Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 1114 / Menkes / SK / VIII / 2005 tentang Pedoman Pelaksanaan
Promosi Kesehatan di Daerah, prinsip dasar Promosi Kesehatan Rumah
Sakit adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui
pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, agar mereka
dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang
bersumberdaya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung
kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.
Menolong diri sendiri artinya masyarakat mampu menghadapi
masalah masalah kesehatan potensial ( yang mengancam ) dengan cara
mencegahnya, dan mengatasi masalah masalah kesehatan yang sudah
terjadi dengan cara menanganinya secara efektif serta efisien. Dengan kata
lain, masyarakat mampu berperilaku hidup bersih dan sehat dalam rangka
memecahkan masalah masalah kesehatan yang dihadapinya ( problem
solving ), baik masalah masalah kesehatan yang sudah diderita maupun
yang potensial ( mengancam ), secara mandiri ( dalam batas batas
tertentu ).
Jika definisi itu diterapkan di rumah sakit, maka dapat dibuat
rumusan sebagai berikut : Promosi Kesehatan oleh Rumah Sakit ( PKRS )
adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan pasien, sera kelompok
kelompok masyarakat, agar pasien dapat mandiri dalam mempercepat
kesembuhan dan rehabilitasinya, pasien dan kelompok kelompok
masyarakat dapat mandiri dalam meningkatkan kesehatan, mencegah
masalah masalah kesehatan dan mengembangkan upaya kesehatan
bersumber daya masyarakat, melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan
bersama mereka, sesuai sosial budaya mereka, serta didukung kebijakan
publik yang berwawasan kesehatan.

B. Tujuan Pedoman
Tujuan Pedoman Pelayanan Promosi Kesehatan Rumah Sakit
( PKRS ) pada Rumah Sakit ini adalah sebagai acuan bagi petugas Rumah
1
Sakit / Unit PKRS untuk menyelenggarakan kegiatan Pelayanan Promosi
Kesehatan Rumah Sakit di wilayah kerja Rumah Sakit

C. Ruang Lingkup Promosi Kesehatan


Ruang Lingkup pelaksanaan Promosi Kesehatan Rumah Sakit
( PKRS ) adalah sebagai berikut :
a. Di Dalam Gedung
Di dalam gedung Rumah Sakit, PKRS dilaksanakan seiring dengan
pelayanan yang diselenggarakan rumah sakit.
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa di dalam gedung, terdapat
peluang peluang :
- Di ruang pendaftaran / administrasi, yaitu diruang dimana
pasien / keluarga harus melapor / mendaftar sebelum
mendapatkan pelayanan Rumah Sakit.
- PKRS dalam pelayanan Rawat Jalan bagi pasien, yaitu di
poliklinik poliklinik seperti poliklinik kebidanan dan
kandungan, poliklinik anak, poliklinik mata, poliklinik bedah,
poliklinik penyakit dalam dan lain lain.
- PKRS dalam pelayanan Rawat Inap bagi pasien, yaitu di ruang
ruang gawat darurat, ruang intensif dan rawat inap.
- PKRS dalam pelayanan Penunjang Medik bagi pasien yaitu
pelayanan obat/apotik, pelayanan laboratorium, dan pelayanan
rehabilitasi medic.
- PKRS dalam pelayanan bagi keluarga ( orang sehat ), yaitu
seperti di pelayanan KB, konseling Gizi, bimbingan senam,
pemeriksaan kesehatan jiwa, dan lain lain.
- PKRS di ruang pembayaran rawat inap, yaitu di ruang dimana
pasien rawat inap harus menyelesaikan pembayaran rawat inap,
sebelum meninggalkan RS.

b. Di luar gedung
Kawasan luar gedung RS yang dapat dimanfaatkan secara
maksimal untuk PKRS, yaitu :
- PKRS di tempat parkir, yaitu pemanfaatan ruang yang ada di
lapangan / gedung parkir sejak dari bangunan gardu parkir
sampai ke sudut sudut lapangan / gedung parkir.
- PKRS di taman RS, yaitu baik taman taman yang ada di
depan, samping / sekitar maupun di dalam / halaman dalam RS.
2
- PKRS di kantin / warung warung / kios kios yang ada di
kawasan RS.
- PKRS di tempat ibadah yang tersedia di sekitar RS
- PKRS di pagar pembatas kawasan RS.
- PKRS di dinding luar RS.

D. Batasan Operasional
Pelayanan Promosi Kesehatan Rumah Sakit adalah upaya
pelayanan kesehatan untuk meningkatkan kemampuan pasien, dan
kelompok kelompok masyarakat, agar pasien dapat mandiri dalam
mempercepat kesembuhan dan rehabilitasinya, pasien dan kelompok
kelompok masyarakat dapat mandiri dalam meningkatkan kesehatan,
mencegah masalah masalah kesehatan, dan mengembangkan upaya
kesehatan bersumber daya masyarakat, melalui pembelajaran dari, oleh,
untuk dan bersama mereka, sesuai sosial budaya mereka, serta didukung
kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.

