Anda di halaman 1dari 18

Bab 1

Pendahuluan
1.1 Latar belakang
Disfungsi kandung kemih neurogenik dapat mempersulit berbagai kondisi neurologis.
Di amerika serikat, neurogenik bladder mempengaruhi 40-90% dari orang dengan
multiple sclerosis, 37-72%n dari mereka dengan parkinsonisme dan 15% dari mereka
dengan stroke. Ada lebih dari 200.000 orang dengan cedera tulang belakang dan 70-84%
dari individu memiliki setidaknya beberapa derajat disfungsi kandung kemih. Disfungsi
kandung kemih juga sering terjadi pada spina bifisa. Penyebab umum lainnya yaitu
termasuk diabetes melitus dengan neuropati otonom, gejala sisa operasi panggul, dan
cauda equina sindrom karena tulang belakang lumbal yang patologi.
Neurogenic bladder akibat overaktivitas otot detrusor dapat menyebabkan inkontinensia,
yang bisa menyebabkan malu, depresi dan isolasi sosial serta dekubitus, erosi uretra, dan
kerusakan saluran kemih bagian atas. Dengan adanya kondisi di atas disini penulis ingin
membahas mengenai asuhan keperawatan pada pasoen dengan Neurogenic Bladder.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan Pasien dengan Neurogenic Bladder ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Menjelaskan Asuhan Keperawatan pasien dengan Neurogenic Bladder

1.3.2 Tujuan khusus


1. Untuk memahami pengertian dari Neurogenic Bladder
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari Neurogenic Bladder
3. Untuk mengetahui etiologi Neurogenic Bladder
4. Untuk mengetahui patofisiologi Neurogenic Bladder
5. Untuk mengetahui maninfestasi klinis Neurogenic Bladder
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan Neurogenic Bladder

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Pembaca
Agar pembaca dapat menambah pengetahuan tentang neurogenic bladder
1.4.2 Bagi Penulis
Mampu memahami tentang bagaimana asuhan keperawatan pada pasien neurogenic
bladder
BAB 2
Tinjauan Pustaka

