Anda di halaman 1dari 26

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Masalah sampah merupakan salah satu isu utama yang timbul di
Indonesia terutama kota-kota besar. Sampah perkotaan merupakan salah satu
persoalan rumit yang dihadapi oleh pengelola kota dalam menyediakan sarana
dan prasarana perkotaan. Dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi
disertai kemajuan tingkat perekonomian, maka akan sangat mempengaruhi
peningkatan terhadap jumlah sampah. Selama ini sebagian besar masyarakat
masih memandang sampah sebagai barang sisa yang tidak berguna, bukan
sebagai sumber daya yang perlu dimanfaatkan. Masyarakat dalam mengelola
sampah masih bertumpu pada pendekatan akhir (end-of-pipe), yaitu sampah
dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat pemrosesan akhir sampah.
Padahal, timbunan sampah dengan volume yang besar di lokasi tempat
pemrosesan akhir sampah berpotensi melepas gas metan (CH4) yang dapat
meningkatkan emisi gas rumah kaca dan memberikan kontribusi terhadap
pemanasan global. Agar timbunan sampah dapat terurai melalui proses alam
diperlukan jangka waktu yang lama dan diperlukan penanganan dengan biaya
yang besar.
Paradigma pengelolaan sampah yang bertumpu pada pendekatan akhir
sudah saatnya ditinggalkan dan diganti dengan paradigma baru pengelolaan
sampah. Paradigma baru memandang sampah sebagai sumber daya yang
mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan, misalnya: untuk energi,
kompos, pupuk ataupun untuk bahan baku industri. Pengelolaan sampah
dilakukan dengan pendekatan yang komprehensif dari hulu (sejak sebelum
dihasilkan suatu produk yang berpotensi menjadi sampah) sampai ke hilir, yaitu
pada fase produk sudah digunakan sehingga menjadi sampah, yang kemudian
dikembalikan ke media lingkungan secara aman. Pengelolaan sampah dengan
paradigma baru tersebut dilakukan dengan kegiatan pengurangan dan
penanganan sampah. Pengurangan sampah meliputi kegiatan pembatasan,
2

penggunaan kembali, dan pendauran ulang, sedangkan kegiatan penanganan


sampah meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan
pemrosesan akhir.
Saat ini, sampah dan pengelolaannya menjadi hal yang kian mendesak
untuk ditangani, sebab apabila tidak tertangani dengan baik akan mengakibatkan
terjadinya perubahan keseimbangan lingkungan dan pencemaran lingkungan
tanah, air dan udara. Oleh karena itu, untuk mengatasi berbagai masalah
pencemaran tersebut diperlukan penanganan dan pengendalian terhadap sampah.
Penanganan dan pengendalian akan menjadi semakin kompleks dan rumit dengan
semakin kompleksnya timbulan maupun komposisi sampah.

B. Rumusan Masalah
Apa saja dampak kerusakan lingkungan akibat sampah dan bagaimanakah
metoda pengelolaannya?

C. Tujuan Makalah
Untuk mengetahui jenis kerusakan lingkungan akibat sampah dan metoda
pengelolaannya.

D. Metodelogi
Metode penulisan makalah ini menggunakan studi literatur yang di akses
lewat Internet dengan menggabungkan literatur-literatur yang mendukung
sehingga diharapkan dapat memberikan informasi sesuai dengan topik paper.
3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Sampah
Menurut Enri Damanhuri dan Tri Padmi (2004) limbah adalah semua
buangan yang dihasilkan oleh aktifitas manusia dan hewan yang berbentuk padat,
lumpur (sludge), cair maupun gas yang dibuang karena tidak dibutuhkan atau
tidak diinginkan lagi. Adapun pembagian limbah adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan sumber :
a. Limbah kegiatan kota (masyarakat)
b. Limbah industri
c. Limbah pertambangan
d. Limbah pertanian
2. Berdasarkan fasa/bentuk :
a. Limbah padat
b. Limbah berlumpur (sludge)
c. Limbah cair
3. Berdasarkan sifatnya :
a. Limbah berbahaya dan beracun (B3)
b. Limbah domestik adalah limbah yang dihasilkan dari aktivitas primer
manusia
Dalam hal ini sampah termasuk limbah domestik, dimana sampah
menurut SNI 19-2454-1991 Tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah
Perkotaan didefinisikan sebagai limbah yang bersifat padat terdiri dari zat
organik dan zat anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola
agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan.
Sampah umumnya berbentuk sisa makanan (sampah dapur), daun-daunan,
ranting pohon, kertas/karton, plastik, kain bekas, kaleng-kaleng, debu sisa
penyapuan, dsb. Menurut Tchobanoglous, Theisen dan Vigil (1993), sampah
adalah bahan buangan dalam bentuk padat atau semi padat yang dihasilkan dari
aktifitas manusia atau hewan yang dibuang karena tidak diinginkan atau
4

digunakan lagi. Sedangkan menurut UU RI Nomor 18 Tahun 2008 tentang


pengelolaan sampah, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau
proses alam yg berbentuk padat.

B. Dampak Sampah Terhadap Manusia dan Lingkungan


1. Dampak kesehatan
Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan
sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa
organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing yang
dapat menimbulkan penyakit. Potensi bahaya kesehatan yang dapat
ditimbulkan adalah sebagai berikut:
a. Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang
berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air
minum. Penyakit demam berdarah (haemorhagic fever) dapat juga
meningkat dengan cepat di daerah yang pengelolaan sampahnya kurang
memadai.
b. Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit).
c. Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu
contohnya adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita
(taenia). Cacing ini sebelumnya masuk ke dalam pencernaan binatang
ternak melalui makanannya yang berupa sisa makanan/sampah.
d. Sampah beracun: Telah dilaporkan bahwa di Jepang kira-kira 40.000
orang meninggal akibat mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi
oleh raksa (Hg). Raksa ini berasal dari sampah yang dibuang ke laut oleh
pabrik yang memproduksi baterai dan akumulator.
2. Dampak terhadap lingkungan
Cairan rembesan sampah yang masuk ke dalam drainase atau sungai
akan mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga
beberapa spesies akan lenyap, hal ini mengakibatkan berubahnya ekosistem
perairan biologis.
5

