Anda di halaman 1dari 42

PANDUAN

PENGELOLAAN LINEN
RS. BAPTIS BATU TAHUN 2014

RS BAPTIS BATU
JL RAYA TLEKUNG NO 1
JUNREJO BATU
1
DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................................ i


Daftar Isi ......................................................................................................................... ii
Lembar Pengesahan ........................................................................................................ iv
BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................................... 1
1.2. Dasar Pelayanan Linen Di Rumah Sakit .................................................................. 1
1.3. Tujuan ...................................................................................................................... 2
1.3.1. Umum ................................................................................................................. 2
1.3.2. Khusus................................................................................................................. 2
1.4. Definisi..................................................................................................................... 2
BAB II. MANAJEMEN LINEN DI RUMAH SAKIT ................................................... 5
2.1. Jenis Linen ............................................................................................................... 5
2.2. Bahan Linen ............................................................................................................. 6
2.3. Peran Dan Fungsi ..................................................................................................... 6
2.4. Prinsip Pengelolaan Linen Di Rumah Sakit............................................................. 7
2.5. Pengelolaan Linen .................................................................................................... 7
BAB III. SARANA FISIK, PRASARANA DAN PERALATAN ................................. 9
3.1. Sarana Fisik .............................................................................................................. 9
3.2. Prasarana .................................................................................................................. 10
3.3. Peralatan Dan Bahan Pencuci .................................................................................. 11
3.4. Produk Dan bahan Kimia ......................................................................................... 11
3.5. Pemeliharaan Peralatan ............................................................................................ 12
BAB IV. KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3) .................................. 13
4.1. Kesehatan Dan Keselamatan Kerja .......................................................................... 13
BAB V. PPROSEDUR PELAYANAN LINEN ............................................................. 28
5.1. Perencanaan Linen ................................................................................................... 28
5.1.1. Sentralisasi Linen .................................................................................................. 28
5.1.2. Standarisasi Linen ................................................................................................. 28
5.2. Mesin Cuci ............................................................................................................... 29
5.3. Tenaga Laundry ....................................................................................................... 30
5.4. Penatalaksanaan Linen ............................................................................................. 30
BAB VI. MONITORING DAN EVALUASI ................................................................. 36

ii
6.1. Monitoring ............................................................................................................... 36
6.1.1. Tujuan Monitoring ................................................................................................ 36
6.2. Evaluasi .................................................................................................................... 36
6.2.1. Tujuan Dari Evaluasi ............................................................................................ 37
BAB VII. PENUTUP ...................................................................................................... 38

iii
LEMBAR PENGESAHAN

PENGESAHAN DOKUMEN RS. BAPTIS BATU

NAMA KETERANGAN TANDA TANGAN TANGGAL

Lia Christina, A.Md.Kep Pembuat Dokumen

Dr. Imanuel Eka Tantaputra Authorized Person

Dr. Arhwinda PA,Sp.KFR.,MARS. Direktur RS. Baptis Batu

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.


Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit adalah melalui
pelayanan penunjang medic, salah satunya dalam upaya pengelolaan linen di rumah sakit.
Linen di rumah sakit dibutuhkan disetiap ruangan .kebutuhan akan linen di setiap ruangan ini
sangat bervariasi baik jenis, jumlah dan kondisinya. Alur pengelolaan linen cukup panjang,
membutuhkan banyak keterlibatan tenaga kesehatan dengan bermacam- macam klasifikasi.
Untuk mendapatkan kualitas linen yang baok, nyaman dan siap pakai diperlukan perhatian
khusus seperti kemungkinan terjadinya pencemaran infeksi dan efek penggunaan bahan
kimia.

1.2. Dasar Pelayanan Linen Di Rumah Sakit


1. UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan.
2. UU No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkingan hidup.
3. Uu No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja.
4. PP No. 85/1999 tentang perubahan PP No. 18 tahun 1999 tentang pengelolaan limbah
berbahaya dan beracun.
5. PP No. 20 tahun 1990 tentang pencemaran air.
6. PP No. 27 tahun 1999 tentang AMDAL.
7. Permenkes RI No. 472/ Menkes/ peraturan / V / 1996 tentang penggunaan bahan
berbahaya bagi kesehatan.
8. Permenkes No. 416/Menkes/Per/XI/1992 tentang penyediaan air bersih dan air
minum.
9. Permenkes No. 986/Menkes/Per/XI/1992 tentang penyehatan lingkungan rumah sakit.
10. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 983/Menkes/SK/XI/1992 tentang pedoman
organisasi rumah sakit
11. Kepmen LH No. 58/MENLH/12/1995 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan
rumah sakit.
12. Pedoman sanitasi rumah sakit di Indonesia tahun 1992 tentang pengelolaan linen.
13. Buku pedoman infeksi nosokomial tahun 2001.
14. Standart pelayanan rumah sakit tahun 1999.

1
1.3. Tujuan.
1.3.1. Umum:
Untuk meningkatkan mutu pelayanan linen di rumah sakit.
1.3.2. Khusus:
1. Sebagai pedoman dalam memberikan pelayanan linen di rumah sakit.
2. Sebagai pedoman kerja untuk mendapatkan linen yang bersih, kering, rapi, utuh
dan siap pakai.
3. Sebagai panduan dalam meminimalisasi kemungkinan untuk terjadinya infeksi
silang.
4. Untuk menjamin tenaga kesehatan, pengunjung dan lingkungan dari bahay
potensial.
5. Untuk menjamin ketersediaan linen di setiap unit di rumah sakit.

1.4. Definisi.
1. Antiseptic;
Adalah desinfektan yang digunakan pada permukaan kulit dan membrane mukosa
untuk menurunkan jumlah mikroorganisme.
2. Dekontaminasi:
Adalah suatu proses untuk mengurangi jumlah pencemaran mikroorganisme atau
substansi lain yang berbahaya sehingga aman untuk penanganan lebih lanjut.
3. Desinfeksi:
Adalah proses inaktivasi mikroorganismemelalui system.
4. Infeksi;
Adalah proses dimana seseorang yang rentan terkena invasi agen pathogen atau
infeksius yang tumbuh, berkembang biak dan dan menyebabkan penyakit.
5. Infeksi nosokomial:
Adalah infeksi yang didapat di rumah sakit dimana pada saat masuk rumah sakit
tidak ada tanda/ gejala atau tidak dalam masa inkubasi.
6. Steril:
Adalah kondisi bebas dai semua mikroorganismetermasuk spora.
7. Linen:
Adalah bahan atau alat yang terbuat dari kain atau tenun.
8. Kewaspadaan universal:

2
Adalah suatu prinsip dimana darah, semua jenis cairan tubuh, sekreta, kulit yang
tidak utuh, dan selaput lendir pasien dianggap sebagai sumber potensial untuk
penularan infeksi HIV maupun infeksi lainnya. Prinsip ini berlaku bagi semua
pasien, tanpa membedakan resiko, diagnose ataupun status.
9. Linen kotor terinfeksi:
Adalah linen yang terkontaminasi dengan cairan, darah dan feses terutama yang
berasal dari infeksi TB paru, infeksi salmonella dan shigella ( sekresi dan
ekskresi), HBV dan HIV ( jika terdapat noda darah) dan infeksi lainnya yang
spesifik (SARS) dimasukkan kedalam kantong dengan segel yang dapat terlarut di
air dan kembali ditutup dengan kantong luar berwarna kuning bertuliskan
terinfeksi.
10. Linen kotor tidak terinfeksi:
Adalah linen yang tidak teerkontaminasi oleh darah, cairan tubuh dan feses yang
berasal dari pasien lainnya secara rutin, meskipun mungkin linen yang
diklasifikasikan dari seluruh pasien berasl dari sumber ruang isolasi yang
terinfeksi.
11. Bahan berbahaya:
Adalah zat, bahan kimia dan biologi baik dalam bentuk tunggal maupun
campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara
langsung atau tidak langsung yang mempunyai sifat beracun, karsiogenik,
teratogenik, mutagenic, korosif dan iritasi.
12. Limbah bahan berbahaya:
Adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan
atau beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya baik
secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan atau merusak
lingkungan hidup dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.
13. Keselamatan kerja:
Adalah keselamatan yang berkaitan dengan alat kerja, bahan dan proses
pengolahannya, tempat kerja, dan lingkungan serta cara-cara melakukan
pekerjaan.
14. Kecelakaan kerja:
Adalah kejadian tidak terduga dan tak diharapkan, dapat menyebabkan kerugian
material ataupun penderitaan dari yang paling ringan sampai dengan berat.

