Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu yang berarti indah, bagus
atau terhormat dan Thanatos yang berarti mati atau kematian. Jadi secara
etimologis, euthanasia dapat diartikan sebagai mati dengan baik tanpa
penderitaan. Sedangkan secara harafiah, euthanasia tidak dapat diartikan
sebagai pembunuhan atau upaya menghilangkan nyawa seseorang. Euthanasia
merupakan praktik pencabutan kehidupan manusia atau hewan melalui cara
yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit
yang minimal, dan biasanya dilakukan dengan memberikan suntikan yang
mematikan.
Aturan hukum mengenai masalah ini berbeda di tiap negara dan seringkali
berubah sesuai dengan perubahan norma-norma budaya maupun ketersediaan
perawatan atau tindakan medis. Di beberapa negara, euthanasia dianggap legal
dan ada pula yang melanggar hukum.
Pada dasarnya tindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak
pidana yang diatur dalam pasal 344 Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Di Negara-negara Eropa (Belanda) dan Amerika tindakan euthanasia
mendapatkan tempat tersendiri yang diakui legalitasnya, hal ini juga dilakukan
oleh Negara Jepang. Tentunya dalam melakukan tindakan euthanasia harus
melalui prosedur dan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi agar
euthanasia bisa dilakukan.
Ada tiga petunjuk yang dapat digunakan untuk menentukan syarat
melakukan tindakan euthanasia. Pertama, dari segi medis yaitu adanya

1
kepastian bahwa penyakit sudah tidak dapat disembuhkan lagi. Kedua, harga
obat dan biaya tindakan medis sudah terlalu mahal. Ketiga, dibutuhkan usaha
ekstra untuk mendapatkan obat atau tindakan medis tersebut. Dalam kasus-
kasus seperti inilah orang sudah tidak diwajibkan lagi untuk mengusahakan
obat atau tindakan medis.
Bahkan, euthanasia dengan menyuntik mati disamakan dengan tindakan
pidana pembunuhan. Jika memang dokter sudah angkat tangan dan
memastikan secara medis penyakit tidak dapat disembuhkan serta masih butuh
biaya yang sangat besar jika masih harus dirawat, apalagi perawatan harus
diusahakan secara ekstra, maka yang dapat dilakukan adalah memberhentikan
proses pengobatan dan tindakan medis di rumah sakit.
Dilihat dari segi agama Samawi, euthanasia dan bunuh diri merupakan
perbuatan yang terlarang. Sebab masalah kehidupan dan kematian seseorang
itu berasal dari Sang Pencipta yaitu Tuhan. Jadi, perbuatan yang menjurus
kepada tindakan penghentian hidup yang berasal dari Tuhan merupakan
perbuatan yang bertentangan dengan kehendak Tuhan, oleh karenanya tidak
dibenarkan. Unsur-unsur euthanasia, sebagai berikut :
a. Berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu
b. Mengakhiri hidup, mempercepat kematian, atau tidak memperpanjang
hidup pasien
c. Pasien yang menderita suatu penyakit yang sulit untuk disembuhkan
d. Atas permintaan atau tanpa permintaan pasien atau keluarga
e. Demi kepentingan pasien dan keluarganya.

B. Sejarah Euthanasia

Istilah eustanasia pertama kali di populerkan oleh hippokrates dalam


manuskripnya yang berjudul sumpah hippokrates, naskah ini dibuat pada
tahun 300-400 SM. Dalam sumpahnya tersebut hippokrates menyatakan saya
tidak akan menyarankan dan atau memberikan obat yang mematikan kepada

2
siapapun. Sejak abad ke-19, euthanasia telah memicu timbulnya perdebatan
dan pergerakan di wilayah Amerika utara dan di Eropa pada tahun 1828.

Undang-undang anti euthanasia di berlakukan di Negara bagian New york,


yang pada beberapa tahun kemudian di berlakukannya pula di negara bagian.
Setelah masa perang saudara, kelompok-kelompok pendukung euthanasia
mulanya terbentuk di Inggris pada tahun 1935 dan di Amerika pada tahun
1938 yang memberikan dukungannya pada pelaksanaan eustanasia agresif,
walupun demikian perjuangan untuk melegalkan eustanasia tidak berhasil
dilegalkan di Amerika maupun di Inggris.
Pada tahun 1937, eustanasia atas anjuran dokter dilegalkan di Swiss
sepanjang pasien yang bersangkutan tidak memperoleh keuntungan diri
padanya. Pada era yang sama, pengadilan Amerika menolak beberapa
permohonan dari pasien yang sakit parah dan beberapa orang tua yang
memiliki anak cacat yang mengajukan permohonan euthanasia kepada dokter.
Pada tahun 1939, pasukan Nazi jerman melakukan suatu tindakan
kontroversial dalam suatu program euthanasia terhadap anak-anak dibawah 3
tahun yang menderita keterbelakangan mental, cacat tubuh, ataupun gangguan
lainnya yang menjadikan hidup mereka tak berguna.
Setelah dunia menyaksikan kekejaman Nazi dalam melakukan kejahatan
euthanasia, pada era tahun 1940 dan 1950 maka berkuranglah dukungan
terhadap euthanasia, terlebih lagi terhadap tindakan euthanasia yang dilakukan
secara tidak sukarela ataupun karena disebabkan oleh cacat genetika.

