Anda di halaman 1dari 25

REFLEKSI KASUS

AGUSTUS 2017

MANAJEMEN ANESTESI PADA PASIEN YANG MENJALANI


PROSTATECTOMY RETROPUBIC DAN VESICOLITOTOMI ET
CAUSA BPH GRADE II DAN VESIKOLITIASIS

Disusun Oleh :

Rifka Ulfa Rosyida

N 111 17 092

Pembimbing Klinik :

dr. Ferry Lumintang, Sp. An

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ANASTESI DAN REANIMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2017
BAB I
PENDAHULUAN
Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan
meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang mengalami pembedahan,
pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi dan
penanggulangan nyeri menahun. Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu
operasi terdapat beberapa tahap yang harus dilaksanakan yaitu pra anestesi yang terdiri dari
persiapan mental dan fisik pasien, perencanaan anestesi, menentukan prognosis dan persiapan
pada pada hari operasi. Sedangkan tahap penatalaksanaan anestesi terdiri dari premedikasi,
masa anestesi dan pemeliharaan, tahap pemulihan serta perawatan pasca anestesi.1
Vesikolitotomi adalah tindakan pembedahan untuk mengeluarkan batu dari vesika
urinari dengan indikasi batu buli-buli yang berukuran lebih dari 2,5 cm pada orang dewasa
dan semua ukuran pada anak-anak.
Prostatektomi adalah proses pembedahan yang dilakukan untuk mengangkat jaringan
pada prostat. Prostatektomi retropubik adalah tindakan yang dilakukan dengan cara insisi
abdomen rendah mendekati kelenjar prostat yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih
tanpa memasuki kandung kemih.
Anestesi spinal bertujuan utama memblok saraf sensoris untuk menghilangkan sensasi
nyeri. Namun anestesi spinal juga memblok saraf motorik sehingga mengakibatkan
paresis/paralisis di miotom yang selevel dengan dermatom yang diblok. Disamping itu juga
memblok saraf otonom dan yang lebih dominan memblok saraf simpatis sehingga terjadi
vasodilatasi dan penurunan tekanan darah. Hipotensi adalah efek samping yang paling sering
terjadi pada anestesi spinal, dengan insidensi 38% dengan penyebab utama adalah blokade
saraf simpatis.3

Subarachnoid Spinal Block, sebuah prosedur anestesi yang efektif dan bisa digunakan
sebagai alternatif dari anestesi umum. Umumnya digunakan pada operasi bagian bawah tubuh
seperti ekstremitas bawah, perineum, atau abdomen bawah.1,2,4
Anestesi spinal telah mempunyai sejarah panjang keberhasilan (>90% tingkat
keberhasilan). Kemudahan dan sejarah panjang keberhasilan anestesi spinal memberikan
kesan bahwa teknik ini sederhana dan canggih. Namun demikian bukan berarti bahwa
tindakan anestesi spinal tidak ada bahaya.

Pada laporan kasus ini disajikan mengenai seorang pasien pria usia 74 tahun yang
dilakukan prostatektomi dan vesikolitotomi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

PROSTATEKTOMI
Prostatektomi adalah tindakan pembedahan untuk mengambil sebagian atau seluruh
prostat.
A. Prostatektomi suprapubik
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen. Insisi dibuat
dikedalam kandung kemih, dan kelenjar prostat diangat dari atas. Teknik demikian dapat
digunakan untuk kelenjar dengan segala ukuran, dan komplikasi yang mungkin terjadi
ialah pasien akan kehilangan darah yang cukup banyak dibanding dengan metode lain,
kerugian lain yang dapat terjadi adalah insisi abdomen akan disertai bahaya dari semua
prosedur bedah abdomen mayor.
B. Prostatektomi perineal
Adalah suatu tindakan dengan mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum.
Teknik ini lebih praktis dan sangat berguan untuk biopsy terbuka. Pada periode pasca
operasi luka bedah mudah terkontaminasi karena insisi dilakukan dekat dnegan rectum.
Komplikasi yang mungkin terjadi dari tindakan ini adalah inkontinensia, impotensi dan
cedera rectal.
C. Prostatektomi retropubik
Adalah tindakan lain yang dapat dilakukan, dengan cara insisi abdomen rendah
mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa memasuki
kandung kemih. Teknik ini sangat tepat untuk kelenjar prostat yang terletak tinggi dalam
pubis. Meskipun jumlah darah yang hilang lebih dapat dikontrol dan letak pembedahan
lebih mudah dilihat, akan tetapi infeksi dapat terjadi diruang retropubik.
VESIKOLITOTOMI
Vesikolitotomi adalah suatu tindakan pembedahan untuk mengeluarkan batu dari
vesikolitotomi dengan membuka vesikolitotomi dari arterior, dengan gejala nyeri pada akhir
miksi, hematuria dan miksi yang tiba-tiba berhenti serta dalam pemeriksaan penunjang (foto
polos abdomen, pyelografi intravena dan USG). Dengan indikasi batu vesika urinaria yang
berukuran lebih dari 2,5 cm pada orang dewasa dan semua ukuran pada anak-anak.

