Anda di halaman 1dari 28

PENDAHULUAN

Demam tifoid ialah suatu sindroma sistemik penyakit infeksi akut pada usus
halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran
pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. [1]
Etiologi dari demam tifoid adalah Salmonella typhi, termasuk dalam genus
Salmonella yang tergolong dalam family Enterobacteriaceae. Salmonella bersifat
bergerak, berbentuk batang, tidak membentuk spora, tidak berkapsul, gram (-). (2)
Kejadian demam tifoid di negara maju rendah, di AS adalah 0,2 per 100.000.
Di Eropa 4-15 per 100.000, sedangkan di negara berkembang masih sangat tinggi
yaitu 500 per 100.000. Manusia adalah sebagai sumber penularan yang utama.
Cara penularan pada umumnya adalah melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi.(2)
Secara garis besar, gejala yang timbul pada demam tifoid adalah demam satu
minggu atau lebih, gangguan saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan
kesadaran. Selain itu, lidah tampak kering, dilapisi selaput tebal, di bagian
belakang tampak lebih pucat, di bagian ujung dan tepi lebih kemerahan. Bila
penyakit makin progresif, maka akan terjadi deskuamasi epitel sehingga epitel
lebih prominen. Roseola spot dapat terjadi pada akhir minggu pertama dan awal
minggu kedua. (1)
Hingga saat kloramfenikol masih merupakan baku emas (gold standard)
dalam pengobatan demam tifoid. Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50-100
mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian. Pemberian diteruskan selama 14 hari atau
sampai 5-7 hari bebas demam. Obat lain yang dapat digunakan adalah ampicillin,
amoksisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 dosis, Kotrimoxazole 6mg/kgBB/hari,
Ceftriaxone 80mg/kgBB/hari, Cefixime 10mg/kgBB/hari, Kortikosteroid
diberikan pada kasus berat dengan gangguan kesadaran Dexametason dengan
dosis 1-3mg/kgbb/hari intravena, dibagi 3 dosis hingga kesadaran membaik. (3)
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi atas dua bagian. Komplikasi yang
terjadi pada saluran perncernaan : perdarahan, perforasi , peritonitis. Komplikasi
diluar saluran pencernaan : ensefalopati, kolesistitis, meningitis, miokarditis, dan

1
(1)
karier kronik. Prognosis pasien demam tifoid tergantung pada umur anak,
kondisi kesehatan sebelum sakit, serotipe Salmonella dan komplikasi yang terjadi.
Di negara maju angka kematian adalah <1%, sedangkan di negara berkembang
bisa >10%. (3)
Gizi kurang adalah gangguan kesehatan akibat kekurangan atau
ketidakseimbangan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan, aktivitas berfikir
dan semua hal yang berhubungan dengan kehidupan. Kekurangan zat gizi adaptif
bersifat ringan sampai dengan berat. Gizi kurang banyak terjadi pada anak usia
kurang dari 5 tahun. 11
Pada umumnya kekurangan gizi sering diidentikkan dengan konsumsi
makanan yang tidak mencukupi kebutuhan atau anak sulit untuk makan.
Sebenarnya, ada berbagai penyebab yang menjadikan seorang anak dapat
mengalami kekurangan gizi.
Gangguan akibat kekurangan gizi bergantung pada zat gizi yang mengalami
kekurangan, tetapi secara umum gangguan tersebut meliputi hal berikut : Kurang
energi untuk melakukan aktivitas, Penurunan ketahanan tubuh,Pertumbuhan
badan terhambat, Kemampuan berpikir dan perkembangan mental terhambat. 10,11
Penanggulangan masalah gizi kurang perlu dilakukan secara terpadu antar
departemen dan kelompok profesi, melalui upaya-upaya peningkatan pengadaan
pangan, penganekaragaman produksi dan konsumsi pangan, peningkatan status
sosial ekonomi, pendidikan dan kesehatan masyarakat, serta peningkatan
teknologi hasil pertanian dan teknologi hasil pangan. Semua upaya ini bertujuan
untuk memperoleh perbaikan pola konsumsi pangan masyarakat yang beraneka
ragam dan seimbang dalam mutu gizi. 10,11

KASUS

2
Identitas Pasien
Nama : An. Ar
Tanggal lahir/Usia : 01 Juli 2008 / 8 Tahun 3 bulan
Jenis kelamin : Laki Laki
Agama : Islam
Kebangsaan : Indonesia
Suku bangsa : Kaili
Nama ibu : Ny.Nur Umur : 30 tahun
Nama ayah : Tn. Kh Umur : 35 tahun
Pekerjaan ayah : Petani
Pekerjaan ibu : IRT
Alamat : Ds. Balentuma Kec Sirenja
Masuk dengan diagnosa : Susp. Demam Typhoid
Tanggal masuk rumah sakit : 01 November 2016
Masuk ke ruangan : Nuri Bawah

A. Family Tree

Ayah Ibu

Anak Anak Anak

Penderita
ANAMNESIS
Keluhan Utama (dilanjutkan dengan anamnesis pelengkap) :
Pasien masuk dengan keluhan panas. Panas dirasakan sejak 14 hari sebelum
masuk rumah sakit. Panas dirasakan setiap hari, naik turun, dan terutama

3
dirasakan pada malam hari. Kejang tidak ada. Batuk (-), mimisan (-), sesak (-),
pasien malas makan dan kurang minum. Pasien sering jajan makanan di kios,
pasien jarang mencuci tangan jika hendak makan, terutama setelah bermain.
Pasien belum BAB sejak 1 hari yang lalu. BAK lancar.

Anamnesis antenatal dan riwayat persalinan: Kunjungan ANC rutin setiap


bulan selama kehamilan, lahir spontan dirumah dengan berat badan lahir 2800
gram ditolong oleh bidan. Ibu pasien tidak megkonsumsi obat-obatan dan
menderita penyakit selama kehamilan.

