Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

Walaupun mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik seperti rongga
orbita, kelopak, dan jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya reflek memejam
atau mengedip, mata masih sering mendapat trauma dari dunia luar. Trauma dapat
mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan kelopak saraf mata dan rongga orbita.
Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau memberikan penyulit sehingga
menggangu fungsi penglihatan.1
Pada mata dapat terjadi trauma dalam bentuk-bentuk berikut:
- Trauma tumpul
- Trauma tembus bola mata
- Trauma kimia
Trauma pada mata dapat mengenai jaringan dibawah ini secara terpisah atau
menjadi gabungan trauma jaringan mata. Trauma dapat mengenai jaringan mata :
kelopak, konjungtiva, kornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik, dan orbita.Trauma
tumpul mata dapat merupakan penyebab kebutaan unilateral pada anak dan dewasa
muda. Berdasarkan studi Schein pada the Massachusetts eye and ear infirmary, 8%
dari populasi yang mengalami trauma tumpul mata cukup berat adalah anak dibawah
usia 15 tahun. Studi Israel menerangkan bahwa 47% dari 2500 kejadian trauma mata
terjadi pada usia dibawah 17 tahun. Laporan kasus kali ini menunjukkan bahwa para
ahli mata harus lebih waspada terhadap trauma yang tidak jelas dan adanya
pergeseran bola mata.1,2

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

11.1 Definisi
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan
perlukaan mata.Trauma mata merupakan kasus gawat darurat.Perlukaan yang
ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan
kehilangan mata. Alat rumah tangga sering menimbulkan trauma pada mata.2
Organ mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik seperti rongga
orbita, kelopak, jaringan lemak retrobulbar dan terdapatnya refleks mengedip, namun
organ mata masih sering mendapat trauma dari dunia luar.Trauma dapat
mengakibatkan kerusakan pada rongga orbita, kelopak, bola mata dan persarafan
mata.Kerusakan mata dapat mengakibatkan atau memberikan penyulit sehingga
mengganggu fungsi penglihatan.2,3

11.2 Epidemiologi
Trauma okular merupakan salah satu penyebab kebutaan unilateral pada anak-
anak dan dewasa muda.Dewasa muda, terutama laki-laki, merupakan korban utama
trauma tembus okular. Kecelakaan domestik, tindakan kekerasan, peledakan, luka
terkait olahraga dan kecelakaan lalu lintas merupakan keadaan tersering dimana
terjadi trauma okular.1Sekitar 2,4 juta trauma mata terjadi setiap tahun, dengan
90.000 dari trauma mengakibatkan berbagai derajat gangguan penglihatan. Dari
keseluruhan trauma okular, trauma okular tembus memiliki prognosis terburuk.Pada
tahun 1970, Zagora menemukan bahwa 30 40 % dari semua kasus trauma okular
tembus berakhir dengan kebutaan. Penyebab tersering adalah tindakan kekerasan,
kecelakan domestik, dan olahraga.1
Trauma dapat menyebabkan kerusakan pada bola mata, kelopak, saraf mata
dan rongga orbita yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi sehingga
mengganggu fungsi penglihatan. Oleh karena itu, trauma mata memerlukan

2
perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat yang
akan mengakibatkan kebutaan. Badan Kesehatan Dunia atau WHO memperkirakan
setiap tahun terjadi 55 juta kasus trauma mata. Dari jumlah ini, sekitar 750.000 kasus
membutuhkan perawatan intensif di bangsal rumah sakit, kira kira 200.000 kasus
merupakan kasus trauma bola mata terbuka. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
10% pasien rawat inap di bangsal perawatan mata adalah penderita trauma mata.3

II.3 Etiologi
Beberapa keadaan yang bisa menyebabkan terjadinya trauma mata antara lain;
kecelakaan penerbangan, kekerasan dalam tindak kejahatan, ledakan, cedera
olahraga, dan juga kecelakaan kendaraan bermotor. Selain itu beberapa keadaan yang
juga bisa menyebabkan cedera mata antara lain:4

1. Benda asing yang menempel di bawah kelopak mata atas atau pada
permukaan mata, terutama pada kornea.
2. Trauma tumpul akibat objek yang cukup kecil dan tidak menyebabkan
1impaksi pada pinggir orbita (kok, bola squash, sumbat botol sampanye
merupakan beberapa penyebab trauma). Perubahan tekanan mendadak dan
distorsi bola mata dapat menyebabkan kerusakan berat.
3. Trauma tembus dimana struktur okular mengalami kerusakan akibat
benda asing yang menembus lapisan okular dan juga tertahan dalam mata.
Penggunaan sabuk pengaman dalam kendaraan menurunkan insidensi
cedera tembus akibat kecelakaan lalu lintas.
4. Trauma kimia/ luka bakar kimia dan radiasi dimana reaksi resultan
jaringan okular menyebabkan kerusakan.

3
II.I.I TRAUMA TAJAM
a. Definisi
Trauma tajam mataadalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan
perlukaanmata, dimana mata ditembus oleh benda tajam atau benda berukuran kecil
dengan kecepatan tinggi yang menembus kornea atau sklera. Trauma tajam mata
dapat di klasifikasikan atas luka tajam tanpa perforasi dan luka tajam dengan
perforasi yang meliputi perforasi tanpa benda asing intra okuler dan perforasi benda
asing intra okuler.4
Trauma tembus mata (luka akibat benda tajam), dimana struktur okular
mangalami kerusakanakibat benda asing yang menembus lapisan okular dan juga
dapat tertahan atau menetap dalam mata.Baik trauma tajam yang penetratif atau
trauma tumpul yang mengakibatkan tekanan kontusif dapat menyebabkan ruptur bola
mata. Benda tajam atau benda dengan kecepatan tinggi dapat menyebabkan perforasi
langsung. Benda asing dapat mempenetrasi mata dan tetap berada di bola mata.3,4
Trauma akibat partikel kecil dengan kecepatan tinggi misalnya yang
ditimbulkan dari proses penggilingan atau pemahatan dapat memberikan manifestasi
berupa nyeri ringan atau penurunan visus. Kemosis hemoragik, laserasi konjungtiva,
bilik mata depan dangkal dengan atau tanpa pupil ekstrinsik, hifema, atau perdarahan
vitreous juga dapat terjadi. Tekanan intraokuler dapat rendah, normal atau sedikit
meningkat.2

b. Epidemiologi
United States Eye Injury Registry (USEIR) merupakan sumber informasi
epidemiologi yang digunakan secara umum di AS. Menurut data dari USEIR, rata-
rata umur orang yang terkena trauma tajam okuli adalah 29 tahun, dan laki-laki lebih
sering terkena dibanding dengan perempuan. Menurut studi epidemiologi
internasional, kebanyakan orang yang terkena trauma tajam okuli adalah laki-laki
umur 25 sampai 30 tahun, sering mengkonsumsi alkohol dan trauma terjadi di
rumah.2

4
Lebih dari 65.000 trauma mata yang berhubungan dengan pekerjaan,
menyebabkan morbiditas dan disabilitas, dilaporkan di Amerika Serikat setiap
tahunnya. Lebih dari setengah trauma mata yang berhubungan dengan pekerjaan
terjadi di pabrik, dan industri kontruksi. Delapan puluh satu persen trauma mata yang
berhubungan dengan pekerjaan terjadi pada pria dan kebanyakan terjadi pada pekerja
berusia 25 sampai 44 tahun.5
Aktivitas olahraga dan rekreasi juga dapat menyebabkan trauma mata.Lebih
dari 40.000 trauma mata terjadi setiap tahunnya.Sembilan puluh persen terjadi saat
olahraga. Tiga puluh persen terjadi pada anak-anak yang berusia di bawah 16 tahun.
Terdapat sekitar 3 juta kasus trauma okular dan orbital terjadi di Amerika Serikat
setiap tahun. Diperkirakan 20.000 hingga 68.000 dari angka tersebut merupakan
kasus yang mengganggu visus dan sekitar 40.000 mengalami kehilangan visus yang
signifikan. Trauma merupakan penyebab utama kebutaan unilateral. Laki-laki lebih
sering terkena daripada perempuan. Frekuensi trauma mata di Amerika Serikat
adalah: trauma superfisial mata dan adneksa (41.6 %), benda asing pada mata bagian
luar (25.4 %), kontusio mata dan adneksa (16.0 %), trauma terbuka pada adneksa dan
bola mata (10.1 %), fraktur dasar orbita (1.3 %), cedera saraf (0.3 %).5

c. Etiologi
Penyebab tersering adalah karena kecelakaan saat bekerja, bermain dan
berolahraga. Luas cedera ditentukan oleh ukuran benda yang mempenetrasi,
kecepatan saat impaksi, dan komposisi benda tersebut, benda tajam seperti pisau akan
menyebabkan laserasi berbatas tegas pada bola mata.1
Luas cedera yang disebabkan oleh benda asing yang terbang ditentukan oleh
energi kinetiknya. Benda tajam seperti pisau akan menimbulkan luka laserasi yang
jelas pada bola mata. Berbeda dengan kerusakan akibat benda asing yang terbang,
beratnya kerusakan ditentukan oleh energi kinetik yang dimilikinya. Contohnya pada
peluru pistol angin yang besar dan memiliki kecepatan yang tidak terlalu besar
memiliki energi kinetik yang tinggi dan menyebabkan kerusakan mata yang cukup

