Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita
Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Permasalahan ini adalah permasalahan fiqhiyah yang seringkali diperdebatkan.
Sebenarnya kita bisa saling tolelir dalam masalah ini jika memang didukung oleh dalil
yang sama-sama kuat. Namun demikian ada yang menjadikan tata cara shalat
semacam ini sebagai barometer ia ahlus sunnah ataukah bukan. Tasyahud akhir
haruslah iftirosy jika shalatnya dua rakaat, inilah ciri ahlus sunnah. Demikianlah realita
yang terjadi pada sebagian orang. Padahal yang benar dalam masalah ini ada silang
pendapat di kalangan para ulama. Sehingga tidak tepat dikatakan bahwa tata cara
tasyahud seperti tadi adalah barometer ahlus sunnah atau bukan.
Ringkasnya, artikel ini akan mengkaji lebih jauh, manakah pendapat terkuat dalam
masalah ini. Apakah duduk tasyahud akhir pada shalat dua rakaat adalah iftirosy atau
tawaruk. Tentu saja kesimpulan yang diambil adalah dari pemahaman dalil, bukan
sekedar kata si A atau si B, juga didukung oleh kaedah fiqhiyah yang tepat dan berbagai
kalam ulama. Dengan memohon taufik dan inayah Allah, semoga bermanfaat.
Perselisihan Ulama
Dalam masalah duduk tasyahud terdapat perselisihan pendapat di kalangan para
ulama. Perselisihan tersebut adalah sebagai berikut:
Pendapat pertama, yaitu pendapat Imam Malik dan pengikutnya, duduk tasyahud baik
awal dan akhir adalah duduk tawarruk. Hal ini sama antara pria dan wanita.
Pendapat kedua, yaitu pendapat Imam Abu Hanifah dan pengikutnya, duduk tasyahud
baik awal dan akhir adalah duduk iftirosy.
Pendapat ketiga, yaitu pendapat Imam Asy Syafii. Beliau membedakan antara duduk
tasyahud awal dan akhir. Untuk duduk tasyahud awal, beliau berpendapat seperti Imam
Abu Hanifah, yaitu duduk iftirosy. Sedangkan untuk duduk tasyahud akhir, beliau
berpendapat seperti Imam Malik, yaitu duduk tawarruk. Jadi menurut pendapat ini,
duduk pada tasyahud akhir yang terdapat salam baik yang shalatnya sekali atau dua
kali tasyahud- adalah duduk tawarruk. Duduk tawarruk terdapat pada setiap rakaat
terakhir yang diakhiri salam karena cara duduk demikian terdapat doa, bisa jadi lebih
lama duduknya. Sehingga duduknya pun dengan caratawarruk karena cara duduk
seperti ini lebih ringan dari iftirosy. Cara duduk demikianlah yang kita sering saksikan di
kaum muslimin Indonesia di sekitar kita yang banyak mengambil pendapat Imam
Syafii.
Pendapat keempat, pendapat Imam Ahmad dan Ishaq. Jika tasyahudnya dua kali, maka
duduknya adalahtawarruk di rakaat terakhir. Namun jika tasyahudnya cuma sekali,
maka duduknya di rakaat terakhir adalah duduk iftirosy.
Pendapat kelima, pendapat Ibnu Jarir Ath Thobari. Beliau berpendapat duduk tasyahud
dengan tawarruk maupun iftirosy, semuanya dibolehkan. Alasannya karena semuanya
diriwayatkan dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Jadi boleh memilih dengan dua cara
duduk tersebut. Terserah mau melakukan yang mana. Ibnu Abdil Barr sendiri lebih
cenderung pada pendapat yang satu ini.[2]
Dalil Pendapat Pertama dan Kedua
Pendapat pertama: Imam Malik membangun pendapatnya berdasarkan hadits yang
shahih dari Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma, beliau berkata,
Sesungguhnya sunnah ketika shalat (saat duduk) adalah engkau menegakkan kaki
kananmu dan menghamparkan (kaki) kirimu.[3]
Dalil lain yang digunakan adalah hadits Abdullah bin Masud radhiyallahu anhu, beliau
berkata,
- -
- -
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengajarkan tasyahud kepadaku di
pertengahan dan di akhir shalat. Kami memperoleh dari Abdullah, ia memberitahukan
pada kami bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengajarkan padanya. Ia
berkata, Jika beliau duduk di tasyahud awwal dan tasyahud akhir, beliau duduk
tawarruk di atas kaki kirinya, lalu beliau membaca: [4]
Dalil di atas menyebutkan duduk tawarruk baik di pertengahan shalat maupun di akhir
shalat.
Pendapat kedua: Imam Abu Hanifah berdalil tentang duduknya iftirosy baik pada
tasyahud awwal dan akhir dengan hadits Aisyah radhiyallahu anha, beliau berkata,
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengucapkan tahiyyat pada setiap dua rakaat,
dan beliau duduk iftirosy dengan menghamparkan kaki kirinya dan menegakkan kaki
kanannya.[5]
Juga berdasarkan hadits Wail bin Hujr radhiyallahu anhu bahwa beliau berkata,
.
Aku melihat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ketika duduk dalam shalat,
beliau duduk iftirosy dengan menghamparkan kaki kirinya dan menegakkan kaki
kanannya.[6]
Dalam riwayat Tirmidzi, Wail bin Hujr berkata,
- -
Aku tiba di Madinah. Aku berkata, Aku benar-benar pernah melihat shalat Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam. Ketika beliau duduk yakni duduk tasyahud, beliau duduk
iftirosy dengan membentangkan kaki kirinya. Ketika itu, beliau meletakkan tangan kiri
di atas paha kiri. Beliau ketika itu menegakkan kaki kanannya.[7]
Demikian pula diriwayatkan dari Amir bin Abdullah bin Zubair, dari ayahnya (Abdullah
bin Zubair) , ia berkata,
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam jika duduk pada dua rakaat, beliau duduk
iftirosy dengan membentangkan kaki yang kiri, dan menegakkan kaki kanannya.[8]
Riwayat di atas menyebutkan bahwa duduk iftirosy dilakukan di saat duduk ketika
shalat, baik di waktu tasyahud maupun duduk yang lainnya, dan baik di rakaat terakhir
atau di pertengahan.
Penutup
Pembahasan ini menunjukkan bahwa pendapat terkuat adalah yang dipilih oleh Imam
Asy Syafii. Ketika tasyahud awal, duduknya adalah iftirosy. Ketika tasyahud akhir baik
yang dengan sekali atau dua kali tasyahud- adalah dengan duduk tawarruk. Demikian
pendapat terkuat dari hasil penelitian kami terhadap dalil-dalil yang ada.[20]
Semoga pembahasan ini semakin memberikan pencerahan pada kaum muslimin. Sekali
lagi ini adalah masalahkhilafiyah yang masih bisa kita saling toleransi. Sehingga tidak
tepat menjadikan masalah ini sebagai masalah manhajiyah, yang jadi barometer
seseorang ahlus sunnah ataukah bukan. Hanya Allah yang beri taufik.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.