2.1 Pengertian
Neurogenic Bladder adalah adalah gangguan kandung kemih disebabkan oleh motor
atau jalur sensorik dalam sistem saraf pusat atau perifer yang memiliki masukan untuk
blader tersebut (Carpenitto, 2009)
Kandung Kemih Neurogenik (Neurogenic Bladder) adalah hilangnya fungsi kandung
kemih yang normal akibat kerusakan pada sebagian sistem sarafnya (Isselbacher,
1999)
Kandung Kemih Neurogenik (Neurogenic Bladder) adalah hilangnya fungsi kandung
kemih yang normal akibat kerusakan pada sebagian sistem sarafnya.
2.2 Klasifikasi neurogenic bladder
Berikut klasifikasi neurogenic bladder menurut Carpenitto (2009):
a. Kandung kemih neurogenik otonom merupakan hasil dari kerusakan dari pusat
kandung kemih di sumsum tulang belakang sacral pada atau di bawah T12-L1.
klien merasa ada sensasi sadar untuk membatalkan dan tidak memiliki refleks
berkemih.
b. Kandung kemih neurogenik refleks terjadi dengan kerusakan antara sumsum
tulang belakang sakral dan korteks serebral , di atas T12 - L1 . Klien tidak
memiliki sensasi untuk membatalkan dan tidak bisa membatalkan atas
keinginannya . The constractions detrusor unhibited mungkin buruk
dipertahankan dengan pengosongan kandung kemih tidak efisien . Jika refles
berkemih busur utuh , refleks berkemih dapat terjadi . Jika ada detrusor - spincter
dyssynergy , akan ada peningkatan tekanan kandung kemih dan urine sisa yang
tinggi .
c. Kandung kemih neurogenik motor paralytic terjadi ketika ada kerusakan pada sel-
sel tanduk anterior dari akar ventral S2 - S4 dan kerusakan reflek berkemih . Klien
memiliki sensasi utuh , tetapi mengalami hilangnya sebagian atau seluruh fungsi
motorik . Kapasitas kandung kemih dapat meningkat dengan urin residual yang
besar . kemuungkinan ada inkontinensia overflow.
d. Kandung kemih neurogenik kelumpuhan sensorik terjadi ketika akar dorsal S2-S4
atau jalur sensorik ke korteks serebral mengalami kerusakan. Klien kehilangan
sensasi, tetapi dapat mengontrol kapasitas kandung kemih.
e. Kandung kemih neurogenik uninbitited hasil dari kerusakan pada kandung kemih
pusat di korteks serebral . Klien memiliki sensasi terbatas terhadap distensi
kandung kemih , tetapi tidak memiliki kemampuan untuk menghambat buang air
kecil . Urgensi yang merupakan hasil dari waktu yang singkat antara sensasi yang
terbatas untuk membatalkan dan kandung kemih berkontraksi tanpa hambatan .
Kandung kemih biasanya dalam kondisi kosong sepenuhnya.
2.3 Etiologi
Setiap kondisi yang merusak kandung kemih dapat menyebabkan kandung
kemih neurogenik. Penyebab mungkin melibatkan:
a. Sistem saraf pusat (SSP):
1) Kejadian serebrovaskular.
2) Cedera tulang belakang.
3) Meningomyelocele.
4) Amyotrophic lateral sclerosis.
b. Sistem saraf perifer (PNS):
1) Diabetes.
2) AIDS.
3) Alkohol.
4) Neuropati kekurangan vitamin B12.
5) Hernia disc.
6) Kerusakan akibat operasi panggul.
c. Campuran CNS dan PNS:
1) Penyakit Parkinson.
2) Multiple sclerosis.
3) Sifilis.
4) Tumor.
(Willacy, 2012)
Cacat bawaan pada otak, medula spinalis atau saraf yang menuju ke kandung
kemih, saraf yang keluar dari kandung kemih maupun keduanya. Suatu kandung
kemih neurogenik bisa kurang aktif, dimana kandung kemih tidak mampu
berkontraksi dan tidak mampu menjalankan pengosongan kandung kemih dengan
baik; atau menjadi terlalu aktif (spastik) dan melakukan pengosongan berdasarkan
refleks yang tak terkendali. Kandung kemih yang kurang aktif biasanya terjadi akibat
gangguan pada saraf lokal yang mempersarafi kandung kemih.
Penyebab tersering adalah cacat bawaan pada medula spinalis (misalnya spina
bifida atau mielomeningokel). Suatu kandung kemih yang terlalu aktif biasanya terjadi
akibat adanya gangguan pada pengendalian kandung kemih yang normal oleh medula
