Anda di halaman 1dari 13

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Corporate Governance

Organization of Economic Cooperation and Development (OECD) mendefinisikan


Corporate Governance sebagai berikut:

Corporate governance is the system by which business corporations are directed and
controlled. The Corporate Governance structure specifies the distribution of the right and
responsibilities among different participants in the corporation, such as the board,
managers, shareholders, and other stakeholders, and spells out the rules and procedures
for making decisions on corporate affairs. By doing this, it also provides this structure
through which the company objectives are set, and the means of attaining those objectives
and monitoring performance.

OECD melihat Corporate Governance sebagai suatu sistem yang mana sebuah
perusahaan atau entitas bisnis diarahkan dan diawasi. Sejalan dengan itu, maka struktur dari
Corporate Governance menjelaskan distribusi hak-hak dan tanggungjawab dari masing-
masing pihak yang terlibat dalam sebuah bisnis, yaitu antara lain Dewan Komisaris dan
Direksi, Manajer, Pemegang saham, serta pihakpihak lain yang terkait sebagai stakeholders.
Selanjutnya, struktur dari Corporate Governance juga menjelaskan bagaimana aturan dan
prosedur dalam pengambilan dan pemutusan kebijakan sehingga dengan melakukan itu
semua maka tujuan perusahaan dan pemantauan kinerjanya dapat dipertangungjawabkan
dan dilakukan dengan baik (Mulyati,2010).

Herawati (2008) menyebutkan bahwa Corporate governance merupakan suatu


sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang diharapkan dapat memberikan
dan meningkatkan nilai perusahaan kepada para pemegang saham. Isgiyarta dan Triatiarini
(2005) dalam Ruddian (2013) mendefinisikan corporate governance sebagai seperangkat
peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengelola perusahaan, pihak
kreditor, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern
lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu
sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Corporate Governance


adalah suatu mekanisme yang mengatur dan mengendalikan perusahaan melalui hubungan
antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah,
karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehingga dapat
meningkatkan nilai perusahaan.

Terdapat enam prinsip corporate governance dalam Prinsip-prinsip OECD 2004


(Mulyati,2010). Prinsip prinsip ini melandasi beberapa riset tentang pengukuran tingkat
penerapan corporate governance pada perusahaan. Keenam prinsip tersebut adalah:

1. Menjamin Kerangka Dasar Corporate Governance yang Efektif

Prinsip pertama menyatakan bahwa corporate governance harus dapat mendorong


terciptanya pasar yang transparan dan efisien, sejalan dengan perundangan dan peraturan
yang berlaku, dan dapat dengan jelas memisahkan fungsi dan tanggung jawab otoritas-
otoritas yang memiliki pengaturan, pengawasan, dan penegakan hukum.

2. Hak-hak Pemegang Saham dan Fungsi-fungsi Penting Kepemilikan Saham

Prinsip corporate governance yang kedua dari OECD pada dasarnya mengatur
mengenai hak-hak pemegang saham dan fungsi fungsi kepemilikan saham. Hal ini
terutama mengingat investor saham terutama dari suatu perusahaan publik, memiliki hak-
hak khusus seperti saham tersebut dapat dibeli, dijual ataupun ditransfer. Pemegang saham
tersebut juga berhak atas keuntungan perusahaan sebesar porsi kepemilikannya. Selain itu
kepemilikan atas suatu saham mempunyai hak atas semua informasi perusahaan dan
mempunyai hak untuk mempengaruhi jalannya perusahaan melalui Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS).
3. Perlakuan yang sama terhadap Pemegang Saham

Pada prinsip ketiga ini ditekankan perlunya persamaan perlakuan kepada seluruh pemegang
saham termasuk pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing. Prinsip ini
menekankan pentingnya kepercayaan investor di pasar modal. Untuk itu industri pasar
modal harus dapat melindungi investor dari perlakuan yang tidak benar yang mungkin
dilakukan oleh manajer, dewan komisaris, dewan direksi, atau pemegang saham utama
perusahaan. Untuk melindungi investor, perlu suatu informasi yang jelas mengenai hak dari
pemegang saham, seperti hak untuk memesan efek terlebih dahulu dan hak pemegang
saham utama untuk memutuskan suatu keputusan tertetu dan hak untuk mendapatkan
perlindungan hukum jika suatu saat terjadi pelanggaran atas hak pemegang saham tersebut.