3
15. Bahay ( hazard ):
Adalah suatu keadaan yang berpotensi menimbulkan dampak merugikan atau
menimbulkan kerusakan.

4
BAB II
MANAJEMEN LINEN DI RUMAH SAKIT

2.1. Jenis Linen.


Ada bermacam- macam jenis linen yang digunakan di rumah sakit. Jenis linen yang
dimaksud antara lain:
1. Speri atau laken.
2. Steek laken.
3. Perlak.
4. Sarung bantal.
5. Sarung guling.
6. Selimut.
7. Alas kasur.
8. Bed cover.
9. Tirai atau korden.
10. Kain penyekat.
11. Kelambu.
12. Taplak .
13. Schort.
14. Celemek, topi dan lap.
15. Baju pasien.
16. Baju operasi.
17. Kain penutup untuk tabung gas, troli.
18. Macam- macam doek.
19. Popok bayi, baju bayi, kain bedong, gurita bayi.
20. Steek laken bayi.
21. Kelambu bayi.
22. Laken bayi.
23. Selimut bayi.
24. Masker.
25. Washalp.
26. Handuk.
27. Linen untuk operasi.

5
2.2. Bahan Linen.
Bahan linen yang digunakan biasanya terbuat dari:
1. Katun 100%.
2. Wool.
3. Kombinasi seperti 65% aconilic dan 35% wool.
4. Silk.
5. Blacu.
6. Flannel.
7. Tetra.
8. CVC 50% - 50%.
9. Polyester 100%.
10. Twill atau drill.
Pemilihan bahan linen sebaiknya disesuaikan dengan fungsi dan cara perawatan serta
penampilan yang diharapkan.

2.3. Peran Dan Fungsi.


Peran pengelolaan linen di rumah sakit cukup penting. Diawali dengan perencanaan,
salah satu subsistem pengelolaan linen adalah proses pencucian. Alur aktifitas fungsional
dimulai dari penerimaan linen kotor, penimbangan, pemilahan, proses pencucian, pemerasan,
pengeringan, sortir noda, penyetrikaan, sortir linen rusak, pelipatan, merapikan mengepak
atau mengemas, menyimpan dan mendistribusikan ke unit yang membutuhkan sedangkan
linen yang rusak dikirim ke kamar jahit.
Untuk melakukan aktifitas tersebut dengan lancer dan baik, maka diperlukan alur
yang terencana dengan baik.Peran sentral lainnya adalah perencanaan, pengadaan,
pengelolaan, pemusnahan, control, dan pemeliharaan fasilitas sehingga linen dapat tersedia di
unit yang membutuhkan.

6
2.4. Prinsip Pengelolaan Linen Di Rumah Sakit.
Kemungkinan menimbulkan infeksi
Rendah Tinggi
Desinfeksi tingkat rendah Desinfeksi tingkat tinggi
Sterilisasi

2.5. Pengelolaan Linen.


Tata laksana pengelolaan pencucian linen terdiri dari:
1. Perencanaan.
2. Penerimaan linen kotor.
3. Penimbangan.
4. Pensortiran atau pemilahan.
5. Proses pencucian.
6. Pemerasan.
7. Pengeringan.
8. Sortir noda.
9. Penyetrikaan.
10. Sortir linen rusak.
11. Pelipatan. Merapikan, pengepakan atau pengemasan.
12. Penyimpanan.
13. Distribusi.
14. Perawatan kualitas linen.
15. Pencatatan dan pelaporan.

Skema pengelolaan linen di rumah sakit:


Perencanaan

Proses pengadaan

Pengadaan

Penerimaan

7
Pemberian identitas

Distribusi ke unit yang membutuhkan

Pemanfaatan linen oleh unit terkait

Hilang Rusak

Perbaikan
musnahkan

Pencatatan dan pelaporan

8
BAB III
SARANA FISIK, PRASARANA DAN PERALATAN.

3.1. Sarana Fisik.


Sarana fisik untuk instalasi laundry mempunyai persyaratan tersendiri.Terutama untuk
pemasangan peralatan pencucian yang baru.Sebelum pemasangan data lengkap sangat
diperlukan untuk memudahkan koordinasi dan jejaring selama pengoperasiannya.Tata letak
dan hubungan antar ruangan memerlukan perencanaan yang baik, untuk memudahkan
penginstalasian termasuk instalasi listrik, air, uap, dan lainnya. Saran fisik instalasi laundry
terdiri dari beberap ruang antara lain:
1. Ruang penerimaan linen kotor.
Ruangan ini memuat:
a. Meja penerima, yaitu untuk linen yang terinfeksi dan tidak terinfeksi. Linen
yang diterima harus sudah terpisah, kantong warna kuning untuk yang
terinfeksi dan kantong warna hitam untuk yang tidak terinfeksi.
b. Timbangan.
c. Ruang yang cukup untuk troli pembawa linen kotor untuk dilakukan
desinfeksi sesuai standart.
2. Ruang pemisahan atau pemilahan linen.
Ruang ini memuat meja panjan untuk mensortir jenis linen yang tidak terinfeksi.
3. Ruang pencucian dan pengeringan.
Ruang ini memuat:
a. Mesin cuci.
b. Mesin pengering.
4. Ruang penyetrikaan linen.
Ruang ini memuat:
a. Penyetrikaan linen menggunakan flatwork ironers atau pressing ironers.
b. Alat setrika biasa atau manual.
5. Ruang penyimpanan linen.
Ruang ini memuat:
a. Lemari dan rak untuk menyimpan linen.
b. Meja administrasi.

9
6. Ruang distribusi linen.
Ruang ini memuat:
Meja panjang untuk penyerahan linen bersih kepada pengguna.

3.2. Prasarana.
1. Prasarana listrik.
Sebagian besar peraltan laundry menggunakan daya listrik. Adapun tenaga listrik
yang digunakan di instalasi laundry terbagi dua bagian antara lain:
a. Instalasi penerangan.
b. Instalasi tenaga.
2. Prasarana air.
Prasarana air untuk instalasi laundry memerlukan sedikitnya 40% dari kebutuhan
air di rumah sakit atau diperkirakan 200 liter per tempat tidur per hari. Kebutuhan
air untuk proses pencucian dengan kualitas air bersih sesuai standart air.
Standart air yang digunaka untuk mencuci mempunyai standart air bersih
berdasarkan Permenkes No. 416 tahun 1992 dan standart khusus bahan kimia
dengan penekanan tidak adanya:
a. Hardness garam ( calcium, carbonate, dan chloride 0.
Standart baku mutu: 0 90 ppm.
- Tingginya konsentrasi garam dalam air menghambat kerja bahan kimia
pencuci sehingga proses pencucian tidak berjalan sebagaimana mestinya.
- Efek pada linen dan mesin.
- Garam akan mengubah warna linen putih menjadi keabu- abuan dan linen
warna akan cepat pudar.
- Mesin cuci akan berkerak ( scale forming), sehingga dapat menyumbat
saluran- saluran air dan mesin.
b. Iron Fe ( besi ).
Standart baku mutu: 0 0,1 ppm.
- Kandungan zat besi pada air mempengaruhi konsentrasi bahan kimia, dan
proses pencucian.
- Linen putih akan menjadi kekuning-kuningan ( yellowing ) dan linen
warna akan cepat pudar.
- Mesin cuci akan berkarat.