5
parah. Kontras dengan pecahan benda tajam yang memiliki massa yang kecil dengan
kecepatan tinggi akan menimbulkan laserasi dengan batas tegas dan beratnya
kerusakan lebih ringan dibandingkan kerusakan akibat peluru pistol angin.1,2

d. Patofisiologi
Benda asing dengan kecepatan tinggi akan menembus seluruh lapisan sklera
atau kornea serta jaringan lain dalam bulbus okuli sampai ke segmen posterior
kemudian bersarang didalamnya bahkan dapat mengenai os orbita. Dalam hal ini
akan ditemukan suatu luka terbuka dan biasanya terjadi prolaps (lepasnya) iris, lensa,
ataupun corpus vitreus. Perdarahan intraokular dapat terjadi apabila trauma mengenai
jaringan uvea, berupa hifema atau henophthalmia.1

e. Manifestasi Klinis
Trauma yang disebabkan benda tajam atau benda asing masuk ke dalam bola
mata, maka akan terlihat tanda-tanda bola mata tembus, seperti tajam penglihatan
yang menurun, laserasi kornea, tekanan bola mata rendah, bilik mata dangkal, bentuk
dan letak pupil yang berubah, terlihat ruptur pada kornea atau sklera, terdapat
jaringan yang prolaps seperti cairan mata, iris, lensa, badan kaca, atau retina, katarak
traumatik, dan konjungtiva kemosis.2
Pada perdarahan yang hebat, palpebra menjadi bengkak, berwarna kebiru-
biruan, karena jaringan ikat palpebra halus.Ekimosis yang tampak setelah trauma
menunjukkan bahwa traumanya kuat, sehingga harus dilakukan pemeriksaan dari
bagian-bagian yang lebih dalam dari mata, juga perlu dibuat foto rontgen kepala.
Perdarahan yang timbul 24 jam setelah trauma, menunjukkan adanya fraktur dari
dasar tengkorak. Sebagian besar cedera tembus menyebabkan penurunan penglihatan
yang mencolok, tetapi cedera akibat partikel kecil berkecepatan tinggi yang
dihasilkan oleh tindakan menggerinda atau memalu mungkin hanya menimbulkan
nyeri ringan dan kekaburan penglihatan.Tanda-tanda lainnya adalah kemosis
hemoragik, laserasi konjungtiva, kamera anterior yang dangkal dengan atau tanpa

6
dilatasi pupil yang eksentrik, hifema, atau perdarahan korpus vitreus. Tekanan
intraokuler mungkin rendah, normal, atau yang jarang sedikit meninggi.3

Gambar 6. Lokasi cedera mata; tampak depan

Berbagai Kerusakan Jaringan Mata akibat Trauma Tembus


Luka akibat benda tajam dapat mengakibatkan berbagai keadaan seperti berikut :2
a. Trauma tembus pada palpebra
Mengenai sebagian atau seluruhnya, jika mengenai levator
apaneurosis dapat menyebabkan suatu ptosis yang permanen.12

7
Gambar8.Laserasi palpebra

b. Trauma tembus pada saluran lakrimalis


Dapat merusak sistem pengaliran air mata dari pungtum lakrimalis
sampai ke rongga hidung. Hal ini dapat menyebabkan kekurangan air mata.12
c. Trauma tembus pada Orbita
Luka tajam yang mengenai orbita dapat merusak bola mata, merusak
saraf optik, menyebabkan kebutaan atau merobek otot luar mata sehingga
menimbulkan paralisis dari otot dan diplopia. Selain itu juga bisa
menyebabkan infeksi, menimbulkan selulitis orbita, karena adanya benda
asing atau adanya hubungan terbuka dengan rongga-rongga di sekitar orbita.1,2

Gambar 9. Trauma tembus orbita

8
d. Trauma tembus pada Kongjungtiva
Trauma dapat mengakibatkan robekan pada konjungtiva. Bila
robekan konjungtiva ini kecil atau tidak melebihi 1 cm, maka tidak perlu
dilakukan penjahitan. Bila robekan lebih dari 1 cm perlu dilakukan penjahitan
untuk mencegah granuloma. Pada setiap robekan conjungtiva perlu
diperhatikan juga robekan sklera yang biasa disertai robekan konjungtiva.
Disamping itu, pemberian antibiotik juga perlu diberikan untuk mencegah
infeksi sekunder.1,2

Gambar 10. Trauma tembus subkonjungtiva

e. Trauma tembus pada Sklera


Bila ada luka tembus pada sklera dapat menyebabkan penurunan
tekanan bola mata dan kamera okuli jadi dangkal, luka sklera yang lebar dapat
disertai prolap jaringan bola mata, sehingga bisa menyebabkan infeksi dari
bagian dalam bola mata.1

f. Trauma tembus pada Kornea


Bila luka tembus mengenai kornea dapat menyebabkan gangguan
fungsi penglihatan karena fungsi kornea sebagai media refraksi. Bisa juga
trauma tembus kornea menyebabkan iris prolaps, korpus vitreum dan korpus
ciliaris prolaps, hal ini dapat menurunkan visus.1

9
Bila tanpa perforasi : erosi atau benda asing tersangkut di kornea. Tes
fluoresia (+). Jaga jangan sampai terkena infeksi, sehingga menyebabkan timbulnya
ulkus atau herpes pada kornea. Lakukan pemberian antibiotika atau kemoterapeutika
yang berspektrum luas, lokal dan sistemik. Benda asing di kornea diangkat, setelah
diberi anastesi lokal dengan pantokain. Kalau mulai ada neovaskularisasi dari limbus,
berikanlah kortison lokal atau subkonjungtiva. Tetapi jangan diberikan kortison pada
luka yang baru atau bila ada herpes kornea.2
Bila ada perforasi : bila luka kecil, lepaskan konjungtiva di limbus yang
berdekatan, kemudian ditarik supaya menutupi luka kornea tersebut (flap
konjungtiva). Bila luka di kornea luas, maka luka itu harus dijahit. Kemudian ditutup
dengan flap konjingtiva. Jika luka di kornea itu disertai prolaps iris, iris yang keluar
harus dipotong dan sisanya di repossisi, robekan di kornea dijahit dan ditutup dengan
flap konjungtiva. Kalau luka telah berlangsung beberapa jam, sebaiknya bilik mata
depan dibilas terlebih dahulu dengan larutan penisilin 10.000 U/cc, sebelum kornea
dijahit. Sesudah selesai seluruhnya, berikan antibiotika dengan spektrum luas dan
sistemik, juga subkonjungtiva.2,3

Gambar11. Laserasi kornea

g. Trauma tembus pada Uvea


Bila terdapat luka pada uvea maka dapat menyebabkan pengaturan
banyaknya cahaya yang masuk sehingga muncul fotofobia atau penglihatan
kabur.1,2

10
h. Trauma tembus pada Lensa
Bila ada trauma akan mengganggu daya fokus sinar pada retina
sehingga menurunkan daya refraksi dan sefris sebagai penglihatan menurun
karena daya akomodasi tidak adekuat.2

i. Trauma tembus pada Retina


Dapat menyebabkan perdarahan retina yang dapat menumpuk pada
rongga badan kaca, hal ini dapat muncul fotopsia dan ada benda melayang
dalam badan kaca. 2

j. Trauma tembus pada corpus siliar


Luka pada corpus siliar mempunyai prognosis yang buruk, karena
kemungkinan besar dapat menimbulkan endoftalmitis, panoftalmitis yang
berakhir dengan ptisis bulbi pada mata yang terkena trauma. Sedangkan pada
mata yang sehat dapat timbul oftalmia simpatika. Oleh karena itu, bila
lukanya besar, disertai prolaps dari isi bola mata, sehingga mata mungkin tak
dapat melihat lagi, sebaiknya di enukleasi bulbi, supaya mata yang sehat tetap
menjadi baik. 2

f. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan trauma tajam mata adalah:
1. Penatalaksanaan sebelum tiba di rumah sakit:
- Mata tidak boleh dibebat dan diberikan perlindungan tanpa kontak.
- Tidak boleh dilakukan manipulasi yang berlebihan dan penekanan bola
mata.
- Benda asing tidak boleh dikeluarkan tanpa pemeriksaan lanjutan.
- Sebaiknya pasien di puasakan untuk mengantisipasi tindakan operasi.
2. Penatalaksanaan di rumah sakit:
- Pemberian antibiotik spektrum luas.

