Disusun oleh:
1. Haryati 1506786264
2. Ice Marini 1506786320
Angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan adalah banyaknya tiap-tiap zat gizi
esensial yang harus dipenuhi dari makanan sehari-hari untuk mencegah defisiensi zat gizi
(Sudiarti & Utari, 2006). AKG dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, berat badan, aktivitas
fisik, dan keadaan fisiologis
Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk Lansia
Zat Gizi Pria Wanita
(berat badan = 62 kg) (berat badan = 54 kg)
Energi (kkal) 2.050 1.600
Protein (g) 60 45
Vitamin
- A (mcg RE) 600 500
- D (mcg) 15 15
- E (mcg) 15 15
- K (mcg) 65 55
- C (mcg) 90 75
- Tiamina (mg) 1,0 0,8
- Riboflavin (mg) 1,3 1,1
- Niasin (mg NE) 1,6 1,4
- B6 (mg) 1,7 1,5
- Folat (mcg) 400 400
- B12 (mcg) 2,4 2,4
Mineral
- Kalsium (mg) 800 800
- Fosfor (mg) 600 600
- Magnesium (mg) 300 270
- FE/Besi (mg) 13 12
- Zn (mg) 13,4 9,8
- Yodium (mg) 150 150
- Se (mcg) 30 30
Cara yang dianjurkan untuk menilai asupan makanan adalah dengan ongoing
record atau check list yang pengisiannya dilakukan segera setelah selesai maka
2.7 Masalah Gizi Pada Lansia
1) Kehilangan Berat Badan
Kehilangan berat badan pada lansia dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian besar
yaitu :
a. Wasting, kehilangan berat badan tidak disadari pada umumnya karena asupan
yang tidak adekuat. Asupan yang tidak adekuat disebabkan oleh penyakit
maupun faktor psikososial.
b. Cachexia, kehilangan massa tubuh bebas lemak yang tidak disadari yang
disebabkan oleh proses katabolisme, ditandai oleh peningkatan rate metabolik
dan peningkatan pemecahan protein.
c. Sarcopenia, kehilangan massa otot yang tidak disadari sebagai bagian dari
proses menua. Kadang-kadang tidak ada penyakit yang mendasari.
Faktor risiko terjadinya malnutrisi pada lansia antara lain beberapa faktor medis
seperti selera makan rendah, gangguan gigi-geligi, disfagia, gangguan fungsi pada indera
penciuman dan pengecapan pernafasan, saluran cerna, neurologi, infeksi, cacat fisik dan
penyakit lain seperti kanker. Kurangnya pengetahuan mengenai asupan makanan yang
baik bagi lansia, kesepian karena terpisah dari sanak keluarga dan kemiskinan juga
menentukan status gizi lansia. Adanya faktor psikologis seperti depresi, kecemasan dan
demensia yang mempunyai kotribusi yang besar dalam menentukan asupan makanan dan
zat gizi seorang lansia.
Pada lansia yang dirawat di rumah sakit, beberapa keadaan seperti makanan
rumah sakit dengan pilihan dan rasa makanan yang kurang disukai, waktu makan terbatas,
tidak mampu makan sendiri, pemandangan, suara dan bau sekitar yang tidak
menyenangkan, kebutuhan meningkat karena penyakitnya, puasa untuk prosedur
pemeriksaan faktor dapat menjadi faktor risiko terjadinya malnutrisi.
2) Obesitas
Perubahan komposisi tubuh yang terjadi pada lansia memberikan kontribusi
terjadinya obesitas terutama obesitas sentral. Proporsi lemak intra abdominal meningkat
progresif dengan meningkatnya usia. Pada lansia dengan obesitas, penurunan berat badan
dapat menurunkan kesakitan karena arthritis, diabetes dan menurunkan risiko penyakit
cardiovaskuler dan meningkatkan kualitas hidup. Peningkatan aktifitas fisik pada lansia
dapat memperbaiki kekuatan otot dan kesehatan lansia secara keseluruhan.