E. Landasan Hukum
- Keputusan Menteri Kesehatan No. 1193/Menkes /SK/X/2004
tentang Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan
- Keputusan Menteri Kesehatan No. 1114/Menkes/SK/VIII/2005
tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah
- Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 004
Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Promosi Kesehatan
Rumah Sakit.

3
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi SDM
Tim PKRS pada RS terdiri dari 5 (lima) sub-unit tim PKRS yaitu :
Keperawatan (Bidan dan Perawat), CS, Gizi, Farmasi dan Panitia
Pengendalian Infeksi (PPI). Tim PKRS berada langsung dibawah Direktur
dan berkoordinasi dengan DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pelayanan),
dokter ruangan dan seluruh jajaran unit pelayanan rumah sakit dalam
menyampaikan informasi medis kepada pasien.
Pola ketenagaan dan kualifikasi tim promosi kesehatan rumah sakit
adalah :
No Nama Jabatan Kualifikasi Jumlah Ket
formal
1 Keperawatan D3 Keperawatan 3 Komang Lisa
Sugianti, Amd. Kep
Ni Wayan Gitmiantini,
Amd. Kep
Ni Luh utu
Septianingsih, Amd.
Kep
2 CS D3 Keperawatan 2 I Gusti Made Krisna
D3 Keperawatan Aditya,Amd. Kep
Ni Putu Eka Agustini,
Amd. Kep
5. Gizi D3 Gizi 1 Ni Luh Made Meddia
Ningsih, Amd. Gizi
6. Farmasi D3 Farmasi 1 Dewaayu Agustuti,
Amd. Far
7. PPI D3 Keperawatan 1 Ni Kadek Eny
Ekantari, Amd. Kep

B. Distribusi Ketenagaan

4
- Pelayanan Promosi Kesehatan Rumah Sakit dilakukan di Unit Rawat
Inap, Unit Rawat Jalan, IGD, Farmasi, Radiologi, dan Laboratorium di
lingkungan Rumah Sakit
- Apabila ada tenaga medis yang berkualifikasi dan terkait pelayanan
medis yang dibutuhkan pasien, maka informasi dapat diberikan oleh
tenaga medis tersebut.

BAB III
STANDAR FASILITAS

5
A. Denah Ruangan
Unit PKRS memiliki ruangan yang bersama dengan struktur
organisasi lain yaitu hubungan pelanggan.

DIVISI HUBUNGAN PELANGGAN


Pintu Masuk U

Lemari T

S
o
f
a
Meja
Ruang Staf Kerja
Staf

Ruang
Direktur
Meja
SDM &
Kerja
Pelayanan Meja
B. Standar Fasilitas Staf
RS Kerja
Staf
PKRS memiliki ruangan dengan fasilitas yang menyesuaikan
dengan yang terdapat
Meja di ruangan
Kerja Staf Hubungan Pelanggan ditambah dengan
brosur / leaflet yang digunakan untuk memberikan penyuluhan kepada
Meja Telpon
pasien.

Ruang Arsip

6
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
A. Jenis Pelayanan
Informasi medis tertulis yang diberikan meliputi 10
( sepuluh ) penyakit terbanyak di Rumah Sakit yaitu : .
Pemberian promosi kesehatan dapat dilaksanakan di setiap instalasi rumah
sakit oleh personel medis yang berkompetensi dibidang tersebut terutama
rawat inap, rawat jalan, IGD, penunjang medis, farmasi, dan lain lain.
Informasi diluar kategori 10 ( sepuluh ) penyakit terbanyak disampaikan
secara lisan oleh sub-unit tim PKRS baik di instalasi rawat inap maupun
instalasi rawat jalan.

7
B. Tatalaksana
Promosi kesehatan rumah sakit adalah suatu tim rumah sakit yang
terdiri dari tim medis dan non-medis yang berperan dalam menyediakan,
menyampaikan informasi medis serta mengedukasi pasien rumah sakit
mengenai kondisi yang berhubungan dengan penyakit pasien di area
rumah sakit yaitu rawat inap ( saat dirawat dan sebelum pasien pulang),
rawat jalan, IGD dan penunjang medis. Tim tersebut merupakan titik akhir
pelayanan tim medis Rumah Sakit. Pelayanan tim PKRS terdiri dari
pelayanan promosi kesehatan dan informasi yang berhubungan dengan
pasien dari sub unit tim PKRS yang terintegrasi. Unit unit tersebut
adalah gizi, keperawatan ( perawatan dan bidan ), farmasi, pencegahan dan
pengendalian infeksi (PPI) ,CS.