Penguraian sampah yang dibuang ke dalam air akan menghasilkan


asam organik dan gas-cair organik, seperti metana. Selain berbau kurang
sedap, gas ini dalam konsentrasi tinggi dapat meledak.
3. Dampak terhadap sosial dan ekonomi
a. Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yang
kurang menyenangkan bagi masyarakat: bau yang tidak sedap dan
pemandangan yang buruk karena sampah bertebaran dimana-mana.
b. Memberikan dampak negatif terhadap kepariwisataan.
c. Pengelolaan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya
tingkat kesehatan masyarakat. Hal penting disini adalah meningkatnya
pembiayaan secara langsung (untuk mengobati orang sakit) dan
pembiayaan secara tidak langsung (rendahnya produktivitas).
d. Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan
akan memberikan dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan,
jembatan, drainase, dan lain-lain.
e. Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang
tidak memadai, seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk pengolahan
air. Jika sarana penampungan sampah kurang atau tidak efisien, orang
akan cenderung membuang sampahnya di jalan. Hal ini mengakibatkan
jalan perlu lebih sering dibersihkan dan diperbaiki.

C. Pengolahan Sampah
Pengolahan sampah merupakan bagian dari penanganan sampah dan
menurut UU no 18 Tahun 2008 didefinisikan sebagai proses perubahan bentuk
sampah dengan mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah.
Pengolahan sampah merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk mengurangi
jumlah sampah, disamping memanfaatkan nilai yang masih terkandung dalam
sampah itu sendiri (bahan daur ulang, produk lain, dan energi). Pengolahan
sampah dapat dilakukan berupa: pengomposan, recycling/daur ulang,
pembakaran (insinersi), dan lain-lain. Pengolahan secara umum merupakan
proses transformasi sampah baik secara fisik, kimia maupun biologi. Masing
masing definisi dari proses transformasi tersebut adalah :
6

1. Transformasi fisik.
Perubahan sampah secara fisik melalui beberapa metoda atau cara yaitu :
a. Pemisahan komponen sampah: dilakukan secara manual atau mekanis,
sampah yang bersifat heterogen dipisahkan menjadi komponen-
komponennya, sehingga bersifat lebih homogen. Langkah ini dilakukan
untuk keperluan daur ulang. Demikian pula sampah yang bersifat
berbahaya dan beracun (misalnya sampah laboratorium berupa sisa-sisa
zat kimia) sedapat mungkin dipisahkan dari jenis sampah lainnya, untuk
kemudian diangkut ke tempat pembuangan khusus.
b. Mengurangi volume sampah dengan pemadatan atau kompaksi:
dilakukan dengan tekanan/kompaksi. Tujuan dari kegiatan ini adalah
untuk menekan kebutuhan ruang sehingga mempermudah penyimpanan,
pengangkutan dan pembuangan. Reduksi volume juga bermanfaat
untuk mengurangi biaya pengangkutan dan pembuangan. Jenis,
sampah yang membutuhkan reduksi volume antara lain: kertas,
karton, plastik, kaleng.
c. Mereduksi ukuran dari sampah dengan proses pencacahan. Tujuan
hampir sama dengan proses kompaksi dan juga bertujuan memperluas
permukaan kontak dari komponen sampah.
2. Transformasi Kimia.
Perubahan bentuk sampah secara kimiawi dengan menggunakan
prinsip proses pembakaran atau insenerasi. Proses pembakaran sampah
dapat didefinisikan sebagai pengubahan bentuk sampah padat menjadi fasa
gas, cair, dan produk padat yang terkonversi, dengan pelepasan energi panas.
Proses pembakaran ini sangat dipengaruhi oleh karakteristik dan
komposisi sampah yaitu :
a. Nilai kalor dari sampah, dimana semakin tinggi nilai kalor sampah maka
akan semakin mudah proses pembakaran berlangsung. Persyaratan nilai
kalor adalah 4500 kJ/kg sampah agar dapat terbakar.
b. Kadar air sampah, semakin kecil dari kadar air maka proses pembakaran
akan berlangsung lebih mudah.
7

c. Ukuran partikel, semakin luas permukaan kontak dari partikel


sampah maka semakin mudah sampah terbakar. Jenis pembakaran dapat
dibedakan atas :
1) Pembakaran stoikhiometrik, yaitu pembakaran yang dilakukan
dengan suplai udara/oksigen yang sesuai dengan kebutuhan untuk
pembakaran sempurna.
2) Pembakaran dengan udara berlebih, yaitu pembakaran yang
dilakukan dengan suplai udara yang melebihi kebutuhan untuk
berlangsungnya pembakaran sempurna.
3) Gasifikasi, yaitu proses pembakaran parsial pada
kondisi substoikhiometrik, di mana produknya adalah gas-gas CO,
H2, dan hidrokarbon.
4) Pirolisis, yaitu proses pembakaran tanpa suplai udara.
3. Transformasi Biologi
Perubahan bentuk sampah dengan memanfaatkan aktivitas
mikroorganisme untuk mendekomposisi sampah menjadi bahan stabil yaitu
kompos. Teknik biotransformasi yang umum dikenal adalah:
a. Komposting secara aerobik (produk berupa kompos).
b. Penguraian secara anaerobik (produk berupa gas metana, CO2 dan gas-
gas lain, humus atau lumpur). Humus/ lumpur/ kompos yang dihasilkan
sebaiknya distabilisasi terlebih dahulu secara aerobic sebelum
digunakan sebagai kondisioner tanah.