ANASTESI REGIONAL
Ada tiga kategori utama anestesi yaitu anestesi umum, anestesi regional dan anestesi
lokal. Masing-masing memiliki bentuk dan kegunaan. Seorang ahli anestesi akan menentukan
jenis anestesi yang menurutnya terbaik dengan mempertimbangkan keuntungan dan kerugian
dari masing-masing tindakannya tersebut.
Anestesi regional adalah suatu tindakan anestesi yang menggunakan obat analgetik
lokal untuk menghambat hantaran saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari suatu bagian
tubuh diblokir untuk sementara. Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya,
sedang penderita tetap sadar. Anestesi regional semakin berkembang dan meluas
pemakaiannya, mengingat berbagai keuntungan yang ditawarkan, diantaranya relatif lebih
murah, pengaruh sistemik yang minimal, menghasilkan analgesi yang adekuat dan
kemampuan mencegah respon stress secara lebih sempurna. Anestesi regional memiliki
berbagai macam teknik penggunaan salah satu teknik yang dapat diandalkan adalah melalui
tulang belakang atau anestesi spinal. Anestesi spinal adalah pemberian obat antestetik lokal
ke dalam ruang subarakhnoid. Anestesi spinal diindikasikan terutama untuk bedah
ekstremitas inferior, bedah panggul, tindakan sekitar rektum dan perineum, bedah obstetri
dan ginekologi, bedah urologi, bedah abdomen bawah dan operasi ortopedi ekstremitas
inferior.
A. Persiapan Pra Anastesi
Kunjungan pra anestesi pada pasien yang akan menjalani operasi dan pembedahan
baik elektif dan darurat mutlak harus dilakukan untuk keberhasilan tindakan tersebut.
Adapun tujuan pra anestesi adalah:
1. Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal.
2. Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yang sesuai dengan fisik
dan kehendak pasien.
3. Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American Society Anesthesiology)7:
a. ASA I : Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa kelainan faal,
biokimiawi, dan psikiatris. Angka mortalitas 2%.
b. ASA II : Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai dengan sedang
sebagai akibat kelainan bedah atau proses patofisiologis. Angka
mortalitas 16%.
c. ASA III : Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas harian
terbatas. Angka mortalitas 38%.
d. ASA IV : Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam jiwa, tidak
selalu sembuh dengan operasi. Misal : insufisiensi fungsi organ, angina
menetap. Angka mortalitas 68%.
e. ASA V : Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan operasi hampir tak
ada harapan. Tidak diharapkan hidup dalam 24 jam tanpa operasi /
dengan operasi. Angka mortalitas 98%.
Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency) tanda darurat7.

B. Premedikasi Anastesi
Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum anestesi. Adapun tujuan dari
premedikasi antara lain:
1. Memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam.
2. Menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepam
3. Membuat amnesia, misal : diazepam, midazolam
4. Memberikan analgesia, misal pethidin
5. Mencegah muntah, misal : ondancentron, droperidol, metoklopropamid
6. Memperlancar induksi, misal : pethidin
7. Mengurangi jumlah obat-obat anesthesia, misal pethidin
8. Menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal : sulfas atropin.
9. Mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas, misal : sulfas atropin dan hiosin

ANASTESI SPINAL
A. Definisi
Anestesi spinal adalah pemberian obat ke dalam ruang subarachnoid. Anestesi spinal
diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik lokal ke dalam ruang subarachnoid.
Anestesi spinal (anestesi subaraknoid) disebut juga sebagai analgesi/blok spinal
intradural atau blok intratekal.1,3
B. Indikasi

Untuk pembedahan, daerah tubuh yang dipersyarafi cabang T4 kebawah (daerah


papila mamae kebawah). Dengan durasi operasi yang tidak terlalu lama, maksimal 2-3
jam. 1,3

a. Bedah ekstremitas bawah

b. Bedah panggul

c. Tindakan sekitar rektum perineum

d. Bedah obstetrik-ginekologi

e. Bedah urologi

f. Bedah abdomen bawah

g. Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan dengan
anestesi umum ringan

C. Kontra indikasi

Kontra indikasi pada teknik anestesi subaraknoid blok terbagi menjadi dua yaitu
kontra indikasi absolut dan relatif.

a. Kontra indikasi absolut : 1,3


Infeksi pada tempat suntikan. : Infeksi pada sekitar tempat suntikan bisa
menyebabkan penyebaran kuman ke dalam rongga subdural.
Hipovolemia berat karena dehidrasi, perdarahan, muntah ataupun diare. : Karena
pada anestesi spinal bisa memicu terjadinya hipovolemia.
Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan.
Tekanan intrakranial meningkat : dengan memasukkan obat kedalam rongga
subaraknoid, maka bisa makin menambah tinggi tekanan intracranial, dan bisa
menimbulkan komplikasi neurologis
Fasilitas resusitasi dan obat-obatan yang minim : pada anestesi spinal bisa terjadi
komplikasi seperti blok total, reaksi alergi dan lain-lain, maka harus dipersiapkan
fasilitas dan obat emergensi lainnya
Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi. : Hal ini dapat
menyebabkan kesalahan seperti misalnya cedera pada medulla spinalis,
keterampilan dokter anestesi sangat penting.
Pasien menolak.
b. Kontra indikasi relatif : 1,6