Penyakit yang sudah pernah di alami:


- Morbili : -
- Varicella : -
- Pertussis : -
- Diare : -
- Cacing : -
- Batuk / pilek : jarang
- Lain lain : pernah dirawat di PKM Tompe karena panas
Riwayat Kemampuan dan Kepandaian:
Membalik : 3 bulan
Tengkurap : 4 bulan
Duduk : 6 bulan
Merangkak : 9 bulan
Berdiri : 1 tahun
Berjalan : 1 tahun 4 bulan
Berceloteh : 8 bulan
Memanggil papa mama : 1 tahun
Anamnesis makanan sejak bayi sampai sekarang :
Anak meminum ASI (air susu ibu) sejak lahir sampai berumur 1 tahun,
Susu formula dan makanan tambahan seperti biskuit dan bubur saring.
Usia 1 tahun sampai sekarang anak makan makanan keluarga.

Anamnesis kebiasaan, lingkungan dan sosial:


Status sosial ekonomi keluarga masuk dalam kategori menengah. Orang
tua tidak mengontrol dengan baik kebiasaan jajan pasien. Dirumah pasien

4
minum menggunakan air sumur yang dimasak untuk dikonsumsi dan air
sumur untuk mandi dan mencuci.

Riwayat Imunisasi Dasar :

Jenis Imunisasi I II III

BCG +

Polio + + +

DTP + + +

Campak + +

Hepatits + + +

II. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum : Sakit sedang
- Status Gizi : Gizi kurang (CDC NCHS 2000)
- Sianosis : Tidak ditemukan
- Ikterus : Tidak ditemukan
- Kejang : Tidak ditemukan
- Anemia : konjungtiva anemis
- Kesadaran : apatis
- Tekanan darah : 100/70
- Denyut nadi : 75 Kali/menit
- Suhu : 36,7o C
- Respirasi : 27 kali/menit

Berat Badan : 15 kg

5
Panjang Badan : 116 cm

Kulit
- Warna : sawo matang
- Efloresensi : tidak ditemukan
- Pigmentasi : tidak ditemukan
- Jaringan parut : tidak ditemukan
- Lapisan lemak : tidak ditemukan
- Lain-lain : tidak ditemukan
- Tonus : baik
- Turgor : < 2 detik
- Oedema : tidak ditemukan
Kepala
- Wajah : Simetris, edema periorbital (-)
- Deformitas : Tidak ada
- Bentuk : Normocephal.
- Rambut : Hitam, lurus, sulit dicabut
- Ubun ubun besar : belum menutup
Mata
- Exopthalmus : Tidak ditemukan
- Tekanan Bola Mata : Palpasi normal
- Konjungtiva : Anemis +/+
- Sklera : Ikterik -/-
- Corneal refleks : Positif
- Pupil : Isokor, RCL+/+, RCTL+/+
- Lensa : jernih
- Fundus : tidak dilakukan
- Visus : tidak dilakukan
- Gerakan : tidak dilakukan pemeriksaan
Telinga : Cairan (-)
Hidung : Rhinore (-)
Mulut
- Bibir : kering
- Lidah : kotor (+)
- Gigi : tidak ada kelainan
- Selaput mulut : basah
- Gusi : perdarahan (-)
- Bau pernapasan : aseton (-)
Tenggorokan : hiperemis (-)
- Tonsil : T1/T1 Hiperemis (-)
- Pharynx : Hiperemis (-)
Leher
- Trachea : letak di tengah
- Kelenjar : pembesaran KGB (-), thiroid (-)

6
- Kaku kuduk : tidak dilakukan
- Dan lain lain : tidak dilakukan
Thorax
- Bentuk : simetris
- Rachitic rosary : tidak ditemukan
- Ruang intercosta : ruang intercosta normal
- Pericordial bulding : tidak ditemukan
- Lain-lain : tidak ditemukan
- Xiphosternum : tidak ditemukan
- Hamstons grove : tidak ditemukan
- Pernapasan paradoxal: tidak ditemukan
- Retraksi : tidak ditemukan

Paru-paru
- Inspeksi : Simetris bilateral, retraksi (-), massa (-), sikatriks (-)
- Palpasi : Vokal fremitus (+) ka=ki, massa (-), nyeri tekan (-)
- Perkusi : Sonor (+) diseluruh lapang paru, hipersonor (-)
- Auskultasi : Bunyi vesikular (+/+), Ronkhi (+/+), Wheezing (-)

Jantung
- Detak jantung :
- Ictus cordis : Ictus Cordis teraba pada SIC V linea
midclavicula sinistra
- Batas kiri : SIC V linea axilla anterior
- Batas kanan : SIC V linea Parasternal dextra
- Batas atas : jantung SIC II
- Bisisng jantung : Bising Jantung (-)

Abdomen
- Bentuk : datar (+), massa (-), distensi (-), sikatris (-)
- Lain-lain : peristaltik (+), kesan normal, ascites (-), nyeri tekan (-)
- Lien : tidak teraba
- Hepar : tidak teraba
Genital : Tidak ditemukan kelainan
Kelenjar : tidak ada pembesaran KGB,
Anggota gerak : Ekstremitas atas dan bawah akral hangat,
edema (-), Deformitas (-)
Tulang belulang : Skoliosis (-), Lordosis (-), Kyphosis (-), intake
Otot-otot : Atrofi (-),
Refleks : Refleks fisiologis normal, patologis (-)