1. Rawat Inap
a. Apabila pasien baru masuk kedalam kategori 10 penyakit
terbanyak di ruang rawat inap Rumah Sakit, perawat
mengidentifikasi kebutuhan informasi dan edukasi yang
dibutuhkan oleh pasien sebagai edukasi kolaboratif yaitu
pemberian edukasi kepada pasien yang membutuhkan informasi
lebih dari satu sub-unit PKRS yaitu, CS, farmasi, promosi,
keperawatan, PPI dan gizi. Hal ini dimaksudkan untuk memastikan
informasi dan edukasi yang diberikan kepada pasien baik di rawat
inap maupun rawat jalan, sesuai dengan kondisi penyakitnya dan
diberikan secara holistic. Maka perawat memberikan edukasi
sesuai SPO pemberian edukasi kolaboratif.
b. Apabila pasien baru tidak masuk kedalam kategori 20 penyakit
terbanyak maka edukasi diserahkan kepada DPJP atau dokter
ruangan sub-unit PKRS yang terkait.
c. Apabila pasien dan/keluarga yang sedang dirawat di ruang rawat
inap membutuhkan informasi yang lebih dalam mengenai
perjalanan penyakit, evaluasi, rencana terapi dan lain lain, maka

8
perawat dapat meminta bantuan DPJP/dokter ruangan atau sub unit
tim PKRS yang terkait.
d. Apabila pasien sudah diperbolehkan pulang oleh DPJP, maka
pemberian informasi akan diberikan sesuai dengan poin 1 3
diatas ( apabila masih membutuhkan ).
e. Pemberi informasi medis dan edukasi yang berhubungan dengan
clinical pathway adalah dokter ruangan / DPJP dan informasi
pulang pasien dapat diberikan oleh perawat.
f. Setiap pasien yang di edukasi WAJIB di catat nama, nomor rekam
medis, DPJP, diagnosa dan kode leaflet pemberian edukasi ( bila
tersedia ) atau ringkasan poin poin edukasi secara tertulis bila
tidak terdapat dalam leaflet yang tersedia.
g. Pemberian edukasi dan informasi dilaksanakan sesuai dengan SPO
pemberian informasi dan edukasi serta SPO pemberian edukasi
terintegrasi rawat inap.
h. Pencatatan pasien yang teredukasi dicatat dalam form catatan
edukasi dan perencanaan edukasi terintegrasi rawat inap dan form
catatan edukasi rawat inap lanjutan dan rawat jalan.
i. Apabila ada pertanyaan pasien yang tidak dapat dijawab saat itu
juga oleh DPJP, dokter ruangan atau sub-unit tim PKRS terkait,
maka jawaban standard yang akan diberikan adalah sebagai berikut
: saya belum ada jawaban mengenai pertanyaan tersebut namun
akan saya konfirmasikan kepada dokter spesialis yang merawat
anda dan akan saya sampaikan jawaban pertanyaan anda
secepatnya. Mohon memberikan nomor telepon yang dapat
dihubungi
j. Disetiap unit terkait akan disediakan 1 ( satu ) folder berisi lembar
edukasi dari unit yang bersangkutan.

9
ALUR PELAYANAN PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT

Pasien
Masuk

10 penyakit Penyakit
terbanyak Lainnya
Diagnosa DPJP Diagnosa DPJP

PROMOSI KESEHATAN

Dokter Unit PKRS DPJP Dokter Unit


Terkait Ruangan
PKRS
Clinical terkait
Materi Edukasi
pathway
Edukasi pulang
Formulir pemberian
edukasi
Formulir LOGBOOK
edukasi Unit terkait
kolaboratif