4. Peranan Stakeholders dalam Corporate Governance

Secara umum, prinsip ini menyatakan bahwa kerangka corporate governance harus
mengakui hak stakeholders yang dicakup oleh perundang-undangan atau perjanjian (mutual
agreements) dan mendukung secara aktif kerjasama antara perusahaan dan stakeholders
dalam menciptakan kesejahteraan, lapangan pekerjaan, dan pertumbuhan yang
bekesinambungan (sustainibilitas) dari kondisi keuangan perusahaan yang dapat
diandalkan. Para pemangku kepentingan (stakeholder) seperti investor, karyawan, kreditur
dan pemasok memiliki sumberdaya yang dibutuhkan oleh perusahaan. Sumberdaya yang
dimiliki oleh stakeholder tersebut harus dialokasikan secara efektif untuk meningkatkan
efisiensi dan kompetisi perusahaan dalam jangka panjang. Alokasi yang efektif dapat
dilakukan dengan cara memelihara dan mengoptimalkan kerja sama para stakeholder
dengan perusahaan. Hal tersebut dapat tercapai dengan penerapan kerangka corporate
governance dalam pengelolaan perusahaan yaitu dengan adanya jaminan dari perusahaan
tentang perlindungan kepentingan para pemangku kepentingan baik melalui perundang-
undangan maupun perjanjian.
5. Keterbukaan dan Transparansi

Pada prinsip kelima ini ditegaskan bahwa kerangka kerja corporate governance
harus memastikan bahwa keterbukaan informasi yang tepat waktu dan akurat dilakukan
atas semua hal yang material berkaitan dengan perusahaan, termasuk di dalamnya keadaan
keuangan, kinerja, kepemilikan dan tata kelola perusahaan. Dalam rangka perlindungan
kepada pemegang saham, perusahaan berkewajiban untuk melakukan keterbukaan
(disclosure) atas informasi atau perkembangan yang material baik secara periodik maupun
secara insindentil. Pengalaman di banyak negara yang mempunyai pasar modal yang aktif
menunjukkan bahwa keterbukaan menjadi alat yang efektif dalam rangka mempengaruhi
perilaku perusahaan dan perlindungan investor. Keyakinan yang kuat di pasar modal
dengan sendirinya akan menarik investor untuk menanamkan modalnya.

6. Tanggung Jawab Dewan Komisaris dan Direksi

Dalam prinsip ini dinyatakan bahwa kerangka kerja tata kelola perusahaan harus
memastikan pedoman strategis perusahaan, monitoring yang efektif terhadap manajemen
oleh dewan, serta akuntabilitas dewan terhadap perusahaan dan pemegang saham. Menurut
prinsip ini, tanggung jawab dewan yang utama adalah memonitor kinerja manajerial dan
mencapai tingkat imbal balik (return) yang memadai bagi pemegang saham. Di lain pihak,
dewan juga harus mencegah timbulnya benturan kepentingan dan menyeimbangkan
berbagai kepentingan di perusahaan. Agar dewan dapat menjalankan tanggung jawab
tersebut secara efektif, maka dewan perlu dapat melakukan penilaian yang obyektif dan
independen. Selain itu, tanggung jawab lain yang tidak kalah penting yaitu memastikan
bahwa perusahaan selalu mematuhi ketentuan peraturan hukum yang berlaku, terutama di
bidang perpajakan, persaingan usaha, perburuhan, dan lingkungan hidup. Dewan perlu
memiliki akuntabilitas terhadap perusahaan dan pemegang saham serta bertindak yang
terbaik untuk kepentingan mereka. Dewan juga diharapkan bertindak secara adil kepada
pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya, seperti kepada karyawan, kreditur,
pelanggan, pemasok dan masyarakat sekitar perusahaan.
Tujuan dari Corporate Governance adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi
semua pihak yang berkepentingan (stakeholders), dengan cara memenuhi tanggung jawab
perusahaan kepada seluruh pihak yang berkepentingan dan mematuhi kerangka yuridis
yang ada (KNKG, 2006 dalam Rahmawati, 2014). Implementasi GCG akan dilaksanakan
dengan berhasil jika memiliki sejumlah prinsip. Prinsip-prinsip dasar penerapan good
corporate governance yang dikemukakan oleh Forum for Corporate Governance in
Indonesia (FCGI, 2002) dalam Rahmawati (2014) adalah sebagai berikut:

a. Transparansi (Transparency)

Untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus


menyediakan informasi relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh
pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak
hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang
penting untuk mengambil keputusan oleh pemegang saham, kreditur, dan pemangku
kepentingan lainnya.

b. Akuntabilitas (Accountability)

Perusahaan harus dapat mempertanggung jawabkan kinerjanya secara transparan


dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur, dan sesuai dengan
kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan
pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan pra syarat yang diperlukan untuk
mencapai kinerja yang berkesinambungan.

c. Responsibilitas (Responsibility)

Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan


tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara
kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good
corporate governance.
d. Independensi (Independency)

Untuk melancarkan pelaksanaan GCG perusahaan harus dikelola secara independen


sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat
diintervensi oleh pihak lain.

e. Kewajaran dan kesetaraan (Fairness)

Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan


kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas
kewajaran dan kesetaraan.

2.2 Mekanisme Good Corporate Governance (GCG)


Dalam suatu pelaksanaan aktivitas perusahaan, prinsip Good Corporate
Governance (GCG)
dituangkan dalam suatu mekanisme. Mekanisme ini dibutuhkan agar aktivitas perusahaan
dapat berjalan secara sehat sesuai dengan arah yang ditetapkan.
Dalam kaitan ini, mekanisme governance menurut Akhmad Syakhroza (2002;27) dapat
diartikan sebagai berikut:
Suatu aturan main, prosedur dan hubungan yang jelas antara pihak yang mengambil
keputusan dengan pihak yang akan melakukan pengawasan terhadap keputusan tersebut.
Sementara menurut Mas Ahmad Daniri (2005;8) mekanisme Good Corporate
Governance adalah sebagai berikut:
Suatu pola hubungan, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan (Direksi,
Dewan komisaris, RUPS) guna memberikan nilai tambah kepada pemegang saham secara
berkesinambungan dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan
stakeholders lainnya, berlandaskan peraturan dan perundangan dan norma yang berlaku.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa mekanisme penerapan GCG merupakan suatu
prosedur yang dapat mengendalikan perusahaan, sehingga memberikan nilai tambah
terhadap pemegang saham dan stakeholders secara berkesinambungan dalam jangka
panjang.
Dalam konteks pengendalian dikenal adanya mekanisme eksternal dan mekanisme
internal. Mekanisme eksternal governance biasanya dikenal dengan istilah mekanisme di
dalam mengendalikan perusahaan. Didalam kaitan ini kontrol melalui mekanisme pasar
dilakukan oleh mekanisme pasar modal (capital market), pasar produk (product market)
serta tenaga kerja (labour market).

Ketiga mekanisme ini berdampak pada harga saham bila kinerja manajemen dianggap tidak
memuaskan harga saham akan mengalami penurunan yang pada akhirnya terjadinya
permintaan berupa penggantian manajemen oleh pasar, dimana pasar yang dimaksud adalah
para stakeholder. mekanisme dengan instrumen pasar tentunya akan efektif pada kondisi
pasar relatif sempurna dan efisien serta informasi yang tersedia cukup memadai. Kondisi
pasar modal dinegara berkembang termasuk Indonesia, belum mempunyai karakteristik ini,
sehingga diperlukan mekanisme lain sebagai alternatif.

Dalam hal ini peranan mekanisme governance internal dapat memberikan solusi. Hal ini
sesuai denganyang tercantum dalam Undang-Undang RI Nomor 1 tentang Perseroan
Terbatas (UUPT) tahun 1995, yang merupakan kerangka penting bagi perundang-undangan
mengenai mekanisme GCG di Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas
(UUPT) Tahun 1995, suatu perusahaan adalah suatu badan hukum tersendiri dengan
mekanisme tertentu yang dijalankan melalui dewan direksi dan dewan komisaris yang
mewakili perusahaan, sehingga melalui perannya dapat terlihat
implementasi mekanisme GCG secara nyata.

Menurut Mas Ahmad Daniri (2005;14) jika perusahaan menerapkan mekanisme


penerapan Good Corporate Governance (GCG) secara konsisten dan efektif maka akan
dapat memberikan manfaat antara lain ;

1. Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung oleh pemegang
saham akibat pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen.