11
- Pemberian obat sedasi,antiemetik, dan analgetik sesuai indikasi.
- Pemberian toksoid tetanus sesuai indikasi.
- Pengangkatan benda asing di kornea, konjungtiva atau intraokuler
-Tindakan pembedahan /penjahitan sesuai dengan kausa dan jenis
cedera.2

Keadaan trauma tembus pada mata merupakan hal yang gawat darurat dan
harus segera mendapat perawatan khusus karena dapat menimbulkan bahaya seperti
infeksi, Siderosis, kalkosis dan oftalmika simpatika. Pada setiap tindakan harus
dilakukan usaha untuk mempertahankan bola mata bilamasih terdapat kemampuan
melihat sinar atau ada proyeksi penglihatan. Bila terdapat benda asing, maka
sebaiknya dilakukan usaha untuk mengeluarkan banda asing tersebut.1,2
Apabila jelas tampak ruptur bola mata, maka manipulasi lebih lanjut harus
dihindari sampai pasien mendapat anestesia umum. Sebelum pembedahan jangan
diberi obat siklopegik atau antibiotik topikal karena kemungkinan toksisitas pada
jaringan intraokular yang terpajan. Berikan antibiotik parenteral spektrum luas dan
pakaikan pelindung FOX pada mata. Analgetik, antimiemetik, dan antitoksin tetanus
diberikan sesuai kebutuhan, serta gizi atau nutrisi yang baik. Sebelum dirujuk mata
tidak boleh diberi salep, karena salep dapat masuk ke dalam mata. Pasien tidak boleh
diberikan steroid lokal, dan bebat yang diberikan pada mata tidak menekan bola
mata.1,2
Pada penutupan luka segmen anterior, harus digunakan teknik-teknik bedah
mikro.Laserasi kornea diperbaiki dengan jahitan nilon 10-0 untuk menghasilkan
penutupan yang kedap air. Iris atau korpus siliaris yang mengalami inkarserasi dan
terpajan kurang dari 24 jam dapat dimasukkan ke dalam bola mata dengan
viskoelastik atau dengan memasukkan suatu spatula siklodialisis melalui insisi tusuk
di limbus dan menyapu jaringan keluar dari luka. Apabila hal ini tidak dapat
dilakukan, apabila jaringan telah terpajan lebih dari 24 jam, atau apabila jaringan
tersebut mengalami iskemia dan kerusakan berat, maka jaringan yang prolaps harus

12
dieksisi setinggi bibir luka. Setiap jaringan yang dipotong harus dikirim ke
laboratorium patologik untuk diperiksa.Dilakukan pembiakan untuk memeriksa
kemungkinan infeksi bakteri atau jamur.Sisa-sisa lensa dan darah dikeluarkan dengan
aspirasi dan irigasi mekanis atau vitrektomi. Reformasi kamera anterior selama
tindakan perbaikan dapat dicapai dengan cairan intraokuler fisiologis, udara atau
viskoelastik.3
Luka sklera ditutup dengan jahitan 8-0 atau 9-0 interupted yang tidak dapat
diserap.Otot-otot rektus dapat secara sementara dilepaskan dari insersinya agar
tindakan lebih mudah dilakukan. Luka keluar di bagian posterior sklera pada cedera
tembus ganda dapat sembuh sendiri, dan biasanya tidak dilakukan usaha penutupan.3
Bedah vitreoretinal, bila ada luka kornea yang besar, dapat dilakukan melalui
keratoprostesis Landers Foulks temporer sebelum melakukan penanaman
kornea.Enukleasi dan eviserasi primer hanya boleh dipikirkan bila bola mata
mengalami kerusakan total.Mata sebelah rentan terhadap oftalmika simpatetik bila
terjadi trauma tembus mata terutama bila ada kerusakan di jaringan uvea. Untungnya,
komplikasi ini jarang terjadi.2,3

g. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi setelah terjadinya trauma tembus adalah
endoftalmitis, panoftalmitis, ablasi retina, perdarahan intraokular dan oftalmia
simpatika. Endoftalmitis dapat terjadi dalam beberapa jam hingga dalam beberapa
minggu tergantung pada jenis mikroorganisme yang terlibat. Endoftalmitis dapat
berlanjut menjadi panoftalmitis.3
Oftalmia simpatika adalah inflamasi yang terjadi pada mata yang tidak cedera
dalam jangka waktu 5 hari sampai 60 tahun dan biasanya 90% terjadi dalam 1 tahun.8
Diduga akibat respon autoimun akibat terekposnya uvea karena cedera, keadaan ini
menimbulkan nyeri, penurunan ketajaman penglihatan mendadak, dan fotofobia yang
dapat membaik dengan enukleasi mata yang cedera.2,4

13
h. Prognosis
Prognosis berhubungan dengan sejumlah faktor seperti visus awal, tipe dan
luasnya luka, adanya atau tidak adanya ablasio retina, atau benda asing. Secara
umum, semakin posterior penetrasi dan semakin besar laserasi atau ruptur, prognosis
semakin buruk.Trauma yang disebabkan oleh objek besar yang menyebabkan laserasi
kornea tapi menyisakan badan vitreus, sklera dan retina yang tidak luka mempunyai
prognosis penglihatan yang baik dibandingkan laserasi kecil yang melibatkan bagian
posteror.Trauma tembus akibat benda asing yg bersifat inert pun mempunyai
prognosis yang baik.Trauma tembus akibat benda asing yang sifatnya reaktif
magnetik lebih mudah dikeluarkan dan prognosisnya lebih baik. Pada luka penetrasi,
50-75% mata akan mencapai visus akhir 5/200 atau lebih baik.1,3
i. Pencegahan
Trauma mata dapat dicegah dan diperlukan penerangan kepada masyarakat
untuk menghindari terjadinya trauma mata, seperti :
- Trauma tajam akibat kecelakaan lalu lintas tidak dapat dicegah, kecuali
trauma tajamperkelahian.
- Diperlukan perlindungan pekerja untuk menghindari terjadinya trauma
tajam.
- Awasi anak yang sedang bermain yang mungkin berbahaya bagi
matanya.3

Orang yang menggunakan lensa dari kaca atau plastik yang sedang bekerja
dalam industri atau melakukan aktivitas atletik memiliki resiko terkena pecahan
fragmen lensa. Kaca mata yang paling efektif untuk mencegah cedera terdiri dari
lensa polikarbonat dalam rangka poliamida dengan tepi penahan di
posterior.Sebaiknya digunakan bingkai pada wraparound (bukan bingkai berengsel)
karena lebih dapat menahan pukulan dari samping.Pada atletik atau aktivitas rekreasi
beresiko tinggi (misalnya perang-perangan dengan peluru hampa atau cat), pelindung
mata tanpa lensa tidak selalu melindungi mata secara adekuat.Perlindungan mata

14
yang sesuai terutama diindikasikan bagi mereka yang bermain bola raket, bola
tangan, dan squash. Banyak kebutaan yang terjadi akibat olah raga ini, terutama
akibat trauma kontusio pada mata yang tidak terlindung dengan baik.2,4

II.I.2 TRAUMA TUMPUL


a. Definisi
Trauma tumpul okuli adalah trauma pada mata yang diakibatkan benda yang
keras atau benda tidak keras dengan ujung tumpul, dimana benda tersebut dapat
mengenai mata dengan kencang atau lambat sehingga terjadi kerusakan pada jaringan
bola mata atau daerah sekitarnya.Trauma tumpul biasanya terjadi karena aktivitas
sehari-hari ataupun karena olah raga. Biasanya benda-benda yang sering
menyebabkan trauma tumpul berupa bola tenis, bola sepak, bola tenis meja,
shuttlecock dan lain sebagianya. Trauma tumpul dapat bersifat counter coupe, yaitu
terjadinya tekanan akibat trauma diteruskan pada arah horisontal di sisi yang
bersebrangan sehingga jika tekanan benda mengenai bola mata akan diteruskan
sampai dengan makula. 1,2,

b. Etiologi

Penyebab dari trauma ini adalah :

1.Benda tumpul

2.Benturan atau ledakan di mana terjadi pemadatan udara. 3

c. Patofisiologi
Trauma tumpul yang mengenai mata dapat menyebabkan robekan pada
pembuluh darah iris, akar iris dan badan silier sehingga mengakibatkan perdarahan
dalam bilik mata depan. Iris bagian perifer merupakan bagian paling lemah. Suatu
trauma yang mengenai mata akan menimbulkan kekuatan hidralis yang dapat

15
menyebabkan hifema dan iridodialisis, serta merobek lapisan otot spingter sehingga
pupil menjadi ovoid dan non reaktif. Tenaga yang timbul dari suatu trauma
diperkirakan akan terus ke dalam isi bola mata melalui sumbu anterior posterior
sehingga menyebabkan kompresi ke posterior serta menegangkan bola mata ke lateral
sesuai dengan garis ekuator. Hifema yang terjadi dalam beberapa hari akan berhenti,
oleh karena adanya proses homeostatis. Darah dalam bilik mata depan akan diserap
sehingga akan menjadi jernih kembali. 4

d. Klasifikasi

Trauma tumpul dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

1. Kontusio, yaitu kerusakan disebabkan oleh kontak langsung dengan benda


dari luar terhadap bola mata, tanpa menyebabkab robekan pada dinding
bola mata.