spinalis dan otak. Penyebabnya adalah cedera atau suatu penyakit, misalnya sklerosis
multipel pada medula spinalis yang juga menyebabkan kelumpuhan tungkai (paraplegia)
atau kelumpuhan tungkai dan lengan (kuadripelegia). Cedera ini seringkali pada awalnya
menyebabkan kandung kemih menjadi kaku selama beberapa hari, minggu atau bulan
(fase syok). Selanjutnya kandung kemih menjadi overaktif dan melakukan pengosongan
yang tak terkendali.
2.4 Patofisiologi
Jika masalah datang dari sistem saraf pusat, siklus terkait akan terpengaruhi.
Beberapa bagian sistem saraf yang mungkin terlibat diantaranya otak, pons, medula
spinalis dan saraf perifer. Sebuah kondisi disfungsi menghasilkan gejala yang berbeda,
berkisar antara retensi urin akut hingga overaktivitas kandung kemih atau kombinasi
keduanya.
Ketidak lancaran urinaria berasal dari disfungsi kandung kemih, spinkter atau
keduanya. Overaktivitas kandung kemih (spastic bladder) berhubungan dengan gejala
ketidak lancaran yang mendesak, sedangkan spincter underaktivitas (decreased
resistance) menghasilkan gejala stress incontinence.
a. Lesi otak
Lesi otak diatas pons merusak pusat kontrol, menyebabkan hilangnya kontrol
ekskresi secara keseluruhan. Refleks ekskresi traktus urinarius bagian bawah-refleks
ekskresi primitif-tetap utuh. Beberapa individu mengeluhkan ketidakmampuan
mengendalikan eksresi yang parah, atau spastic kandung kemih. Pengosongan
kandung kemih yang terlalu cepat atu terlalu sering, dengan kuantitas yang rendah,
dan pengisian urin di kandung kemih menjadi sulit. Biasanya, orang dengan masalah
ini berlari cepat ke kamar mandi namun urin keluar sebelum mereka mencapai
tujuan. Mereka mungkin sering terbangun di malam hari untuk berkemih.Contoh lesi
otaknya strok, tumor otak, parkinson. Hidrosepalus, cerebral palsy, dan Shy-Drager
syndrome juga dapat menyebabkan hal tersebut.
b. Lesi medula spinalis
Penyakit atau cidera medula spinalis diantara pons dan sakral menghasilkan
spastic bladder atau overactive bladder. Orang dengan paraplegic atau quadriplegic
memiliki lower extremity spasticity. Awalnya, setelah trauma medula spinalis,
individu masuk kedalam fase shock spinal dimana sistem saraf berhenti. Setelah 6-
12 minggu, sistem saraf aktif kembali. Ketika sistem saraf aktif kembali,
menyebabkan hiperstimulasi organ yang terlibat.
c. Cedera sacral
Cedera pada medula sakrum dan akar saraf yang keluar dari sakrum mungkin
mencegah terjadinya pengosongan kandung kemih. Jika terjadi sensory neurogenik
bladder, pasien tidak akan tau kapan kandung kemihnya penuh. Pada kasus motor
neuriogenik bladder , inidividu mngkin merasakan kandung kemih penuh, namun
otot detrusor tidak bereaksi, hal ini disebut detrusor arefleksia.
d. Cidera saraf perifer
Diabetes mellitus dan AIDS adalah 2 kondisi penyebab periferal neuropaty
yang menyebabkan rentensio urin. Penyakit ini merusak saraf kandung kemih,
distensi tidak nyeri dari kandung kemih. Pasien dengan diabetes kronis kehilangan
sensasi dari kandung kemih, sebelum kandung kemih melakukan dekompensata.
Serupa dengan cedera pada sakrum, pasien akan sulit untuk berkemih, mereka
mungkin mempunyai hypocontractile bladder.
2.5 WOC (terlampir)
2.6 Gejala
Neurogenic bladder ditandai dengan adanya berkemih secara spontan dalam jumlah
yang sedikit dengan interval sering. Pola berkemih seperti ini mencerminkan adanya
lesi motor neuron atas (Engram, 1999)
Gejalanya bervariasi berdasarkan apakah kandung kemih menjadi kurang aktif
atau overaktif. Suatu kandung kemih yang kurang aktif biasanya tidak kosong dan
meregang sampai menjadi sangat besar. Pembesaran ini biasanya tidak menimbulkan