C. Jenis Euthanasia

a. Euthanasia aktif
Tindakan secara sengaja yang dilakukan oleh dokter atau tenaga
kesehatan lain untuk memperpendek atau mengakhiri hidup pasien tetapi
diketahui risiko tindakan tersebut. Misalnya dengan memberi tablet
sianida atau suntikan zat yang segera mematikan. Tindakan Euthanasia

3
merupakan tindakan yang dilarang, kecuali di negara yang telah
membolehkannya lewat peraturan perundangan yang ada.

a. Euthanasia pasif
Perbuatan menghentikan atau mencabut segala tindakan atau
pengobatan yang perlu untuk mempertahankan hidup manusia,
sehingga pasien diperkirakan akan meninggal setelah tindakan
pertolongan dihentikan. Dokter atau tenaga kesehatan lain secara
sengaja tidak lagi memberikan bantuan medis yang dapat
memperpanjang hidup pasiennya. Misalnya menghentikan pemberian
infus, menghentikan pemberian NGT, alat bantu nafas, atau menunda
operasi.

b. Voluntary euthanasia
Mempercepat kematian atas permintaan pasien sendiri, misalnya
gangguan atau penyakit jasmani yang dapat mengakibatkan kematian
segera yang keadaannya diperburuk oleh keadaan fisik dan jiwa yang
tidak menunjang. Hal ini ada kala tidak harus dibuktikan dengan
pernyataan tertulis dari pasien, tetapi harus ada bukti yang lain seperti
adanya saksi.

c. Involuntary euthanasia
Keputusan atau keinginan untuk mati berada pada pihak orang tua
atau yang bertanggung jawab tanpa adanya persetujuan atau
permintaan dari pihak pasien dan bahkan bertentangan dengan pasien.

d. nonvoluntary euthanasia
Percepat kematian sesuai dengan keinginan yang disampaikan
lewat pihak ke II atau keluarga atas keputusan dari pemerintah.

4
D. Syarat dilakukannya Euthanasia

Sampai saat ini, kaidah non hukum yang manapun, baik agama, moral dan
kesopanan menentukan bahwa membantu orang lain mengakhiri hidupnya,
meskipun atas permintaan yang bersangkutan dengan nyata dan sungguh-
sungguh adalah perbuatan yang tidak baik. Di Amerika Serikat, euthanasia
lebih populer dengan istilah physician assisted suicide. Negara yang telah
memberlakukan euthanasia lewat undang-undang adalah Belanda dan di
negara bagian Oregon-Amerika Serikat.
Pelaksanaan euthanasia dapat dilakukan dengan syarat-syarat tertentu,
antara lain :
a. Orang yang ingin diakhiri hidupnya adalah orang yang benar-benar
sedang sakit dan tidak dapat diobati penyakitnya, misalnya kanker.
b. Pasien berada dalam keadaan terminal, kemungkinan hidupnya kecil
dan tinggal menunggu kematian.
c. Pasien harus menderita sakit yang amat sangat, sehingga penderitaannya
hanya dapat dikurangi dengan pemberian morfin.
d. Yang boleh melaksanakan bantuan pengakhiran hidup pasien, hanyalah
dokter, keluarga yang merawat pasien dan adanya dasar penilaian dari dua
orang atau lebih dokter spesialis yang menentukan dapat tidaknya
dilaksanakan euthanasia.
Dan jika semua persyaratan itu sudah dipenuhi, maka barulah euthanasia dapat
dilaksanakan atau dapat dilakukan.