LAPORAN

2. Rawat Jalan
a. Apabila pasien rawat jalan yang datang berobat masuk kedalam
kategori 10 penyakit terbanyak, maka diruang rawat jalan Rumah
Sakit perawat mengidentifikasi kebutuhan informasi dan edukasi
yang dibutuhkan oleh pasien sebagai edukasi kolaboratif yaitu
pemberian edukasi kepada pasien yang membutuhkan informasi
dari lebih dari satu sub unit PKRS yaitu medical informasi,
10
farmasi, keperawatan, PP Customer Service , dan gizi. Hal ini
dimaksudkan untuk memastikan informasi dan edukasi yang
diberikan kepada pasien baik di rawat inap maupun rawat jalan,
sesuai dengan kondisi penyakitnya dan diberikan kepada pasien
baik dirawat inap maupun rawat jalan, sesuai dengan kondisi
penyakitnya dan diberikan secara holistik. Maka perawat
memberikan edukasi sesuai dengan SPO pemberian edukasi
terintegrasi rawat inap.
b. Apabila pasien datang pada saat jam kerja ( senin sabtu, pkl.
08.00 14.00 ) maka pasien dapat dijelaskan verbal dan diberikan
leaflet edukasi sesuai dengan penyakitnya oleh sub-unit PKRS
terkait.
c. Apabila pasien datang diluar jam kerja seperti tertera diatas, maka
pasien akan mendapatkan informasi tertulis ( leaflet ) dan verbal
oleh perawat unit terkait.
d. Apabila pasien ini dijelaskan lebih dalam mengenai informasi
terkait penyakitnya oleh sub-unit tertentu, maka pasien diharuskan
membuat perjanjian pada hasil kerja berikutnya.
e. Apabila pasien tidak masuk kedalam 10 penyakit terbanyak maka
informasi akan diberikan oleh DPJP terkait/ dokter jaga atau dokter
medical information ( pada jam kerja ).
f. Apabila pasien rawat jalan datang untuk menanyakan rencana
diagnose atau konsultasi awal mengenai kondisi penyakitnya tanpa
berobat, maka informasi akan diberikan oleh dokter medical
information sesuai dengan SPO pemberian informasi dan edukasi.

3. Unit Terkait Promosi Kesehatan RS.


Unit yang banyak terlibat dalam alur pelayanan promosi kesehatan RS
meliputi DPJP, dokter ruangan, Customer Service ( CS ), Gizi,
Keperawatan ( perawatan dan bidan ), Farmasi, Pencegahan dan
pengendalian infeksi ( PPI ) dan Rekam Medis ( RM ) yang semua ini
saling bekerjasama demi terciptanya alur pelayanan yang maksimal di
RS.

11
12
BAB V
LOGISTIK

1. TV, LCD
2. VCD / DVD Player
3. Amplifier dan wireless Microphone
4. Computer dan laptop
5. Pointer
6. Public Address System ( PSA ) / Megaphone
7. Plypchart Besar / kecil
8. Cassette Recorder / Player
9. Kamera foto

BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

13
A. Definisi
Keselamatan pasien ( Patient safety) rumah sakit adalah suatu
system dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem
tersebut meliputi assessment risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis Insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko, Sistem tersebut diharapkan
dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang
seharusnya dilakukan.

B. Ruang Lingkup
1. SKP I
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk
memperbaiki/meningkatkan ketelitian identifikasi pasien.
Maksud dan Tujuan Sasaran
Kesalahan karena keliru dalam mengidentifikasi pasien dapat
terjadi di hampir semua aspek/tahapan diagnosis dan pengobatan.
Kesalahan identifikasi pasien bisa terjadi pada pasien yang dalam
keadaan terbius/tersedasi, mengalami disorientasi, tidak sadar, bertukar
tempat tidur/kamar lokasi di rumah sakit, adanya kelainan atau akibat
sensori, Situasi lain. Maksud sasaran Ini adalah untuk melakukan dua
kali pengecekan yaitu: pertama, untuk identifikasi pasien sebagai
individu yang akan menerima pelayanan atau pengobatan; dan kedua,
untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut.
Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif
dikembangkan untuk memperbaiki proses identifikasi, khususnya pada
proses untuk mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah, atau
produk darah: pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan
klinis: atau pemberian pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan
dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk meng
dentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien, nomor rekam medis,
tanggal lahir, gelang identitas pasien dengan bar-code, dan lain-lain.

14
Nomor kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi.
Kebijakan dan/atau menjelaskan penggunaan dua identitas berbeda
prosedur juga di lokasi yang berbeda di rumah sakit, seperti di
pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat, atau ruang operasi termasuk
identifikasi pada pasien koma tanpa identitas. Suatu proses kolaboratif
digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur agar
dapat memastikan semua kemungkinan situasi untuk dapat diidentifikasi.

2. SKP II
Rumah Sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan
efektivitas komunikasi antar para pemberi layanan.
Maksud dan Tujuan Sasaran II
Komunikasi efektif, yang tepat akurat, lengkap, jelas, dan yang
waktu, dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan
menghasilkan peningkatan keselamatan pasien Komunikasi dapat
berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis Komunikasi yang mudah terjadi
kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan secara lisan
atau melalui telepon. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang
lain adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti
melaporkan hasil laboratorium klinik cito melalui telepon ke unit
pelayanan. Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu
kebijakan dan/atau prosedur untuk perintah lisan dan telepon termasuk
mencatat (atau memasukkan ke komputer) perintah yang lengkap atau
hasil pemeriksaan oleh penerima perintah: kemudian penerima perintah
membacakan kembali (read back) perintah atau hasil pemeriksaan; dan
mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibaca ulang
adalah akurat. Kebijakan dan/atau prosedur pengidentifikasian juga
menjelaskan bahwa diperbolehkan tidak melakukan pembacaan kembali
(reod back) bila tidak memungkinkan seperti di kamar operasi dan
situasi gawat darurat di IGD atau ICU.