nyeri karena peregangan terjadi secara perlahan dan karena kandung kemih memiliki
sedikit saraf atau tidak memiliki saraf lokal.
Pada beberapa kasus, kandung kemih tetap besar tetapi secara terus menerus
menyebabkan kebocoran sejumlah air kemih.
Sering terjadi infeksi kandung kemih karena sisa air kemih di dalam kandung
kemih memungkinkan pertumbuhan bakteri. Bisa terbentuk batu kandung kemih,
terutama pada penderita yang mengalami infeksi kandung kemih menahun yang
memerlukan bantuan kateter terus menerus. Gejala dari infeksi kandung kemih
bervariasi, tergantung kepada jumlah saraf yang masih berfungsi.
Suatu kandung kemih yang overaktif bisa melakukan pengisian dan pengosongan
tanpa kendali karena berkontraksi dan mengendur tanpa disadari. Pada kandung kemih
yang kurang aktif dan yang overaktif, tekanan dan arus balik air kemih dari kandung
kemih ke ureter bisa menyebabkan kerusakan ginjal. Pada penderita yang mengalami
cedera medula spinalis, kontraksi dan pengenduran kandung kemih tidak terkoordinasi,
sehingga tekanan di dalam kandung kemih tetap tinggi dan ginjal tidak dapat
mengalirkan air kemih.
2.7 Diagnosis
Kandung kemih yang membesar bisa diketahui pada pemeriksaan perut bagian
bawah. Urografi intravena, sistografi maupun uretrografi dilakukan untuk memperkuat
diagnosis. Pemeriksaan tersebut bisa menunjukkan ukuran ureter dan kandung kemih,
batu ginjal, kerusakan ginjal dan fungsi ginjal. Bisa juga dilakukan pemeriksaan USG
atau sistoskopi. Dengan memasukkan kateter melalui uretra bisa diketahui jumlah air
kemih yang tersisa. Untuk mengukuran tekanan di dalam kandung kemih dan uretra bisa
dilakukan dengan cara menghubungkan katetera dengan suatu alat pengukur
(sistometografi).
2.8 Komplikasi
Menurut Willacy (2012) komplikasi dari neurogenic bladder adalah;
d. Mengurangi kualitas hidup - dengan isolasi dan rasa malu.
e. Peningkatan frekuensi infeksi saluran kemih (ISK).
f. Hidronefrosis dengan vesiko-ureter refluks dapat terjadi karena volume urin
yang besar menempatkan tekanan pada persimpangan vesiko-ureter,
menyebabkan disfungsi dengan refluks dan, dalam kasus yang parah,
nefropati.
g. Pasien dengan lesi sumsum tulang belakang dada atau leher rahim tinggi
beresiko dysreflexia otonom (sindrom yang mengancam jiwa hipertensi
ganas, bradycardia atau tachycardia, sakit kepala, piloereksi, dan berkeringat
karena tidak diatur hiperaktivitas simpatis). Gangguan ini dapat dipicu oleh
distensi akut kandung kemih (karena retensi urin) atau distensi usus (karena
sembelit atau impaksi feses).
h. Kanker kandung kemih.
i. Kebocoran urin
j. Retensio urin
k. Rusaknya pembuluh darah ginjal
l. Infeksi kandung kemih dan ureter.
2.9 Penatalaksanaan
a. Kateterisasi
b. Meningkatkan intake cairan
c. Pembedahan merupakan cara terakhir
Pada kandung kemih yang kurang aktif, jika penyebabnya adalah cedera saraf,
maka dipasang kateter melalui uretra untuk mengosongkan kandung kemih, baik
secara berkesinambungan maupun untuk sementara waktu. Kateter dipasang sesegera
mungkin agar otot kandung kemih tidak mengalami kerusakan karena peregangan
yang berlebihan dan untuk mencegah infeksi kandung kemih.
Pemasangan kateter secara permanen lebih sedikit menimbulkan masalah pada
wanita dibandingkan dengan pria. Pada pria, kateter bisa menyebabkan peradangan
uretra dan jaringan di sekitarnya.
Pada kandung kemih overaktif, jika kejang pada saluran keluar kandung kemih
menyebabkan pengosongan yang tidak sempurna, maka bisa dipasang kateter. Pada
pria lumpuh yang tidak dapat memasang kateternya sendiri, dilakukan pemotongan
sfingter (otot seperti cincin yang melingkari lubang) di saluran keluar kandung kemih
sehingga proses pengosongan bisa terus berlangsung dan dipasang penampung air