5
E. aspek aspek dalam Euthanasia

a. Aspek Hukum
Undang-undang yang tertulis dalam KUHP hanya melihat dari sisi dokter
sebagai pelaku utama euthanasia, khususnya euthanasia aktif yang dianggap
sebagai pembunuhan berencana, atau dengan sengaja menghilangkan nyawa
seseorang. Sehingga dalam aspek hukum, dokter selalu pihak yang
dipersalahkan dalam tindakan euthanasia, tanpa melihat latar belakang
dilakukannya euthanasia tersebut, tidak peduli apakah tindakan tersebut atas
permintaan pasien itu sendiri atau keluarganya, untuk mengurangi penderitaan
pasien dalam keadaan sekarat atau rasa sakit yang sangat hebat yang belum
diketahui pengobatannya.
Di lain pihak, hakim dapat menjatuhkan pidana mati bagi seseorang yang
masih segar bugar yang tentunya masih ingin hidup dan tidak menghendaki
kematiannya seperti pasien yang sangat menderita karena penyakitnya. Ikatan
Dokter Indonesia (IDI) sebenarnya telah cukup antisipasif dalam menghadapi
perkembangan iptekdok, antara lain dengan menyiapkan perangkat lunak
berupa SK PB IDI no.319/PB/4/88 mengenai Pernyataan Dokter Indonesia
tentang Informed Consent. Disebutkan di sana, manusia dewasa dan sehat
rohani berhak sepenuhnya menentukan apa yang hendak dilakukan terhadap
tubuhnya. Dokter tidak berhak melakukan tindakan medis yang bertentangan
dengan kemauan pasien, walau untuk kepentingan pasien itu sendiri.

b. Aspek Hak Asasi


Hak asasi manusia (HAM) selalu dikaitkan dengan hak hidup, hak damai
dan sebagainya. Tapi tidak tercantum dengan jelas adanya hak seseorang
untuk mati. Mati sepertinya justru dihubungkan dengan pelanggaran HAM,
terbukti dari aspek hukum euthanasia yang cenderung menyalahkan tenaga
medis dalam pelaksanaan euthanasia. Sebenarnya, dengan dianutnya hak
untuk hidup layak dan sebagainya, secara tidak langsung seharusnya bersifat

6
adanya hak untuk mati, apabila dipakai untuk menghindarkan diri dari segala
ketidaknyamanan atau lebih jelas lagi dari segala penderitaan yang hebat.

c. Aspek Ilmu Pengetahuan


Iptekdok dapat memperkirakan kemungkinan keberhasilan upaya tindakan
medis untuk mencapai kesembuhan atau pengurangan penderitaan pasien.
Apabila secara iptekdok hampir tidak ada kemungkinan untuk mendapat
kesembuhan ataupun pengurangan penderitaan, apakah seseorang tidak boleh
mengajukan haknya untuk tidak diperpanjang lagi hidupnya. Segala upaya
yang dilakukan akan sia-sia, dan bahkan hal tersebut tidak akan membawa
kesembuhan, keluarga yang lain akan terseret dalam habisnya keuangan.

d. Aspek Agama
Kelahiran & kematian merupakan hak prerogatif Tuhan dan bukan hak
manusia sehingga tidak ada seorangpun di dunia ini yang mempunyai hak
untuk memperpanjang atau memperpendek umurnya sendiri. Meskipun secara
lahiriah atau tampak jelas bahwa seseorang menguasai dirinya sendiri, tapi
sebenarnya ia bukan pemilik penuh atas dirinya.
Ada aturan-aturan tertentu yang harus di patuhi & diimani sebagai aturan
Tuhan. Jadi, meskipun seseorang memiliki dirinya sendiri, tetapi tetap saja ia
tidak boleh membunuh dirinya sendiri. Pernyataan ini menurut ahli agama
secara tegas melarang tindakan euthanasia, apapun alasannya. Dokter dapat
dikategorikan melakukan dosa besar dan melawan kehendak Tuhan dengan
memperpendek umur seseorang. Orang yang menghendaki euthanasia,
walaupun dengan penuh penderitaan bahkan kadang-kadang dalam keadaan
sekarat dapat dikategorikan putus asa dan putus asa tidak berkenan di hadapan
Tuhan.
Aspek lain dari pernyataan memperpanjang umur, sebenarnya bila
dikaitkan dengan usaha medis dapat menimbulkan masalah lain. Kalau
memang umur berada di tangan Tuhan, bila memang belum waktunya, ia tidak

7
akan mati. Hal ini dapat diartikan sebagai upaya memperpanjang umur atau
menunda proses kematian.