Infeksi sistemik : jika terjadi infeksi sistemik, perlu diperhatikan apakah


diperlukan pemberian antibiotic. Perlu dipikirkan kemungkinan penyebaran
infeksi.
Infeksi sekitar tempat suntikan : bila ada infeksi di sekitar tempat suntikan bisa
dipilih lokasi yang lebih kranial atau lebih kaudal.
Kelainan neurologis : perlu dinilai kelainan neurologis sebelumnya agar tidak
membingungkan antara efek anestesi dan deficit neurologis yang sudah ada pada
pasien sebelumnya.
Kelainan psikis
Bedah lama : Masa kerja obat anestesi local adalah kurang lebih 90-120 menit,
bisa ditambah dengan memberi adjuvant dan durasi bisa bertahan hingga 150
menit.
Penyakit jantung : perlu dipertimbangkan jika terjadi komplikasi kea rah jantung
akibat efek obat anestesi local.
Hipovolemia ringan : sesuai prinsip obat anestesi, memantau terjadinya
hipovolemia bisa diatasi dengan pemberian obat-obatan atau cairan
Nyeri punggung kronik : kemungkinan pasien akan sulit saat diposisikan. Hal ini
berakibat sulitnya proses penusukan dan apabila dilakukan berulang-ulang, dapat
membuat pasien tidak nyaman1.3
OBAT YANG DIGUNAKAN
Obat anestesi lokal yang digunakan dibagi dalam dua macam, yakni golongan ester
seperti kokain, benzokain, prokain, kloroprokain, ametokain, tetrakain dan golongan amida
seperti lidokain, mepivakain, prilokain, bupivakain, etidokain, dibukain, ropivakain,
levobupivakain. Perbedaannya terletak pada kestabilan struktur kimia. Golongan ester mudah
dihidrolisis dan tidak stabil dalam cairan, sedangkan golongan amida lebih stabil. Golongan
ester dihidrolisa dalam plasma oleh enzim pseudo-kolinesterase dan golongan amida
dimetabolisme di hati. Di Indonesia golongan ester yang paling banyak digunakan ialah
prokain, sedangkan golongan amida tersering ialah lidokain dan bupivakain.

Tabel perbandingan golongan ester dan golongan amida

Klasifikasi Potensi Mula kerja Lama kerja Toksisitas


Ester
Prokain 1 (rendah) Cepat 45-60 Rendah
Kloroprokain 3-4 (tinggi) Sangat cepat 30-45 Sangat rendah
Tetrakain 8-16 (tinggi) Lambat 60-180 Sedang
Amida
Lidokain 1-2 (sedang) Cepat 60-120 Sedang
Etidokain 4-8 (tinggi) Lambat 240-480 Sedang
Prilokain 1-8 (rendah) Lambat 60-120 Sedang
Mepivakain 1-5 (sedang) Sedang 90-180 Tinggi
Bupivakain 4-8 (tinggi) Lambat 240-480 Rendah
Ropivakain 4 (tinggi) Lambat 240-480 Rendah
Levobupivakai 4 (tinggi) Lambat 240-480
n
Bupivacaine
Obat anestetik lokal yang sering digunakan adalah prokain, tetrakain, lidokain, atau
bupivakain. Berat jenis obat anestetik lokal mempengaruhi aliran obat dan perluasan
daerah teranestesi. Pada anestesi spinal jika berat jenis obat lebih besar dari berat jenis
CSS (hiperbarik), maka akan terjadi perpindahan obat ke dasar akibat gravitasi. Jika
lebih kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari area penyuntikan ke atas. Bila sama
(isobarik), obat akan berada di tingkat yang sama di tempat penyuntikan.

Bupivacaine adalah obat anestetik lokal yang termasuk dalam golongan amino
amida. Bupivacaine di indikasi pada penggunaan anestesi lokal termasuk anestesi
infiltrasi, blok serabut saraf, anestesi epidura dan anestesi intratekal. Bupivacaine kadang
diberikan pada injeksi epidural sebelum melakukan operasi athroplasty pinggul. Obat
tersebut juga biasa digunakan untuk luka bekas operasi untuk mengurangi rasa nyeri
dengan efek obat mencapai 20 jam setelah operasi.
Bupivacaine bekerja dengan cara berikatan secara intaselular dengan natrium dan
memblok masuknya natrium kedalam inti sel sehingga mencegah terjadinya depolarisasi.
Dikarenakan serabut saraf yang menghantarkan rasa nyeri mempunyai serabut yang lebih
tipis dan tidak memiliki selubung mielin, maka bupivacaine dapat berdifusi dengan cepat
ke dalam serabut saraf nyeri dibandingkan dengan serabut saraf penghantar rasa
proprioseptif yang mempunyai selubung mielin dan ukuran serabut saraf lebih tebal.
a. Komplikasi tindakan

o Hipotensi berat akibat blok simpatik terjadi dilatasi vena dan dapat
menurunkan curah balik ke jantung sehingga menyebabka penurunan
curah jantung dan tekanan darah.
o Bradikardi
o Hipoventilasi
o Trauma pembuluh darah
o Trauma saraf
o Mual dan muntah
o Blok spinal tinggi, atau spinal total
b. Komplikasi pasca tindakan
o Nyeri tempat suntikan
o Nyeri punggung
o Nyeri kepala karena kebocoran likuor
o Retensio urin
o Meningitis

TERAPI CAIRAN
Banyaknya cairan yang harus diberikan per infus disesuaikan dengan banyaknya cairan
yang hilang. Terapi cairan intravena terdiri dari cairan kristaloid, koloid, atau suatu kombinasi
kedua-duanya. Larutan kristaloid adalah larutan mengandung ion dengan berat molekul
rendah (garam) dengan atau tanpa glukosa, sedangkan cairan koloid berisi ion dengan berat
molekul tinggi seperti protein atau glukosa. Cairan koloid menjaga tekanan oncotic plasma
dan sebagian besar ada di intravascular, sedangkan cairan kristaloid dengan cepat
didistribusikan keseluruh ruang cairan extracelular.