D. Pengelolaan Sampah Secara Umum


Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat
dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Dari
sudut pandang kesehatan lingkungan, pengelolaan sampah dipandang baik jika
sampah tersebut tidak menjadi media berkembang biaknya bibit penyakit serta
sampah tersebut tidak menjadi medium perantara menyebar luasnya suatu
penyakit. Syarat lainnya yang harus dipenuhi, yaitu tidak mencemari udara, air
dan tanah, tidak menimbulkan bau (tidak mengganggu nilai estetis), tidak
8

menimbulkan kebakaran dan yang lainnya. Pengelolaan sampah secara umum


dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.1 Pengolahan sampah secara umum


(sumber: gerakanindonesiahijau.blogspot.com)

Pengolahan sampah seperti Gambar 2.1 tentu saja akan berdampak


negatif bagi manusia dan lingkungan jika hal ini tidak diperhatikan dengan baik
maka kemungkinan besar akan menimbulkan banyak masalah sanitasi di
kawasan atau wilayah tersebut.. Dalam bahasan dibawah, akan dipaparkan jenis
pengolahan sampah yang lebih efektif dan dapat bernilai ekonomi tinggi.

E. Metoda 4R
Sampai saat ini metoda pengelolaan sampah yang baik adalah dengan
menerapkan metoda 4R (Reduce, Reuse, Recycle dan Recovery). Konsep 4R
adalah paradigma baru dalam pola konsumsi dan produksi di semua tingkatan
dengan memberikan prioritas tertinggi pada pengelolaan limbah yang
9

berorientasi pada pencegahan timbulan sampah, minimalisasi limbah dengan


mendorong barang yang dapat digunakan lagi dan barang yang dapat
didekomposisi secara biologi (biodegredeble), dan penerapan pembuangan
limbah yang ramah lingkungan. Pelaksanaan 4R tidak hanya menyengkut aspek
teknis semata, namun jauh lebih penting menyangkut masalah sosial dalam
rangka mendorong perubahan sikap dan pola pikir menuju terwujudnya
masyarakat yang bersih lingkungan dan berkelanjutan.
Prinsip Pertama Reduce adalah segala aktifitas yang mampu mengurangi
dan mencegah timbulan sampah. Prinsip kedua Reuse adalah kegiatan
penggunaan kembali sampah yang layak pakai untuk fungsi yang sama atau yang
lain. Prinsip ketiga Recycle adalah mengelola sampah untuk dijadikan produk
baru.
Paradigma baru tersebut adalah konsep 4R dalam pola konsumsi dan
pola produksi di semua tingkatan dengan memberikan prioritas tertinggi bagi
pengolahan limbah yang berorientsi pada timbulan sampah, minimasi limbah
dengan memanfaatkan barang yang dapat digunakan lagi dan barang yang dapat
didekomposisi secara biologis, dan penerapan pembangunan limbah yang ramah
lingkungan.
1. Reduce pengurangan sampah merupakan upaya untuk mengurangi timbulan
sampah di lingkungan sumber dan bahkan dapat dilakukan sejak sebelum
sampah dihasilkan. Setiap sumber dapat melakukan upaya reduksi sampah
dengan cara merubah pola hidup konsumtif, yaitu perubahan kebiasaan dari
yang boros dan menghasilkan banyak sampah menjadi hemat dan sedikit
sampah.
2. Reuse penggunaan kembali berarti menggunakan kembali bahan atau material
agar tidak menjadi sampah (tanpa melalui pengolahan), seperti menggunakan
kertas bolak-balik, menggunakan kembali botol bekas air mineral untuk
tempat air, mengisi kaleng susu dengan susu refill, dan lain-lain.
3. Recycle daur ulang berarti mendaur ulang suatu bahan yang sudah tidak
berguna menjadi bahan lain setelah melalui proses pengolahan, seperti sampah
basah menjadi kompos, atau mengolah sisa kain perca menjadi selimut, kain
lap, keset dan sebagainya, atau mengolah botol plastik bekas menjadi biji
10

plastik untuk dicetak menjadi ember, pot, dan sebagainya, atau mengolah
kertas bekas dan dicetak kembali menjadi kertas dengan kualitas yang sedikit
lebih rendah, dan sebagainya. Beberapa alasan mengapa daur ulang mendapat
perhatian khusus dalam sektor industri, antara lain:
a. Alasan ketersediaan sumber daya alam: beberapa sumber daya alam
bersifat dapat terbarukan dengan siklus sistematis, seperti siklus air. Yang
lain termasuk dalam kategori tidak terbarukan, sehingga ketersediaannya di
alam menjadi kendala utama. Berdasarkan hal itu, maka salah satu alasan
daur ulang adalah ketersediaan sumber daya alam.
b. Alasan nilai ekonomi: limbah yang dihasilkan dari suatu kegiatan ternyata
dapat bernilai ekonomi bila dimanfaatkan kembali. Pemanfaatan tersebut
dapat dalam bentuk pemanfaatan energi, atau pemanfaatan bahan, baik
sebagai bahan utama ataupun sebagai bahan pembantu.
c. Alasan lingkungan: alasan lain adalah perlindungan terhadap lingkungan.
komponen limbah yang dibuang ke lingkungan dalam banyak hal
mendatangkan dampak negatif dengan pencemarannya.
4. Recovery upaya pengambilan kembali atau pemanfaatan material yang masih
tersisa dalam bahan limbah. berbagai system biologi dan teknologi dapat
mengkonversi, memproses ulang atau memecah limbah menjadi bahan atau
energy baru. Misal: Sebagai contoh, metana yang disebabkan oleh bahan
membusuk di tempat pembuangan dapat didaur ulang. Gas ini diubah menjadi
listrik, dan dengan demikian menghilangkan efek berbahaya terhadap
lingkungan.
Pengolahan sampah akan menjadi kewajiban. Namun bila dalam upaya
tersebut dapat pula dimanfaatkan nilai ekonomisnya, maka hal tersebut akan
menjadi cukup menarik. Hal utama dalam pelaksanaan Pengelolaan Persampahan
dengan Metode 4R adalah proses pemilahan, sebab proses pemilahan merupakan
proses yang paling berperanan penting dimana pemilahan sampah merupakan
langkah yang penting dalam proses daur ulang (recycle) dengan tujuan
memanfaatan sampah basah dan sampah kering. Tujuan utamanya adalah untuk
memperoleh sampah basah yang baik untuk dibuat kompos dan sampah kering
yang masih bernilai didaur ulang.
11