10
- Bersifat alkali.
3. Prasarana uap.
Prasarana uap pada instalasi laundry dipergunakan pada proses pencucian,
pengeringan dan setrika.

3.3. Peralatan Dan Bahan Pencuci.


Peralatan pada instalasi laundry menggunakan bahan pencuci kimiawi dengan
komposisi dan kadar tertentu, agar tidak merusak bahan yang dicuci atau linen, mesin
cuci, kulit petugas yang melaksanakannya dan limbah buangannya tidak merusak
lingkungan.
Peralatan yang ada di instalasi laundry antara lain:
1. Mesin cuci / washing machine.
2. Mesin peras / washing extractor.
3. Mesin pengering / drying tumbler.
4. Mesin penyetrika / flatwork ironer.
5. Mesin penyetrika pres / presser ironer.

3.4. Produk Dan Bahan Kimia.


Menggunakan bahan kimia berlebihan tidak akan membuat hasil lebih baik, begitu
juga apabila kekurangan.cBahan kimia yang dipakai secara umum terdiri dari:
1. Alkali.
Mempunyai peran meningkatkan fungsi atau peran detergent dan emulsifier serta
membuka pori dari linen.
2. Detergent.
Sabun pencuci.
Mempunyai peran menghilangkan kotoran yang bersifat asam secara global.
3. Emulsifier.
Mempunyai peran untuk mengemulsi kotoran yang berbentuk minyak dan lemak.
4. Bleach atau pemutih.
Mengangkat kotoran atau noda, mencemerlangkan linen, dan bertindak sebagai
desinfektan, baik pada linen yang berwarna ( ozone ) dan yang putih ( chlorine ).
5. Sour atau penetral.
Menetralkan sisa dari bahan kimia pemutih sehingga PH nya menjadi 7 atau
netral.

11
6. Softener.
Berfungsi melembutkan linen. Dipergunakan pada proses akhir pencucian.
7. Starch atau kanji.
Digunakan pada proses akhir pencucian untuk membuat linen menjadi kaku. Juga
sebagai pelindung linen terhadap noda sehingga noda tidak sampai ke serat.

3.5. Pemeliharaan Peralatan.


Alat cuci pada instalasi laundry dijalankan oleh para operator alat, dengan demikian
para operator alat harus memelihara peralatannya.Berbagai kelainan pada saat
pengoperasian, misalnya kelainan bunyi pada alat dapat segera dikenali oleh para
operator. Pemeliharaan peralatan pencucian terdiri dari:
1. Pembersihan peraltan sebelum dan sesudah pemakaian, dilakukan setiap hari
dengan menggunakan lap basah dicampur dengan bahan kimia multi purpose
cleaner dan dikeringkan dengan lap kering. Untuk bagian tombol atau control
digunakan lap kering dan jangan terlalu ditekan,dikarenakan pada bagian ini
biasanya tertilis prosedur dengan semacam stiker yang mudah dihapus. Setelah
pemakaian kosongkan air untuk mengurangi kandungan air dalam mesin cuci
sekecil mungkin. Jika terbentuk noda putih didalam mesin cuci, cucilah bagian
dalam drum dengan air bersih.
2. Pemeriksaan bagian yang bergerak, dilakukan setiap satu bulan sekali yaitu pada
bearing, engsel pintu alat atau roda yang berputar. Berilah minyak pelumas atau
fat. Penggantian gemuk atau fat secara total disarankan dua tahun sekali. Jenis dan
produk minyak pelumas mesin yang digunakan dapat diketahui dari buku
operating manual dari setiap mesin.
3. Pemeriksaan V- belt dilakukan setiap satu bulan sekali. Yakni secara visual
dengan melihat keretakan lempeng V- belt dan ketegangannya ( kelenturan).
Toleransi pengukuran 0,2 0,5 mm. jika melebihi atau sudah tidak memennuhi
syarat V belt tersebut harus segera diganti.
4. Pemeriksaan pipa uap panas ( steam ) dilakukan setiap akan dimulai menjalankan
mesin cuci. Setiap saluran diperiksa terlebih dahulu terutama pipa yang
terbungkus Styrofoam ( isolasi ) dengan cara dilihat apakah masih terbungkus
dengan baik dan tidak ada semburan air atau uap. Pada prinsipnya pada
sambungan antara pipa dengan peralatan pencucian harus dalam keadaan utuh

12
den tidak bocor. Jika terjadi kebocoran harus segera dilaporkan pada tehnisi
rumah sakit untuk perbaikan.

13
BAB IV
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA ( K3).

4.1. Kesehatan Dan Keselamata Kerja.


Potensi bahaya pada instalasi laundry.
1. Bahaya mikrobiologi.
Bahaya mikrobiologi adalah penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan
oleh mikroorganisme hidup seperti bakteri, virus, riketsia, parasit dan
jamur.Petugas laundry yang menangani linen kotor senantiasa kontak dengan
bahan dan menghirup udara yang tercemar kuman pathogen. Menurut penelitian
menunjukkan bahwa jumlah total bakteri meningkat 50 kali selama periode waktu
sebelum cucian mulai diproses.
Contoh mikroorganisme:
a. Mycobacterium tuberculosis.
b. Adalah mikroorganisme penyabab tuberculosis dan palind sering menyerang
paru-paru. Penularannya melalui percikan atau dahak penderita.
Pencegahannya:
- Meningkatkan pengertian dan kepedulian petugas rumah sakit terhadap
penyakit TBC dan penularannya.
- Mengupayakan ventilasi dan pencahayaan yang baik dalam ruangan
laundry.
- Menggunakan alat pelindung diri sesuai SPO.
- Melakukan tindakan dekontamoinasi, desinfeksi dan sterilisasi terhadap
bahan dan alat yang digunakan.
- Secara tehnis setiap petugas harus melaksanaka tugas pekerjaannya sesuai
SPO.
c. Virus hepatitis B.
Selain manifestasi sebagai hepatitis B akut dengan segala komplikasinya, lebih
penting dan berbahaya lagi adalah manifestasi dalam bentuk sebagai pengidap
(carrier) kronik, yang dapat merupakan sumber penularan bagi
lingkungan.Penularan dapat melalui darah dan cairan tubuh lainnya.
Pencegahan:

14
- Meningkatkan pengetahuan dan kepedulian petugas rumah sakit terhadap
penyakit hepatitis B dan penularannya.
- Memberikan vaksinasi kepada petugas.
- Menggunakan APD sesuai SPO.
- Melakukan tindakan dekontaminasi, desinfeksi, dan sterilisasi terhadap
bahan dan peralatan yang dipergunakan terutama bila terkena bahan
infeksi.
- Secara tehnis setiap petugas harus melaksanakan tugas sesuai SPO.
d. Virus HIV ( human immunodeficiency virus ).
Penyakit yang ditimbulkannya disebut AIDS ( acquired immunodeficiency
syndrome ). Virus HIV menyerang target sel dalam jangka waktu lama. Jarak
waktu masuknya virus kedalam tubuh sampai timbulnya AIDS tergantung
pada daya tahan tubuh seseorang dan gaya hidup sehatnya.
HIV dapat hidup di dalam darah, cairan vagina, cairan sperma, air susu ibu,
sekreta dan ekskreta tubuh.
Penularannya melalui darah, jaringan, sekreta, ekskreta tubuh yang
mengandung virus dan kontak langsung dengan kulit yang terluka.
Pencegahan:
- Linen yang terkontaminasi berat ditempatkan dikantong plastic keras berisi
desinfektan, berlapis ganda, tahan tusukan, kedap air dan berwarna khusus
serta diberi label bahan menular / AIDS selanjutnya dibakar.
- Menggunakan APD sesuai SPO.