7
Hasil Pemeriksaan Lab. Tgl 01 November 2016
Hasil Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,9 5,0-14,5 g/dl
Leukosit 6,67 5,0-14,5 ribu/ul
Eritrosit 4,61 3,95-5,26 Juta/ul
Hematokrit 37,1 34-50 %
Trombosit 233 150-440 Ribu/ul
MCV 80,4 75-87 Fl
MCH 25,8 24-30 Pg
MCHC 32,1 31-37 %
Jenis Pemeriksaan Hasil Keterangan
Reaksi Widal
- Salmonella typhi O 1/320
- Salmonella typhi H 1/320
- Salmonella paratyphi AH 1/80
- Salmonella paratyphi BH 1/80

RESUME
Panas sejak 14 hari sebelum masuk rumah sakit. Panas dirasakan setiap hari, naik
turun, dan terutama dirasakan pada malam hari. pasien malas makan dan kurang
minum. Pasien sering jajan makanan di kios, pasien jarang mencuci tangan jika
hendak makan, terutama setelah bermain. Pasien belum BAB sejak 1 hari yang
lalu. BAK lancar.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran apatis, gizi kurang. Pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah
100/70 mmHg, nadi 75 x/menit, reguler, kuat angkat, respirasi 27 x/menit, suhu
39,5oC. Pada pemeriksaan fisik didapatkan mukosa bibir kering, lidah kotor dan
rambut kering. Konjungtiva anemis, Pemeriksaan thorax dan abdomen dalam
batas normal. Pada pemeriksaan labolatorium didapatkan HGB 11,9, WBC 6,67,
hasil tes widal salmonella typhi O +1/320, Salmonella typhi H +1/320, Salmonella
paratyphi AH +1/80, Salmonella paratyphi BH +1/80

DIAGNOSA KERJA
Demam Tifoid + ensefalopati + gizi kurang

8
TERAPI
- IVFD Asering 22 tpm
- Inj Ceftriaxone 600 mg/12 jam/iv (1)
- Inj novalgin 120 mg/8 jam iv
- Dexamethasone 2,5mg/8jam/iv (1)
- Elkana Cl syr 2x1 cth
- Bed rest
- Diet rendah serat

FOLLOW UP

Perawatan Hari ke 1
Tanggal : 2 November 2016

Subjek (S) : Panas (-) hari ke 15, Bebas panas hari ke 1. Batuk (-)
lendir (-) . Muntah (-). BAB (-) belum BAB hr 2 . BAK (+) lancar.

Objek (O) :
Tanda Vital
o Denyut Nadi : 80 kali/menit
o Respirasi : 24 kali/menit
o Suhu : 360C
o Kesadaran : apatis
Kulit : Pucat (-), ikterik (-) turgor < 2 detik
Kepala : konjungtiva anemis (+/+), sklera Ikterik (-/-)
mata cekung (-), bibir kering (+), lidah kotor (+). Tonsil
T1/T1, Faring hiperemis (-)
Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax
Paru-paru :Simetris bilateral,Vokal fremitus (+) kesan normal,
Bunyi vesikular (+/+). Ronki (-/-). Wheezing (-/-)
Jantung : Bunyi jantung I/II murni regular, bising jantung (-)

9
Abdomen : Bentuk datar, peristaltik (+), timpani (+), NTA (-)

Assesment (A) :
Demam Tifoid + ensefalopati + gizi kurang

Plan (P) :
IVFD Asering 22 tpm + 1 amp Neurosanbe /24 jam
Inj Ceftriaxone 600 mg/12 jam/iv (2)
Inj novalgin 120 mg/8 jam iv
Dexamethasone 2,5mg/8jam/iv (2)
Elkana Cl syr 2x1 cth
Bedrest + diet lunak

Perawatan Hari ke 2
Tanggal : 3 November 2016

Subjek (S) : Panas (-) hari ke 15, Bebas panas hari ke 1. Batuk (-)
lendir (-) . Muntah (-). BAB (-) belum BAB hr 4 . BAK (+) kesan kurang. Nyeri
perut (+)

Objek (O) :
Tanda Vital
o Denyut Nadi : 82 kali/menit
o Respirasi : 26 kali/menit
o Suhu : 360C
o Kesadaran : apatis
Kulit : Pucat (-), ikterik (-) turgor < 2 detik
Kepala : konjungtiva anemis (+/+), sklera Ikterik (-/-)
mata cekung (-), bibir kering (+), lidah kotor (+), Faring
hiperemis (+)
Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax
Paru-paru :Simetris bilateral,Vokal fremitus (+) kesan normal,

10
Bunyi vesikular (+/+). Ronki (-/-). Wheezing (-/-)
Jantung : Bunyi jantung I/II murni regular, bising jantung (-)
Abdomen : Bentuk datar, peristaltik (+), timpani (+), NTA (+)

Assesment (A) :
Demam Tifoid + ensefalopati + gizi kurang

Plan (P) :
IVFD Asering 22 tpm
Inj Ceftriaxone 600 mg/12 jam/iv (3)
Inj gentamicin 30 mg/12 jam/iv (1)
Dexamethasone 2,5mg/8jam/iv (3) terakhir
Inj novalgin 120 mg/8 jam iv
Elkana Cl syr 2x1 cth
Bedrest + diet lunak

Perawatan Hari ke 3
Tanggal : 4 November 2016

Subjek (S) : Panas (-) hari ke 17, Bebas panas hari ke 3. Batuk (-)
lendir (-) . Muntah (-). BAB (-) belum BAB hr 4. BAK (+) kesan kurang. Nyeri
perut (+)

Objek (O) :
Tanda Vital
o Denyut Nadi : 78 kali/menit
o Respirasi : 28 kali/menit
o Suhu : 36,70C
o Kesadaran : apatis
Kulit : Pucat (-), ikterik (-) turgor < 2 detik
Kepala : konjungtiva anemis (+/+), sklera Ikterik (-/-)
mata cekung (-), bibir kering (-). Faring
hiperemis (-)
Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax

11
Paru-paru :Simetris bilateral,Vokal fremitus (+) kesan normal,
Bunyi vesikular (+/+). Ronki (-/-). Wheezing (-/-)
Jantung : Bunyi jantung I/II murni regular, bising jantung (-)
Abdomen : Bentuk datar, peristaltik (+), timpani (+), NTA (+)

Assesment (A) :
Demam Tifoid + ensefalopati + gizi kurang

Plan (P) :
IVFD Asering 22 tpm
Inj Ceftriaxone 600 mg/12 jam/iv (4)
Inj gentamicin 30 mg/12 jam/iv (2)
Inj novalgin 120 mg/8 jam iv (kp)
Elkana Cl syr 2x1 cth
Bedrest + diet lunak

Perawatan Hari ke 4
Tanggal : 5 November 2016

Subjek (S) : Panas (-) hari ke 18, Bebas panas hari ke 4. Batuk (-)
lendir (-) . Muntah (-). BAB (-) hr 5. BAK (+) biasa. Nyeri perut (+)

Objek (O) :
Tanda Vital
o Denyut Nadi : 87 kali/menit
o Respirasi : 26 kali/menit
o Suhu : 36,40C
o Kesadaran : Compos mentis
Kulit : Pucat (-), ikterik (-) turgor < 2 detik
Kepala : konjungtiva anemis (-/-), sklera Ikterik (-/-)
mata cekung (-), bibir kering (-). Faring
hiperemis (-)
Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax
Paru-paru :Simetris bilateral,Vokal fremitus (+) kesan normal,
Bunyi vesikular (+/+). Ronki (-/-). Wheezing (-/-)
Jantung : Bunyi jantung I/II murni regular, bising jantung (-)

12
Abdomen : Bentuk datar, peristaltik (+), timpani (+), NTA (+)

Assesment (A) :
Demam typhoid + gizi kurang

Plan (P) :
IVFD Asering 22 tpm
Inj Ceftriaxone 600 mg/12 jam/iv (5)
Inj gentamicin 30 mg/12 jam/iv (3)
Inj novalgin 120 mg/8 jam iv (kp)
Elkana Cl syr 2x1 cth
Bedrest + diet bubur + susu

Perawatan Hari ke 5
Tanggal : 6 November 2016

Subjek (S) : Panas (-) hari ke 19, Bebas panas hari ke 5. Batuk (-)
lendir (-) . Muntah (-). BAB (-) hr 6. BAK (+) lancar. Nyeri perut (-)

Objek (O) :
Tanda Vital
o Denyut Nadi : 79 kali/menit
o Respirasi : 23 kali/menit
o Suhu : 36,60C
o Kesadaran : Compos mentis
Kulit : Pucat (-), ikterik (-) turgor < 2 detik
Kepala : konjungtiva anemis (-/-), sklera Ikterik (-/-)
mata cekung (-), bibir kering (-). Faring
hiperemis (-)
Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax
Paru-paru :Simetris bilateral,Vokal fremitus (+) kesan normal,
Bunyi vesikular (+/+). Ronki (-/-). Wheezing (-/-)

13
Jantung : Bunyi jantung I/II murni regular, bising jantung (-)
Abdomen : Bentuk datar, peristaltik (+), timpani (+), NTA (-)

Assesment (A) :
Demam typhoid + gizi kurang

Plan (P) :
IVFD Asering 22 tpm
Inj Ceftriaxone 600 mg/12 jam/iv (6)
Inj gentamicin 30 mg/12 jam/iv (4)
Inj novalgin 120 mg/8 jam iv (kp)
Elkana Cl syr 2x1 cth
Bedrest + diet bubur + susu

Perawatan Hari ke 6
Tanggal : 7 November 2016

Subjek (S) : Panas (-) hari ke 20, Bebas panas hari ke 6. Batuk (-)
lendir (-) . Muntah (-). BAB (-) hr 7. BAK (+) kesan kurang. Nyeri perut (-)

Objek (O) :
Tanda Vital
o Denyut Nadi : 67 kali/menit
o Respirasi : 24 kali/menit
o Suhu : 36,60C
o Kesadaran : Compos mentis
Kulit : Pucat (-), ikterik (-) turgor < 2 detik
Kepala : konjungtiva anemis (-/-), sklera Ikterik (-/-)
mata cekung (-), bibir kering (-). Faring
hiperemis (-)
Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax
Paru-paru :Simetris bilateral,Vokal fremitus (+) kesan normal,

14
Bunyi vesikular (+/+). Ronki (-/-). Wheezing (-/-)
Jantung : Bunyi jantung I/II murni regular, bising jantung (-)
Abdomen : Bentuk datar, peristaltik (+), timpani (+), NTA (-)

Assesment (A) :
Demam typhoid + gizi kurang

Plan (P) :
IVFD Asering 16 tpm
Inj Ceftriaxone 600 mg/12 jam/iv (7)
Inj gentamicin 30 mg/12 jam/iv (5)
Inj novalgin 120 mg/8 jam iv (kp)
Elkana Cl syr 2x1 cth
Bedrest + diet bubur + susu
Perawatan Hari ke 7
Tanggal : 8 November 2016

Subjek (S) : Panas (-) hari ke 21, Bebas panas hari ke 7. Batuk (-)
lendir (-) . Muntah (-). BAB (-) hr 8. BAK (+) lancar. Nyeri perut (-)

Objek (O) :
Tanda Vital
o Denyut Nadi : 75 kali/menit
o Respirasi : 25 kali/menit
o Suhu : 36,50C
o Kesadaran : Compos mentis
Kulit : Pucat (-), ikterik (-) turgor < 2 detik
Kepala : konjungtiva anemis (-/-), sklera Ikterik (-/-)
mata cekung (-), bibir kering (-). Faring
hiperemis (-)
Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax
Paru-paru :Simetris bilateral,Vokal fremitus (+) kesan normal,
Bunyi vesikular (+/+). Ronki (-/-). Wheezing (-/-)
Jantung : Bunyi jantung I/II murni regular, bising jantung (-)
Abdomen : Bentuk datar, peristaltik (+), timpani (+), NTA (-)