Proses daur ulang harus memperhatikan komposisi dan karakteristik


limbah dominan, terutama bila daur ulang dilakukan di tempat pembuangan akhir.
Hal lain yang mempengaruhi adalah ketersediaan tenaga operasional agar proses
berkelanjutan. Proses daur ulang juga dilakukan di sumber timbulan dan tempat
penampungan sementara, atau pada skala kawasan. Daur ulang yang dilakukan di
sumber maupun penampungan sementara atau di skala kawasan, dapat
meminimalkan biaya pengangkutan ke tempat pembuangan akhir. Banyak
pengolahan limbah (padat, cair dan gas menghasilkan residu seperti lumpur/sludge
atau residu lain, yang pada gilirannya harus ditangani lebih lanjut. Kadangkala
limbah yang terbentuk tersebut, seperti sludge menjadi bermasalah karena
berkategori sebagai limbah berbahaya.

Gambar 2.2 Hirarki pengelolaan sampah

Ada beberapa kegiatan yang terkait dengan hirarki pengelolaan sampah


diatas yaitu :
1. Pencegahan (Prevention)
a. mengurangi pola konsumsi berlebihan
b. menggunakan produk sistem sewa
2. Minimisasi
a. menggunakan produk dengan kemasan yg dapat digunakan ulang
b. menggunakan produk sistem refill
c. memilah sampah daur ulang
12

3. Pemanfaatan kembali (Reuse)


a. memanfaatkan barang bekas untuk fungsi sama atau berbeda.
b. menyumbangkan barang bekas ke pihak yang dapat memanfaatkan
4. Daur ulang (Recycling)
Mengubah bentuk & sifat sampah melalui proses bio-fisik-
kimiawi menjadi produk baru (sampah basah diolah menjadi kompos, sampah
plastik diolah menjadi pellet.
5. Perolehan energi (energy recovery)
Mengubah sampah melalui proses biofisikkimiawi menjadi
energi (briket sampah, proses thermal (insinerasi, pyrolisis, gasifikasi), serta
biogas.
6. Pembuangan akhir
Membuang seluruh komponen sampah ke TPA, atau
membakarnya dengan proses incenerasi.
Keuntungan yang diperoleh dengan menerapkan konsep 3R dalam
pengelolaan sampah antara lain:
1. Menghemat penggunaan sumber daya alam, karena dengan adanya daur
ulang secara langsung akan menghemat bahan baku dalam proses produksi.
2. Menghemat lahan TPA, karena akan mengurangi volume sampah yang
masuk ke TPA sehingga dapat memperpanjang masa pakai TPA.
3. Menghemat energi, karena dapat mempersingkat alur dalam proses produksi.
4. Menciptakan lapangan kerja, baik dalam proses pemilahan, pembuatan
produk mapun penjualan.
5. Mengurangi biaya pengelolaan sampah, merupakan dampak langsung dari
berkurangnya sampah yang diangkut ke TPA.
6. Meningkatkan kualitas lingkungan, karena dengan adanya daur ulang
volume sampah semakin sedikit.
Program daur ulang dalam perencanaan dan pelaksanaan
memerlukan beberapa tahap:
1. Pengembangan rencana daur ulang.
2. Penentuan kuantitas dan kualitas sampah yang dapat di daur ulang dan
menentukan jenis bahan yang dapat di daur ulang.
13

3. Rencana pelayanan ke berbagai sumber timbulan (perumahan, komersil


dll).
4. Merencanakan dan mempersiapkan fasilitas proses yang diperlukan.
5. Mengembangkan pasar dari produk-produk daur ulang.

F. Skala Pengolahan Sampah


Berdasarkan metoda pengolahan dan tanggung jawab pengelolaan, maka
skala pengolahan sampah dapat dibedakan atas beberapa skala, yaitu:
1. Skala individu, yaitu pengolahan yang dilakukan oleh penghasil sampah
secara langsung di sumbernya (rumah tangga/kantor). Contoh pengolahan
pada skala individu ini adalah pemilahan sampah atau composting skala
individu.
2. Skala kawasan, yaitu pengolahan yang dilakukan untuk melayani suatu
lingkungan/kawasan (perumahan, perkantoran, pasar, dll). lokasi pengolahan
skala kawasan dilakukan di TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu).
Proses yang dilakukan pada TPST umumnya berupa: pemilahan, pencacahan
sampah organik, pengomposan, penyaringan kompos, pengepakan kompos,
dan pencacahan plastik daur ulang.
3. Skala kota, yaitu pengolahan yang dilakukan untuk melayani sebagian atau
seluruh wilayah kota dan dikelola oleh pengelola kebersihan kota. Lokasi
pengolahan dilakukan di Instalasi Pengolahan Sampah Terpadu (IPST) yang
umumnya menggunakan bantuan peralatan teknis.
Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) atau Material Recovery
Facility (MRF) didefinisikan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan
pemisahan dan pengolahan sampah secara terpusat. Kegiatan pokok di MRF ini
adalah:
1. pengolahan lebih lanjut sampah yang telah dipilah di sumbernya
2. pemisahan & pengolahan langsung komponen sampah kota
3. peningkatan mutu produk recovery/recycling
Jadi, fungsi MRF adalah sebagai tempat berlangsungnya pemisahan,
pencucian/pembersihan, pengemasan, dan pengiriman produk daur ulang
sampah. Sedangkan pertimbangan teknis adanya MRF adalah :
14