2. Bahaya bahan kimia.


a. Debu.
Pada instalasi laundry debu dapat berasl dari bahan linen itu sendiri. Debu
linen yang yang sesuai adalah 0,2 milligram/m3.
Efek pada kesehatan :
Mekanisme penimbunan debu dalam paru-paru dapat terjadi dengan menarik
napas sehingga udara yang mengandung debu masuk kedalam paru-paru.Pada
pemajanan yang lama dapat terjadi pneumoconiosis, dimana partikel debu
dijumpai di paru-paru dengan gejala sukar bernapas.Pneumoconiosis yang
disebabkan oleh serat kain / linen /kapas disebut bissinosis. Gejalanya hamper

15
sama dengan asma yang disebut Monday chest tightness atau Monday fever,
karena gejala terjadi pada hari pertama kerja setelah libur yaitu senin, sering
gejala hilang pada hari kedua dan bila permaparan berlanjut maka gejala akan
semakin berat.
Pengendalian :
- Pencegahan terhadap sumber.
- Diusahakan agar debu tidak keluar dari dumbernya dengan mengisolasi
sumber debu.
- Memakai APD sesuai SPO.
- Ventilasi yang baik.
- Dengan alat exhauster.

b. Bahaya bahan kimia.


Sebagian besar dari bahaya di instalasi laundry diakibatkan oleh zat kimia
seperti detergen, desinfektan, zat pemutih dll.Tingkat resiko yang diakibatkan
tergantung dari besar, luas dan lama pemajanan. Oleh karena itu sikap berhati-
hati terhadap semua bahan kimia yang dipakai dan potensial masuk ke dalam
tubuh sangat diperlukan. Informasi dari bahan kimia dapat dibaca pada label
kemasan dari produsennya yang lazim disebut MSDS.
Penanganan zat kimia di instalasi laundry:
1. Alkali.
Fungsi: bubuk penambah sifat alkali.
Sifat: Bila terkena panas akan terkomposisi menjadi gas yang mungkin
beracun dan iritasi tapi tidak mudah terbakar.
Bahaya:
- Iritasi mata dan kulit.
- Bila terhirup akan mengakibatkan edema paru.
- Bila tertelan menyebabkan kerusakan hebat pada selaput lendir.
Pertolongan pertama :
- Mata: cuci secepatnya dengan air sebanyak- banyaknya.
- Kulit: cuci kulit secepatnya dengan air, ganti pakaian yang
terkontaminasi.
- Terhirup: jauhkan dari jangkauan.

16
- Tertelan : cuci mulut, minum air atau susu.
Tindakan pencegahan:
- Control teknis, gunakan ventilasi yang cukup.
- Pemakaian APD.
- Penyimpanan dan pengankatan: simpan ditempat aslinya, wadah
tertutup, dibawah kondisi kering, ventilasi baik, jauhkan dari asam dan
suhu yang ekstrim.

2. Detergen.
Fungsi: detergen atau sabun cuci.
Sifat: Bila terkena panas akan terkomposisi menjadi gas yang mungkin
beracun dan iritasi, tidak mudah terbakar.
Bahaya:
- Iritasi mata dan kulit.
- Bila terhirup menyebabkan edema paru.
- Bila tertelan menyebabkan kerusakan selaput lendir.
Pertolongan pertama:
- Mata: cuci secepatnya dengan air yang banyak.
- Kulit: cuci dengan air dang anti pakaian yang terkontaminasi.
- Terhirup: pindahkan dan jauhkan.
- Tertelan: bersihkan bahan kimia dari mulut, minum 1-2 gelas air atau
susu.
Tindakan pencegahan:
- Memakai APD.
- Penyimpanan dan pengangkutan; simpan ditempat aslinya, wadah
tertutup dibawah kondisi kering, ventilasi yang baik, jauhkan dari asam
dan suhu yang ekstrim.
3. Emulsifier.
Fungsi: cairan pengemulsi lemak atau minyak dan prespotter.
Sifat: rusak oleh sinar matahari, stabil dan tidak mudah terbakar.
Bahaya:
- Iritasi mata dan kulit.
- Bila terhirup menyebabkan iritasi.

17
- Bila tertelan menyebabkan iritasi.
Pertolongan pertama:
- Mata: aliri dengan air selama 15 menit.
- Kulit; cuci dengan air.
- Terhirup: pindahkan dan jauhkan dari sumber.
- Tertelan: cuci mulut, minum air atau susu 1-2 gelas dan jangan
berusaha untuk muntah.
Tindakan pencegahan:
- Pemakaian APD.
- Penyimpanan dan pengangkutan: simpan di tempat sejuk dan kering,
jauhkan dari sinar matahari langsung dan sumber panas.

4. Bleach ( oksigen bleach dan chlorine bleach ).


a. Oksigen bleach.
Fungsi: bubuk pemutih beroksigen.
Sifat: bereaksi dengan bahan pereduksi, tidak mudah terbakar, beracun
untuk ikan ( dilarutkan dulu sebelum dibuang ke selikan atau sumber
air ).
Bahaya:
- Iritasi berat pada mata.
- Rasa terbakar pada kulit.
- Bila terhirup menyebabkan iritasi dan oedema paru.
- Bila tertelan menyebabkan rasa terbakar.
Pertolongan pertama:
- Mata: cuci secepatnya dengan air.
- Kulit; cuci kulit secepatnya dengan air, ganti pakaian yang
terkontaminasi.
- Terhirup: pindahkan dari sumber.
- Tertelan: cuci mulut, minum 1-2 gelas air atau susu.
Tindakan pencegahan:
- Memakai APD.
- Penyimpanan dan pengangkutan: simpan ditempat sejuk dan
kering, jauhkan dari asam dan sumber panas.

18
b. Chlorine bleach.
Fungsi: pemutih berklorine.
Sifat: bereaksi dengan asam akan mengeluarkan gas klorine dengan
cepat , tidak mudah terbakar.
Bahaya:
- Iritasi berat pada mata dan rasa terbakar pada kulit.
- Bila terhirup menyebabkan iritasi saluran pernapasan, asma edema
paru dan kanker paru.
- Bila tertelan menyebabkan rasa terbakar.
Pertolongan pertama:
- Mata: cuci dengan air secepatnya.
- Kulit: cuci kulit secepatnya dengan air, ganti pakaian yang
terkontaminasi.
- Terhirup: pindahkan dari sumber.
- Tertelan: cuci mulut, minum 1-2 gelas air atau susu.
Tindakan pencegahan:
- Memakai APD.
- Penyimpanan dan pengangkutan: simpam ditempat sejuk dan
kering, jauhkan dari asam dan hindari sumber panas.
c. Sour atau penetral.
Fungsi: bubuk pengasam atau penetralisir laundry.
Sifat: bereaksi dengan asam akam mengeluarkan sulfur dioksida
keluar, dan tidak mudah terbakar.