kemih. Bisa diberikan rangsangan listrik pada kandung kemih, saraf yang
mengendalikan kandung kemih atau medula spinalis; supaya kandung kemih
berkontraksi. Tetapi hal ini masih dalam taraf percobaan.
Pemberian obat-obatan bisa memperbaiki fungsi penampungan air kemih oleh
kandung kemih. Pengendalian kandung kemih overaktif biasanya bisa diperbaiki
dengan obat yang mengendurkan kandung kemih, seperti obat anticholinergik. Tetapi
obat ini bisa menimbulkan efek samping berupa mulut kering dan sembelit. Kadang
dilakukan pembedahan untuk mengalirkan air kemih ke suatu lubang eksternal
(ostomi) yang dibuat di dinding perut atau untuk menambah ukuran kandung kemih.
Air kemih dari ginjal dialirkan ke permukaan tubuh dengan mengambil sebagian kecil
usus halus, yang dihubungkan dengan ureter dan disambungkan ke ostomi; air kemih
dikumpulkan dalam suatu kantung. Prosedur ini disebut ileal loop.
Penambahan ukuran kandung kemih dilakukan dengan menggunakan sebagian
usus dalam suatu prosedur yang disebut sistoplasti augmentasi disertai pemasangan
kateter oleh penderita sendiri. Sebagai contoh, sautau hubungan dibuat diantara
kandung kemih dan lubang di kulit (verikostomi) sebagai tindakan sementara sampai
anak cukup dewasa untuk menjalani pembedahan definitif.
Tindakan-tindakan tersebut dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya batu
ginjal. Dilakukan pengawasan ketat terhadap fungsi ginjal. Jika terjadi infeksi, segera
diberikan antibiotik. Dianjurkan untuk minum air putih sebanyak 6-8 gelas/hari.
2.10 Komplikasi
Menurut Willacy (2012) komplikasi dari neurogenic bladder adalah;
a. Mengurangi kualitas hidup - dengan isolasi dan malu sosial.
b. Peningkatan frekuensi infeksi saluran kemih (ISK) dan bate urine.
c. Hidronefrosis dengan vesiko-ureter refluks dapat terjadi karena volume urin
yang besar menempatkan tekanan pada persimpangan vesiko-ureter,
menyebabkan disfungsi dengan refluks dan, dalam kasus yang parah,
nefropati.
d. Pasien dengan lesi sumsum tulang belakang dada atau leher rahim tinggi
beresiko dysreflexia otonom (sindrom yang mengancam jiwa hipertensi ganas,
bradycardia atau tachycardia, sakit kepala, piloereksi, dan berkeringat karena
tidak diatur hiperaktivitas simpatis). Gangguan ini dapat dipicu oleh distensi
akut kandung kemih (karena retensi urin) atau distensi usus (karena sembelit
atau impaksi feses).
e. Kanker kandung kemih..
2.11 Prognosis
Prognosis baik jika kelainan terdiagnosis dan diobati sebelum terjadi kerusakan
ginjal.
BAB 3
Asuhan Keperawatan
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas klien
3.1.2 Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi gangguan yang berhubungan dengan gangguan yang dirasakan saat ini.
Berapakah frekuensi berkemih, masukan cairan, usia/kondisi fisik, apakah terjadi
ketidakmampuan dalam berkemih.
Riwayat kesehatan klien
Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami penyakit serupa sebelumnya,
riwayat urinasi dan catatan eliminasi klien, apakah pernah terjadi trauma/cedera
genitourinarius, pembedahan ginjal, infeksi saluran kemih dan apakah dirawat
dirumah sakit.
Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa dengan
klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan, penyakit ginjal
bawaan/bukan bawaan.
3.2 Pemeriksaan Fisik
3.2.1 Keadaan umum: Klien tampak lemas, cemas dan tanda tanda vital terjadi peningkatan
karena respon dari terjadinya inkontinensia
3.2.2 Pemeriksaan Sistem :
B1 (breathing)
Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis karena suplai oksigen
menurun. kaji ekspansi dada, adakah kelainan pada perkusi.
B2 (blood)
Peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan gelisah