1. penetapan definisi dan fungsi MRF


2. penentuan komponen sampah yang akan diolah untuk saat sekarang dan
masa mendatang
3. identifikasi spesifikasi produk
4. pengembangan diagram alir proses pengolahan
5. penentuan laju beban pengolahan
6. penentuan lay-out dan disain
7. penentuan peralatan yang digunakan
8. penentuan upaya pengendalian kualitas lingkungan
9. penentuan pertimbangan-pertimbangan estetika
10. penentuan adaptabilitas peralatan terhadap perubahan-perubahan yang
mungkin terjadi
Selain keuntungan ada beberapa masalah yang harus diperhatikan dalam
penerapan MRF ini yaitu:
1. Lokasi MRF (TPST)
Lokasi sebaiknya jauh dari permukiman penduduk dan industri,
dengan pertimbangan MRF akan mendapatkan daerah penyangga yang
baik dan mampu melindungi fasilitas yang ada. Tetapi tidak menutup
kemungkinan lokasi dekat dengan permukiman atau industri, hanya saja
dibutuhkan pengawasan terhadap operasional MRF sehingga dapat
diterima di lingkungan.
2. Emisi ke lingkungan
` MRF yang akan dioperasikan harus melihat kemampuan lingkungan
dalam menerima dampak yang ditimbulkan dari adanya fasilitas MRF,
misalnya: kebisingan, bau, pencemaran udara, estetika yang buruk dan
lain-lain. Pendekatan desain yang terbaik adalah merencanakan
dengan baik penentuan lokasi MRF, menerapkan sistem bersih lokasi dan
pengoperasian yang ramah lingkungan.
3. Kesehatan dan keamanan masyarakat
Kesehatan dan keamanan masyarakat secara umum sangat terkait
dengan proses yang ada di dalam MRF. Jika proses di MRF
15

direncanakan dan dilaksanakan dengan baik, maka dampak negatif yang


akan ditimbulkan pada masyarakat dapat diminimalkan.
4. Kesehatan dan keselamatan pekerja
Pengoperasian MRF juga menimbulkan resiko terhadap para pekerja,
seperti kemungkinan adanya paparan dari bahan-bahan toksik yang masuk
ke lokasi MRF, sehingga pekerja harus dilengkapi peralatan
keselamatan pribadi. Contoh peralatan tersebut pakaian yang aman, sepatu
boot, sarung tangan, masker dan lain-lain.

G. Pengolahan Sampah di Negara Maju


Semua negara di dunia mengalami masalah sampah ini, mari kita tengok
bagaimana pengelolaan sampah di negara-negara maju? Pertama di Asia,
contohnya: negara Jepang yang kita kenal dengan budaya tachiyomi (membaca
sambil berdiri di toko buku tanpa membeli). Selain itu, Jepang sangat disiplin
dalam mengelola sampah sangat jauh berbeda dengan negara kita (Indonesia).
1. JEPANG
Mereka (Jepang) telah membuat peraturan tentang pengelolaan sampah
ini, yang diatur oleh pemerintah kota. Mereka telah menyiapkan dua buah
kantong plastik besar dengan warna berbeda, hijau dan merah. Namun selain
itu ada beberapa kategori lainnya, yaitu: botol PET, botol beling, kaleng, batu
betere, barang pecah belah, sampah besar dan elektronik yang masing-masing
memiliki cara pengelolaan dan jadwal pembuangan berbeda.
Sebagai ilustrasi, cara membuang botol minuman plastik adalah botol
PET dibuang di keranjang kuning punya pemerintah kota. Setelah
sebelumnya label plastik yang menempel di botol itu kita copot dan penutup
botol kita lepas, label dan penutup botol plastik harus masuk ke kantong
sampah berwarna merah dan dibuang setiap hari kamis. Apabila dalam label
itu ada label harga yang terbuat dari kertas, pisahkan label kertas tersebut dan
masukkan ke kantong sampah berwarna hijau dan buang setiap hari Selasa.
Selain pengelolaan sampah di rumah, departemen store, convenient
store, dan supermarket juga menyediakan kotak-kotak sampah untuk tujuan
recycle (daur ulang). Kotak-kotak tersebut disusun berderet berderet di dekat
16

pintu masuk, kotak untuk botol beling, kaleng, botol PET. Bahkan di
beberapa supermarket tersedia untuk kemasan susu dan jus (yang terbuat dari
kertas). Uniknya lagi, dalam kotak kemasan susu atau jus (biasanya terpisah),
terdapat ilustrasi tentang cara menggunting dan melipat kemasan sedemikian
rupa sebelum dimasukkan ke dalam kotak.
Proses daur ulang itu pun sebagian besar dikelola perusahaan produk
yang bersangkutan, dan perusahaan lain atau semacam yayasan untuk
menghasilkan produk baru. Hebatnya lagi, informasi tentang siapa yang akan
mengelola proses recycle juga tertulis dalam setiap kotak sampah.
Sementara, pengelolaan sampah di stasiun kereta bawah tanah,
shinkansen, pada saat para penumpang turun dari kereta adapetugas yang
berdiri di depan pintu keluar dengan membawa kantong plastik sampah besar
siap untuk menampung kotak bento dan botol kopi penumpang sambil tak
lupa untuk membungkuk dan mengucapkan "otsukaresama deshita!."
Sebelum isu meningkatnya gerakan anti-terorisme (setidaknya mereka
menyebut demikian), pada awalnya, di tempat umum juga menyediakan
menyediakan kotak-kotak sampah, biasanya untuk kategori kaleng, beling,
dan sampah biasa (ordinary).
Sementara itu di Eropa dalam mengatasi masalah sampah ini, Komisi
Eropa telah membuat panduan dasar pengelolaan sampah yang diperuntukkan
untuk negara-negara anggotanya, seperti Belanda, Swedia dan Jerman. Dalam
penyusunan panduan itu melibatkan pemerintah, pengusaha, dan rakyat
masing-masing negara. Lalu, Kebijaksanaan Eropa itu kemudian
diterjemahkan oleh parlemen negara masing-masing ke dalam perundang-
undangan domestik, yang berlaku buat pemerintah pusat hingga daerah.
2. BELANDA
Sampai dengan abad ke-17 penduduk Belanda melempar sampah di
mana saja sesuka hati. Di abad berikutnya sampah mulai menimbulkan
penyakit, sehingga pemerintah menyediakan tempat-tempat pembuangan
sampah. Di abad ke-19, sampah masih tetap dikumpulkan di tempat
tertentu, tapi bukan lagi penduduk yang membuangnya, melainkan petugas
pemerintah daerah yang datang mengambilnya dari rumah-rumah
17