Terapi cairan dimaksudkan untuk maintenance, mengganti cairan yang hilang pada
waktu puasa, pada waktu pembedahan (translokasi), adanya perdarahan dan oleh sebab-sebab
lain misalnya adanya cairan lambung, cairan fistula dan lain-lainnya.

1. Kebutuhan cairan maintenance


Pada waktu intake oral tidak ada, defisit cairan dan elektrolit dapat terjadi dengan
cepat karena adanya pembentukan urin yang terus berlangsung,sekresi gastrointestinal,
keringat dan insensible losses dari kulit dan paru. kebutuhan pemeliharaan normal
dapat diestimasi dari tabel berikut:

berat badan kebutuhan


10 kg pertama 4 ml/kg/jam

10-20 kg kedua 2 ml/kg/jam


masing-masing kg > 20 kg 1 ml/kg/jam
tabel estimasi kebutuhan cairan pemeliharaan

2. Cairan pengganti puasa


Pasien yang akan dioperasi setelah semalam puasa tanpa intake cairan akan
menyebabkan defisit cairan sebanding dengan lamanya puasa. Defisit ini dapat
diperkirakan dengan mengalikan normal maintenance dengan lamanya puasa. Cairan
yang seharusnya masuk karena puasa juga harus diganti. Pada pasien ini dianjurkan
untuk puasa selama 8 jam.

3. Cairan pengganti Operasi


Kita mengetahui cairan yang hilang berdasarkan jenis operasinya, sebagaimana
rumus yang bisa kita gunakan adalah :
Cairan yang dapat digunakan sebagai cairan maintenance adalah cairan kristaloid
(asering, RL) dengan perhitungan perbandingan 3:1, sedangkan cairan maintenance yang
kedua adalah koloid dengan perbandingan 1:1.

4. Pengganti Perdarahan

Volume darah
EBV (Estimate Blood Volume) pada pasien :

EBV = 75 ml/kg x BB kg

Klasifikasi Perdarahan
Menentukan jumlah perdarahan yang hilang ketika operasi sangat penting, karena hal
tersebut dapat menentukan seberapa banyak cairan yang kita berikan baik berupa
kristaloid, koloid ataupun transfusi darah.

Sediaan darah untuk transfusi ada bermacam-macam sesuai dengan kandungan


komponen darahnya. Komponen darah dalam sediaan transfusi antara lain sel darah
merah, trombosit/platelet, produk plasma, cyroprecipitate, faktor koagulasi, dan albumin.
Komponen darah biasanya disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan pasien pediatri
memiliki keperluan komponen darah yang unik dan berbeda dari pasien dewasa.
BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

1. Nama : Tn. P
2. Jenis Kelamin : Laki-laki
3. Usia : 74 Tahun
4. Berat Badan : 52 kg
5. Agama : Islam
6. Alamat : Desa Ogowele Doudu
7. Pekerjaan : Wiraswasta
8. Tanggal masuk : 22 Juli 2017
9. Tanggal Operasi : 9 Agustus 2017
10. Diagnosa Pra Bedah : BPH grade II dan vesikolitiasis
11. Jenis Pembedahan : Prostatektomi dan vesikolitotomi

ANAMNESIS
A. Keluhan Utama :
Nyeri saat berkemih.
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada saat berkemih sudah dirasakan sejak 1 tahun
yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengatakan nyeri hilang timbl dan terasa
ada sesuatu yang menekan pada kantong kencing. Awalnya pasien berkonsultasi di
rumah sakit Toli-toli dan disarankan ke RSUD Undata dengan membawa hasil
pemeriksaan USG dari RSU Mokopindo. Kesan pemeriksaan hipertropi prostat, multiple
vesicolith, multiple renal calculi bilateral, cystitis, pusing (-), sakit kepala (-), mual (-),
muntah (-). BAK susah dan rasa tidak puas, tidak dapat menahan miksi. BAB lancar.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat operasi sebelumnya (-), riwayat HT (+), riwayat DM (-)
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit sistemik pada keluarga
PEMERIKSAAN FISIK
GCS : E4V5M6
Tanda-tanda vital : Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Suhu : 36,6 C
Pernafasan : 14 kali/menit
B1 (Breath) : Airway paten, nafas spontan, reguler, simetris, RR 14 x/m, pernafasan
cuping hidung (-), snoring (-), stridor (-), buka mulut 5 cm,
Malampathy score class II. Auskultasi : suara nafas bronkovesikuler,
rhonki (-/-), wheezing (-/-). Gigi palsu (-), gigi ompong (>10)
B2 (Blood) : Akral hangat, nadi reguler kuat angkat 80 x/m, CRT 2, S1-S2 reguler,
murmur (-) gallop (-)
B3 (Brain) : Composmentis, GCS E4V5M6, refleks cahaya (+/+)
B4 (Bladder) : BAK susah & tidak puas
B5 (Bowel) : Pembesaran (-), peristaltik (+), mual (-), muntah (-)
B6 (Bone) : Nyeri (-), krepitasi (-), morbilitas (-), ekstremitas deformitas (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah lengkap (10 Juli 2017)
Parameter Hasil Satuan Range Normal
RBC 4,05 10 /mm3
6
3,80 5,80
Hemoglobin (Hb) 12 g/dL 11,5 16,0
Hematokrit 33,8 % 37,0 47,0
PLT 328 103/mm3 150 500
WBC 12,13 103/mm3 4,0 10,0
SGOT 22,2 /L 0-37
SGPT 15,8 /L 0-41
GDS 126,4 mg/dL 70-100
HbsAg Reaktif Non Reaktif
Pemeriksaan USG:
Kesan :
- Hipertrofi prostat
- Multiple vesicolith
- Multiple small recal calculi

KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka:
Diagnosis Preoperatif : BPH grade II dan vesikolithiasis
Status Operatif : PS ASA II, skor Malampathy 2
Jenis Operasi : Prostatectomy dan vesicolitotomy
Jenis Anastesi : Regional Anastesi dengan teknik SAB
DI KAMAR OPERASI
Hal-hal yang perlu dipersiapkan di kamar operasi antara lain adalah:
a. Meja operasi dengan asesoris yang diperlukan
b. Mesin anestesi dengan sistem aliran gasnya
c. Alat-alat resusitasi (STATICS)
d. Obat-obat anastesi yang diperlukan
e. Obat-obat resusitasi, misalnya adrenalin, atropine, aminofilin, natrium bikarbonat dan
lain-lainnya.
f. Tiang infus, plaster dan lain-lainnya.
g. Alat pantau tekanan darah, suhu tubuh, dan EKG dipasang.
h. Alat-alat pantau yang lain dipasang sesuai dengan indikasi, misalnya; Pulse
Oxymeter dan Capnograf.
i. Kartu catatan medic anestesia
j. Selimut penghangat khusus untuk bayi dan orang tua.

Tabel Komponen STATICS


S Scope Stetoscope untuk mendengarkan suara paru dan
jantung.

Laringo-Scope: pilih bilah atau daun (blade) yang


sesuai dengan usia pasien. Lampu harus cukup terang.
T Tubes Pipa trakea, pilih sesuai ukuran pasien.
A Airways Pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau
pipa hidung-faring (nasi-tracheal airway). Pipa ini
menahan lidah saat pasien tidak sadar untuk
mengelakkan sumbatan jalan napas. Pada pasien ini
digunakan guedel ukuran 5 dan mask ukurang 7.
T Tapes Plaster untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau
tercabut.
I Introducer Mandarin atau stilet dari kawat dibungkus plastic
(kabel) yang mudah dibengkokkan untuk pemandu
supaya pipa trakea mudah dimasukkan.
C Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anastesia.
S Suction Penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya.

INTRAOPERATIF
Jenis Anestesi : Regional Anestesi dilanjutkan anestesi umum
Jenis Anestesi : Regional anestesi dan general anestesi
Induksi : Bupivacaine Hyperbaric 0,5% sebanyak 15 mg
Anestesi mulai : 10.50 WITA
Anestesi selesai : 13.05 WITA (2 jam 10 menit)
Operasi mulai : 11.40 WITA
Operasi selesai : 13.00 WITA (1 jam 20 menit)
Anestesiologis : dr. Faridnan, Sp.An
Ahli Bedah : dr. I Wayan S., Sp.U
Posisi : Supine
Infus : 2 line di tangan kiri dan kanan
Teknik Anestesi : Sub-arachnoid Block
Inspeksi dan palpasi daerah lumbal yang akan ditusuk
Posisi pasien :
1) Posisi Lateral. Pada umumnya kepala diberi bantal setebal 7,5-10 cm, lutut
dan paha fleksi mendekati perut, kepala ke arah dada. (pada pasien)
2) Posisi duduk. Dengan posisi ini lebih mudah melihat columna vertebralis,
tetapi pada pasien-pasien yang telah mendapat premedikasi mungkin akan
pusing dan diperlukan seorang asisten untuk memegang pasien supaya tidak
jatuh. Posisi ini digunakan terutama bila diinginkan sadle block.
3) Posisi Prone. Jarang dilakukan, hanya digunakan bila dokter bedah
menginginkan posisi Jack Knife atau prone.
Kulit dipersiapkan dengan larutan antiseptik seperti betadine, alkohol,
kemudian kulit ditutupi dengan doek bolong steril.
Cara penusukan:
Memakai jarum yang kecil (no. 25, 27 atau 29). Makin besar nomor
jarum, semakin kecil diameter jarum tersebut, sehingga untuk
mengurangi komplikasi sakit kepala (PDPH=post duran puncture
headache), dianjurkan dipakai jarum kecil. Penarikan stylet dari jarum
spinal akan menyebabkan keluarnya likuor bila ujung jarum ada di
ruangan subarachnoid. Bila likuor keruh, likuor harus diperiksa dan
spinal analgesi dibatalkan.Bila keluar darah, tarik jarum beberapa mili
meter sampai yang keluar adalah likuor yang jernih. Bila masih merah,
masukkan lagi stylet-nya, lalu ditunggu 1 menit, bila jernih, masukkan
obat anestesi lokal, tetapi bila masih merah, pindahkan tempat tusukan.
Darah yang mewarnai likuor harus dikeluarkan sebelum menyuntik obat
anestesi lokal karena dapat menimbulkan reaksi benda asing
(Meningismus).