8
BAB III

TINJAUAN KASUS

Tn. M usia 27 tahun, diantar tetangganya berobat di sebuah rumah sakit


pemerintah, karena demam dan batuk sudah lama dan tidak kunjung sembuh.
Pasien tampak tidak terawat dengan baik, pucat, lemah, dan kurus. Pada
pemeriksaan diketahui pasien menderita pneumonia dan positif HIV/AIDS. Dari
riwayat pasien diketahui pasien adalah anak ketiga dari tiga bersaudara. Keluarga
nya cukup harmonis dan sosial ekonomi juga cukup baik, sejak kecil pasien susah
diatur dan ketika pasien duduk di kelas 5 Sekolah Dasar pasien sudah merokok
dan bahkan sudah menggunakan obat-obatan terlarang.
Pada saat SMP pasien sudah berani pergi ke Prostitusi, melakukan
hubungan seks dengan PSK dan pasien sudah kecanduan dengan Heroin. Di
lengan nya tampak bekas-bekas tusukan jarum suntik. Keluarga pasien merasa
kewalahan untuk mengurus pasien. Sesudah pasien diberikan warisan yang
menjadi hak nya keluarga nya tidak mau lagi berurusan dengan pasien. Segala
perbuatan nya harus ia tanggung sendiri dan keluarga sudah lepas tangan. Uang
warisan sudah habis digunakan untuk membeli heroin dan berfoya-foya dengan
PSK. Sebelum dirawat pasien sering mengemis untuk menyambung hidupnya.
Pasien meminta kepada dokter untuk disuntik mati karena hidupnya sudah tidak
ada manfaatnya lagi bahkan sudah sering menyusahkan orang lain.

Dalam hal ini , Peran perawat terhadap Tn. M, yaitu :


1. Sebagai Conselor, yaitu perawat memberikan pertimbangan
pertimbangan kepada pasien, bahwa euthanasia bukanlah jalan satu-
satunya untuk menyelesaikan masalah
2. Sebagai advocat, perawat memberikan pembelaan terhadap hak-hak pasien
untuk hidup dan meneruskan kehidupannya. Dalam hal ini perawat dapat

9
memberikan pendapat kepada dokter untuk mempertimbangkan keputusan
yang harus dilakukan
3. Perawat mampu memberikan motivasi untuk pasien terutama untuk
keluarga, agar keluarga senantiasa tidak berputus asa untuk menjaga
pasien

10
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Euthanasia merupakan praktik pencabutan kehidupan manusia atau hewan


melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan
rasa sakit yang minimal, dan biasanya dilakukan dengan memberikan suntikan
yang mematikan.
Aturan hukum mengenai masalah ini berbeda di tiap negara dan seringkali
berubah sesuai dengan perubahan norma-norma budaya maupun ketersediaan
perawatan atau tindakan medis. Di beberapa negara, euthanasia dianggap legal
dan ada pula yang melanggar hukum. Ada tiga petunjuk yang dapat
digunakan untuk menentukan syarat melakukan tindakan euthanasia. Pertama,
dari segi medis yaitu adanya kepastian bahwa penyakit sudah tidak dapat
disembuhkan lagi. Kedua, harga obat dan biaya tindakan medis sudah terlalu
mahal. Ketiga, dibutuhkan usaha ekstra untuk mendapatkan obat atau tindakan
medis tersebut
Mengingat kondisi kasus diatas, yang dibutuhkan kemudian adalah
perawatan dan pendampingan, baik bagi si pasien maupun bagi pihak
keluarga. Perhatian dan kasih sayang sangat diperlukan bagi penderita sakit
terminal, bukan lagi bagi kebutuhan fisik, atau materi tetapi lebih pada
kebutuhan psikis dan emosional, sehingga baik secara langsung maupun tidak
kita dapat membantu si pasien menyelesaikan persoalan-persoalan pribadinya.
Bagaimanapun si pasien adalah manusia yang masih hidup, maka perlakuan
yang seharusnya adalah perlakuan yang manusiawi kepadanya.

11
Saran

Menurut kelompok kami, untuk menghadapi beberapa masalah yang


berkaitan dengan adanya euthanasia ini. Diperlukan adanya pertimbangan untuk
melakukan euthanasia dan harus dilihat dari berbagai aspek untuk melakukannya.
Dan juga dilihat dari keadaan umum atau kondisi si pasien, agar tidak melanggar
dengan norma yang ada.
Saran dari kasus tersebut seharusnya para remaja dapat memperdulikan
kesehatan seksualitas nya agar tidak terjadi hal-hal yang tidak di inginkan, dan
diadakannya pendidikan agama untuk tidak terjerumus ke hal-hal yang negatif.

12
DAFTAR PUSTAKA

Http://dokumen.tips/documents/seorang-pasien-yang-minta-disuntik-mati-
seminar-5.html
http://www.slideshare.net/mobile/igedekusumagen/euthanasia-40475518
http://dokumen.tips/documents/euthanasia-558b0b4d546ee.html

13

Anda mungkin juga menyukai