2. Konkusio, yaitu bila kerusakan terjadi secara tidak langsung. Trauma


terjadi pada jaringan di sekitar mata, kemudian getarannya sampai ke bola
mata. Baik kontusio maupun konkusio dapat menimbulkan kerusakan
jaringan berupa kerusakan molekular, reaksi vaskular, dan robekan
jaringan. Menurut Duke-Elder, kontusio dan konkusio bola mata akan
memberikan dampak kerusakan mata,dari palpebra sampai dengan saraf
optikus. 5

e. Gambaran Klinis

Tanda dan Gejala


Mata merah

Rasa sakit

16
Mual dan muntah karena kenaikan Tekanan Intra Okuler (TIO)

Penglihatan kabur

Penurunan visus

Infeksi konjungtiva

Trauma tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu penurunan


penglihatan sementara sampai berat, yaitu perdarahan didalam bola mata, terlepasnya
selaput jala (retina) atau sampai terputusnya saraf penglihatan sehingga menimbulkan
kebutaan menetap.5
f. Anamnesis

Trauma mata oleh benda tumpul merupakan peristiwa yang sering


terjadi.Kerusakan jaringan yang terjadi akibat trauma demikian bervariasi mulai dari
yang ringan hingga berat bahkan sampai kebutaan.Untuk mengetahui kelainan yang
ditimbulkan perlu diadakan pemeriksaan yang cermat, terdiri atas anamnesis dan
pemeriksaan.5

Pada anamnesis kasus trauma mata ditanyakan mengenai :

Proses terjadinya trauma

Benda apa yang mengenai mata tersebut

Bagaimana arah datangnya benda yang mengenai mata itu

(Apakah dari depan, samping atas, samping bawah, atau dari arah lain)

Bagaimana kecepatannya waktu mengenai mata

Berapa besar benda yang mengenai mata

Bahan benda tersebut

(Apakah terbuat dari kayu, besi atau bahan lainnya)

17
Apabila terjadi pengurangan penglihatan ditanyakan :

Apakah pengurangan penglihatan itu terjadi sebelum atau sesudah


kecelakaan

Kapan terjadi trauma itu

Apakah trauma tersebut disertai dengan keluarnya darah dan rasa sakit

Apakah sudah pernah mendapatkan pertolongan sebelumnya. 5

g. Pemeriksaan

Pemeriksaan pada kasus trauma mata dilakukan baik subyektif maupun obyektif.

Pemeriksaan Subyektif

Pada setiap kasus trauma, kita harus memeriksa tajam penglihatan


karena hal ini berkaitan dengan pembuatan visum et repertum. Pada
penderita yang ketajaman penglihatannya menurun, dilakukan
pemeriksaan refraksi untuk mengetahui bahwa penurunan penglihatan
mungkin bukan disebabkan oleh trauma tetapi oleh kelainan refraksi
yang sudah ada sebelum trauma. 4

Pemeriksaan Objektif

Pada saat penderita masuk ruang pemeriksaan, sudah dapat


diketahui adanya kelainan di sekitar mata seperti adanya perdarahan
sekitar mata, pembengkakan di dahi, dipipi, hidung dan lain-
lainnya.Pemeriksaan mata perlu dilakukan secara sistematik dan
cermat. 4

Yang diperiksa pada kasus trauma mata ialah :

Keadaan kelopak mata

Kornea

18
Bilik mata depan

Pupil

Lensa dan fundus

Gerakkan bola mata

Tekanan bola mata.

Pemeriksaan segmen anterior dilakukan dengan sentolop loupe, slit lamp dan
oftalmoskop.4

Kelainan akibat trauma tumpul


1. Kelainan Pada Orbita

Jarang sekali ditemukan kelainan orbita akibat trauma tumpul.Apabila terjadi


kelainan orbita, maka gejala yang mudah tampak ialah adanya eksoftalmos dan
gangguan gerakan bola mata akibat perdarahan di dalam rongga orbita.Kadang-
kadang juga terjadi hematom kelopak mata dan perdarahan subkonjungktiva.5

Fraktur rima orbita dapat diperkirakan pada perabaan yang terasa sebagai tepi
orbita yang tidak rata.Fraktur di bagian dalam orbita, akan menyebabkan emfisem
atau terjadi enoftalmos bahkan mungkin disertai kerusakan pada foramen optik dan
mengenai saraf optik dengan akibat kebutaan. Untuk memastikan adanya keretakan
tulang orbita dilakukan pemeriksaan radiologi orbita. 1,2

2. Kelainan Pada Kelopak Mata


Trauma kelopak mata merupakan kejadian yang sering.Oleh karena
longgarnya jaringan ikat subkutan, maka adanya hematom dan edema kelopak mata
kadang-kadang menunjukkan gejala yang berlebihan dan menakutkan, sehingga
mendorong penderita untuk lekas-lekas minta pertolongan dokter. 1,2

19
Hematoma palpebra yang merupakan pembengkakan atau penimbunan darah
dibawah kulit kelopak akibat pecahnya pembuluh darah palpebra. Hematoma kelopak
merupakan kelainan yang sering terlihat pada trauma tumpul kelopak. Trauma dapat
akibat pukulan tinju, atau benda-benda keras lainnya. Keadaan ini memberikan
bentuk yang menakutkan pada pasien, dapat tidak berbahaya ataupun sangat
berbahaya karena mungkin ada kelainan lain di belakangnya. 1,5

Bila perdarahan terletak lebih dalam dan mengenai kedua kelopak dan
berbentuk kacamata hitam yang sedang dipakai, maka keadaan ini disebut sebagai
hematoma kacamata.Hematoma kacamata merupakan keadaan sangat
gawat.Hematoma kacamata terjadi akibat pecahnya arteri oftalmika yang merupakan
tanda fraktur basis kranii.Pada pecahnya a.oftalmika maka darah masuk kedalam
kedua rongga orbita melalui fisura orbita. Akibat darah tidak dapat menjalar lanjut
karena dibatasi septum orbita kelopak maka akanberbentuk gambaran hitam pada
kelopak seperti seseorang memakai kacamata. 2

3. Kelainan Pada Konjungtiva


A. Edema Konjungtiva
Jaringan konjungtiva yang bersifat selaput lendir dapat menjadi kemotik pada
setiap kelainannya, demikian pula akibat trauma tumpul.Bila kelopak terpajan ke
dunia luar dan konjungtiva secara langsung kena angin tanpa dapat mengedip, maka
keadaan ini telah dapat mengakibatkanedema pada konjungtiva.3

20
Kemotik konjungtiva yang berat dapat mengakibatkan palpebra tidak
menutup sehingga bertambah rangsangan terhadap konjungtiva. Pada edema
konjungtiva dapat diberikan dekongestan untuk mencegah pembendungan cairan di
dalam selaput lendir konjungtiva. Pada kemotik konjungtiva berat dapat dilakukan
insisi sehingga cairan konjungtiva kemotik keluar melalui insisi tersebut. 5

B. Hematoma Subkonjungtiva
Jika terjadi perdarahan subkonjungtiva (hematoma subkonjungtiva), maka
konjungtiva akan tampak merah dengan batas tegas, yang pada penekanan tidak
menghilang atau menipis. Hal ini penting untuk membedakannya dengan hiperemi
atau hemangioma konjungtiva. Lama kelamaan perdarahan ini mengalami, perubahan
warna menjadi membiru, menipis dan umumnya diserap dalam waktu 2- 3 minggu. 4,5

Hematoma subkonjungtiva terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang


terdapat pada atau di bawah kongjungtiva, seperti arteri konjungtiva dan arteri
episklera.Pecahnya pembuluh darah ini dapat akibat batuk rejan, trauma tumpul basis
kranii (hematoma kaca mata), atau pada keadaan pembuluh darah yang rentan dan
mudah pecah. Pembuluh darah akan rentan dan mudah pecah pada usia lanjut,
hipertensi, arteriosklerose, konjungtiva meradang (konjungtivitis), anemia, dan obat-
obat tertentu. 5

21
Bila perdarahan ini terjadi akibat trauma tumpul maka perlu dipastikan bahwa
tidak terdapat robekan dibawah jaringan konjungtiva atau sklera.Kadang-kadang
hematoma subkonjungtiva menutupi keadaaan mata yang lebih buruk seperti
perforasi bola mata.Pemeriksaan funduskopi adalah perlu pada setiap penderita
dengan perdarahan subkonjungtiva akibat trauma.Bila tekanan bola mata rendah
dengan pupil lonjong disertai tajam penglihatan menurun dan hematoma
subkonjungtiva maka sebaiknya dilakukan eksplorasi bola mata untuk mencari
kemungkinan adanya ruptur bulbus okuli. 5

Pengobatan dini pada hematoma subkonjungtiva ialah dengan kompres air


hangat. Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1-2 minggu
tanpa diobati. Epitel konjungtiva mudah mengalami regenerasi sehingga luka pada
konjungtiva penyembuhannya cepat.Robekan konjungtiva sebaiknya dijahit untuk
mempercepat penyembuhannya. 5