2. Mengurangi biaya modal (Cost of Capital)

3. Meningkatkan nilai saham perusahaan di mata publik dalam jangka panjang


4. Menciptakan dukungan para stakeholder dalam lingkungan perusahaan terhadap
keberadaan perusahaan dan berbagai strategi dan kebijakan yang ditempuh perusahaan.

2.3 Aturan Terkait Kasus PT. Garuda Indonesia

Responsibilitas
Perubahan Peraturan Mentri Negara Badan Usaha Milik Negara
Nomor : PER- 09 /MBU/2012 Pasal 12 ayat (1) dan (2) :
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Komisaris/Dewan Pengawas harus
mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau anggaran dasar.
(2) Dewan Komisaris/Dewan Pengawas bertanggung jawab dan berwenang
melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada
umumnya, baik mengenai BUMN maupun usaha BUMN dan memberikan nasihat
kepada Direksi.

Independensi
Dalam PER-01-MBU-2011 Pasal 23 mengatur tentang Larangan Mengambil
Keuntungan Pribadi Bagian Direksi yaitu :
(1) Para anggota Direksi dilarang melakukan tindakan yang mempunyai benturan
kepentingan, dan mengambil keuntungan pribadi, baik secara langsung maupun
tidak langsung dari pengambilan keputusan dan kegiatan BUMN yang bersangkutan
selain penghasilan yang sah.
Dalam Perubahan Peraturan Mentri Negara Badan Usaha Milik Negara
Nomor : PER- 09 /MBU/2012 Pasal 12 ayat (3)
(3) Pengawasan dan pemberian nasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dilakukan untuk kepentingan BUMN dan sesuai dengan maksud dan tujuan BUMN,
dan tidak dimaksudkan untuk kepentingan pihak atau golongan tertentu.

(Sumber dari http://jdih.bumn.go.id/lihat/PER-09/MBU/2012 )


2.4 Teori Lainnya
Tugas Dan Tanggung Jawab Direksi Dan Dewan Komisaris Dalam Perseroan
Terbatas
Memulai suatu bisnis tidak cukup hanya bermodalkan materi. Seorang
Entrepreneur atau pengusaha juga harus membekali dirinya dengan pengetahuan
hukum yang cukup. Walaupun nantinya urusan hukum akan ditangani oleh divisi
hukum yang lazim dimiliki sebuah perusahaan, namun memiliki pengetahuan
hukum, setidaknya untuk hal-hal mendasar terkait hukum perusahaan tetap
diperlukan.
Hal-hal mendasar terkait hukum perusahaan yang perlu dipahami seorang
pengusaha yang menjalankan bisnis dalam bentuk perseroan terbatas (PT atau
perseroan) antara lain terkait organ-organ di dalam perseroan. Untuk mengetahui
pengaturan mengenai organ perseroan, maka rujukannya adalah Undang Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT).
Berikut ini organ-organ perseroan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 4-6 UU
PT:

1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)