15
Assesment (A) :
Demam typhoid + gizi kurang

Plan (P) :
IVFD Asering 16 tpm
Inj Ceftriaxone 600 mg/12 jam/iv (8)
Inj gentamicin 30 mg/12 jam/iv (6)
Inj novalgin 120 mg/8 jam iv (kp)
Elkana Cl syr 2x1 cth
Mobilisasi duduk 2x15 menit
diet nasi lembek + susu + pepaya

Perawatan Hari ke 8
Tanggal : 9 November 2016

Subjek (S) : Panas (-) hari ke 22, Bebas panas hari ke 8. Batuk (-)
lendir (-) beringus (-). sesak (-) . Muntah (-). BAB (-) hr 9. BAK (+) lancar. Nyeri
perut (-)

Objek (O) :
Tanda Vital
o Denyut Nadi : 82 kali/menit
o Respirasi : 21 kali/menit
o Suhu : 36,80C
o Kesadaran : Compos mentis
Kulit : Pucat (-), ikterik (-) turgor < 2 detik
Kepala : konjungtiva anemis (-/-), sklera Ikterik (-/-)
mata cekung (-), bibir kering (-). Faring
hiperemis (-)
Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax
Paru-paru :Simetris bilateral,Vokal fremitus (+) kesan normal,
Bunyi vesikular (+/+). Ronki (-/-). Wheezing (-/-)
Jantung : Bunyi jantung I/II murni regular, bising jantung (-)
Abdomen : Bentuk datar, peristaltik (+), timpani (+), NTA (-)

16
Assesment (A) :
Demam typhoid + gizi kurang

Plan (P) :
IVFD Asering 16 tpm aff
Inj Ceftriaxone 600 mg/12 jam/iv (9)
Inj gentamicin 30 mg/12 jam/iv (7) terakhir
Inj novalgin 120 mg/8 jam iv (kp)
Elkana Cl syr 2x1 cth
Mobilisasi duduk 2x30 menit
diet nasi lembek + susu + pepaya

Perawatan Hari ke 9
Tanggal : 10 November 2016

Subjek (S) : Panas (-) hari ke 23, Bebas panas hari ke 9. Batuk (-)
lendir (-) beringus (-). sesak (-) . Muntah (-). BAB (+) biasa . BAK (+) lancar.
Nyeri perut (-)

Objek (O) :
Tanda Vital
o Denyut Nadi : 85 kali/menit
o Respirasi : 27 kali/menit
o Suhu : 36,50C
o Kesadaran : Compos mentis
Kulit : Pucat (-), ikterik (-) turgor < 2 detik
Kepala : konjungtiva anemis (-/-), sklera Ikterik (-/-)
mata cekung (-), bibir kering (-). Faring
hiperemis (-)
Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax
Paru-paru :Simetris bilateral,Vokal fremitus (+) kesan normal,
Bunyi vesikular (+/+). Ronki (-/-). Wheezing (-/-)
Jantung : Bunyi jantung I/II murni regular, bising jantung (-)
Abdomen : Bentuk datar, peristaltik (+), timpani (+), NTA (-)

17
Assesment (A) :
Demam typhoid + gizi kurang

Plan (P) :
Rencana pulang
Cefixime syr 2x1 cth
Elkana cl syr 2x1 cth

DISKUSI

Diagnosis pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada kasus ini, dari anamnesis didapatkan
bahwa pasien mengalami febris sejak 14 hari sebelum masuk rumah sakit,
terutama dirasakan pada malam hari. Pasien juga mengalami gangguan
gastrointestinal berupa konstipasi. Dari anamnesis didapatkan keterangan bahwa
pasien suka mengkonsumsi jajanan, dan jika makan jarang cuci tangan. Hal ini
dapat menjadi faktor risiko terjadinya demam tifoid pada anak ini.

18
Demam tifoid adalah suatu sindrom klinik terutama disebabkan oleh
Salmonella typhi. Demam tifoid termasuk salah satu demam enterik dan
merupakan manifestasi terbanyak dari Salmonellosis. Jenis lain dari demam
enterik adalah demam paratifoid yang disebabkan oleh Salmonella paratyphi A,
Salmonella schottmuelleri (semula Salmonella paratyphi B), dan Salmonella
hirschfeldii (semula Salmonella paratyphi C). Demam tifoid memberikan gejala
yang lebih berat dibandingkan dengan lainnya.(2) (4)
Bakteri Salmonella masuk bersama makanan/minuman. Setelah berada dalam
usus halus, bakteri mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus (terutama
Plak Peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan peradangan
dan nekrosis lokal, bakteri melalui pembuluh limfe masuk ke dalam sirkulasi
darah (bakteremia primer) menuju organ retikuloendotelial system (RES) terutama
hati dan limpa. Di organ ini, bakteri difagosit oleh sel-sel fagosit RES dan bakteri
yang tidak difagosit akan berkembang biak dan masuk kembali ke dalam sirkulasi
darah dan menyebar ke seluruh tubuh (bakteremia sekunder), dan sebagian bakteri
masuk ke organ tubuh terutama limpa, kandung empedu yang selanjutnya bakteri
tersebut dikeluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga usus dan
menyebabkan reinfeksi di usus. Dalam masa bakteremia ini, bakteri mengeluarkan
endotoksin yang susunan kimianya sama dengan antigen somatik
(lipopolisakarida), yang semula diduga bertanggung jawab terhadap terjadinya
gejala- gejala dari demam tifoid.(1)