Bahaya:
- Iritasi berat pada mata dan kulit.
- Bila terhirup dan tertelan menyebabkan iritasi.
Pertolongan pertama:
- Mata: cuci secepatnya dengan air.
- Kulit: cuci kulit secepatnya dengan air, ganti pakaian yang
terkontaminasi.
- Terhirup: jauhkan dari sumber.
- Tertelan: cuci mulut, minum 1-2 gelas air atau susu.

19
Tindakan pencegahan:
- Memakai APd.
- Penyimpanan dan pengangkutan: simpan ditempat sejuk dan
kering, jauhkan dari asam dan hindari sumber panas.

d. Softener.
Fungsi: cairan pelunak dan pelembut kain.
Sifat: stabil, tidak mengandung bahan berbahaya, tidak mudah
terbakar.
Bahaya:
- Iritasi berat pada mata dan kulit.
- Bila terhirup menyebabkan iritasi.
- Bila tertelan menyebabkan iritasi.
Pertolongan pertama:
- Mata: cuci secepatnya dengan air.
- Kulit: cuci secepatnya dengan air, ganti pakaian yang
terkontaminasi.
- Terhirup: jauhkan dari sumber.
- Tertelan: cuci mulut, minum 1-2 gelas air atau susu.
Tindakan pencegahan:
- Memakai APD.
- Penyimpanan dan pengangkutan: simpan ditempat sejuk dam
kring, hindari suhu yang ekstrim.

e. Starch.
Fungsi: Bahan pengkanji.
Sifat: stabil, tidak mengandung bahan berbahaya , tidak mudah
terbakar.
Bahaya:
- Iritasi pada mata, kemungkinan iritasi pada kulit.
- Bila terhirup menyebabkan iritasi.
- Bila tertelan kemungkinan menyebabkan iritasi.

20
Pertolongan pertama:
- Mata: cuci secepatnya dengan air.
- Kulit: cuci kulit secepatnya dengan air, ganti pakaian yang
terkontaminasi.
- Terhirup: pindahkan dari sumber.
- Tertelan: cuci mulut, minum 1-2 gelas air atau susu.
Tindakan pencegahan:
- Memakai APD.
- Penyimpanan dan pengangkutan: simpan di tempat sejuk dan
kering, hindari suhu yang ekstrim.

f. Formaldehyde.
Pemajanan dengan antiseptic dalam waktu lama dapat menyebabkan
dermatitis, ekseme, dan alergi.Formaldehyde merupakan komponen
dari banyak antiseptic dan desinfektan, zat ini menyebabkan dermatitis
kontak, gangguan saluran pernapasan dan bersifat karsiogenik.
Perlindungan:
- Dengan pemakaian APD sesuai SPo.
- Segera mencuci tangan sesudah kontak.
- Meningkatkan hygiene perorangan.
- Memperkuat daya tahan tubuh dengan gisi yang baik.
c. Bahaya Fisika.
1. Bising.
Bising dapat diartikan sebagai suara yang dapat menurunkan pendengaran
baik secara kuantitatif (peningkatan ambang pendengaran) maupun secara
kualitatif (penyempitan spectrum pendengaran), berkaitan dengan factor
intensitas, frekuensi, durasi dan pola waktu.
Di rumah sakit bising merupakan masalah yang salah satunya berasal dari
mesin cuci.Pajanan bising yang terjadi lama membuat efek kumulatif yang
bertingkat dan menyebabkan gangguan pendengaran berupa noise induce
hearing loss (NIHL).

21
Pengendalian:
a. Sumber:
Desain akustik.
Menggunakan mesin atau alat yang kurang bising.
b. Media:
Menjauhkan sumber dari pekerja.
Mengabsorbsi dan mengurangi pantulan bising secara akustik pada
dinding, langit-langit dan lantai.
Menutup sumber bising dengan barrier.
c. Pekerja:
Menggunakan APD ( ear plug atau ear muff).
Ruang isolasi untuk istirahat.
Rotasi pekerja untuk periode waktu tertentu antara lingkungan kerja
yang bising dengan yang tidak bising.
Pengendalian secara administrative dengan menggunaka jadwal kerja.

2. Cahaya.
Pencahayaan di laundry sangat penting karena berhubungan
dengankeselamatan pekerja, peningkatan pencermatan, kesehatan yang
lebih baik, suasana nyaman. Petugas yang terpajan gangguan pencahayaan
akan mengeluh kelelahan mata dan keluhan laian berupa iritasi (
konjungtivitis), ketajaman penglihatan terganggu, akomodasi dan
konvergensi terganggu, sakit kepala.
Pencegahan yang dapat dilakukan antara lain dengan mengadakan
pencahayaan yang cukup sesuai dengan standart rumah sakit ( minimal
200 lux).

3. Listrik.
Kecelakaan tersengat listrik dapat terjadi pada petugas laundry oleh karena
dukungan pengetahuan listrik yang belum memadai.
Pada umumnya yang terjadi di rumah sakit adalah kejutan listrik
microshock dimana listrik mengalir ke badan petugas melalui system
peralatan yang tidak baik.

22
Efek kesehatan:
- Luka bakar di tempat tersengat listrik.
- Kaku pada otot ditempat yang tersengat listrik.
Pengendalian:
- Pengukuran jaringan atau instalasi listrik.
- Pemasangan pengaman atau alat pengamanan sesuai ketentuan.
- Pemasangan tanda-tanda bahaya dan indicator.
- Penempatan pekerja sesuai ketrampilan.
- Waktu kerja petugas digilir.
- Memakai sepatu atau sandal isolasi.

4. Panas.
Panas dirasakan bila suhu udara di atas suhu nyaman ( 26-28 derajat
celcius) dengan kelembaban antara 60-70%.
Pada instalasi laundry panas yang terjadi adalah panas lembab.
Efek pada kesehatan:
- Heat syncope ( pingsan karena panas).
- Heat disorder ( kumpulan gejala yang berhubungan dengan kenaikan
suhu tubuh dan mengakibatkan kekurangan cairan tubuh) seperti:
a. Heat stress atau heat exhaustion:
Terasa panas dan tidak nyaman, tekanan darah menurun
menyebabkan gejala pusing dan mual.
b. Heat cramps:
Spasme otot yang disebabkan cairan dengan elektrolit yang rendah,
masuk kedalam otot, akibat banyak cairan tubuh yang keluar melalui
keringat sedangkan penggantinya hanya air minum biasa tanpa
elektrolit.
c. Heat stroke:
Disebabkan kegagalan bekerja SSP dalam mengatur pengeluaran
keringat, suhu tubuh dapat mencapai 40 derajat celcius.
Pengendalian:
- Isolasi peralatan yang menimbulkan panas.

23
- Menyempurnakan ventilasi yang ditempatkan diatas sumber panas
yang bertujuan menarik udara panas keluar ruangan dapat digunakan
kipas angin ruangan.
- Menyediakan persediaan air minum yang cukup dan memenuhi syarat
dekat tempat kerja dan kalau perlu disediakan extra salt.
- Hindarkan petugas yang harus bekerja dilingkungan panas apabila
berbadan gemuk dan berpenyakit kardiovaskuler.
- Pengaturan waktu kerja dan istirahat.