4. Kelainana Pada Kornea

Trauma tumpul kornea dapat menimbulkan kelainan kornea mulai dari erosi
kornea sampai laserasi kornea.Bilamana lesi letaknya di bagian sentral, lebih-lebih
bila mengakibatkan kekeruhan kornea yang luas, dapat mengakibatkan pengurangan
tajam penglihatan. Pada umumnya bila lesi kornea tidak sampai merusak membran
bowman atau stromanya, maka kornea akan cepat sembuh tanpa meninggalkan

22
sikatriks pada kornea. Pada lesi yang lebih dalam pada lapisan kornea, umumnya
akan meninggalkan sikatriks berupa nebula, makula atau leukoma kornea.2,4

A. Edema Kornea

Trauma tumpul yang keras atau cepat mengenai mata dapat mengakibatkan
edema kornea malahan ruptur membran descement. Edema kornea akan memberikan
keluhan penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi sekitar bola lampu atau sumber
cahaya yang dilihat. Kornea akan terlihat keruh, dengan uji plasido yang positif. 4

Edema korneayang berat dapat mengakibatkan masuknya serbukan sel radang


dan neovaskularisasi ke dalam jaringan stroma kornea. Pengobatan yang diberikan
adalah larutan hipertonik seperti NaCl 5% atau larutan garam hipertonik 2-8%,
glukose 4% dan larutan albumin. 4

Bila terdapat peninggian tekanan bola mata maka diberikan


asetazolamida.Pengobatan untuk menghilangkan rasa sakit dan memperbaiki tajam
penglihatan dengan lensa kontak lembek dan mingkin akibat kerjanya menekan
kornea terjadi pengurangan edema kornea. Penyulit trauma kornea yang berat berupa
terjadinya kerusakan M. Descement yang lama sehingga mengakibatkan keratopati
bulosa yang akan memberikan keluhan rasa sakit dan menurunkan tajam penglihatan
akibat astigmatisme iregular. 1,4

B. Erosi Kornea

Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang dapat


diakibatkan oleh gesekkan keras pada epitel kornea.Erosi dapat terjadi tanpa cedera
pada membran basal.Dalam waktu yang pendek epitel sekitarnya dapat bermigrasi
dengan cepat dan menutupi defek epitel tersebut. 5

Pada erosi pasien akan merasa sakit sekali akibat erosi merusak kornea yang
mempunyai serat sensibel yang banyak, mata berair, dengan blefarospasme,
lakrimasi, fotofobia, dan penglihatan akan tergantung oleh media kornea yang keruh.

23
Pada kornea akan terlihat suatu defek epitel kornea yang bila diberi perwarnaan
fluoresein akan berwarna hijau. 3,5

Pada erosi kornea perlu diperhatikan adalah adanya infeksi yang timbul
kemudian. Anestesi topikal dapat diberikan untuk memeriksa tajam penglihatan dan
menghilangkan rasa sakit yang sangat.Hati-hati bila memakai obat anestetik topikal
untuk menghilangkan rasa sakit pada pemeriksaan karena dapat menambah kerusakan
epitel. 2,3

Epitel yang terkelupas atau terlipat sebaiknya dilepas atau dikelupas.Untuk


mencegah infeksi bakteri diberikan antibiotika seperti antibiotika spektrum luas
neosporin, kloramfenikol dan sulfasetamid tetes mata.Akibat rangsangan yang
mengakibatkan spasme siliar maka diberikan sikloplegik aksi pendek seperti
tropikamida. Pasien akan merasa lebih tertutup bila dibebat selama 24 jam. Erosi
yang kecil biasanya akan tertutup kembali setelah 48 jam. 2,4

C. Erosi Kornea Rekuren

Erosi kornea rekuren, biasanya terjadi akibat cedera yang merusak membran
basal atau tukak meraherpetik. Epitel yang menutup kornea akan mudah lepas
kembali diwaktu bangun pagi. Terjadinya erosi kornea berulang akibat epitel tidak

24
dapat bertahan pada defek epitel kornea.Sukarnya erpitel menutupi kornea
diakibatkan oleh terjadinya pelepasan membran basal epitel kornea tempat duduknya
sel basal epitel kornea. Biasanya membran basal yang rusak akan kembali normal
setelah 6 minggu. 1,2

Pengobatan terutama bertujuan melumas permukaan kornea sehingga


regenerasi epitel tidak cepat terlepas untuk membentuk membran basal
kornea.Pengobatan biasanya dengan memberikan sikloplegik untuk menghilangkan
rasa sakit ataupun untuk mengurangkan gejala radang uvea yang mungkin
timbul.Antibiotik diberikan dalam bentuk tetes dan mata ditutup untuk mempercepat
tumbuh epitel baru dan mencegah infeksi sekunder. Biasanya bila tidak terjadi infeksi
sekunder erosi kornesa yang mengenai seluruh permukaan kornea akan sembuh
dalam 3 hari. Pada erosi kornea tidak diberi antibiotik dengan kombinasi steroid. 3,5

Pemakaian lensa kontak lembek pada pasien dengan erosi rekuren sangat
bermanfaat, karena dapat mempertahankan epitel berada di tempat dan tidak
dipengaruhi kedipan kelopak mata.5

D. Hifema

Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma
tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. 1

Pasien akan mengeluh sakit, disertai dengan epifora dan blefarospasme.

Penglihatan pasien akan sangat menurun. Bila pasien duduk, hifema akan terlihat

25
terkumpul dibagian bawah bilik mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh

ruang bilik mata depan. Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis. 1

Pengobatan dengan merawat pasien dengan tidur di tempat tidur yang


ditinggikan 30 derajatpada kepala, diberi koagulasi, dan mata ditutup. Pada anak yang
gelisah dapat diberikan obat penenang.Asetazolamida diberikan bila terjadi penyulit
glaukoma. 4

Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila berjalam penyakit tidak berjalan
demikian maka sebaiknya penderita dirujuk.Parasentesis atau mengeluarkan darah
dari bilik mata depan di lakukan pada pasien dengan hifema bila terlihat tanda-tanda
imbibisi kornea, glaukoma sekunder, hifema penuh dan berwarna hitam atau bila
setelah 5 hari tidak terlihat tanda-tanda hifema akan berkurang.Kadang-kadang
sesudah hifema hilang atau 7 hari setelah trauma dapat terjadi perdarahan atau hifema
baru yang disebut hifema sekunder yang pengaruhnya akan lebih hebat karena
perdarahan lebih sukar hilang. 1,4

Glaukoma sekunder dapat pula terjadi akibat kontusi badan siliar berakibat
suatu reses sudut bilik mata sehingga terjadi gangguan pengaliran cairan mata.Zat
besi di dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila didiamkan
akandapat menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan.Hifema spontan pada anak
sebaiknya dipikirkan kemungkinan leukimia dan retinoblastoma.Perdarahan sekunder
dapat terjadi sesudah hari ketiga terjadinya trauma. Hifema biasanya akan mengalami

26
penyerapan spontan. Bila mana hifema penuh, dan penyerapannya sukar, dapat terjadi
hemosiderosis kornea (penimbunan pigmen darah dalam kornea), atau glaukoma
sekunder.Apabila hifema tidak mengurang dalam 5 hari dan tekanan bola mata
meninggi, dilakukan tindakan pembedahan mengeluarkan darah dari bilik mata depan
(parasentesis). 1,3

h. Penatalaksanaan

Prinsip penanganan trauma tumpul bola mata adalah apabila tampak jelas
adanya ruptur bola mata, maka manipulasi lebih lanjut harus dihindari sampai pasien
mendapat anestesi umum. Sebelum pembedahan, tidak boleh diberikan sikloplegik
atau antibiotik topikal karena kemungkinan toksisitas obat akan meningkat pada
jaringan intraokular yang terpajan. Antibiotik dapat diberikan secara parenteral
spektrum luas dan pakai pelindung pada mata.Analgetik, antiemetik, dan antitoksin
tetanus diberikan sesuai kebutuhan, dengan restriksi makan dan minum.Induksi
anestesi umum harus menghindari substansi yang dapat menghambat depolarisasi
neuromuskular, karena dapat meningkatkan secara transien tekanan bola mata,
sehingga dapat memicu terjadinya herniasi isi intraokular. 4,5
Pada trauma yang berat, ahli oftalmologi harus selalu mengingat
kemungkinan timbulnya kerusakan lebih lanjut akibat manipulasi yang tidak perlu
sewaktu berusaha melakukan pemeriksaan mata lengkap.Anestetik topikal, zat warna,
dan obat lainnya yang diberikan ke mata yang cedera harus steril.Kecuali untuk
cedera yang menyebabkan ruptur bola mata, sebagian besar efek kontusio-konkusio
mata tidak memerlukan terapi bedah segera.Namun, setiap cedera yang cukup parah
untuk menyebabkan perdarahan intraokular sehingga meningkatkan risiko perdarahan
sekunder dan glaukoma memerlukan perhatian yang serius, yaitu pada kasus hifema.
Kelainan pada palpebra dan konjungtiva akibat trauma tumpul, seperti edema dan
perdarahan tidak memerlukan terapi khusus, karena akan menghilang sendiri dalam
beberapa jam sampai hari. Kompres dingin dapat membantu mengurangi edema dan