Besarnya permasalahan ini akan meningkat bilamana masukan energi tidak
dikurangi saat aktivitas jasmaniah semakin menurun. Obesitas yang ektrim jarang terjadi
begitu seseorang masuk usia pensiun. Obesitas biasanya disebabkan oleh kebiasaan makan
yang jelek sejak usia muda. Kita menyadari adanya berbagai kerugian yang ditimbulkan
oleh kegemukan dalam usia lanjut. Gerakan manula yang gemuk akan menjadi lebih sulit
lagi.
3) Osteoporosis
Setelah usia 30 tahun, seorang individu mulai kehilangan massa tulangnya. Pada
wanita, kehilangan massa tulang akan semakin meningkat setelah menopause, sehingga
lansia wanita mempunyai risiko tinggi untuk patah tulang (Osteoporosis tipe I). Pada
lansia laki-laki juga mempunyai risiko untuk menderita patah tulang pada usia sangat
lanjut, yaitu setelah 70 tahun (Osteoporosis tipe II).
Osteoporosis dapat dicegah dengan asupan kalsium dan vitamin D yang cukup,
olahraga dan menghindari merokok dan minum minuman beralkohol. Bila sudah terjadi
osteoporosis, penatalaksanaan yang dapat dilakukan antara lain menurunkan resorpsi
tulang dengan terapi sulih hormon dan biphosponat atau menstimulasi pembentukan tulang
dengan pemberian fluorida, calcitonin dan calcitriol.
4) Anemia Gizi
Anemia gizi dapat terjadi pada lansia karena asupan makanan yang menurun atau efek
samping obat-obatan. Pada umumnya lansia yang mempunyai berat badan rendah juga
menderita anemia. Anemia gizi yang terjadin pada lansia pada umumnya adalah defisiensi
besi, meskipun anemia defisiensi vitamin B12 juga sering ditemui.
Malnutri Pada Lansia
Malnutrisi seharusnya tidak terjadi lagi di abad modren ini. Namun di Inggris saja
ternyata dari hasil survey yang diselenggarakan oleh DHSS dan diterbitkan dalam tahun
1979 terlihat bahwa 3 persen dari jumlah subyek yang diteliti mengalami malnutrisi klinik.
Apabila angka ini, yang tidak mengikutsertakan kasus-kasus kegemukan, diterapkan dalam
keseluruhan populasi manula, maka akan terdapat 300.000 manula dengan diet tidak
memadai yang tanpa dapat dihindari membawa pengaruh buruk bagi kesehatan.
Kelainan gizi yang paling sering dijumpai dalam survey adalah obesitas, konsumsi
yang rendah pada asam folat, vitamin C, vitamin D, Vitamin B, zat besi dan kalsium.
Kaum manula yang menderita kesalahan gizi dapat dibagi menjadi tiga kelompok
malnutrisi umum, defesiensi nutrient tertentu dan obesitas.
a. Makanan harus mengandung zat gizi dari makanan yang beraneka ragam, yang terdiri dari
: zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur.
b. Perlu diperhatikan porsi makanan, jangan terlalu kenyang. Porsi makan hendaknya diatur
merata dalam satu hari sehingga dapat makan lebih sering dengan porsi yang kecil.
Berikut ini adalah beberapa tips perencanaan makanan untuk usia lanjut :
1. Kebutuhan kalori usia lanjut relatif lebih rendah dibandingkan ketika masih muda
karena tingkat aktivitas tubuh yang berkurang. Angka kecukupan gizi yang
dianjurkan untuk usia lanjut di Indonesia adalah 1850 kalori untuk wanita dan 2000
kalori untuk pria.
2. Kurangi konsumsi makanan tinggi kalori untuk menjaga agar berat badan tetap ideal.
3. Konsumsi karbohidrat sehari sekitar 60% dari total kalori. Makanan sumber
karbohidrat adalah nasi, roti,mie, jagung, tepung terigu, kentang pasta, ubi, singkong,
dll.