penduduk. Di abad ke-20 sampah yang terkumpul tidak lagi dibiarkan


tertimbun sampai membusuk, melainkan dibakar. Kondisi pengelolaan
sampah di Negeri Kincir Angin (Belanda) saat itu kira-kira sama seperti di
Indonesia saat ini.
Kini di abad ke-21 teknologi pembakaran sampah yang modern mulai
diterapkan. Teknologi itu memungkinkan pembakaran tidak menimbulkan
efek sampingan yang merugikan kesehatan. Agar tujuan itu tercapai,
sebelum dibakar sampah mesti dipilah-pilah, bahkan sejak dari rumah.
Hanya yang tidak membahayakan kesehatan yang boleh dibakar. Sampah
yang memproduksi gas beracun ketika dibakar harus diamankan dan tidak
boleh dibakar. Yang lebih menggembirakan, selain bisa memusnahkan
sampah, ternyata pembakaran itu juga membangkitkan listrik.
3. JERMAN
Sedangkan di Jerman terdapat perusahaan yang menangani kemasan
bekas (plastik, kertas, botol, metal dsb) di seluruh negeri, yaitu DSD/AG
(Dual System Germany Co). DSD dibiayai oleh perusahaan-perusahaan
yang produknya menggunakan kemasan. DSD bertanggung jawab untuk
memungut, memilah dan mendaur ulang kemasan bekas.
Berbeda dengan kondisi Jerman 30 tahun silam, terdapat 50.000
tempat sampah yang tidak terkontrol, tapi kini hanya 400 TPA (Tempat
Pembuangan Akhir). 10-30 % dari sampah awal berupa slag yang
kemudian dibakar di insinerator dan setelah ionnya dikonversikan, dapat
digunakan untuk bahan konstruksi jalan.
Cerita menarik proses daur ulang ini datangnya dari Passau
Hellersberg adalah sampah organik yang dijadikan energi. Produksi
kompos dan biogas ini memulai operasinya tahun 1996. Sekitar 40.000 ton
sampah organik pertahun selain menghasilkan pupuk kompos melalui
fermentasi, gas yang tercipta digunakan untuk pasokan listrik bagi 2.000 -
3.000 rumah.
Sejak 1972 pemerintah Jerman melarang sistem sanitary landfill
karena terbukti selalu merusak tanah dan air tanah. Bagaimanapun sampah
merupakan campuran segala macam barang (tidak terpakai) dan hasil
18

reaksi campurannya seringkali tidak pernah bisa diduga akibatnya. Pada


beberapa TPA atau instalasi daur ulang selalu terdapat pemeriksaan dan
pemilahan secara manual. Hal ini untuk menghindari bahan berbahaya
tercampur dalam proses, seperti misalnya baterei dan kaleng bekas oli
yang dapat mencemari air tanah. Sampah berbahaya ini harus dibuang dan
dimusnahkan dengan cara khusus.
4. INGGRIS
Di Inggris, ada City Council untuk kawasan perkotaan, ada
juga Town Council untuk kawasan kota dengan ukuran yang lebih kecil
dan ada juga Village Councilatau Parish Council. Di Inggris tiap-tiap
rumah diwajibkan membayar pajak bumi dan bangunan juga, sama seperti
di Indonesia, yang disebut Council Tax. Yang berbeda mungkin hanya
jumlahnya yang lebih mahal.
Council Tax ini digunakan oleh pemerintah lokal setempat untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan lokal semacam perbaikan jalan,
pemberian layanan dan fasilitas umum, dan juga pengelolaan sampah.
Konsepnya cukup sederhana. Dalam hal pengelolaan sampah, dari uang
pajak yang kita bayar tiap bulan, oleh Council dibelanjakan. Salah satunya
adalah untuk pengadaan wheelie bin, atau tempat sampah beroda.
Disebut demikian karena memang ada rodanya, hingga mudah didorong
ke mana-mana untuk memperingan pekerjaan.
Ukuran kotak sampah ini bermacam-macam, dari kecil untuk
perumahan-perumahan yang agak padat agar menghemat tempat, sampai
ukuran raksasa untuk sampah industri. Warnanya pun beragam, tergantung
aturan tiap daerah atau kota yang memakainya. Di setiap rumah, diberikan
tiga buah wheelie bin ukuran sedang
(seperti gambar pertama yang
berwarna hijau) oleh Town Council.
Satu berwarna hijau, satu berwarna
coklat dan satu lagi biru tua. Di
tutup masing-masing kotak sampah
ini, tercetak tulisan dengan rapi apa-
19

apa yang harus dimasukkan ke dalam kotak sampah yang mana, dan apa-
apa yang tidak boleh.
Kotak sampah ukuran besar untuk industri
Di kotak sampah yang coklat, hanya diperbolehkan mengisi sampah kebun
semacam daun, akar, ranting, gulma,
bunga, sampah organik dapur
semacam kulit kupasan buah, sampah
sayuran dll, dan juga kertas karton
atau kardus bekas. Tetapi abu sisa
pembakaran sampah, kebun, sisa
barbeque atau bakar sate tidak boleh
dimasukkan ke kotak coklat ini.
Di kotak sampah yang biru tua, hanya diperbolehkan mengisi botol-botol
kemasan plastik yang sudah tidak terpakai, semacam botol susu, minuman jus,
botol selai, botol minyak sayur, dll. Semua harus yang berupa plastik saja. Di
sini juga bisa dimasukkan majalah-majalah bekas, koran bekas dan brosur-
brosur bekas yang tak terpakai. Dan semua yang berbahan kertas.
Di kotak sampah yang hijau, diperbolehkan mengisi apa saja selain yang
harus masuk ke biru dan coklat, kecuali botol kaca. Semua sampah rumah
tangga yang tidak boleh masuk ke coklat dan biru, harus masuk ke kotak hijau
ini. Jadi isi sampah dari kamar mandi, sampah dari meja rias, sampah dapur
yang non-organik, semua masuk ke wheelie bin yang warna hijau. Sementara
botol-botol kaca bekas selai, sambal ABC, kecap Bango, dll harus dikumpulkan
terpisah untuk lalu dibawa ke tempat penampungan khusus yang biasa
disediakan di jalan masuk supermarket-supermarket besar.
Di dekat tempat penampungan botol bekas ini juga sering tersedia kotak
raksasa untuk pembuangan sepatu bekas dan baju bekas. Hebat kan? Orang-
orang di sini kadang aneh-aneh. Seringnya mereka membeli sesuatu tapi lupa
memakainya, dan ketika ingat, sudah tidak berminat lagi. Lebih banyak baju-
baju yang masih berlabel masuk ke tempat pembuangan ini, karena pemiliknya
kehilangan minat untuk memakainya (meskipun masih baru).
20