3. SKP III
15
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki
keamanan obat-obat yang perlu diwaspadai (high-alert).
Maksud dan Tujuan Sasaran III
Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien.
manajemen harus berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan
pasien. obat-obatan yang perlu diwaspadai thigh-aert medications)
adalah obat yang sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius
(sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang
tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip
dan kedengarannya mirip (Nama obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM,
atau Look Alike Soun Alike/ASA). obat-obatan yang sering disebutkan
dalam isu keselamatan pasien adalah pemberian elektrolit konsentrat
secara tidak sengaja (misalnya, kalium klorida 2meq/ml atau yang lebih
pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0.9%, dan
magnesium sulfat 50% atau lebih pekat). Kesalahan ini bisa terjadi bila
perawat tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit pelayanan
pasien, atau bila perawat kontrak tidak diorientasikan terlebih dahulu
sebelum ditugaskan, atau pada keadaan gawat darurat. Cara yang paling
efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut adalah
dengan meningkatkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu
diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit
pelayanan pasien ke farmasi. Rumah sakit secara kolaboratif
mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk membuat
daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan data yang ada di
rumah sakit. Kebijakan dan atau prosedur juga mengidentifikasi area
mana saja yang membutuhkan elektrolit konsentrat, seperti di IGD atau
kamar operasi, serta pemberian label secara benar pada elektrolit dan
bagaimana penyimpanannya di area tersebut,sehingga membatasi akses,
untuk pemberian tidak sengaja kurang hati-hati.

4. SKP IV
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepat
lokasi, tepat-prosedur, dan tepat-pasien.
16
Maksud dan Tujuan Sasaran IV
Salah lokasi, salah-prosedur. pasien-salah pada operasi, adalah
sesuatu yang menkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit.
Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi tidak efektif atau yang tidak
yang adekuat antara anggota tim bedah, kurang/tidak melibatkan pasien
di dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk
verifikasi lokasi operasi. Di samping itu, asesmen pasien yang tidak
adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat. budaya yang
tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah,
permasalahan berhubungan dengan tulisan tangan yang tidak terbaca
Yang terbaca (illegibe handwritting) dan pemakaian singkatan
adalah faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi. Rumah sakit perlu
untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau
prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah yang
mengkhawatirkan ini. Digunakan juga praktek berbasis bukti, seperti
yang digambarkan di Surgical safety Checklist dari WHO Patient Sofety
(2009), juga di The Joint Commissions Universal Protocol for
Preventing wrong ste wrong Procedure, Wrong Person Surgery.
Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan
atas satu pada tanda yang dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan
secara konsisten dirumah sakit dan harus dbuat oleh operator / orang
Yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan saat pasien terjaga dan
sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat akan disayat.
Penandaan lokasi operasi dilakukan semua kasus termasuk sisi naterality.
Pada mutipe struktur jat kak, es) atau muti pelleve tulang tangan,
belakang).
Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk :
memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;
memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil
pemeriksaan yang relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan
dipampang; dan
melakukan verifikasi ketersediaan peralatan khusus dan/atau implant
yang dibutuhkan.
17
Tahap "Sebelum insisi (Time out) memungkinkan semua
pertanyaan atau kekeliruan diselesaikan. Time out dilakukan di
tempat, dimana tindakan akan dilakukan tepat sebelum tindakan
dimula dan melibatkan seluruh tim operasi. Rumah sakit menetapkan
bagaimana proses itu didokumentasikan secara ringkas, misalnya
menggunakan check first

5. SKP V
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk
mengurangi risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan. Maksud dan
Tujuan Sasaran Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan
tantangan terbesar dalam tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan
daya untuk mengatasi infeksi berhubungan dengan pelayanan kesehatan
yang merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para
professional pelayanan kesehatan Infeksi biasanya dijumpai dalam
semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih,
infeksi pada aliran darah (blood stream infections) dan pneumonia
(sering kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis)
Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah
cuci tangan (hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene bisa
dibaca kepustakaan WHO, dan berbagai organisasi nasional dan
internasional. Rumah sakit mempunyai proses kolaboratif untuk
mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau
mengadopsi petunjuk hand hygiene yang diterima secara umum dan
untuk implementasi petunjuk itu di rumah sakit.

6. SKP VI
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi
risiko pasien dari cedera karena jatuh.
Maksud dan Tujuan Sasaran VI

18
Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera
bagi pasien rawat inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang
dilayani. pelayanan yang disediakan, dan fasilitasnya, rumah sakit peru
mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk
mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa termasuk
riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan
keseimbangan, serta alat berjalan yang digunakan oleh pasien. Program
tersebut harus diterapkan rumah sakit.