Premedikasi : Ondansentron 4 mg
Midazolam 2 mg
Induksi : Bupivacaine 5 mg dan propofol 50 mg
Medikasi tambahan : Ketorolac 30 mg
Clopedine 20 mg
Fentanyl 50 mg
Efedrin 10 mg
Dexametason 5 mg
Maintenance : O2 2-5 lpm, sevofluran 1,5 2%
Respirasi : Pernafasan spontan
Cairan durante Op : RL 1500 ml + PRC 250 ml
Menit ke- Sistole Diastole Nadi Obat yang diberikan
(mmHg) (mmHg)
10.40 180 82 98
10.45 140 72 95 Sedacum
10.50 130 63 80 Bupivacaine
10.55 132 78 67 Ondancentron
11.00 131 78 65
11.05 135 78 65
11.10 143 78 65
11.15 142 78 64
11.20 142 70 60
11.25 141 70 68 Clopedine
11.30 142 70 68
11.35 145 68 65
11.40 145 65 63
11.45 145 76 68
11.50 142 72 63
11.55 140 70 63
12.00 120 70 65 Sedacum, Propofol
12.05 110 70 65 Fentanyl
12.10 100 58 52
12.15 60 35 48
12.20 60 35 48
12.25 70 39 52 Ephedrine
12.30 95 52 58
12.35 100 50 59
12.40 98 57 62
12.45 108 60 65
12.50 115 69 63 Ketorolac
12.55 132 72 70
13.00 138 80 78 Dexametasone
Laporan Anestesi
200

180

160

140

120

100
range

80

60

40

20

0
44 48 52
0. 0. 0.
Si stol Di a stol Nadi
Pukul (WITA)

Evaluasi tekanan darah sistol dan diastol serta nadi


Estimasi volume darah dan estimasi kehilangan darah
BB : 52 kg
EBV : 75 cc/kg BB x 52kg = 3900 ml
Jumlah perdarahan : 1160 ml
1160
% perdarahan : x 100 % = 29,7 %
3900
Hct pasienHct standar
MABL=EBV
( Hct pasien+ Hct standar ) / 2
33,825 8,8
3900 =3900 =1167 ml
(33,8+ 25 ) /2 29,4

Cairan yang masuk


Preoperatif : Kristaloid RL 500 ml
Durante operatif :
- Kristaloid RL 1000 ml
- NaCl 300 ml
- PRC 250 ml
Cairan yang keluar
Urin 150 ml
Perdarahan 1160 ml
Perhitungan cairan
Input yang diperlukan selama operasi :
1. Cairan maintenance (M) : (4x10) + (2x10) + (1x32) = 92 ml/jam (2208 ml/24 jam)
2. Stress operasi besar : 8 cc x 52 kg = 416 ml
3. Cairan defisit urin : 150 ml
4. Cairan defisit darah : 1160 ml
Perhitungan cairan pengganti darah :
Transfusi + 3x cairan kristaloid = volume perdarahan
250 cc + 3x = 1160 cc
3x = 1160 cc 250 cc
x = 910 cc x 3
= 2730 cc
untuk mengganti kehilangan darah 1160 cc diperlukan 2730 cc cairan kristaloid dan 250 cc
tranfusi darah.
Keseimbangan kebutuhan cairan
Cairan masuk - cairan keluar
= [cairan pre op + intra op] [M + stres operasi + defisit urin + defisit darah]
= [500 + 1000] [(92 x 1,2) + 416 + 150 + 1160]
= [1500] [1836]
= -336 ml
POST OPERATIF
Pemantauan di Recovery Room :
a. Tensi, nadi, pernapasan, aktivitas motorik.
b. Beri O2 2L/menit nasal canul.
c. Berikan antibiotik profilaksis, antiemetic, H2 reseptor bloker
dan analgetik
d. Bila mual (-), muntah (-), peristaltik usus (+), boleh makan dan
minum sedikit sedikit.
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien Tn. P, 74 tahun masuk ke ruang operasi untuk menjalani tindakan
prostatectomy dan vesikolitotomi dengan diagnosis BPH grade II dan vesikolitiasis.
Persiapan operasi dilakukan pada tanggal 9 Agustus 2017. Dari anamnesis pasien tidak ada
keluhan demam, sakit kepala, pusing, mual, muntah, batuk dan sesak. Nyeri yang bersifat
hilang timbul saat berkemih. Pemeriksaan fisik dari tanda vital didapatkan tekanan darah
130/900 mmHg; nadi 80 kali/menit; respirasi 14 kali/menit; suhu 36,6 OC. Dari pemeriksaan
laboratorium hematologi : WBC 12,13 x 103/mm3 dan HbsAg reaktif.