2. Direksi
3. Dewan Komisaris
Sebelum membahas lebih terperinci mengenai tugas dan wewenang direksi dan
komisaris, ada baiknya kita pahami terlebih dulu tentang apa itu Anggaran Dasar
(AD) perseroan.
AD secara garis besar adalah serangkaian aturan yang mengatur operasional sebuah
perseroan dan hubungan antara perseroan dengan pihak lain, ataupun pemegang
saham dan dianggap sebagai peraturan internal pengurus perseroan yang wajib
ditaati oleh seluruh perangkat/organ-organ dalam perseroan termasuk Pemegang
Saham.
Seorang entrepreneur wajib memahami AD perseroan yang didirikannya karena AD
yang kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga (ART)
memuat rincian tugas dan tanggung jawab masing-masing organ perseroan.
Berikut ini penjabaran lebih lanjut tentang tugas dan tanggung jawab organ
perseroan:
A. DIREKSI
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa direksi merupakan organ
perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan
untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta
mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan AD
perseroan (Pasal 1 angka (5) UU PT).
Karena itu, Direksi memiliki Tugas:
1. Direksi wajib dengan iktikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan
tugas pengurusan perseroan dengan tetap memperhatikan keseimbangan
kepentingan seluruh pihak yang berkepentingan dengan aktivitas perseroan;
2. Mewakili perseroan, baik di luar pengadilan (perjanjian, kesepakatan, dll.)
maupun di dalam pengadilan. Tidak ada pihak lain yang dapat bertindak atas nama
perseroan kecuali diberikan kuasa oleh direksi yang berwenang;
3. Direksi wajib tunduk pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, AD dan keputusan RUPS dan memastikan seluruh aktivitas perseroan telah
sesuai dengan ketentuan peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku,
AD, keputusan RUPS serta peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh perseroan;
4. Direksi dalam memimpin dan mengurus perseroan semata-mata hanya untuk
kepentingan dan tujuan perseroan dan senantiasa berusaha meningkatkan efisiensi
dan efektivitas perseroan;
5. Direksi senantiasa memelihara dan mengurus kekayaan perseroan secara
amanah dan transparan, jika diperlukan direksi membutuhkan persetujuan komisaris
atau RUPS dalam setiap pengambilan keputusannya. Untuk itu, direksi
mengembangkan sistem pengendalian internal dan sistem manajemen resiko secara
terstruktural dan komprehensif;
6. Direksi akan menghindari kondisi dimana tugas dan kepentingan perseroan
berbenturan dengan kepentingan pribadi.
Direksi memiliki tanggung jawab sebagai berikut:
1. Direksi wajib bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk
kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun
di luar pengadilan. Sebagai organ yang wajib bertanggungjawab, direksi
mempertanggungjawabkan kepengurusan itu kepada RUPS;
2. Direksi wajib membuat dan memelihara daftar pemegang saham, risalah
RUPS dan risalah rapat direksi, menyelenggarakan pembukuan perseroan;
melaporkan kepemilikan sahamnya dan keluarga yang dimiliki pada perseroan atau
perseroan lain;
3. Direksi wajib menyiapkan laporan tahunan (termasuk pertanggung jawaban
tahunan) untuk RUPS;
4. Direksi wajib memberikan keterangan kepada RUPS mengenai segala
sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan perseroan;
5. Direksi menyelenggarakan RUPS tahunan atau RUPS lain yang dianggap
perlu (termasuk melakukan pemanggilan dan lain-lain);
6. Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan atau
menjadikan jaminan sebagian besar atau seluruh kekayaan perseroan;
7. Direksi wajib menyiapkan rencana penggabungan, peleburan atau
pengambilalihan untuk diajukan kepada RUPS.
Jika melihat tugas dan tanggung jawab di atas, jabatan seorang direksi tidaklah
mudah, karena bilamana seorang direksi lalai dalam menjalankan fungsinya dengan
tepat dan mengakibatkan perseroan mengalami kerugian maka direksi dapat diminta
pertanggungjawabannya secara pribadi (Pasal 92 ayat (2) UU PT).
Oleh karena itu, seorang entrepreneur yang menjabat sebagai salah satu direksi
dalam bisnisnya, haruslah menjalankan jabatannya secara hati-hati dan dengan
iktikad baik, sehingga jangan sampai terpeleset hanya karena mengejar profit
semata tanpa dipahami apakah tindakannya diperbolehkan atau tidak menurut AD
perseroan.
B. DEWAN KOMISARIS
Karena, fungsi dari dewan komisaris adalah melakukan pengawasan, maka seorang
komisaris wajib dengan iktikad baik, kehati-hatian, dan bertanggung jawab dalam
menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada direksi untuk
kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.
Hal di atas, sangat penting untuk dipahami oleh seorang entrepreneuryang menjabat
sebagai seorang komisaris dalam bisnisnya. Karena, bilamana seorang komisaris
lalai dalam menjalankan fungsinya maka komisaris tersebut juga ikut bertanggung
jawab secara pribadi atas kerugian perseroan, termasuk apabila dewan komisaris
terdiri atas dua anggota atau lebih, maka tanggung jawab sebagaimana dimaksud,
berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota dewan komisaris (Pasal 114
ayat (3) dan ayat (4) UU PT).
Jadi intinya, dewan komisaris itu haruslah melakukan hal-hal sebagai berikut (Pasal
114 ayat (3) UU PT):
1. Melakukan pengawasan dengan iktikad baik dan kehati-hatian untuk
kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan;
2. Tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak
langsung atas tindakan pengurusan direksi yang mengakibatkan kerugian; dan
3. Telah memberikan nasihat kepada direksi untuk mencegah timbul atau
berlanjutnya kerugian tersebut.

Anda mungkin juga menyukai