B3 (brain)
Kesadaran biasanya sadar penuh. Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan
sensibilitas perianal untuk mengetahui ada tidaknya sacral sparing. Adanya tonus
anal, refleks anal dan refleks bulbokavernosus hanya menandakan utuhnya konus
dan lengkung refleks lokal. Didapatkannya kontraksi volunter sfingter anal
menunjukkan uthunya kontrol volunter dan pada kasus kuadriplegia, ini menandakan
lesi medula spinalis yang inkomplit. Pada lesi medula spinalis, dalam hari pertama
sampai 3 atau 4 minggu berikutnya seluruh refleks dalam pada tingkat di bawah lesi
akan hilang. Hal ini biasanya dihubungkan dengan fase syok spinal. Dalam periode
ini, kandung kencing bersifat arefleksi danmemerlukan drainase periodik atau
kontinu yang cermat dan tes provokatif dengan menggunakan 4 oz air dingin steril
suhu 4oC tidak akan menimbulkan aktifitas refleks kandung kencing. Tes air es
dikatakan positif bila pengisian dengan air dingin segera diikuti dengan pengeluaran
air kateter dari kandung kencing. Drainase kandung kencing yang adekuat selama
fase syok spinal akan dapat mencegah timbulnya distensi yang berlebih dan atoni
dari kandung kencing yang arefleksi.
B4 (bladder)
Inspeksi :periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau menyengat karena
adanya aktivitas mikroorganisme (bakteri) dalam kandung kemih serta disertai
keluarnya darah apabila ada lesi pada bladder, pembesaran daerah supra pubik lesi
pada meatus uretra,banyak kencing dan nyeri saat berkemih menandakan disuria
akibat dari infeksi, apakah klien terpasang kateter sebelumnya.
Palpasi : Rasa nyeri di dapat pada daerah supra pubik / pelvis, seperti rasa terbakar
di urera luar sewaktu kencing / dapat juga di luar waktu kencing.
B5 (bowel)
Bising usus adakah peningkatan atau penurunan, Adanya nyeri tekan abdomen,
adanya ketidaknormalan perkusi, adanya ketidaknormalan palpasi pada ginjal.
B6 (bone)
Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan ekstremitas yang lain,
adakah nyeri pada persendian.
Data penunjang
Urinalisis: Hematuria, Poliuria, Bakteriuria.
Pemeriksaan Radiografi
o IVP (intravenous pyelographi), memprediksi lokasi ginjal dan ureter.
o VCUG (Voiding Cystoufetherogram), mengkaji ukuran, bentuk, dan fungsi VU,
melihat adanya obstruksi (terutama obstruksi prostat), mengkaji PVR (Post Voiding
Residual).
Kultur Urine: Steril.
3.3 Diagnosis keperawatan.
3.3.1 Klaster diagnostik.
a. Masalah kolaboratif.
Batu ginjal, vesicouretral refluks, infeksi saluran kemih, gagal ginjal, multiple
sclerosis.
Berikut masalah keperawatan yang muncul pada pasien dengan neurogenic bladder
1) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan retensi urin atau pengenalan kateter
kemih.
2) Gangguan interaksi sosial berkaitan dengan rasa malu dari inkontinensia di depan
orang lain dan takut bau dari urin.
3) Gangguan citra tubuh
4) Gangguan pola eliminasi
b. Kriteria discharge
Sebelum pulang ke rumah, klien atau keluarga akan:
1) Mengidentifikasi langkah-langkah untuk mengurangi inkontinensia
2) Berkaitan maksud untuk mendiskusikan ketakutan dan kekhawatiran dengan
keluarga setelah keluar dari rumah sakit
3) Tanda-tanda dan gejala yang terkait harus dilaporkan kepada profesional perawatan
kesehatan.
4) Menunjukkan teknik self-kateterisasi benar.
5) melanjutkan latihan dan Program asupan cairan di rumah
3.4 Intervensi dan Tujuan Keperawatan
Masalah kolaboratif.
Potensi komplikasi: Batu ginjal
Potensi komplikasi: Infeksi saluran kemih
1) Tujuan
Perawat akan mendeteksi dini tanda-tanda / gejala batu ginjal dan infeksi saluran kemih
dan bersama-sama melakukan intervensi untuk menstabilkan klien.
Indikator
a. suhu dalam batas normal
b. Urine gravitasi spesifik 0,005-0,030
c. Output urine> 5 mL / kg / jam
c. Urine yang jernih
d. Tidak ada nyeri pingganng
2) Intervensi
Intervensi Rasional
1. Pantau adanya tanda dan gejala batu 1. Stasis urin dan infeksi meningkatkan
ginjal risiko batu ginjal karena peningkatan
a . Nyeri pinggang akut precipitants dalam urin . Stones tetap
b . CVA ( angle costovertebral ) nyeri menjadi sumber utama morbiditas
( membosankan , konstan back- sakit pada klien dengan kandung kemih
di bawah tulang rusuk ke-12 neurogenik
c . hematuria a.b. batu dapat menyebabkan
d . Mual dan muntah melayani nyeri karena obstruksi dan
2. Pantau tanda-tanda infeksi saluran kejang ureter , atau nyeri CVA karena
kemih distensi dari kapsul ginjal
a. Perubahan warna urine , bau , c . aksi abrasif batu dapat servesmall
volume yang pembuluh darah
b . demam d . rangsangan aferen dalam kapsul
c . Peningkatan urgensi , frekuensi , ginjal dapat menyebabkan
atau inkontinensia pylorospasm dari otot polos ot saluran
3. Pantau retensi urin dengan pencernaan .
memperhatikan keluaran dan jumlah 2. UTI , terutama jika sering atau kronis
asupan , akan menempatkan seseorang pada
risiko kemih atas peningkatan tekanan
ginjal
3. Retensi urine , khususnya berkaitan
dengan tekanan tinggi , dapat
menyebabkan refluks di
persimpangan vesicoureteral , dengan
potensi hidronefrosis .