19
Gambar 1. Patomekanisme demam tifoid

Pada usia sekolah dan adolesen, gejala awal penyakit tidak begitu jelas.
Mula-mula gejalanya adalah demam, lesu, anoreksia, mialgia, sakit kepala, dan
sakit perut yang berlangsung 2-3 hari. Mula-mula dapat terjadi diare atau dapat
pula terjadi konstipasi. Mual muntah pada minggu ke-3 menandakan adanya
komplikasi. Suhu badan naik secara remiten dan makin meningkat dalam 1
minggu, kemudian menetap pada suhu 400C, biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat lagi pada sore dan malam hari. Pada minggu kedua, penderita terus
berada dalam keadaan demam. Pada minggu kedua suhu bertahan tinggi, dan
gejala yang ada tampak makin berat. Anak tampak sakit akut dengan disorientasi,

20
letargi, delirium dan stupor. Pada minggu ketiga suhu badan berangsur - angsur
turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga. (6)
Pada pemeriksaan fisik anak dengan demam tifoid gejala yang didapatkan
adalah anak tampak sakit sedang atau berat, kesadaran apatis, suhu tubuh
meningkat, lidah berselaput putih, Roseola lebih sering terjadi pada akhir minggu
pertama dan awal minggu kedua. Lidah tifoid biasanya terjadi beberapa hari
setelah panas meningkat dengan tanda-tanda antara lain, lidah tampak kering
dengan bagian belakang tampak lebih pucat, di bagian ujung dan tepi tampak
kemerahan. Bila penyakit makin progresif, maka akan terjadi deskuamasi epitel
sehingga papilla lebih prominen. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan
perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri tekan
abdomen. Biasanya didapatkan keluhan konstipasi atau bahkan dapat terjadi diare.
(1)(3)

Dari pemeriksaan fisik pada kasus didapatkan status kesadaran pasien apatis,
rambut pasien kering dan bibir kering. Lidah kotor (+). Tanda-tanda demam tifoid
lainnya tidak ditemukan pada pemeriksaan fisik. Dari pemeriksaan fisik dapat
dicurigai adanya demam tifoid, namun masih perlu dilakukan pemeriksaan
lanjutan untuk memastikan diagnosis.
Diagnosis pasti demam tifoid ditegakkan bila hasil biakan darah positif.
Biakan darah dalam minggu pertama memperlihatkan Salmonella positif pada 40-
60% kasus, sedangkan biakan urin dan tinja positif setelah minggu pertama, dan
biakan tinja kadang-kadang sudah positif pada masa inkubasi. Biakan sumsum
tulang adalah pemeriksaan yang paling sensitif yaitu positif pada 85-90% dan
kurang dipengaruhi oleh pemberian antibiotika sebelumnya. Namun untuk
melakukan pemeriksaan biakan memerlukan waktu beberapa hari, maka
diperlukan pemeriksaan yang lebih cepat, yaitu pemeriksaan antibodi monoklonal.
Pemeriksaan reaksi rantai polymerase yang dalam beberapa jam dapat diperoleh
hasil. Pemeriksaan serologi terhadap antigen O, H, dan Vi dari Salmonella dengan
uji widal tidak banyak membantu dalam menetapkan diagnosis, karena kurangnya
sensitivitas pada pemeriksaan ini. Pada demam tifoid sering disertai anemia ringan
sampai sedang, dapat ditemukan gambaran eritrosit normositik normokrom, yang

21
diduga merupakan efek toksik supresi terhadap sumsum tulang atau karena
terjadinya perdarahan usus. Hitung leukosit bisa normal ataupun leukositosis.
Kemungkinan ditemukannya biakan positif pada sumsum tulang adalah 84%,
darah 44%, feses 65%, cairan duodenum 42%. Hasil pemeriksaan biakan positif
dari sampel darah penderita digunakan untuk menegakkan diagnosis, sedangkan
hasil pemeriksaan biakan negative dua kali berturut-turut pemeriksaan feses atau
urin digunakan untuk menentukan bahwa penderita telah sembuh atau belum ada
karier.
Pada saat ini, ada beberapa teknik baru untuk mendeteksi adanya antibodi
terhadap Salmonella typhi pada serum penderita dan adanya antigen Salmonella
typhi di dalam darah dan urine, antara Lain dengan Hemaglutination Inhibition
Test, ELISA, Complemen fixation Test. (1)(3)
Pemeriksaan laboratorium pada pasien ini leukosit dalam batas normal dan
pada pemeriksaan widal didapatkan titer Salmonella typhi O +1/320, Salmonella
typhi H +1/320, . Hasil pemeriksaan widal pada pasien ini positif, pada pasien ini
ditegakkan diagnosis demam tifoid berdasarkan temuan klinis dari hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan widal
memiliki sensitivitas yang rendah, sehingga pada beberapa pasien dengan klinis
demam tifoid, hasil pemeriksaan widalnya dapat negatif.