Demikian juga dengan sepatu, sering bernasib serupa. Tapi jangan pikir
kalian bisa mengambilnya begitu saja, karena pembuangan sepatu dan baju ini
didesain sedemikian rupa sehingga menjadi semacam kotak surat. Kalau kalian
sudah memasukkan surat ke kotak surat, susah kan mengambilnya lagi? Sama
halnya dengan kotak sepatu dan baju bekas ini. Yang sudah masuk, tidak bisa
keluar lagi, kecuali si petugasnya membuka gembok raksasa dan mengeluarkan
isinya.

Kotak sepatu dan baju bekas


Lalu diapakan baju dan sepatu ini nantinya? Di Inggris, ada yang
namanya charity atau badan amal, mereka ada di mana-mana dan banyak
sekali. Badan-badan amal ini resmi, terdaftar dan kegiatannya dipantau oleh
pemerintah, jadi bukan main-main. Mereka inilah yang mengumpulkan sepatu
dan baju bekas untuk akhirnya dijual lagi dengan harga super murah, dan
uangnya digunakan untuk kegiatan amal. Toko-toko milik charity ini
bertebaran hampir di tiap desa dan kota. Yang dijual adalah barang-barang
bekas seperti sepatu, baju, mainan, alat dapur dan buku. Uniknya, di tiap buku
yang dijual, ditempeli stiker berisi himbauan agar jika selesai membaca, mohon
dikembalikan ke toko itu untuk dijual lagi. Jadi uang yang kita bayarkan
sewaktu membeli buku itu jadi semacam uang sewa buku. Kalau aku sih
seringnya buku dari tokocharity kumasukkan ke rak buku untuk nambah
koleksi.
Bagaimana kalau kotak sampah kita sudah penuh? Ke mana sampah-
sampah rumah tangga tadi dibawa pergi? Siapa yang mengambilnya? Di sini
lagi-lagi peran Council sangat dibutuhkan. Dari uang pajak rumah yang kita
bayarkan tiap bulan tadi, masing-masing Council di tiap wilayah masing-
21

masing akan menyediakan mobil-mobil sampah yang berkeliling dari rumah ke


rumah setiap satu minggu sekali untuk mengumpulkan sampah-sampah kita.
Sampah dari kotak warna coklat dan biru akan dikirimkan ke perusahaan
daur ulang. Sampah organik dari kotak coklat akan diproses menjadi kompos,
produk untuk berkebun dan semacamnya, sedangkan sampah dari kotak biru
yang berisi kertas dan plastik akan diolah lagi menjadi produk-produk daur
ulang yang berbahan kertas dan plastik.

Karena isinya tidak memenuhi persyaratan daur ulang, sampah dari


kotak yang berwarna hijau akan dikirimkan ke tempat pembuangan sampah
atau disebut landfill setempat yang dikelola dengan cukup baik agar proses
pembusukan sampahnya tidak mencemari air tanah dan udara sekitar. Sebagian
lagi dikirimkan ke sebuah tempat bernama incinerator atau tempat pembakaran
sampah untuk dimusnahkan dengan cara dibakar.
Incinerator ini diperlukan untuk membantu mengurangi volume sampah
yang terus menggunung di landfill. Karena proses pembusukan sampah juga
memerlukan waktu cukup lama, kadang-kadang keterbatasan
lahan landfill mengharuskan sebagian volume sampah harus dibakar.
Incinerator dikelola sedemikian rupa agar panas dari pembakaran bisa
dimanfaatkan dan didaur ulang untuk sumber energi atau pemanas, sedangkan
gas buang dari cerobongnya diolah terlebih dahulu agar kandungan bahan-
bahan berbahaya yang bisa mencemari udara bisa ditekan sekecil-kecilnya atau
dihilangkan sama sekali. Hal ini juga sudah diatur dengan ketat oleh Uni Eropa
dan semua negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa wajib mematuhinya
22

Incinerator atau tempat pembakaran sampah

Bagaimana kalau kita harus membersihkan rumah dan ingin membuang


beberapa perkakas rumah tangga seperti meja, kursi, sepeda atau daun pintu?
Bagaimana kalau kita membersihkan kebun dan menebang pohon? Ke mana
sampah-sampah yang ukurannya besar ini harus dibuang karena tentu saja tidak
akan muat dimasukkan ke dalam kotak sampah yang kita punya di rumah?
Sampah-sampah berukuran besar tersebut harus dibuang ke tempat
pembuangan sampah terdekat. Tempat pembuangan sampah (TPS) ini bukan
tanah luas seperti di daerah Bekasi yang baunya bisa tercium dari jarak puluhan
kilometer, dan di mana kehidupan para pemulung barang bekas terpusatkan.
Tempat pembuangan sampah di sini (atau biasa disebut recycling
centre atau the tip), ukurannya tidak terlalu besar. Biasanya tempat ini punya
gerbang yang bisa dibuka tutup dan dikunci di malam hari, dan jalan masuknya
teraspal rapi supaya bisa diakses oleh mobil yang keluar masuk membawa
barang-barang buangan.
Apa perbedaannya dengan landfill tadi? Tentu saja berbeda.
Kalau landfill digunakan sebagai tempat pembuangan akhir (TPA) untuk
sampah-sampah yang tidak bisa didaur ulang lagi, TPS yang dimaksudkan di
sini dipakai untuk mengumpulkan sampah-sampah berukuran besar yang tidak
bisa diambil oleh mobil pengangkut sampah biasa. Itulah perbedaannya. Untuk
ke sini, orang yang ingin membuang sampah harus membawa mobil sendiri. Di
dalam recycling centre ini ada beberapa petugas yang kerjanya memberi
petunjuk ke mana para pengendara mobil yang penuh barang-barang buangan
23

ini harus memarkir mobilnya dan jenis sampah apa harus masuk ke kotak yang
mana.