Klasifikasi ASA mulai diperkenalkan pada tahun 1960-an oleh American Society of
Anesthesiologist sebagai deskripsi yang mudah yang menunjukkan status fisik pasien yang
berhubungan dengan indikasi apakah tindakan bedah harus dilakukan segera/cito atau elektif.
Klasifikasi ini sangat berguna harus diaplikasikan pada pasien yang akan dilakukan tindakan
pembedahan, meskipun banyak faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap hasil keluaran
setelah tindakan pembedahan. Dengan keadaan tersebut di atas, pasien termasuk dalam
kategori PS ASA II. Adapun pembagian kategori ASA adalah:
I : Pasien normal dan sehat fisis dan mental
II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan dan tidak ada keterbatasan fungsional
III : Pasien dengan penyakit sistemik sedang hingga berat yang menyebabkan keterbatasan
fungsi
IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam hidup dan menyebabkan
ketidakmampuan fungsi
V : Pasien yang tidak dapat hidup/bertahan dalam 24 jam dengan atau tanpa operasi
VI : Pasien mati otak yang organ tubuhnya dapat diambil.
Bila operasi yang dilakukan darurat (emergency) maka penggolongan ASA diikuti huruf E
(misalnya IE atau IIE).1 dan pasien ini dikategorikan sebagai PS ASA II.
Sebelum dilakukannya anestesi, dilakukan beberapa persiapan. Salah satu persiapan
yang dilakukan adalah pemberian cairan secara cepat. Tujuan dilakukannya pemberian cairan
ini adalah untuk meminimalisir efek samping dari anestesi spinal berupa hipotensi akibat
blokade simpatis dengan cara menambah volume intravaskuler. Pemberian cairan dapat
diberikan baik menggunakan kristaloid ataupun koloid yang memiliki masa intravaskuler
lebih lama dengan berat molekul yang lebih tinggi. Pada pasien ini, dilakukan pula pemberian
cairan menggunakan kristaloid Ringer laktat 500 cc.
Dilakukan premedikasi injeksi Ondansentron 4 mg. Tujuan dilakukannya premedikasi
yaitu untuk mengurangi kecemasan, mendapatkan analgetik dan amnesti. Ondansentron 4
mg merupakan obat golongan 5HT-3 receptor antagonist dimana ondancentron sering
digunakan dalam mencegah mual dan muntah akibat kemoterapi, radioterapi dan psca
operasi. Obat ini bekerja dengan memblokade hormone serotonin yang menyebabkan
muntah. Pemberian obat ini sesuai dengan teori yang ada.

Anestesi spinal bertujuan utama memblok saraf sensoris untuk menghilangkan sensasi
nyeri. Namun anestesi spinal juga memblok saraf motorik sehingga mengakibatkan
paresis/paralisis di miotom yang selevel dengan dermatom yang diblok. Disamping itu juga
memblok saraf otonom dan yang lebih dominan memblok saraf simpatis sehingga terjadi
vasodilatasi dan penurunan tekanan darah. Hipotensi adalah efek samping yang paling sering
terjadi pada anestesi spinal, dengan insidensi 38% dengan penyebab utama adalah blokade
saraf simpatis.6
Pada Anestesi spinal terdapat kontraindikasi absolut dan relatif. Kontraindikasi
Absolut diantaranya penolakan pasien, infeksi pada tempat suntikan, hipovolemia, penyakit
neurologis yang tidak diketahui, koagulopati, dan peningkatan tekanan intrakanial, kecuali
pada kasus-kasus pseudotumor cerebri. Sedangkan kontraindikasi relatif meliputi sepsis pada
tempat tusukan (misalnya, infeksi ekstremitas korioamnionitis atau lebih rendah) dan lama
operasi yang tidak diketahui.Selain itu teknik ini dipilih karena selain lebih murah juga efek
sistemiknya lebih rendah dibanding anestesi umum.
Prostatectomi dan vesikolitotomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan
melakukan irisan pada dinding abdomen yang bertujuan untuk mengeluarkan organ prostat
dan batu pada vesika urinaria. Proses ini dapat menggunakan anestesi umum dan regional.
Anestesi spinal merupakan teknik anestesi yang aman, terutama pada operasi di daerah
umbilikus ke bawah. Teknik anestesi ini memiliki kelebihan dari anestesi umum, yaitu
kemudahan dalam tindakan, peralatan yang minimal, efek samping yang minimal pada
biokimia darah, pasien tetap sadar dan jalan nafas terjaga, serta penanganan post operatif dan
analgesia yang minimal. Anestesi lokal yang sering dipakai adalah bupivakain.6
Pada anestesi spinal tinggi terjadi penurunan aliran darah jantung dan penghantaran
(supply) oksigen miokardium yang sejalan dengan penurunan tekanan arteri rata-rata.
Penurunan tekanan darah yang terjadi sesuai dengan tinggi blok simpatis, makin banyak
segmen simpatis yang terblok makin besar penurunan tekanan darah. pemberian obat anestesi
pasien ini mengalami penurunan tekanan, kondisi tersebut merupakan komplikasi yang sering
terjadi pada pemberian anestesi spinal. Jika tekanan darah sistolik turun 20% dari tekanan
sistolik awal operasi, maka kita harus bertindak cepat untuk menghindari cedera pada ginjal,
jantung dan otak. Hipotensi terjadi karena vasodilatasi, akibat blok simpatis, makin tinggi
blok makin berat hipotensi. Pada pasien ini hipotensi ditangani dengan pemberian ephedrine
secara intravena.
Efedrin merupakan vasopresor yang biasanya digunakan selama anestesia untuk
melawan penurunan tekanan darah arterial dan denyut jantung setelah anestesi spinal dan
epidural, sebagai vasopresor dan simpatomimetik, efedrin telah digunakan dengan aman dan
efektif, baik untuk pencegahan maupun pengobatan hipotensi yang disebabkan oleh anestesia.
Selama operasi berlangsung tekanan darah pasien mengalami penurunan yang
diakibatkan oleh perdarahan yang banyak, sedangkan perdarahan merupakan kontraindikasi
dilakukannya dilakukannya anestesi spinal sehingga pada operasi ini dilanjutkan dengan
anestesi umum. Induksi pada pasien ini dilakukan dengan anestesi intravena yaitu Propofol
50 mg I.V (dosis induksi 2-2,5mg/kgBB) karena memiliki efek induksi yang cepat, dengan
distribusi dan eliminasi yang cepat. Selain itu juga propofol dapat menghambat transmisi
neuron yang hancur oleh GABA. Obat anestesi ini mempunyai efek kerjanya yang cepat dan
dapat dicapai dalam waktu 30 detik. Pemberian fentanyl yang merupakan obat opioid yang
bersifat analgesic dan bisa bersifat induksi. Sebagai analgetik, fentanyl 75-125 kali lebih
potensial dibandingkan morfin. Fentanyl bekerja sebagai agonis dari reseptor 1 dan 2
diseluruh system saraf pusat dan jaringan lainnya. Penggunaan premedikasi pada pasien ini
betujuan untuk menimbulkan rasa nyaman pada pasien dengan pemberian analgesia dan
mempermudah induksi dengan menghilangkan rasa khawatir.
Pasien disungkupkan dengan sungkup muka yang telah terpasang pada mesin anestesi
yang menghantarkan gas (sevoflurane) dengan ukuran 2 % dengan oksigen dari mesin ke
jalan napas pasien. Penggunaan sevofluran disini dipilih karena sevofluran mempunyai efek
induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibanding dengan gas lain, dan baunya pun lebih
harum dan tidak merangsang jalan napas sehingga digemari untuk induksi anestesi dibanding
gas lain (halotan). Efek terhadap kardiovaskular pun relatif stabil dan jarang menyebabkan
aritmia.
Sebagai analgetik digunakan Ketorolac (berisi 30 mg/ml ketorolac tromethamine)
sebanyak 1 ampul (1 ml) disuntikan iv. Ketorolac merupakan nonsteroid anti inflamasi
(AINS) yang bekerja menghambat sintesis prostaglandin sehingga dapat menghilangkan rasa
nyeri/analgetik efek. Ketorolac 30 mg mempunyai efek analgetik yang setara dengan 50 mg
pethidin atau 12 mg morphin, tetapi memiliki durasi kerja yang lebih lama serta lebih aman
daripada analgetik opioid karena tidak menimbulkan depresi nafas.