C. Pelaporan Insiden

1. Untuk identifikasi pasien seluruh staf pelayanan medis dan penunjang


medis menggunakan dua indikator yaitu nama dan tanggal lahir
2. Untuk komunikasi efektif seluruh staf pelayanan medis dan penujang
medis menggunakan TBK dan SBAR.
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu di waspadai ( high alert) ,
petugas farmasi menyimpan obat di tempat terpisah dan terkunci serta
diberi label high alert, akses terhadap obat high alert harus dibatasi
untuk penggunaan yang tidak dikehendaki. Untuk elektrolit pekat
harus disimpan dalam wadah dengan warna menyolok dan diberi label
peringatan yang memadai.
4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien operasi
dilakukan dengan menggunakan safe marking dengan menggunakan
spidol anti air dengan menggunakan tanda panah ( ) dan
menggunakan cheklis keselamatan pasien dikamar operasi ( sign in
time in, sign out).
5. Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan, semua staf
pelayann medis., penunjang medis, dan non medis harus melakukan 6
langkah cuci tangan dan konsisten di RS
6. Pengurangan resiko pasien jatuh, dimana staf pelayanan medis
mengkaji setiap pasien masuk dengan menggunakan pengkajian awal
resiko pasien jatuh, dan memberikan pin kuning pada pasien resiko

19
jatuh, apabila pasien dirawat staf medis memberikan lambing tanda
pasien jatuh di bed pasien.

D. Dokumentasi
1. Rumah sakit dalam hal ini seluruh wajib melakukan pencatatan unit
dan pelaporan insiden meliputi Kejadian Tidak Diharapkan (KTD),
Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Tidak Cedera (KTC),
Kondisi Potensial Cedera (KPC) dan Kejadian Sentinel
2. Seluruh unit rumah sakit melaporkan hasil pencatatan tersebut kepada
Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien setiap bulan
3. Pencatatan dan pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) mengacu
pada pedoman yang dikeluarkan oleh Komite Keselamatan Pasien
Rumah Sakit Persi.
4. Pelaporan insiden terdiri dari :
a. Pelaporan internal yaitu mekanisme/alur pelaporan KPRS di
internal Rumah Sakit.
b. Pelaporan eksternal yaitu pelaporan dari Rumah Sakit ke
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
5. Pelaporan insiden dilakukan paling lambat 2x24 jam
6. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan
pencatatan kegiatan yang telah dilakukan dan membuat laporan
kegiatan kepada Direktur Rumah Sakit secara berkala.

BAB VII
KESELAMATAN KERJA

A. Pendahuluan
Dalam Undang-Undang No 36 tahun 2009 tentang kesehatan dan
pasal 164 bahwa upaya kesehatan kerja harus diselenggarakan di semua
tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya
kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai pekerja paling
sedikit 10 orang. Rumah Sakit adalah suatu tempat kerja dengan kondisi

20
seperti tersebut di atas sehingga harus menerapkan upaya kesehatan kerja
disamping juga keselamatan kerja.
Mengingat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kesehatan dan keselamatan kerja (K3) Rumah Sakit baik ditingkat
global/internasional maupun ditingkat nasional begitu cepat, terutama
penerapannya di Rumah Sakit, tentunya program kerja K3 ini disesuaikan
perkembangan yang ada, kondisi dan kemampuan Rumah Sakit itu sendiri.
Dengan adanya keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor : 1087/MENKES/SK/VIII/2010 tentang Standar Kesehatan dan
Keselamatan Kerja di Rumah Sakit, maka program Kesehatan Kerja di
Rumah Sakit perlu disempurnakan agar dapat menciptakan lingkungan
kerja yang aman, sehat dan produktif untuk pekerja, aman dan sehat bagi
pasien, pengunjung, masyarakat dan lingkungan sekitar Rumah Sakit
sehingga proses pelayanan Rumah Sakit dapat berjalan baik, bermutu dan
lancar.