4. Batasi konsumsi karbohidrat sederhana seperti gula pasir, sirup, dll.
5. Dianjurkan untuk mengkonsumsi sumber protein berkualitas baik seperti susu, telur,
ayam tanpa kulit, tempe, dan tahu. Protein yang dikonsumsi sebaiknya berjumlah 15-
20% dari total kalori atau sekitar 40-74 gram sehari.
6. Kebutuhan lemak dalam sehari tidak lebih dari 25% dari total kalori atau sekitar 50
gram sehari. Hindari makanan yang mengandung lemak jenuh dan kolesterol tinggi
seperti otak, kuning telur, jerohan, daging berlemak, susu penuh (full cream), keju
dan mentega.
7. Dianjurkan untuk lebih banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak
nabati atau lemak tidak jenuh, seperti tempe, tahu, minyak jagung, alpukat, dll.
8. Minum air putih 1500-2000 cc (6-8 gelas) sehari
9. Kurangi konsumsi garam, vetsin, dan makanan yang menggunakan pengawet
10. Tingkatkan konsumsi makanan yang mengandung serat. Kebutuhan serat sehari untuk
usia lanjut adalah 25-30 gram. Serat banyak diperoleh dari sayuran dan buah-buahan,
serta biji-bijian seperti kacang.
11. Konsumsi cukup makanan yang mengandung kalsium, seperti susu, tempe, yogurt,
dll. Kalsium penting untuk kesehatan tulang.
12. Usahakan waktu makan teratur. Jadwal makan dapat dibuat lebih sering namun porsi
kecil.
13. Pilihlah makanan yang mudah dikunyah dan mudah dicerna serta hindari makanan
yang terlalu gurih dan manis.
14. Batasi minum kopi atau teh.
15. Hindari rokok dan alkohol.
Berikut ini merupakan contoh menu Lansia yang dapat diberikan pada lansia sehat
dengan kondisi status gizi normal
Contoh Menu Lansia Dalam 1 Hari
3.1 Kesimpulan
a. Manusia lanjut usia (Manula) dimasukkan ke dalam kelompok rentan gizi,
meskipun tidak ada hubungannya dengan pertumbuhan badan, bahkan
sebaliknya sudah terjadi involusi dan degenerasi jaringan dan sel-selnya.
Timbulnya kerentanan terhadap kondisi gizi disebabkan kondisi fisik baik
anatomis maupun fungsionalnya.
b. Kecukupan gizi pada manula sama seperti kecukupan gizi pada kelompok
penduduk yang lebih muda usianya. Satu satunya pengecualian adalah
penurunan kebutuhan akan energi yang mengikuti umur
c. Masalah gizi pada lansia :
1) Kehilangan Berat Badan
2) Obesitas
3) Osteoporosis
4) Anemia Gizi
d. Penyebab malnutrisi pada lansia
1) Usia yang amat lanjut
2) Isolasi sosial dan ketersendirian
3) Ketidaktahuan
4) Gangguan Kejiwaan
5) Ketidakmampuan jasmaniah
6) Diet dengan tujuan terapi
7) Gigi-geligi
e. Penatalaksanaan gizi pada lansia
1) Lansia sehat yang berada di tengah masyarakat
Keluarga berperan sangat besar dalam perawatan lansia. Lansia
membutuhkan bantuan dan atau perawatan dari keluarga/orang orang
disekitarnya terutama pada saat sakit dan tidak bisa merawat diri
sendiri.
2) Lansia yang Dirawat Di Rumah Sakit
Lansia yang dirawat di rumah sakit pada umumnya dalam keadaaan
multi patologis. Beberapa tahap yang dilalui dalam pengelolaan gizi
pada lansia yang dirawat di rumah sakit adalah penapisan gizi,
pemeriksaan klinis, antrometri, laboratorium, asesmen diet, diagnosis
gizi, intervensi gizi dan monitoring.
3) Pencegahan Malnutrisi
. Kursus pra-pensiun.