27
menghilangkannyeri, dilanjutkan dengan kompres hangat pada periode selanjutnya
untuk mempercepat penyerapan darah. 5
Pada laserasi kornea, diperbaiki dengan jahitan nilon 10-0
untuk menghasilkan penutupan yang kedap air. Iris atau korpus siliaris yang
mengalami inkarserasi dan terpajan kurang dari 24 jam dapat dimasukkan ke dalam
bola mata dengan viskoelastik. Sisa-sisa lensa dan darah dapat dikeluarkan dengan
aspirasi dan irigasi mekanis atauvitrektomi. Luka di sklera ditutup dengan jahitan 8-0
atau 9-0 interrupted yang tidak dapat diserap. Otot-otot rektus dapat secara sementara
dilepaskan dari insersinya agar tindakan lebih mudah dilakukan.Prognosis pelepasan
retina akibat trauma adalah buruk, karena adanya cedera makula, robekan besar di
retina, dan pembentukan membran fibrovaskular intravitreus.Vitrektomi merupakan
tindakan yang efektif untuk mencegah kondisi tersebut. 2,4
Pada hifema, bila telah jelas darah telah mengisis 5% kamera anterior, maka
pasien harus tirah baring dan diberikan tetes steroid dan sikloplegik pada mata yang
sakit selama 5 hari. Mata diperiksa secara berkala untuk mencari adanya perdarahan
sekunder, glaukoma, atau bercak darah di kornea akibat pigmentasi hemosiderin.
Penanganan hifema, yaitu : 4
1. Pasien tetap istirahat ditempat tidur (4-7 hari ) sampai hifema diserap.

2. Diberi tetes mata antibiotika pada mata yang sakit dan diberi bebat tekan.

3. Pasien tidur dengan posisi kepala miring 60 diberi koagulasi.

4. Kenaikan TIO diobati dengan penghambat anhidrase karbonat.


(asetasolamida).

5. Di beri tetes mata steroid dan siklopegik selama 5 hari.

6. Pada anak-anak yang gelisah diberi obat penenang

7. Parasentesis tindakan atau mengeluarkan darah dari bilik mata depan


dilakukan bila ada tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma sekunder,

28
hifema penuh dan berwarna hitam atau bilasetelah 5 hari tidak terlihat
tanda-tanda hifema akan berkurang.

8. Asam aminokaproat oral untuk anti fibrinolitik.

9. Evakuasi bedah jika TIO lebih 35 mmHg selama 7 hari atau lebih 50
mmH selama 5 hari.

10. Vitrektomi dilakukan bila terdapat bekuan sentral dan lavase kamar
anterior.

11. Viskoelastik dilakukan dengan membuat insisi pada bagian limbus.

Pada fraktur orbita, tindakan bedah diindikasikan bila: 4


Diplopia persisten dalam 30 derajat dari posisi primer pandangan, apabila
terjadi penjepitan

Enoftalmos 2 mm atau lebih

Sebuah fraktur besar (setengah dari dasar orbita) yang kemungkinan besar
akan menyebabkan enoftalmos.

Penundaan pembedahan selama 1 2 minggu membantu menilai apakah diplopia


dapat menghilang sendiri tanpa intervensi.Penundaan lebih lama menurunkan
kemungkinan keberhasilan perbaikan enoftalmos dan strabismus karena adanya
sikatrik.Perbaikan secara bedah biasanya dilakukan melalui rute infrasiliaris atau
trans konjungtiva.Periorbita di insisi dan diangkat untuk memperlihatkan tempat
fraktur di dinding medial dan dasar.Jaringan yang mengalami herniasi ditarik kembali
ke dalam orbita, dan defek ditutup dengan implan. 2,4

29
II.I.3 TRAUMA KIMIA

a. Definisi

Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kedaruratan


oftalmologi karena dapat menyebabkan cedera pada mata, baik ringan, berat bahkan
sampaikehilangan penglihatan. Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang
mengenaibola mata akibat terpaparnya bahan kimia baik yang bersifat asam atau basa
yangdapat merusak struktur bola mata tersebut.6
Trauma kimia diakibatkan oleh zat asam dengan pH <7 ataupun zat basa pH >
7 yangdapat menyebabkan kerusakan struktur bola mata. Tingkat keparahan trauma
dikaitkan dengan jenis, volume, konsentrasi, durasi pajanan, dan derajat penetrasi dari
zat kimia tersebut. Mekanisme cedera antara asam dan basa sedikit berbeda.6
Trauma bahan kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi dalam
laboratorium,industri, pekerjaan yang memakai bahan kimia, pekerjaan pertanian, dan
peperangan memakai bahan kimia serta paparan bahan kimia dari alat-alat rumah
tangga. Setiap trauma kimia pada mata memerlukan tindakan segera. Irigasi daerah
yang terkena trauma kimia merupakan tindakan yang harus segera dilakukan.6

b. Etiologi

Trauma kimia biasanya disebabkan bahan-bahan yang tersemprot atau


terpercik padawajah.Trauma pada mata yang disebabkan oleh bahan kimia
disebabkan oleh 2macam bahan yaitu bahan kimia yang bersifat asam dan bahan
kimia yang bersifatbasa. Bahan kimia dikatakan bersifat asam bila mempunyai pH <
7 dan dikatakanbersifat basa bila mempunyai pH > 7.6

Trauma Asam
Asam terdisosiasi menjadi ion-ion Hidrogen dan anion di kornea. Molekul
hidrogen merusak permukaan bola mata dengan merubah pH, sedangkan anion

30
menyebabkan denaturasi, presipitasi dan koagulasi protein pada epitel epitel kornea
yang terpajan.2,3 Presipitasi dan koagulasi permukaan bola mata disebut nekrosis
koagulatif.10 Koagulasi protein mencegah terjadinya penetrasi asam lebih
dalam,1,4 sehingga bila konsentrasi tidak tinggi tidak akan bersifat destruktif seperti
trauma alkali. Umumnya kerusakan yang terjadi bersifat nonprogresif dan hanya pada
bagian superfisial saja.5,6
Asam hidrofluorat adalah pengecualian dalam kasus trauma akibat asam.
Asam hidrofluorat adalah asam lemah yang dapat melewati membran sel dengan
cepat, dalam keadaan tetap tidak terionisasi, sementara ion fluoride berpenetrasi lebih
baik ke stroma dibanding asam lainnya sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih
parah di segmen anterior.1,4 Karena itu asam hidrofluorat bekerja seperti basa,
menyebabkan nekrosis liquefactive. Ion fluoride yang dilepaskan ke dalam sel dapat
menginhibisi enzim glikolitik dan dapat bergabung dengan kalsium dan magnesium,
membentuk kompleks tidak larut. Nyeri lokal yang hebat diduga sebagai akibat dari
kegagalan imobilisasi kalsium, yang kemudian mendorong stimulasi syaraf oleh
perpindahan potassium.1
Komplikasi paling serius dari trauma asam adalah jaringan parut konjungtiva
dan kornea, vaskularisasi kornea, glaukoma dan uveitis. Biasanya trauma akibat asam
akan normal kembali, sehingga tajam penglihatan tidak banyak terganggu.2,5

Trauma Basa

Basa terdisosiasi menjadi ion hidroksil dan kation di permukaan bola mata.Ion
hidroksil membuat reaksi saponifikasi pada membran sel asam lemak, sedangkan
kation berinteraksi dengan kolagen stroma dan glikosaminoglikan.Jaringan yang
rusak ini menstimulasi respon inflamasi, yang merangsang pelepasan enzim
proteolitik, sehingga memperberat kerusakan jaringan. Interaksi ini menyebabkan
penetrasi lebih dalam melalui kornea dan segmen anterior. Hidrasi lanjut dari
glikosaminoglikan menyebabkan kekeruhan kornea. Kolagenase yang terbentuk akan

31
menambah kerusakan kolagen kornea. Berlanjutnya aktivitas kolagenase
menyebabkan terjadinya perlunakan kornea. 4,6
Hidrasi kolagen menyebabkan distorsi dan pemendekan fibril sehingga terjadi
perubahan pada jalinan trabekulum yang selanjutnya dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intraokular. Mediator inflamasi yang dikeluarkan pada proses ini merangsang
pelepasan prostaglandin yang juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan
intraokular. Basa yang menembus dalam bola mata akan dapat merusak retina
sehingga akan berakhir dengan kebutaan penderita.5,6
Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan akibat yang sangat gawat
pada mata. Basa akan menembus dengan cepat ke kornea, bilik mata depan dan
sampai pada jaringan retina. Proses yang terjadi disebut nekrosis liquefactive. Bahan
akustik soda dapat menembus ke dalam bilik mata depan dalam waktu 7 detik. .3,6
Penyulit yang dapat ditimbulkan oleh trauma basa adalah simblefaron,
kekeruhan kornea, edema dan neovaskularisasi kornea, katarak, disertai dengan
terjadi ftisis bola mata 1 Penyulit jangka panjang dari luka bakar kimia adalah
glaukoma sudut tertutup, pembentukan jaringan parut kornea, simblefaron, entropion,
dan keratitis sika. 5,6

c. Patogenesis

Bahan asam dan basa menyebabkan trauma dengan mekanisme yang


berbeda.Baik bahan asam (pH<4 alkali="alkali" dan="dan" ph="ph">10) dapat
menyebabkan terjadinya trauma kimia. Kerusakan jaringan akibat trauma kimia ini
secara primer akibat proses denaturasi dan koagulasi protein selular, dan secara
sekunder melalui kerusakan iskemia vaskular. Bahan asam menyebabkan terjadinya
nekrosis koagulasi dengan denaturasi protein pada jaringan yang berkontak.Hal ini
disebabkan karena bahan asam cenderung berikatan dengan protein jaringan dan
menyebabkan koagulasi pada epitel permukaaan.Timbulnya lapisan koagulasi ini
nerupakan barier terjadinya penetrasi lebih dalam dari bahan asam sehingga