B. Latar Belakang

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan masyarakat yang padat


modal, padat teknologi dan padat karya, dimana dalam pekerjaan sehari-
hari melibatkan sumber daya manusia dengan berbagai kategori dan
keahlian serta dengan memakai teknologi dan bahan-bahan berbahaya
yang apabila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan bahaya
pencemaran yang berpengaruh terhadap pasien, pengunjung dan Rumah
Sakit, maupun terhadap petugas Rumah Sakit itu sendiri.
Pegawai Rumah Sakit yang bersentuhan langsung dengan pasien
serta mengoperasikan alat dan bahan berbahaya, perlu dilengkapi dengan
prosedur pelayanan yang bisa menjamin kesehatan dan keselamatannya.
Disamping Itu pula dalam penerimaan pegawai baru, perlu dilakukan
pemeriksaan kesehatan yang seksama agar pegawai tersebut bisa bekerja
optimal, serta pemeriksaan kesehatan secara berkala untuk para pekerja
guna menjaga kesehatannya supaya bisa bekerja dengan baik.
Peningkatan pelayanan kesehatan dirumah sakit, baik dari segi
kualitas maupun kuantitas, membutuhkan peningkatan sarana dan
prasarana pendukung yang memadai, namun karena keterbatasan lahan
21
dan dana menyebabkan pengembangan sarana dan prasarana tidak tertata
dengan baik, oleh karena itu potensi untuk timbulnya suatu bencana di
Rumah Sakit semakin meningkat. Pemerintah telah menetapkan
perundang-undangan ataupun peraturan-peraturan yang menjamin
terlaksananya program kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di
perusahaan-perusahaan termasuk diantaranya Rumah Sakit.
RS sebagai salah satu unit pelayanan kesehatan masyarakat harus
melaksanakan program Kesehatan dan keselamatn kerja Rumah Sakit
(K3RS). Untuk itu perlu dibuat program kerja K3RS di RS, sehingga
menjamin kesehatan dan keselamatan kerja dari pegawai, pasien dan
pengunjung Rs.

C. Tujuan Umum dan Tujuan Khusus Program K3RS

a. Tujuan Umum

Untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas pekerja rumah


sakit dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, dengan jalan
mencegah timbulnya dan mengurangi masalah kesehatan kerja
serta faktor-faktor risiko yang dapat terjadi pada masyarakat
pekerja di rumah sakit.

b. Tujuan Khusus

1. Terbentuk dan terbinanya unit organisasi Pembina dan


pelaksana kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit
melalui kerja sama lintas program dan lintas instalansi/unit.
2. Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan kerja paripurna
untuk masyarakat pekerja di Rumah Sakit.
3. Terpenuhinya syarat-syarat kesehatan dan keselamatan kerja di
berbagai jenis pekerja di Rumah Sakit.
4. Meningkatnya kemampuan masyarakat pekerja Rumah Sakit
dalam menolong diri sendiri dari ancaman gangguan dan risiko
kesehatan dan keselamatan kerja.

22
5. Meningkatnya profesionalisme di bidang kesehatan dan
keselamatan kerja bagi para Pembina, pelaksana, penggerak
dan pendukung program K-3 di Rumah Sakit.
6. Terlaksananya sistem informasi kesehatan dan keselamatan
kerja serta jaringan pelayanannya di Rumah Sakit.

D. Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan Kesehatan Kerja di Rumah


Sakit

1. Melakukan Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja bagi SDM


Rumah Sakit
a. Pemeriksaaan fisik lengkap ;
b. Rontgen Thorax
c. Pemeriksaan Laboratorium, yang terdiri dari :
- Darah Lengkap
- Urine Lengkap
- HbsAg
- Swab (khusus petugas penjamah makanan)
- Ekg (bagi calon pegawai yang telah berusia lebih dari 40
tahun)
d. Pemeriksaan lain yang dianggap perlu;
2. Melakukan pemeriksaan kesehatan berkala bagi SDM Rumah
Sakit yang dilakukan berkala lima tahunan.
3. Melakukan Pemeriksaan kesehatan khusus pada :
a. SDM Rumah Sakit yang telah mengalami kecelakaaan atau
penyakit yang memerlukan perawatan yang lebih dari 2 (dua)
minggu;
b. SDM Rumah Sakit yang berusia di atas 40 (empat puluh)
tahun atau SDM Rumah Sakit yang cacat serta SDM Rumah
Sakit yang berusi muda yang mana melakukan pekerjaan
tertentu;
c. SDM Rumah Sakit yang terdapat dugaan-dugaan tertentu
mengenai gangguan-gangguan kesehatan perlu dilakukan
pemeriksaan khusus sesuai dengan kebutuhan;
d. Pemeriksaan kesehatan khusus diadakan pula apabila terdapat
keluhan-keluhan diantara SDM Rumah Sakit, atau atas
pengamatan dari Organisasi Pelaksana K3RS
4. Melaksanakan pendidikan dan penyuluhan / pelatihan tentang
kesehatan kerja dan memberikan bantuan kepada SDM Rumah