Simpanan makanan untuk keadaan mendadak.
Pendidikan gizi.
3.2 Saran
Dengan diketahuinya berbagai macam penyebab atau masalah pada lansia serta
penyelesaian masalah tersebut hendaknya dapat diaplikasikan untuk menambah pengetahuan
bagi orang orang yang berada atau tinggal dengan lansia dan menjadi pengetahuan bagi
lansia itu sendiri untuk mengatasi masalah masalah yang berkaitan dengan gizi lansia.
Telaah Jurnal 1
Judul : Hubungan Kehilangan Gigi dengan Status Gizi pada Lansia di Pantai
Werdha Salib Putih Salatiga
Metode : Penelitian deskriptif korelasi dengan pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan cross sectional. Populasi lansia di Panti Werdha Salib Putih
Salatiga bulan Agustus 2015 sebanyak 48 lansia. Metode pengambilan sampel
dengan cara purposiv sampling. Sampel penelitian 42 responden. Alat yang
digunakan data primer yaitu lembar observasi kehilangan gigi dan IMT uji
statistik menggunakan korelasi Kendall Tau.
Hasil : Hasil penelitian menunjukkan rata-rata responden kehilangan 15,76 gigi
dimana paling sedikit kehilangan 2 gigi dan paling banyak kehilangan 32 gigi.
Sebagian besar lansia status gizinya kurang sebanyak 24 responden (57,1%),
normal sebanyak 8 responden (19,0%), lebih sebanyak 2 responden (4,8%),
obesitas I sebanyak 7 responden (16,7%) dan obesitas II sebanyak 1 responden
(2,4%).Tidak ada hubungan antara kehilangan gigi dengan status gizi pada
lansia di Panti Werdha Salib Putih Salatiga dengan nilai p 0,135.
Kesimpulan : Tidak ada hubungan antara kehilangan gigi dengan status gizi pada lansia di
Panti Werdha Salib Putih Salatiga dengan nilai p 0,135
Telaah Jurnal 2
Judul : Hubungan Status Gizi dengan Kualitas Hidup Geriatri di Posyandu Lansia
Ngudi Sehat Bibis Baru Nusukan Banjarsari Surakarta
Metode : Pada penelitian ini menggunakan populasi sebagai responden dari semua
geriatri yang ada di Posyandu Lansia Ngudi Sehat Bibis Baru Nusukan
Surakarta. Pengambilan sampel yang peneliti lakukan menggunakan data
primer berupa kuesioner beserta pengukuran langsung pada responden.
Metode yang digunakan di dalam pengambilan sampel adalah metode Simple
Random Sampling yaitu dimana pemilihan subjek adalah secara acak, jadi
setiap populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil sebagai
sampel dan memenuhi kriteria restriksi yang ditentukan oleh peneliti dengan
kriteria inklusi berupa geriatri yang berusia 60-74 tahun, mengikuti posyandu,
bersedia menjadi responden, dan dapat mengerti pertanyaan yang diberikan
oleh peneliti, sedangkan kriteria eksklusi berupa geriatri yang menderita yang
menderita cacat fisik. dalam penelitian ini besar sampel yang digunakan sesuai
dengan perhitungan yaitu sebesar 30 responden.
Hasil : Berdasarkan hasil penelitian dengan 30 responden dapat diketahui bahwa
responden dengan status gizi baik dengan kualitas hidup yang baik sebanyak
14 reponden (82,4%) dan kualitas hidup yang buruk sebanyak 3 responden
(17,6%), sedangkan jumlah responden yang mengalami malnutrisi dengan
kualitas hidup yang baik sebanyak 3 reponden (23,1%) dan kualitas hidup
yang buruk sebanyak 10 responden (76,9%). Dari uji chi square tersebut dapat
diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi geriatri
dengan kualitas hidup geriatri (p = 0,002), didapatkan hasil bahwa geriatri
mempunyai status gizi baik memiliki kemungkinan untuk mempunyai kualitas
hidup 16 kali lebih besar daripada geriatri dengan status yang tidak baik (OR =
15,556).