32
membatasi kerusakan lebih lanjut. Oleh karena itu trauma asam sering terbatas pada
jaringan superfisial. 4,5,6
Terdapat pengecualian yaitu asam hidrofluorik yang dapat menyebabkan
nekrosis likuefaksi yang mirip pada alkali.Bahan asam hidrofluorik ini dapat dengan
cepat menembus kulit sampai ke pembuluh darah sehingga terjadi diseminasi ion
fluoride. Ion fluoride ini kemudian mempresipitasi kalsium sehingga menyebabkan
hipokalsemi dan metastasis kalsifikasi yang dapat mengancam jiwa.5
Bahan alkali dapat menyebabkan nekrosis likuefaksi yang potensial lebih
berbahaya dibandingkan bahan asam.Larutan alkali mencairkan jaringan dengan jalan
mendenaturasi protein dan saponifikasi jaringan lemak.Larutan alkali ini dapat terus
mempenetrasi lapisan kornea bahkan lama setelah trauma terjadi. 5
Kerusakan jangka panjang pada konjungtiva dan kornea meliputi defek pada
epitel kornea, simblefaron serta pembentukan jaringan sikatriks.Penetrasi yang dalam
dapat menyebabkan pemecahan dan presipitasi glikosaminoglikan dan opasitas
lapisan stroma kornea. Jika terjadi penetrasi pada bilik mata depan, dapat terjadi
kerusakan iris dan lensa. Kerusakan epitel silier dapat menggangu sekresi asam
askorbat yang diperlukan untuk produksi kolagen dan repair kornea.Selain itu dapat
terjadi hipotoni dan ptisis bulbi. 4,5
Proses penyembuhan dapat terjadi pada epitel kornea dan stroma melalui
proses migrasi sel epitel dari stem cells pada daerah limbus. Kolagen stroma yang
rusak akan difagositosis dan dibentuk kembali. Proses perjalanan penyakit pada
trauma kimia ditandai oleh 2 fase, yaitu fasekerusakan yang timbul setelah terpapar
bahan kimia serta fase penyembuhan: 1,2

a. Kerusakan yang terjadi pada trauma kimia yang berat dapat diikuti oleh hal-
halsebagai berikut:
Terjadi nekrosis pada epitel kornea dan konjungtiva disertai gangguan dan
oklusi pembuluh darah pada limbus.

33
Hilangnya stem cell limbus dapat berdampak pada vaskularisasi dan
konjungtivalisasi permukaan kornea atau menyebabkan
kerusakanpersisten pada epitel kornea dengan perforasi dan ulkus kornea
bersih.
Penetrasi yang dalam dari suatu zat kimia dapat menyebabkan
kerusakandan presipitasi glikosaminoglikan dan opasifikasi kornea
Penetrasi zat kimia sampai ke kamera okuli anterior dapat
menyebabkankerusakan iris dan lensa.
Kerusakan epitel siliar dapat mengganggu sekresi askorbat
yangdibutuhkan untuk memproduksi kolagen dan memperbaiki kornea.
Hipotoni dan phthisis bulbi sangat mungkin terjadi.

b. Penyembuhan epitel kornea dan stroma diikuti oleh proses-proses berikut:


Terjadi penyembuhan jaringan epitelium berupa migrasi atau
pergeserandari sel-sel epitelial yang berasal dari stem cell limbus.
Kerusakan kolagen stroma akan difagositosis oleh keratosit terjadisintesis
kolagen yang baru.1,2

d. Gejala Klinis
Diagnosis trauma kimia pada mata lebih sering didasarkan pada anamnesis
dibandingkan atas dasar tanda dan gejala. Pasien biasanya mengeluhkan nyeri dengan
derajat yang bervariasi, fotofobia, penurunan penglihatan serta adanya halo di sekitar
cahaya.6
Umumnya pasien datang dengan keluhan adanya riwayat terpajan cairan atau
gas kimia pada mata.Keluhan pasien biasanya nyeri setelah terpajan, rasa mengganjal
di mata, pandangan kabur, fotofobia, mata merah dan rasa terbakar. 5,6
Terdapat gejala klinis utama yang muncul pada trauma kimia yaitu,
epifora,blefarospasme, dan nyeri berat.Trauma akibat bahan yang bersifat asam
biasanyadapat segera terjadi penurunan penglihatan akibat nekrosis superfisial

34
kornea.Sedangkan pada trauma basa, kehilangan penglihatan sering bermanifestasi
beberapahari sesudah kejadian. Namun sebenarnya kerusakan yang terjadi pada
trauma basalebih berat dibanding trauma asam.6
Jenis bahan sebaiknya digali, misalnya dengan menunjukkan botol bahan
kimia, hal ini dapat membantu menentukan jenis bahan kimia yang mengenai mata.
Waktu dan durasi dari pajanan, gejala yang timbul segera setelah pajanan, serta
penatalaksanaan yang telah diberikan di tempat kejadian juga merupakan anamnesis
yang dapat membantu dalam diagnosis.6

e. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang cermat harus ditunda setelah dilakukan irigasi yang
banyak pada mata yang terkena dan pH mata telah netral. Setelah dilakukan irigasi,
dilakukan pemeriksaan dengan seksama terutama melihat kejernihan dan integritas
kornea, iskemia limbus dan tekanan intraokular.Pemeriksaan dapat dilakukan dengan
pemberian anestesi topikal. 3
Tanda-tanda yang dapat ditemui pada pemeriksaan fisik dan oftalmologi adalah :
Defek epitel kornea, dapat ringan berupa keratitis pungtata sampai kerusakan
seluruh epitel. Kerusakan semua epitel kornea dapat tidak meng-up
take fluoresin secepat abrasi kornea sehingga dapat tidak teridentifikasi.
Kekeruhan kornea yang dapat bervariasi dari kornea jernih sampai opasifikasi
total sehingga menutupi gambaran bilik mata depan.
Perforasi kornea. Sangat jarang terjadi, biasa pada trauma berat yang
penyembuhannya tidak baik.
Reaksi inflamasi bilik mata depan, dalam bentuk flare dan cells. Temuan ini
biasa terjadi pada trauma basa dan berhubungan dengan penetrasi yang lebih
dalam.
Peningkatan tekananintraocular.

35
Kerusakan / jaringan parut pada adneksa. Pada kelopak mata hal ini
menyebabkan kesulitan menutup mata sehingga meng-exsposepermukaan
bola yang telah terkena trauma.
Inflamasi konjungtiva.
Iskemia perilimbus.
Penurunan tajam penglihatan . Terjadi karena kerusakan epitel, kekeruhan
kornea, banyaknya air mata.

Pada trauma derajat ringan sampai sedang biasanya yang dapat ditemukan
berupa kemosis, edema pada kelopak mata, luka bakar derajat satu pada kulit sekitar,
serta adanya sel dan flare pada bilik mata depan. Pada kornea dapat ditemukan
keratitis punktata sampai erosi epitel kornea dengan kekeruhan pada
stroma.Sedangkan pada derajat berat mata tidak merah, melainkan putih karena
terjadinya iskemia pada pembuluh darah konjungtiva. Kemosis lebih jelas, dengan
derajat luka bakar yang lebih berat pada kulit sekitar mata, serta opasitas pada kornea.
3,4

f. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dalam kasus trauma kimia mata adalah pemeriksaan
pH bolamata secara berkala dengan kertas lakmus.Irigasi pada mata harus dilakukan
sampaitercapai pH normal. Pemeriksaan bagian anterior mata dengan lup atau slit
lampbertujuan untuk mengetahui lokasi luka. Pemeriksaan oftalmoskopi direk dan
indirekjuga dapat dilakukan. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan tonometri
untukmengetahui tekanan intraocular. 5