Selama operasi juga perlu dimonitoring kebutuhan cairan, dimana perkiraan berat
badan pasien adalah 52 kg, maka estimated blood volume = 75 cc/kgBB x 52 kg = 3900 cc
(estimated blood volume untuk orang dewasa 75 cc/KgBB). Jumlah perdarahan yang terjadi
durante operasi adalah sekitar 1160 cc (29,7%).
Kebutuhan cairan maintenance 92 cc/jam ditambah defisit puasa 920 cc, ditambah
stress operasi (sedang) 208 cc/jam, ditambah defisit urin 150 ml, ditambah perdarahan 1160
cc (1 c darah diganti dengan 3 cc cairan kristaloid).
Pada pasien ini juga diberikan kortikosteroid, yaitu dexametason 5 mg. Deksametason
adalah kortikosteroid kuat dengan khasiat immunosupresan dan antiinflamasi yang digunakan
untuk mengobati berbagai kondisi peradangan. Menurut Mutschler (1991), makna terapeutik
kortikosteroid terletak pada kerja antiflogistiknya (antireumatik), antialergi, dan
imunsupresiv, bila terapi substitusi pada insufiensi korteks adrenal diabaikan.
Kortikosteroid seperti deksametason bekerja dengan cara mempengaruhi kecepatan
sintesis protein. Molekul hormon memasuki sel jaringan melalui membran plasma secara
difusi pasif di jaringan target, kemudian bereaksi dengan reseptor protein yang spesifik dalam
sitoplasma sel jaringan dan membentuk kompleks reseptor steroid. Kompleks ini mengalami
perubahan konformasi, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan
ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis protein ini
merupakan perantara efek fisiologik steroid.

DAFTAR PUSTAKA
1. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK, Cahalan KM, Stock MC. Clinical Anesthesia. 6 th
ed. [Ebook] Lippincott William and Wilkins. 2009.
2. Jasa Z. Instant Access. Binarupa Aksara publisher. 2014.
3. Miller. Millers Anesthesia. 7th ed. Churchill Livingstone. [Ebook]. 2009
4. Djakovic, et all. 2008. Review Article Hypospadias, Jurnal diakses dari :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2577154/.
5. Sjamsuhidajat, R & Jong Wim De. Buku-Ajar Ilmu Bedah. Ed.2. EGC: Jakarta.
6. Suherman S, Ascobat P. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Badan penerbit FKUI, Jakarta.
2011
7. Muhardi, M., et al. 1989. Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anastesiologi dan Terapi
Intensif FKUI.

Anda mungkin juga menyukai