi faring (berkata ah). (nervus vagus).
16
g. Leher
Inspeksi bentuk leher, kesimetrisan, warna kulit, adanya pembengkakakan,
jaringan parut atau massa (muskulus sternokleidomastoideus)
Inspeksi gerakan leher ke kanan dan ke kiri (nervus aksesorius)
Inspeksi kelenjar tiroid dengan minta pasien menelan dan amati gerakan
kelenjar tiroid pada takik suprasternal (normalnya tidak dapat dilihat)
Palpasi kelenjar limfe/kelenjar getah bening
Palpasi kelenjar tiroid
h. Thorak
Inspeksi kelainan bentuk thorak (barrel chest, pigeon chest, funnel chest).
Palpasi adanya krepitus pada kosta
Khusus pasien wanita dilakukan pemeriksaan inspeksi payudara: bentuk,
ukuran.
i. Paru
Inspeksi kesimetrisan paru
Palpasi (taktil fremitus) dengan meminta pasien menebutkan angka atau huruf
yang bergetar (contoh 777). Bandingkan paru kanan dan kiri.
Perkusi dari puncak paru ke bawah (supraskapularis/3-4 jari dari pundak
sampai dengan torakal 10). Catat suara perkusi: sonor/hipersonor/redup.
Auskultasi bunyi paru saat inspirasi dan akspirasi (vesikuler, bronhovesikuler,
bronchial, tracheal; suara abnormal: whezzing, ronchi, krekles.
j. Jantung dan pembuluh darah
Inspeksi titik impuls maksimal, denyutan apical.
Palpasi area aorta pada interkosta ke-2 kanan, pulmonal pada interkosta ke-2
kiri, dan pindah jari-jari ke interkosta 3, dan 4 kiri daerah trikuspidalis, dan
mitral pada interkosta 5 kiri.
Perkusi untuk mengetahui batas jantung (atas-bawah, kanan-kiri).
Auskultasi bunyi jantung I dan II pada 4 titik (tiap katup jantung), dan adanya
bunyi jantung tambahan.
Periksa vaskularisasi perifer dengan meraba kekuatan denyut nadi.
k. Abdomen
Inspeksi dari depan dan samping pasien (adanya pembesaran, datar, cekung,
kebersihan umbilikus)
17
Intervensi
1). selidiki keluhan nyeri,perhatikan lokasi, intensitas (skala 0/10) dan factor
pemberat atau penghilang
rasional : membantu mengidentifikasi intervensi yang tepat dan mengevaluasi
keefektifan analgesic.
2). Alihkan perhatian klien dengan menggunakan teknik-teknik relaksasi, relaksasi
seperti menerik nafas panjang.
Rasional : Metode pengalihan suasana dengan melakukan relaksasi bisa
mengurangi nyeri yang diderita klien.
3). Atur posisi klien
Rasional : Posisi yang sesuai akan membuat klien merasa nyaman.
4). Beri informasi kepada klien dan keluarga tentang nyeri yang dirasakan.
Rasional : informasi yang cukup dapat menurangi kecemasan yang dirasakan
oleh klien dan keluarga
5). Kolaborasi, beri analgesik sesuai indikasi
Rasional : Analgesik merupakan pereda nyeri yang efektif pada pasien
untuk mengurangi sensasi nyeri dari dalam.
2). Berikan atau ajari cara pemberian, obat antivertigo dan/atau obat penenang
vestibuler; beri petunjuk pada pasien mengenai efek sampingnya.
Rasional : Menghilangkan gejala akut vertigo
3). Dorong pasien unutk berbaring bila merasa pusing; dengan pagar tempat tidur
dinaikkan.
Rasional : Mengurangi kemungkinan jatuh dan cedera.
IV. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah tindakan yang dilakukan sesuai dengan rencana asuhan
keperawatan yang telah disusun atau ditentukan sebelumnya berdasarkan rencana
tindakan yang telah dibuat, dimana tindakan yang dilakukan mencakup tindakan
mandiri dan kolaborasi (Tarwoto & Wartonah, 2003)..
21
V. EVALUASI
Nyeri teratasi
Pasien mampu berkomunikasi dengan baik
Vertigo pasien teratasi
Pasien mengerti dan memahami tentang penyakitnya.