Recycling Centre atau tip

Tiap-tiap jenis sampah yang berbeda-beda harus dimasukkan ke dalam


kotak-kotak besi raksasa (Skip), yang masing-masing sudah dilabeli untuk diisi
jenis sampah tertentu. Contohnya, sampah dari kebun seperti tebangan pohon,
atau kotak yang lain ditujukan sebagai tempat buangan sampah mesin seperti
sepeda bekas, mesin cuci rusak, dsb. Dengan sistem pengelolaan sampah
seperti ini, semua rumah dan industri berkewajiban untuk melakukan
pemisahan sampah sejak kita memakai produk-produk yang kita konsumsi
sehari-hari. Pemisahan sampah oleh konsumen pemakai produk di tahap awal,
sangat membantu mengurangi biaya sortir. Bayangkan jika seluruh sampah
tersebut dicampur aduk menjadi satu dan dibuang bersama-sama. Alangkah
sayangnya. Sampah yang harusnya bisa didaur ulang bercampur dengan
sampah lain, berakhir di TPA dan tidak bisa dimanfaatkan lagi. Jikalau hendak
didaur ulang, proses pemisahannya juga akan membutuhkan tenaga dan waktu
yang cukup lama.
Di Inggris, tidak diperbolehkan untuk membuang sampah dengan cara
menimbunnya di dalam tanah, atau membakarnya di kebun belakang rumah.
Selain untuk menghindari pencemaran tanah dan air tanah, juga asap
pembakaran akan mencemari udara. Seluruh pengelolaan sampah di negara
Inggris dilakukan oleh pemerintah, dan pemisahan sampah sejak di rumah
menjadi kewajiban setiap warga.
24

Hal ini mudah dilakukan karena sudah menjadi kebiasaan hidup sehari-
hari dan menjadi tradisi. Kita akan otomatis memisahkan sampah menurut
jenisnya setiap hari dan setiap saat, tanpa menyadarinya. Selanjutnya adalah
tugas pemerintah untuk mengambil, mengolah dan melakukan pembuangan
sampah dengan pertanggungjawaban yang tinggi terhadap kesehatan,
lingkungan dan alam sekitar. Undang-undang kesehatan dan lingkungan yang
sudah diregulasi oleh negara dan Uni Eropa juga harus dipatuhi.
25

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Menurunnya estetika lingkungan akibat timbulan sampah tidak bisa lepas
dari faktor kesadaran masyarakat, sebab selama ini masyarakat masih
memandang sampah sebagai barang sisa yang tidak berguna dan bukan
sebagai sumber daya yang perlu dimanfaatkan. Masyarakat dalam
mengelola sampah masih bertumpu pada pendekatan akhir (end-of-pipe),
yaitu sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat pemrosesan
akhir sampah.
2. Kapasitas dari suatu TPA semakin lama semakin berkurang sejalan dengan
meningkatnya timbulan sampah, untuk itu perlu adanya suatu metoda
penanganan sampah berbasis masyarakat. Penanganan sampah berbasis
masyarakat ini merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat akan pentingnya pengelolaan sampah. Adapun metoda yang
dimaksud adalah :
3. Pengelolaan sampah dilakukan dengan kegiatan pengurangan dan
penanganan sampah.
4. Pengurangan sampah meliputi kegiatan pembatasan, penggunaan kembali,
dan pendauran ulang.
5. Sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi pemilahan,
pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir.
B. Saran
Persoalan kerusakan lingkungan akibat sampah sudah sangat kompleks
dan mengkhawatirkan, untuk itu saran yang dapat disampaikan disini adalah
perlunya sosialisasi lebih dari pemerintah melalui kebijakan dan peraturan-
peraturan untuk mengatur industri dalam pengelolaan limbah baik cair
maupun padat dan sosialisasi ke masyarakat untuk menumbuhkan kesadaran
masyarakat akan pentingnya mengelola sampah mulai dari rumah tangga
masing-masing dengan tujuan untuk mengurangi volume timbulan sampah.
26

DAFTAR PUSTAKA

1. Ayi Bachtiar. 2007. Polusi Air Tanah Akibat Limbah Industri dan Rumah
Tangga serta Solusi Pemecahannya. Erlangga: Jakarta.

2. Gama Konsultan. 2010. Perencanaan Teknis Persampahan Kawasan Renon,


Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Cipta Karya Satker
Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Bali.

3. Enri Damanhuri dan Tri Padmi. 2004. Diktat Kuliah TL-3150 : Pengelolaan
Sampah, Departemen Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan Institut Teknologi Bandung. ITB: Bandung.

4. Quratul Ain. 2009. Upaya Penaggulangan Kerusakan Lingkungan Hidup


Dalam Pembangunan Berkelanjutan Khususnya Di Indonesia
[online],http://nonequeen.wordpress.com/2009/12/31/upaya-
penaggulangan-kerusakan-lingkungan-hidup-dalam-pembangunan-
berkelanjutan-%E2%80%9Ckhususnya-di-indonesia%E2%80%9D/.
diakses tanggal 13 Desember 2016

5. Septa, Bayu. 2013. Pengelolaan Sampah di Negara Maju.


http://bayusepta.blogspot.co.id/2013/06/pengelolaan-sampah-di-negara-
negara-maju.html. diakses tanggal 20 Desember 2016.

Anda mungkin juga menyukai