5. Getaran.
Getaran atau vibrasi adalah factor fisik yang ditimbulkan oleh subyek
dengan getaran isolasi.
Vibrasi yang terjadi dapat local atau seluruh tubuh.
Mesin cuci yang bergetar dapat memajani petugas melalui transmisi atau
penjalaran, baik getaran yang mengenai seluruh tubuh ataupun setempat
yang merambat melalui tangan atau lengan operator.
Efek kesehatan:
- Pada system peredaran darah dapat terjadi kesemutan,dan parese.
- Terhadap system tulang, sendi dan oto dapat terjadi gangguan
osteoarticular yaitu gangguan pada sendi jari tangan.
- Terhadap system syaraf dapat terjadi parastesi, menurunnya
sensitifitas, gangguan kemampuan membedakan dan atrofi.
Pengendalian:
- Terhadap sumber diusahakan menurunkan getaran dengan bantalan
anti vibrasi atau isolator den pemeliharaan mesin yang baik.
- Terhadap pekerja tidak ada pelindung khusus hanya dianjurkan
menggunakan sarung tangan untuk menghangatkan tangan dan
perlindungan gangguan vaskuler.
6. Ergonomic.
Adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya dengan
pekerjaan mereka. Posisi tubuh yang salah atau tidak alamiah apalagi
dalam sikap paksa dapat menimbulkan kesulitan dalam melaksanakan
kerja, mengurangi ketelitian, mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang

24
efisien. Hal ini jika terjadi dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan
gangguan fisik dan psikologi.
Gejala penyakit sehubungan dengan alat gerak yaitu persendian, jaringan
otot,saraf atau pembuluh darah ( low back pain0.
Pengendalian:
a. Mengangkat beban berat.
Tubuh kita mampu mengangkat beban seberat badan kita sendiri, kira-kira
50 kg untuk laki-laki dan 40 kg untuk perempuan. Bila barat beban yang
akan diangkat lebih dari setengah dari berat badan si pengangkat, maka
beban harus dibagi menjadi dua. Apabila beban tidak dapat dibagi maka
hendaknya beban diangkat secara beramai-ramai.
b. Posisi duduk.
Tinggi alas duduk sebaiknya antara 38 sampai 48 cm.
Kursi harus stabil dan tidak goyang atau bergerak.
Kursi harus memungkinkan cukup kebebasan bagi gerakan petugas.
c. Posisi berdiri.
Berdiri lebih baik tidak lebih dari 6 jam.
d. Bahaya psikososial.
Diantara berbagai ancaman bahaya yang timbul akaibat kerja dirumah
sakit, factor psikologis juga memerlukan perhatian antara lain:
1. Stress yaitu ancaman fisik dan psikologis dari factor lingkungan
terhadap kesejahteraan individu. Stress dapat disebabkan oleh:
- Tuntutan pekerjaan.
Dukungan kerja yang lebih maupun yang kurang, tekanan waktu,
tanggung jawab yang berlebih ataupun kurang.
- Dukungan dan kendala.
Hubungan yang tidak baik dengan atsan, teman sekerja, adanya
berita yang tidak dikehendaki atau gossip, adanya kesulitan
keuangan dll.
Manifestasi klinis dari stress antara lain depresi, ansietas, sakit kepala,
kelelahan, dan kejenuhan, gangguan pencernaan, dan gangguan fungsi
organ lainnya.

25
Pengendalian: menjaga kebugaran jasmani dan adanya kegiatan yang
menimbulkan rasa senang dalam bekerja seperti cara kebersamaan,
retret dll.
e. Keselamatan dan kecelakaan kerja.
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan alat kerja
dan proses pengolahannya, tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara
melakukan kerja. Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tak terduga oleh
karena dibelakang peristiwa tersebut tidak terdapat unsure kesengajaan.
Beberapa bahaya potensial terjadinya kecelakaan kerja dilaundry antara
lain:
1. Kebakaran.
Kebakaran terjadi apabila terdapat tiga unsure secara bersama-
sama.Unsure tersebut adalah zat asam, bahan yang mudah terbakar dan
panas.
Penanggualangan:
- Adanya system penyimpanan yang baik terhadap bahan yang
mudah tebakar.
- Pengawasan terhadap kemungkinan timbulnya kebakaran
dilakukan secara terus menerus.
- Jalur evakuasi.
- Perlengkapan pemadam dan penanggulangan kebakaran.

2. Terpeleset atau terjatuh.


Walaupun jarang terjadi tetapi terpeleset atau jatuh dapat
mengakibatkan cidera ringan sampai berat misalnya fraktur, dislokasi,
salah urat dan memar.
Penanggulangan:
- Jangan memakai sepatu dengan hak tinggi, sol yang rusak atau
memakai tali sepatu yang longgar.
- Konstruksi lantai harus rata dan sedapat mungkin dibuat dari bahan
yang tidak licin.
- Lantai harus selalu dibersihkan dari kotoran seperti pasir, debu,
minyak yang memudahkan terpeleset.

26
- Lantai yang cacat misalnya banyak lubanh atau permukaannya miring
harus segara diperbaiki.

27
BAB V
PROSEDUR PELAYANAN LINEN

5.1. Perencanaan Linen.


5.1.1. Sentralisasi Linen.
Merupakan suatu keharusan yang dimuali dari proses perencanaan,
pemantauan dan evaluasi dimana merupakan siklus yang berputar. Sifat linen
adalah barang habis pakai. Supaya terpenuhi dengan baik maka diperlukan
system pengadaan satu pintu yang sudah terprogam dengan baik.

5.1.2. Standarisasi Linen.


Linen adalah istilah untuk menyebutkan seluruh produk tekstil yang berada di
rumah sakit yang meliputi linen diruang perawatan maupun ruang operasi dan
unit lain yang ada.
Standarisasi linen yang dipakai adalah:
1. Standart produk.
Berhubung sarana kesehatan bersifat universal, maka sebaiknya setiap
rumah sakit mempunyai standart produk yang sama agar bias diproduksi
secara missal. Produk dengan kualitas tinggi akan memberikan
kenyamanan pada waktu pemakaiannya dan mempunyai waktu
penggunaan yang lebih lama, sehingga secara ekonomi lebih optimal
dibandingkan dengan produk yang lebih murah.
2. Standart desain.
Pada dasrnya baju rumah sakit lebih mementingkan funsi daripada
estetikanya, maka dibuatlah desain yang sederhana, ergonomis dan inisex.
3. Standart material.
Pemilihan material harus disesuaikan dengan fungsi, cara perawatan dan
penampilan yang diharapkan. Beberapa kain yang dipakai di rumah sakit
antara lain cotton 100%, CVC 50-50%, TC 65%-35%, polyster 100%
dengan anyaman plat atau twill atau drill. Dengan adanya berbagai pilihan
tersebut memungkinkan untuk mendapatkan hasil terbaik untuk setiap
produk.
Warna pada kain juga memberikan nuansa tersediri, sehingga secara
psikologis mempunyai pengaruh terhadap lingkungannya.Oleh karena itu

28
pemilihan warna sangat penting.Alternative dari kain warna yang polos
adalah kain dengan corak motif, trend ini memberikan nuansa yang lebih
santai dan modern.
4. Standart ukuran.
Ukuran linen sebaiknya dipertimbangkan tidak hanya sisi penggunaan,
tetapi juga dari biaya pengadaan dan biaya operasional yang timbul.Makin
luas dan berat linen, makin mahal biaya pengadaan dan pengoperasiannya.
5. Standart jumlah.
Idealnya jumlah stok linen 5 par ( kapasitas ) dengan posisi 3 par berputar
di ruangan: I stok terpakai, 1 stok dicuci, 1 stok cadangan dan 2 par
mengendap di logistic: 1 par sudah terjahit dan 1 par masih berupa
lembaran kain.
6. Standart penggunaan.
Standart yang baik seharusnya tahan cuci sampai 350 kali dengan prosedur
normal. Sebaiknya setiap rumah sakit menentukan standart kelayakakan
sebuah linen, apakah dengan umur linen., kondisi fisik atau dengan
frekuensi cuci. Sebaiknya linen itu sendiri diberi identitas ataupun
informasi. Informasi yang ditampilkan biasanya:
- Logo rumah sakit dan nama rumah sakit.
- Tanggal beredar atau mulai dipergunakan.
- Item ukuran.
- No. ID
- Dan nama ruangan pemakai.