36
Gambar 2 Kertas Lakmus untuk Pemeriksaan pH

g. Diagnosis Banding

Beberapa penyakit yang menjadi diagnosis banding trauma kimia pada mata,
terutamayang disebabkan oleh basa atau alkali antara lain konjungtivitis,
konjugtivitis, hemoragik akut, keratokunjugtivitis sicca, ulkus kornea, dan lain-lain. 3

h. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya trauma


ataupun jenis trauma itu sendiri. Namun demikian ada empat tujuan utama dalam
mengatasi kasus trauma okular adalah memperbaiki penglihatan, mencegah terjadinya
infeksi, mempertahankan struktur dan anatomi mata, mencegah sekuele jangka
panjang. Trauma kimia merupakan satu-satunya jenis trauma yang tidak
membutuhkan anamnesa dan pemeriksaan secara teliti. Tatalaksana trauma kimia
mencakup: 6

Penatalaksanaan Emergency
Irigasi merupakan hal yang krusial untuk meminimalkan durasi kontak
mata dengan bahan kimia dan untuk menormalisasi pH pada saccus

37
konjungtiva yang harus dilakukan sesegera mungkin. Larutan normal
saline (atau yang setara) harus digunakan untuk mengirigasi mata selama
15-30 menit samapi pH mata menjadi normal (7,3). Pada trauma basa
hendaknya dilakukan irigasi lebih lama, paling sedikit 2000 ml dalam 30
menit. Makin lama makin baik. Jika perlu dapat diberikan anastesi topikal,
larutan natrium bikarbonat 3%, dan antibiotik. Irigasi dalam waktu yang
lama lebih baik menggunakan irigasi dengan kontak lensa (lensa yang
terhubung dengan sebuah kanul untuk mengirigasi mata dengan aliran
yang konstan.
Double eversi pada kelopak mata dilakukan untuk memindahkan material
yang terdapat pada bola mata. Selain itu tindakan ini dapat menghindarkan
terjadinya perlengketan antara konjungtiva palpebra, konjungtiva bulbi,
dan konjungtiva forniks.
Debridemen pada daerah epitel kornea yang mengalami nekrotik sehingga
dapat terjadi re-epitelisasi pada kornea.
Selanjutnya diberikan bebat (verban) pada mata, lensa kontak lembek dan
artificial tear (air mata buatan). 6

Selanjutnya, tatalaksana untuk trauma kimia derajat ringan hingga sedang meliputi: 2,6

1. Fornices diswab dengan menggunakan moistened cotton-tipped applicator


atau glass rod untuk membersihkan partikel, konjungtiva dan kornea yang
nekrosis yang mungkin masih mengandung bahan kimia. Partikel kalsium
hidroksida lebih mudah dibersihkan dengan menambahkan EDTA.
2. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) dapat diberikan untuk
mencegah spasme silier dan memiliki efek menstabilisasi permeabilitas
pembuluh darah dan mengurangi inflamasi.

38
3. Antibiotik topikal spektrum luas sebagai profilaksis untuk infeksi.
(tobramisin, gentamisin, ciprofloxacin, norfloxacin, basitrasin,
eritromisin)
4. Analgesik oral, seperti acetaminofen dapat diberikan untuk mengatasi
nyeri.
5. Jika terjadi peningkatan tekanan intraokular > 30 mmHg dapat diberikan
Acetazolamid (4x250 mg atau 2x500 mg ,oral), betablocker (Timolol
0,5% atau Levobunolol 0,5%).
6. Dapat diberikan air mata artifisial (jika tidak dilakukan pressure patch).

Tatalaksana untuk trauma kimia derajat berat setelah dilakukan irigasi, meliputi: 2,6
1. Rujuk ke rumah sakit untuk dilakukan monitor secara intensif mengenai
tekanan intraokular dan penyembuhan kornea.
2. Debridement jaringan nekrotik yang mengandung bahan asing.
3. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) diberikan 3-4 kali sehari.
4. Antibiotik topikal (Trimetoprim/polymixin-Polytrim 4 kali sehari;
eritromisin 2-4 kali sehari).
5. Steroid topikal ( Prednisolon acetate 1%; dexametasone 0,1% 4-9 kali per
hari). Steroid dapat mengurangi inflamasi dan infiltrasi netrofil yang
menghambat reepitelisasi. Hanya boleh digunakan selama 7-10 hari
pertama karena jika lebih lama dapat menghambat sintesis kolagen dan
migrasi fibroblas sehingga proses penyembuhan terhambat, selain itu juga
meningkatkan risiko untuk terjadinya lisis kornea (keratolisis). Dapat
diganti dengan non-steroid anti inflammatory agent.
6. Medikasi antiglaukoma jika terjadi peningkatan tekanan intraokular.
Peningkatan TIO bisa terjadi sebagai komplikasi lanjut akibat blokade
jaringan trabekulum oleh debris inflamasi.
7. Diberikan pressure patch di setelah diberikan tetes atau salep mata.
8. Dapat diberikan air mata artifisial.

39
Selain pengobatan tersebut diatas, pemberian obat-obatan lain juga
bermanfaat dalam menurunkan proses inflamasi, meningkatkan regenerasi epitel dan
mencegah ulserasi kornea. Obat tambahan yang biasa diberikan:

Asam askorbat : berfungsi untuk meningkatkan produksi kolagen,


diberikan secara topikal dan sistemik. Beberapa riset menunjukkan
pemberian topikal asam askorbat 10% terbukti dapat menekan perforasi
kornea. Akan tetapi, tatalaksana ini baru digunakan pada tahap
eksperimental (asam askorbat topikal 10% , setiap 2 jam dan sistemik 4x 2
g per hari)
Asam sitrat : merupakan inhibitor kuat terhadap aktivitas neutrofil.
Pemberian topikal 10% setiap 2 jam selama 10 hari.
Tetrasiklin : membantu menghambat proses kolagenase, menghambat
neutrofil dan mengurangi ulserasi. Biasanya pemberian secara topikal dan
sistemik (doksisiklin 2 x 100 mg).
Untuk tatalaksana trauma oleh asam hidrofluorat, medikasi yang optimum
masih belum dilakukan. Beberapa studi menggunakan 1% calcium
gluconate sebagai media irigasi atau untuk tetes mata. Bahan bahan
mengandung Magnesium juga digunakan pada kasus ini. Sayangnya,
masih sedikit penelitian yang mendukung efektifitas terapi terapi
tersebut. Irigasi mengunakan magnesium klorida terbukti tidak bersifat
toksik terhadap mata. Efek positif dari terapi ini dilaporkan masih dapat
ditemukan walaupun pada pemberian 24 jam setelah cedera, dimana
medikasi lainnya sudah tidak berguna. Beberapa penulis
merekomendasikan penggunaan sebagai tetes mata setiap 2 3 jam atas
pertimbangan irigasi dapat mengiritasi mata dan menimbulkan ulserasi
kornea.
Injeksi subkonjungtival kalsium glukonat dan kalsium klorida tidak
direkomendasikan karena terbukti tidak bermanfaat dalam terapi.

40
Terapi bedah dini penting untuk revaskularisasi limbus, restorasi populasi
sel limbus dan membentuk fornises. Sedangkan terapi bedah lanjutan
meliputi graft konjungtiva atau membran mukosa, koreksi deformitas
kelopak mata, keratoplasti, serta keratoprostheses.2,3,5

i. Prognosis

Prognosis trauma kimia pada mata sangat ditentukan oleh bahan penyebab
traumatersebut.Derajat iskemik pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva
merupakansalah satu indikator keparahan trauma dan prognosis
penyembuhan.Iskemik yangpaling luas pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva
memberikan prognosa yangburuk. Bentuk paling berat pada trauma kimia
ditunjukkan dengan gambaran cookedfish eye dimana prognosisnya adalah yang
paling buruk, dapat terjadi kebutaan.2,6
Trauma kimia sedang samapai berat pada konjungtiva bulbi dan palpebra
dapatmenyebabkan simblefaron (adhesi anatara palpebra dan konjungtiva bulbi).
Reaksiinflamasi pada kamera okuli anterior dapat menyebabkan terjadinya glaucoma
sekunder.6

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas Sidarta, Yulianti R Sri. 2011. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-4. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI, h.274
2. Ilyas S. Trauma mata. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta. Balai
Penerbit FKUI 2013: 276-7
3. Vaughan, D.G., Asbury, T., Riordan, P. Oftalmologi Umum. 14th Ed. Alih
bahasa: Tambajong J, Pendit BU. Jakarta: Widya Medika. 2012:220
4. Augsburger, Correa ZM. Ophthalmic Trauma. In: Riordan-Eva P,
Cunningham ET [editor]. Vaughan & Asburys general ophthalmology, 18th
ed. New York: The McGraw-Hill Companies, 2011 : 588-94.
5. Smith David, Wrenn Keith, Stack Lawrence B. 2002. The Epidemiology and
Diagnosis of Penetrating Eye Injuries. Academic Emergency Medicine
2002;9(3):209,212-21
Availablefrom:http://onlinelibrarv.wilev.eom/doi/l0.1197/aemi .9.3.209/pdf
[Accesed february 27th 2017].
6. American Academy of Ophtalmology. 2012. Clinical Aspects of Toxic and
Traumatic Injuries of The Anterior Segment. In: American Academy of
Ophtalmology. External Disease and Cornea, 373-376.

42

Anda mungkin juga menyukai