3.5 Contoh kasus


Tn. Z.A, 38 tahun, masuk Rumah Sakit dengan keluhan Kencing tak tertahankan.
Keluhan ini pasien rasa sejak 1 bulan yang lalu setelah mengalami cedera pada
medula spinalis akibat kecelakaan. Dirumah pasien selalu tidak bisa melakukan
kencing dikamar mandi sehingga pasien menggunakan pempers. Pasien mengeluh
takut jika kondisinya tidak bisa pulih kembali. Saat ini pasien terpasang condom
kateter. Jumlah urin tertampung pada kantung urin 800cc/8jam. Konsistensi urin
keruh, bewarna kuning pekat. Dari hasil pengukuran TTV didapatkan data TD:
150/90 mmHg, N: 88x/menit, S: 37,5C, RR: 18x/menit. Hasil cek laboratorium
didapatkan hasil Hb: 13.7 gr/dl, Lekosit: 12.000/mm3, Eritrosit: 6,2 jt/mm3. Dari
hasil kultur urine ditemukan Enterobacter.

1. Pengkajian

a. Identitas klien
Nama: Tn. Z. A
Umur: 38 tahun
Alamat: mulyorejo utara
Agama: islam
Status: kawin
b. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang
Pasien tidak bisa menahan kencing selama beberapa minggu terakhir, tidak
nyaman dengan kondisinya saat ini dan takut kalau penyakitnya tidak bisa
sembuh. Keluhan ini muncul setelah pasien mengalami kecelakaan 1 bulan
yang lalu dan cedera didaerah punggung.
Riwayat kesehatan terdahulu
Klien sebelumnya tidak pernah mengalami kondisi seperti ini dan tidak pernah
dirawat di rumah sakit dengan penyakit yang ada kaitannya dengan gangguan
perkemihan.
Riwayat kesehatan keluarga
Anggota keluarga pasien tidak ada yang pernah menderita penyakit seperti
pasien.
c. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Klien tampak gelisah dan lemas.
Pemeriksaan persistem
B1 (breathing)
Pola nafas normal, RR: 18x/menit
B2 (blood)
Terjadi peningkatan tekanan darah yakni 150/90 .mmHg, N: 88x/menit, S:
37,5C.

B3 (brain)
Klien sadar penuh, GCS: 15. Hasil pemeriksaan neurologis yakni
didapatkannya kontraksi volunter sfingter anal (menandakan lesi medula
spinalis yang inkomplit)
B4 (bladder)
Klien berkemih secara spontan dalam jumlah yang sedikit dengan interval
yang sering, nyeri pada saat dipalpasi pada daerah supra pubik, lesi pada
meatus uretra, terpasang kondom kateter.
B5 (bowel)
Terjadi penurunan bising usus.
B6 (bone)
Tonus otot ektremitas bawah mengalami penurunan, kondisi kulit normal,
tidak kering.
d. Data penunjang
Hasil cek laboratorium didapatkan hasil Hb: 13.7 gr/dl, Lekosit: 12.000/mm3,
Eritrosit: 6,2 jt/mm3. Dari hasil kultur urine ditemukan Enterobacter.