Kesimpulan : Terdapat hubungan antara status gizi dengan kualitas hidup geriatri di
Posyandu Lansia Ngudi Sehat Bibis Baru Nusukan Banjarsari Surakarta.
Telaah Jurnal 3
Judul : Faktor Determinan Status Gizi Lansia Penghuni Panti Werdha Pemerintah
DKI Jakarta Tahun 2004.
Metode : Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain penelitian
potong lintang. Menggunakan data primer yang diperoleh melalui pengukuran
berat badan dan tinggi lutut, penimbangan makanan, pemeriksaan gigi dan
wawancara terstruktur terhadap penghuni panti werdha. Data sekunder berupa
struktur panti dan catatan/register penghuni panti. Besar sampel sebanyak 182
orang, sampel pada masing masing panti dipilih dengan cara sampel acak
sederhana.
Hasil : Status gizi lansia dinilai dengan menggunakan indeks masa tubuh dengan
rata rata IMT yakni 20,86 4,46. Lansia yang menderita gizi kurang
sebanyak 60 orang (32,97%). Sebagian besar lansia mempunyai gizi normal
(48,4%). Faktor determinan yang berhubungan dengan status gizi lansia
adalah pendidikan (OR : 2,53, 95% CI 1,12-5,71), Partisipasi kegiatan (OR:
2,33, 95% CI 1,03-5,20), Gigi asli (OR 3,33 95% CI 1,42-7,81), serta interaksi
penyakit penyerta dan konsumsi energy dengan OR masing masing pada
kelompok yang tidak mempunyai penyakit penyerta dan kelompok yang
mempunyai penyakit penyerta adalah 4,27 kali (95% CI : 1,09 16,81) dan
34,21 kali 95% CI 8,46 138,44. Faktor determinan yang tidak berhubungan
dengan status gizi lansia adalah umur, jenis kelamin, status kawin, lama
tinggal, keluhan kesehatan, gigi palsu, kunjungan keluarga, depresi, status
fungsional dan konsumsi protein.
Kesimpulan : Berdasarkan penelitian ini dampak status gizi kurang pada lansia cukup
besar. Faktor determianan yang berhubungan antara lain pendidikan,
partisipasi kegiatan, gigi asli, serta interaksi penyakit penyerta dan konsumsi
energy.
Daftar Pustaka
Kementrian Kesehatan RI. 2013. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. Kementrian
Kesehatan. Jakarta
Kementrian Kesehatan RI. 2016. Situasi Lanjut Usia (Lansia) di Indonesia. InfoDatin Pusat
Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Jakarta
Sediaeotama, Achmad Djaeni. 2008. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi. Dian Rakyat.
Jakarta
Paatch, Erna Francin dkk. 2005. Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. EGC. Jakarta
Ambarwati, Fitri Respati. 2012. Ilmu Gizi dan Kesehatan Reproduksi. Cakrawala Ilmu.
Yogyakarta.
Ridwan, Muhammad. 2015. Hubungan Kehilangan Gigi dengan Status Gizi Pada Lansia di
Panti Werdha Salib Putih Salatiga [Jurnal]. Stikes Ngudi Waluyo
Astuti, Fitri Andaru. 2012. Hubungan Status Gizi Dengan Kualitas Hidup Geriatri di
Posyandu Lansia Ngudi Sehat Bibis Baru Surakarta [Skripsi]. UMS
Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik Penduduk Lanjut Usia 2014. Badan Pusat Statistik.
Jakarta
Kementrian Kesehatan RI. 2012. Pedoman Pelayanan Gizi Lanjut Usia.Kemenkes. Jakarta.
Nisa, Hairun. 2004. Faktor Determinan Status Gizi Lansia Penghuni Panti Werdha
Pemerintah DKI Jakarta Tahun 2004[Jurnal]. Media Litbang Kesehatan XVI Nomor 3 tahun
2006. Jakarta.