Penatalaksanaan demam tifoid terbagi atas 3, yaitu perawatan, diet dan obat-
obatan. Penderita demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi,
observasi serta pengobatan. Penderita harus istirahat 5-7 hari bebas panas. Tirah
baring (istirahat mutlak) dilakukan di tempat tidur dan letak baring harus sering

22
diubah. Lamanya tirah baring berlangsung sampai 5 hari bebas demam,
dilanjutkan dengan mobilisasi secara bertahap sebagai berikut:
1. Hari 1: Duduk 2 x 15 menit
2. Hari 2: Duduk 2 x 30 menit
3. Hari 3: Jalan dan pulang
Seandainya selama mobilisasi bertahap ada kecerendungan suhu meningkat,
maka istirahat mutlak diulangi kembali. (7)
Pada penderita dengan kesadaran yang menurun harus diobservasi agar tidak
terjadi aspirasi. Diet pada demam tifoid perlu juga mendapat perhatian khusus.
Diet pada demam tifoid adalah menggunakan makanan lunak, biasanya diawali
dengan diet bubur saring. (1)
Hingga kini kloramfenikol masih merupakan pengobatan lini pertama pada
kasus demam tifoid. Dosis yang dianjurkan adalah 50-100 mg/kg/hari selama 10-
14 hari. Tiamfenikol mempunyai efek yang sama dengan kloramfenikol.
Komplikasi hematologi pada tiamfenikol lebih jarang dilaporkan. Dosis oral yang
dianjurkan adalah 50-100 mg/kg/hari, selama 10-14 hari. Pilihan lain adalah
ampisilin, amoksisilin (100 mg/kg/hari secara oral dalam 3 sampai 4 dosis), dan
kotrimoxazole 6mg/KgBB/hari, Ceftriaxone 80mg/kgBB/hari, Cefixime
10mg/kgBB/hari, Kortikosteroid diberikan pada kasus berat dengan gangguan
kesadaran Deksametason dengan dosis 1-3mg/kgbb/hari intravena, dibagi 3 dosis
hingga kesadaran membaik.
Pada anak dengan gangguan penyerta seperti malnutrisi berat, pemberian
antibiotik dapat diperpanjang menjadi 21 hari untuk mengurangi komplikasi.
Pada pasien ini dapat diberikan kloramfenikol ataupun tiamfenikol yang
merupakan obat antibiotik utama untuk menangani demam tifoid. Antipiretik
dapat pula diberikan untuk menangani demam yang terjadi pada pasien ini.
Sedangkan penatalaksanaan non medikamentosa yang dapat diberikan adalah diet
makanan lunak, disertai tirah baring (Bed Rest Total) sampai 5-7 hari bebas panas.
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi atas dua bagian :
a. Komplikasi yang terjadi pada saluran perncernaan : perdarahan, perforasi ,
peritonitis.

23
b. Komplikasi diluar saluran pencernaan : ensefalopati, kolesistitis,
meningitis, miokarditis, dan karier kronik. (1)
Pada kasus ini kemungkinan ada penyulit ataupun komplikasi yang terjadi
yaitu ensefalopati. Ensefalopati merujuk pada seiap penyakit degeneratif pada
otak. Terkadang, gejala demam tifoid diikuti oleh suatu sindrom klinis berupa
gangguan atau penurunan kesadaran akut (kesadaran berkabut, apatis, delirium,
somnolen, stupor atau koma) dengan atau tanpa disertai kelainan neurologis
lainnya dan dalam pemeriksaan cairan otak masih dalam batas normal. Sindrom
klinis seperti ini oleh beberapa peneliti disebut tifoid toksik, ada juga yang
menyebutnya sebagai demam tifoid berat, demam tifoid ensefalopati atau demam
tifoid dengan toksemia.1
Insidensi ensefalopati tifoid yang dilaporkan bervariasi antara 10-30%. Dalam
ketiadaan terapi yang tepat, case fatality ensefalopati tifoid tinggi, dimana
dilaporkan sebanyak 56%.7
Ensefalopati tifoid adalah gejala yang kompleks, menunjukkan gejala
ensefalopati yang terjadi selama periode serangan demam tifoid atau setelah
penyakit demam tifoid. Istilah ensefalopati digunakan karena adanya ketiadaan
lengkap dari perubahan inflamatorik di otak atau meninges, walaupun ada
patologi sistem saraf yang mengindikasikan, misalnya peningkatan tekanan
intrakranial, dll. Telah diobservasi bahwa ensefalopati tifoid jarang terjadi pada
orang-orang yang sudah bertumbuh dan lebih sering terjadi pada kelompok usia
lebih muda terutama usia antara 6-14 tahun.7
Patogenesis yang jelas mengenai komplikasi ini belum diketahui. Gangguan
metabolik, toksemia, hiperpireksia dan perubahan otak non spesifik seperti edema
dan perdarahan telah menjadi hipotesis sebagai mekanisme yang kemungkinan
terjadi. Proses patologis di otak yang menyebabkan ensefalopati tifoid mungkin
berhubungan dengan ensefalomyelitis diseminata akut.8
Pengobatan utamanya adalah antibiotik, dimana kloramfenikol masih
merupakan pilihan pertama. Dosis yang diberikan 100 mg/kgBB/hari dibagi
dalam 4 kali pemberian selama 10 14 hari atau sampai 5 7 hari setelah demam
turun. Selain itu, dapat diberikan ampisilin (namun memberikan respons klinis
yang kurang bila dibandingkan dengan kloramfenikol). Dosis yang dianjurkan
adalah 200mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian intravena. Amoksisilin