5.2. Mesin Cuci.


Persyaratan mesin cuci:
1. Mesin cuci dengan kapsitas besar (diatas 100 kg) yang disarankan memiliki 2
kompartemen (pintu) yang membedakan antara memasukkan linen kotor dengan
hasil pencucian linen bersih. Antara 2 kompartemen dibatasi oleh partisi yang
kedap air. Maksud dari pemisahan tersebut adalah menghindari kontaminasi dari
linen kotor dan linen bersih baik dari lantai ataupun dari udara.

29
2. Mesin cuci ukuran sedang dan kecil ( 25- 100kg ) tanpa penyekat seperti pada
mesin besar dapat digunakan dengan memperhatikan batas ruang kotor dan bersih
dengan jelas.
3. Pipa pembuangan limbah cair hasil pencucian ( pemanasan- desinfeksi ) langsung
dialirkan ke dalam system pembuangan yang terpendam dalam tanah menuju
IPAL.
4. Peraltan pendukung yang mutlak digunakan untuk menbantu proses pemanasan
desinfeksi:
- Pencatat sushu pada mesin.
- Thermostat untuk membantu meningkatkan suhu pada mesin.
- Glass atau kaca untuk melihat level air.
- Flow meter pada inlet air bersih ke mesin cuci untuk mengukur jumlah air
yamg dibutuhkan pada saat pengenceran bahan kimia terutama pada saat
desinfeksi.

5.3. Tenaga Laundry.


Untuk mencegah infeksi yang terjadi didalam pelaksanaan kerja terhadap tenaga
laundry maka perlu ada pencegahan dengan:
- Pemeriksaan kesehatan kerja sebelum kerja dan pemeriksaan kesehatan berkala.
- Pemberian imunisasi poliomyelitis, tetanus, BCG dan hepatitis.
- Pekerja yang memiliki permasalahan dengan kulit misalnya luka-luka, ruam,
kondisi kulit eksfoliatif tidak boleh melakukan proses pencucian.

5.4. Penatalaksanaan Linen.


Penatalaksanaan linen dibedakanmenurut lokasi dan kemungkinan transmisi organism
berpindah.
- Ruangan.
- Perjalanan transportasi linen kotor.
- Proses pencucian di laundry.
- Penyimpanan linen bersih.
- Distribusi linen bersih.

30
Linen kotor yang dapat dicuci di laundry dapat dikategorikan menjadi:
1. Linen kotor infeksius.
Adalah linen yang terkontamo=inasi dengan darah, cairan tubuh, dan feses
terutama yang berasal dari infeksi TB paru, infeksi salmonella dan shigella, HBV
dan HIV dan infeksi lainnya yang spesifik ( SARS ) dimasukkan ke dalam
kantong dengan segel yang dapat terlarut dalam air dan kembali ditutup dengan
kantong luar berwarna kuning bertuliskan infeksius.
2. Linen kotor tidak infeksius.
Adalah linen yang tidak terkontaminasi darah, cairan, dan feses yang berasal dari
pasien lainnya secara rutin dari seluruh pasien dari ruangan biasa ataupun ruang
isolasi yang terinfeksi.
Untuk lebih terperinci penanganan linen dibedakan dengan lokasi sebagai berikut:
a. Pengelolaan linen di ruangan.
Seperti disebutkan di atas yang dimaksud dengan linen yang infeksius dan non
infeksius yang secara spesifik diperlakukan secara khusus dengan kantong
linen yang berbeda.Penanganan linen dimulai dari proses penggantian linen.
Proses penggantian linen dilakukan oleh perawat dengan melepaskan linen
yang kotor terlebih dahulu.
Prosedur untuk linen kotor infeksius:
- Biasakan untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan
pekerjaan.
- Gunakan APD ( sarung tangan, apron dan masker ).
- Persiapkan alat dan bahan.
- Lipat bagian yang terinfeksi ke bagian dalam dan masukkan linen ke
dalam troli tertutup dan segera bawa ke spoel hock.
- Noda darah atau feses dibuang ke spoel hock, basahi linen dengan air lalu
masukkan kedalam kantong berwarna kuning.
- Tutp rapat kantong dan segera masukkan ke troli linen kotor dekat ruang
spoel jock dan siap dibawa ke laundry.
Prosedur untuk linen kotor tidak infeksius :
Biasakan mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan.
- Gunakan APD ( sarung tangan, apron dan masker ).
- Persiapkan alat dan bahan.

31
- Masukkan linen kotor ke dalam troli kotor yang berada dekat ruang spoel
hock dan siap dibawa ke laundry.

b. Transportasi.
Transportasi dapat merupakan bahaya potensial dalam menyebarkan organism,
jika linen kotor tidak tertutup dan troli tidak dibersihkan.
Persyaratan alat transportasi linen:
- Dipisahkan antara troli linen kotor dan linen bersih, jika tidak maka wadah
penampung yang harus terpisah.
- Bahan troli terbuat dari stainless stell dan tidak mudah berkarat.
- Wadah mampu menampung beban linen.
- Wadah mudah dilepas dan setiap saat habis difungsikan selalu dicuci
demikian juga dengan troli harus dicuci.
- Muatan atau loading linen kotor dan bersih tidak boleh berlebihan.
- Wadah harus tertutup.
c. Laundry.
Tahapan kerja di laundry:
1. Penerimaan linen kotor dengan prosedur pencatatan.
2. Pemilahan dan penimbangan linen kotor.
3. Pencucian.
4. Pemerasan.
5. Pengeringan.
6. Penyetrikaan.
7. Pelipatan.
8. Penyimpanan.
9. Pendistribusian.
10. Penggantian linen yang rusak.
Pada saat penerimaan samapai dengan penyetrikaan merupakan proses yang
krusial dimana kemungkinan organism masih hidup, maka petugas diwajibkan
memakai APD.
Alat pelindung diri petugas laundry:
- Pakaian kerja dari bahan yang menyerap keringat.
- Apron.

32
- Sarung tangan.
- Sepatu boot digunakan untuk area basah.
- Masker digunakan pada proses pemilihan dan sortir
- Sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan biasakan untuk mencuci
tangan sebagai pertahanan diri.
Penjelasan lebih lanjut tahapan kerja di laundry:
1. Penerimaan linen kotor dan penimbangan prosedur pencatatan.
Linen kotor diterima yang berasal dari ruangan dicatat berat
timbangan.Tidak dilakukan pembongkaran muatan untuk mencegah
penyebaran organism.
2. Pemilahan dan penimbangan linen kotor.
a. Lakukan pemilahan berdasarkan linen infeksius dan non infeksius.
b. Upayakan tidak melakukan pensortiran. Penggunaan kantong dari
ruangan adalah salah satu upaya menghindari sortir.
c. Penimbangan sesuai dengan kapasitas mesin cuci yang digunakan.