2. Analisa Data
Data Etiologi Masalah
Ds: klien mengeluh tidak Disfungsi saluran kemih Resiko tinggi terhadap
bisa menahan kencing akibat trauma sumsum infeksi
Do: tulang belakang
- klien tampak gelisah
- Hasil pemeriksaan
neurologis yakni
didapatkannya kontraksi
volunter sfingter anal
- poliuria
- kemerahan pada kulit
area meatus uretra
- suhu: 37,5 C
- urine keruh
- hasil kultur urine
ditemukan enterobacter.
- Hasil cek laboratorium
didapatkan hasil Hb: 13.7
gr/dl, Lekosit:
12.000/mm3, Eritrosit: 6,2
jt/mm3
Ds: klien mengeluh takut Takut akan kelumpuhan Ansietas
jika kondisinya tdak bisa permanen, kurangnya
pulih kembali pengetahuan tentang
Do: rencana penanganan
- klien tampak gelisah
dan depresi
- Pasien sering bertanya
tentang kondisinya

3. Diagnosa keperawatan
a. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan isfungsi saluran kemih akibat
trauma sumsum tulang belakang
b. Ansietas berhubungan dengan takut akan kelumpuhan permanen, kurangnya
pengetahuan tentang rencana penanganan
4. Intervensi
a. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan isfungsi saluran kemih akibat
trauma sumsum tulang belakang
Hasil yang diharapkan: setelah dilakukannya tindakan keperawatan selama 3x24
jam mendemonstrasikan tanda-tanda infeksi saluran nkemih berkurang
Kriteria evaluasi: urine jernih,tidak berbau busuk, urinalisis normal, kulit sekitar
meatus uretra kembali nomal.
intervensi rasional
a. Pantau masukan dan a. Untuk mengetahui fungsi kandung
haluaran setiap 8 jam kemih dan kebutuhan cairan
b. Pertahankan agar kulit b. Kulit yang bersih dan kering
tetap bersih dan kering mengurangi kemungkinan terjadinya
c. Beritahu dokter bila terjasi kerusakan kulit
distensi suprapubikdan c. Keadaan ini merupakan indikasi
urin yang terus menetes. adanya retensi urine. Kandung kemih
d. Berikan cairan minimal 1- yang penuh merupakan media yang
2 liter/hari baik untuk berkembangbiaknya kuman
d. Untuk menjaga agar ginjal terbilas

b. Ansietas berhubungan dengan takut akan kelumpuhan permanen, kurangnya


pengetahuan tentang rencana penanganan
Hasil yang diharapkan: setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam klien
terbebas dari ansietas
Kriteria evaluasi: keluhan ansietas dan takut berkurang, mengungkapkan
pemahaman akan kemungkinan hasil dan rencana tindakan.
Intervensi Rasional
a. Kaji tingkat ansietas pasien a. Untuk mengetahui tingkat
b. Bila tidak terjadi transeksi, ingatkan kecemasan
pasien bahwa akibat sisa kelemahan b. Dengan mengetahui tentang apa
motorik dan sensorik paling baik yang mungkin akan terjadi,
ditentukan setelah pembengkakan membantu mengurangi ansietas
jaringan berkurang. Jelaskan, c. Pasien yang mengalami
bahwa terjadi trauma sumsum kehilangan fungsi tubuh
tulang belakang, terbentuk edema, permanen akan merasa sedih.
yang mengakibatkan kompresi lebih Pasien dengan kondisi ini
lanjut pada sumsum tulang memerlukan bantuan profesional
c. Rujuk pasien untuk konsultasi untuk mengatasi kehilangan
psikologi bila kelemahan motorik, permanen yang muncul dari
sensorik, dan fungsi seksual situasi mendadak
permanen d. Penguatan secara positif
d. Berikan reinfocemen positif dari membantu memotivasi seseorang
keinginan belajarnya dalam untuk belajar
memperoleh kembali e. Rehabilitasi dini membantu
kemandirianya. meningkatkan harapannya. Ahli
e. Mulai lakukan rehabilitasi dengan terapi okupasi dapat mengkaji
merujuk ke bagian terapi okupasi potensi pemulihannya dan
dan terapi fisik merancang program yang
difokuskan pada pengembangan
keterampilan yang dapat
dilakukan dengan keterbatasan
fisik.

Anda mungkin juga menyukai