24
juga dapat diberikan dengan dosis 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali
pemberian per oral. Namun, di beberapa negara sudah dilaporkan kasus demam
tifoid yang resisten terhadap kloramfenikol. Strain yang resisten umumnya rentan
terhadap sefalosporin generasi ketiga. Pemberian sefalosporin generasi ketiga
seperti seftriakson 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 1 atau 2 dosis (maksimal 4
gr/hari) selama 5-7 hari atau sefotaksim 150-200mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4
dosis. Akhir-akhir ini sefiksim oral 10-15mg/kgBB/hari selama 10 hari dapat
diberikan sebagai alternatif.2
Untuk kasus tifoid toksik, pengobatan antibiotik ini ditambahkan dengan
pemberian deksametason intravena (3mg/kgBB diberikan dalam 30 menit untuk
dosis awal, dilanjutkan dengan 1mg/kgBB tiap 6 48 jam). 2 Mekanisme aksi
deksametason dalam pengobatan ensefalopati tifoid belum diketahui. Endotoksin
yang dikeluarkan oleh S. typhi menstimulasi makrofag untuk memproduksi
monokin, asam arakidonat dan metabolitnya, dan spesies oksigen bebas yang
kemungkinan bertanggung jawan pada terjadinya efek toksik, secara khusus pada
pasien dengan ensefalopati tifoid. Deksametason mungkin menurunkan efek
fisiologis yang ditimbulkan dari produk makrofag dan bertindak sebagai
antioksidan sehingga menurunkan fatalitas. Edema serebelar dan kongesti vena
otak sering ditemukan pada ensefalopati tifoid, dan deksametason diperkirakan
berperan dalam menurunkan kondisi ini.8
Prognosis pasien dengan tifoid tergantung pada terapi segera, usia penderita,
keadaan kesehatan sebelumnya, dan munculnya komplikasi. Di negara maju,
dengan antimikroba yang tepat, angka mortalitas dibawah 1%. Pada anak
(4)(9)
kemungkinan terjadi pneumonia lebih tinggi daripada dewasa. Pada kasus ini
prognosis pasien tergolong bonam (baik), sebab komplikasi yang dialami masih
minimal dan mendapat penanganan yang segera .

Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang


dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,
penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak dipergunakan
untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-
organ serta menghasilkan energi.10

25
Gizi kurang adalah gangguan kesehatan akibat kekurangan atau
ketidakseimbangan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan, aktivitas berfikir
dan semua hal yang berhubungan dengan kehidupan. Kekurangan zat gizi adaptif
bersifat ringan sampai dengan berat. Gizi kurang banyak terjadi pada anak usia
kurang dari 5 tahun. 11
Pada umumnya kekurangan gizi sering diidentikkan dengan konsumsi
makanan yang tidak mencukupi kebutuhan atau anak sulit untuk makan.
Sebenarnya, ada berbagai penyebab yang menjadikan seorang anak dapat
mengalami kekurangan gizi. Berikut ini penyebab kekurangan gizi yang biasa
terjadi.11
a. Konsumsi makanan yang tidak mencukupi
b. Peningkatan penngeluaran gizi dari dalam tubuh
c. Kebutuhan gizi yang meningkat pada kondisi tertentu
d. Penyerapan makanan dalam sistim pencernaan yang mengalami gangguan
e. Gangguan penggunaan gizi setelah diserap

Gangguan akibat kekurangan gizi bergantung pada zat gizi yang mengalami
kekurangan, tetapi secara umum gangguan tersebut meliputi hal berikut :10,11
a) Badan lemah, kurang energi untuk melakukan aktivitas.
b) Penurunan ketahanan tubuh terhadap serangan penyakit infeksi, misalnya
menjadi mudah terserang flu, diare dan borok kulit. Pada penderita penyakit
infeksi tertentu, penyakit tersebut menjadi tidak sembuh atau bahkan
bertambah parah.
c) Pertumbuhan badan terhambat, terutama pada anak-anak tampak pada
pertambahan berat badan, otot lembek, dan rambut mudah rontok.
d) Kemampuan berpikir dan perkembangan mental terhambat, sehingga
seseorang tampak bodoh dan mental yang kurang wajar, seperti mudah
panik, tidak peduli, gampang tersinggung, mudah marah, dan cepat putus
asa.10
Penanggulangan masalah gizi kurang perlu dilakukan secara terpadu antar
departemen dan kelompok profesi, melalui upaya-upaya peningkatan pengadaan

26
pangan, penganekaragaman produksi dan konsumsi pangan, peningkatan status
sosial ekonomi, pendidikan dan kesehatan masyarakat, serta peningkatan
teknologi hasil pertanian dan teknologi hasil pangan. Semua upaya ini bertujuan
untuk memperoleh perbaikan pola konsumsi pangan masyarakat yang beraneka
ragam dan seimbang dalam mutu gizi. 10,11

DAFTAR PUSTAKA

1. Rampengan, TH, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak ed. 2. Jakarta: EGC,
2007.

27
2. Widagdo. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Infeksi Pada Anak. Jakarta:
Sagung Seto, 2011.
3. Widagdo. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Anak Dengan Demam. Jakarta:
Sagung Seto, 2011.
4. Ashkenazi, S, Cleary, TG, Infeksi Salmonella, in: Nelson (Ed), Ilmu
Kesehatan Anak Nelson Edisi 15 Volume II. Jakarta: EGC, 2000 : 965-73.
5. Pusponegoro, H. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi I. Jakarta:
Balai penerbit IDAI, 2009.
6. Soedarmo, S.S.P. Garna, H. Hadinegoro, S.R. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Anak Infeksi dan Penyakit Tropis edisi 1. Jakarta: Balai penerbit IDAI, 2002.
7. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNHAS, SMF Anak RS DR. Wahidin
Sudirohusodo. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Makassar.
8. Chambers, HF, Inhibitor Sintesis Protein dan Berbagai Senyawa Antibakteri,
in: Hardman, JG, Limbird, LE (Eds). Goodman & Gilman Dasar Dasar
Farmakologi Terapi Edisi 10 Volume 2. Jakarta: EGC, 2008.
9. Adisasmito AW. Penggunaan Antibiotik Pada Terapi Demam Tifoid Anak di
RSAB Harapan Kita. Sari Pediatri, Vol. 8, No. 3, Desember 2006:174-180.

10. Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, (2009) Faktor faktor yang
Mempengaruhi Status Gizi Balita http://.rajawana.com/artikel/kesehatan/334-
2-faktor-faktor-yang-mempengaruhi-status-gizi-balita.

11. Depkes R.I (2007) Faktor - faktor yang Mempengarui Status Gizi, Jakarta :
Departemen Kesehatan.

28

Anda mungkin juga menyukai