3. Pencucian.
Pencucian mempunyai tujuan selain menghilangkan noda ( bersih), awet (
tidak cepat rapuh ), namun memenuhi persyratan sehat bebas dari
mikroorganisme pathogen.
Sebelum melakukan pencucian setiap harinya lakukan pemanasan samapi
dengan desinfeksi untuk membunuh mikroorganisme yang mungkin
tumbuh dimesin cuci. Untuk dapat mencapai tujuan pencucian harus
mengikuti persyaratantehnis pencucian:
a. Waktu.
Waktu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan temperature
dan bahan kimia guna mencapai hasil cucian yang bersih, dan
sehat.Jika waktu tidak tercapai sesuai dengan yang dipersyaratkan
maka kerja bahan kimia tidak berhasil dan yang
terpentingmikroorganisme dan jenis petst seperti kutu dan tungau dapat
mati.
b. Suhu.
Suhu yang direkomendasikan sangat bervariasi mulai 30 derajat celcius
sampai dengan 90 derajat celcius tergantung dari bahan dan jenis linen.

33
- Proses pra cuci dengan atau tanpa bahan kimia dengan suhu
normal.
- Proses cuci dengan bahan kimia alkali dan detergent untuk linen
putih 45-50 derajat celcius, untuk linen warna 60-80 derajat
celcius.
- Proses bleaching atau dilakukan desinfeksi 65 atau 70 derajat
celcius.
- Proses bilas 1 dan 2 dengan suhu normal.
- Proses penetralan dengan suhu normal.
- Proses pelembut atau pengkanjian dengan suhu normal.
c. Bahan kimia.
Bahan kimia yang digunakan terdiri dari alkali, emulsifier, detergent,
bleach (clorine dan oksigen bleach), sour, softerner, dan
starch.Masing- masing mempunyai fungsi tersendiri.
d. Mechanical action.
Adalah putaran mesin pada saat proses pencucian. Factor yang
mempengaruhi:
- Loading atau muatan tidak sesuai dengan kapasitas mesin. Mesin
harus dikososngkan 25% dari kapasitas mesin.
- Level air yang tidak tepat.
- Motor penggerak yang tidak stabil yang disebabkan oleh poros
tidak simetris lagi dan automatic reverse yang tidak bekerja.
- Takaran detergent yang berlebihan dapat mengakibatkan
melicinkan linen dan busa yang berlebihan akan mengakibatkan
sedikit gesekan.
- Menggunakan bahan kimia yang sesuai atau tidak berlebihan.
4. Pemerasan.
Pemerasan merupakan proses pengurangan kadar air setelah tahap
pencucian selesai. Pemerasan dilakukan dengan mesin cuci yang juga
memiliki fungsi pemerasan.
5. Pengeringan.
Pengeringan dilakukan dengan mesin pengering atau drying yang
mempunyai suhu mencapai 70 derajat celcius selama 10 menit. Pada

34
proses ini, jika mikroorganisme yang belum mati atau terjadi kontaminasi
ulang diharapkan dapat mati.
6. Penyetrikaan.
Penyetrikaan dapat dilakukan dengan mesin setrika otomatis dengan suhu
120 derajat celcius, namun harus diingat bahwa linen mempunyai
keterbatasan terhadap suhu antara 70-80 derajat celcius.
7. Pelipatan.
Melipat linen mempunyai tujuan selain kerapihan juga mudah digunakan
pada saat penggantian linen dimana tempat tidur kosong atau saat pasien
diatas tempat tidur. Proses pelipatan sekaligus juga melakukan
pemantauan antara linen yang masih baik dan sudah rusak agar tidak
dipakai lagi.
8. Penyimpanan.
Penyimpanan mempunyai tujuan selain melindungi linen dari kontaminasi
ulang baik dari bahay seperti mikroorganisme dan pest, juga untuk
mengontrol posisi linen tetap stabil.Sebaiknya penyimpanan linen 1,5 par
di ruang penyimpanan dan 1,5 par disimpan diruangan. Ada baiknya
lemari penyimpanan dipisahkan menurut masing-masing ruangan dan
diberi obat anti ngengat yaitu kapur barus.Sebelum disimpan sebaiknya
linen dibungkus dengan plastic transparan sebelum didistribusikan.
9. Pendistribusian.
Disini diterapkan system FIFO yaitu linen yang tersimpan sebelumnya
harus dikeluarkan atau dipakai terlebih dahulu.
10. Penggantian linen yang rusak.
Linen rusak dapat dikategorikan:
- Umur linen yang sudah standart.
- Human error termasuk hilang.
Jenis kerusakan ada yang dapat diperbaikidan adapula yang memas harus
diganti.penggantian dapat segera dilakukan petugas laundry dengan
mengirimkan formulir permintaan linen ke pihak logistic.

35
BAB VI
MONITORING DAN EVALUASI.

6.1. Monitoring.
Yang dimaksud dengan monitoring adalah upaya untuk mengamati pelayanan dan
cakupan progam pelayanan seawall mungkin, untuk dapat menemukan dan
memperbaiki masalah yang timbul dalam pelaksanaan progam.

6.1.1. Tujuan Monitoring:


1. Untuk mengadakan perbaikan, perubahan orientasi atau desain dari system
pelayanan.
2. Untuk menyesuaikan strategi atau pedoman pelayanan yang dilaksanakan
dilapangan, sesuai dengan temuan dilapangan.
3. Hasil analisis dari monitoring digunakan untuk perbaikan dalam pemberian
pelayanan dirumah sakit. Monitoring sebaiknya dilakukan sesuai keperluan dan
dipergunakan segera untuk perbaikan progam.

Khusus dalam pelayanan linen dirumah sakit monitoring sebaiknya dilakukan secara
teratur dan kontinyu. Aspek- aspek yang dimonitor mencakup:
a. Sarana, prasarana dan peralatan.
b. Standart, pedoman pelayanan linen, SPO, kebijakan rumah sakit, visi misi dll.
c. Pengamatan dengan penglihatan pada linen, yaitu warna yang kusam dan pudar,
tidak cerah menggambarkan usia pakia. Terdapat bayangan dari barang yang
dibungkusnya menunjukkan linen sudah menipis.
d. Darei perabaab bila ditarik terjadi perobekan atau lapuk.
e. Kelayakan pakai dan sisi infeksi dilakukan melalui uji kuman .

6.2. Evaluasi.
Setiap kegiatan harus selalu dievaluasi pada tahap proses akhir seperti tahap
pencucian, pengeringan dan sebagainya, juga evaluasi secara keseluruhan dalam
rangka kinerja dari pengelolaan linen di rumah sakit.

36
6.2.1. Tujuan Dari Evaluasi :
1. Meningkatkan kinerja pengelolaan linen yang baik.
2. Sebagai acuan atau masukan dalam perencanaan pengadaan linen, bahan kimia
pembersihan sarana dan prasarana ruang cuci.
3. Sebagai acuan dalam perencanaan system pemeliharaan mesin.
4. Sebagai acuan perencanaan peningkatan pengetahuan dan ketrampilan sumber
daya manusia.
Materi yang dievaluasi antara lain:
a. Kuantitas linen.
b. Kualitas linen.
c. Bahan kimia.
d. Baku mutu air bersih.
e. Baku mutu limbah cair.
Hasil evaluasi diberikan kpada penanggung jawab dan pengelola linen di rumah sakit
dan umpan balik yang diberikan dapat menjadi bahan laporan dan pertimbangan
dalam pembuatan perencanaan sesuai tujuan evaluasi.

37
BAB VII
PENUTUP

Demikian panduan pengelolaan linen Rumah Sakit Baptis ini disusun. Besar harapan
kami dengan adanya panduan ini Instalasi Pusat Sterilisasi Laundry dapat memberikan
pelayanan sesuai yang diharapkan.

38

Anda mungkin juga menyukai