23
Sakit dalam penyesuaiann diri baik fisik maupun mental. Yang
diperlukan antara lain:
a. Informasi umum rumah sakit dan fasilitas atau sarana yang
terkait dengan K3;
b. Informasi tentang risiko dan bahaya khusus di tempat
kerjanya;
c. SPO kerja, SPO peralatan, SPO penggunaan alat pelindung diri
dan kewajibannya;
d. Orientasi K3 di tempat kerja
e. Melaksanakan pendidikan, pelatihan ataupun
promosi/penyuluhan kesehatan kerja secara berkala dan
berkesinambungan sesuai kebutuhan dalam rangka budaya K3.
5. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan
kemampuan fisik SDM Rumah Sakit :
a. Pemberian makanan tambahan dengan gizi yang mencukupi
untuk SDM Rumah Sakit yang dinas malam, petugas radiologi,
petugas labor, petugas kesling, dll;
b. Pemberian Imunisasi bagi SDM Rumah Sakit;
c. Olahraga, senam kesehatan dan rekreasi;
d. Pembinaan mental/rohani
6. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi
SDM Rumah Sakit yang menderita sakit :
a. Memberikan pengobatan dasar secara gratis pada seluruh SDM
Rumah Sakit
b. Memberikan Pengobatan dan menanggung biaya pengobatan
untuk SDM Rumah Sakit yang terkena Penyakit Akibat Kerja
(PAK);
c. Menindak lanjuti hasil pemeriksaan kesehatan berkala dan
pemeriksaan kesehatan khusus;
d. Melakukan upaya rehabilitasi sesuai penyakit terkait.
7. Melakukan koordinasi dengan tim Panitia Pencegahan dan
Pengendali Infeksi mengenai penularan infeksi terhadap SDM
Rumah Sakit dan pasien :
a. Pertemuan koordinasi;
b. Pembahasan kasus;
c. Penanggulangan kejadian infeksi nosokomial
8. Melaksanakan kegiatan surveilans kesehatan kerja :
a. Melakukan pemetaan (mapping) tempat kerja mengidentifikasi
jenis bahaya dan besarnya risiko ;

24
b. Melakukan analisa hasil pemeriksaan kesehatan berkala dan
khusus;
c. Melakukan tindak lanjut analisa pemeriksaan kesehatan dan
khusus (dirujuk ke spesialis terkait, rotasi kerja,
merekomendasikan pemberian istirahat kerja);
d. Melakukan pemantauan perkembangan kesehatan SDM
Rumah Sakit.
9. Melaksanakan Pemantauan lingkungan kerja dan ergomonic yang
berkaitan dengan kesehatan kerja (pemantauan / pengukuran
terhadap faktor fisik, kimia, biologis, psikologis dan ergonomi).
10. Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan K3RS yang
disampaikan kepada Direktur Rumah Sakit.

E. Cara Melaksanakan Kegiatan Kesehatan Kerja

a. MCU standar bagi SDM Rumah Sakit sebelum bekerja


b. MCU berkala bagi SDM yang bertugas di lingkungan risiko
tinggi
c. Melakukan pemeriksaan kesehatan khusus bagi SDM Rumah
Sakit, terkait dengan kondisi-kondisi khusus (sakit lama,
kecacatan, dll)
d. Sosialisasi dan pelatihan K3RS
e. Pemberian pengobatan bagi SDM yang sakit
f. Melakukan koordinasi dengan Tim PPI Rumah Sakit
g. Melakukan kegiatan mapping tempat-tempat berisiko dan
berbahaya bagi petugas /SDM Rumah Sakit
h. Melakukan Vaksinasi Bagi Karyawan RSU Bali Royal
i. Membuat laporan kegiatan K3RS ke Direktur Rumah Sakit

F. Sasaran Program Kesehatan Kerja

Sasaran program kesehatan kerja di Rumah Sakit adalah


tercapainya seluruh pekerja Rumah Sakit terhindar dari penyakit akibat
kerja, 99%, dari kecelakaan saat bekerja dan rasa aman bekerja sekitar
100%. Customer internal (SDM Rumah Sakit) merasa puas oleh
karena kesehatannnya dan keamanannya diperhatikan sehingga dapat
menghasilkan kinerja yang baik. Tercapainya mutu pelayanan

25
kesehatan yang maksimal, aman sehingga pasien-pasien dan keluarga
pasien dapat terpuaskan yang nantinya akan menjadi pelanggan yang
loyal bahkan dapat menjadi pemasar Rumah Sakit.

G. Jadwal Kegiatan
Waktu dan tempat pelaksanaan Program K3 bagi karyawan RS dapat
dilihat pada lampiran

H. Pencatatan Pelaporan Evaluasi Kegiatan

Unit-unit atau instalansi di RS melakukan pencatatan kegiatan dari


program Kesehatan Kerja, melakukan pencatatan bila terjadi
kecelakaan akibat pekerjaannya atau petugas sakit akibat
pekerjaannya, terjadi banyaknya petugas yang absen tidak bekerja serta
ada kasus-kasus khusus kemudian melaporkan ke Ka. Instalansi atau
Ka. Unit akan melaporkan ke Tim K3RS. Tim K3RS berkoordinasi
dengan Tim PPI dan Patient Safety membuat laporan ke Direktur
Rumah Sakit.
Semua kegiatan dari program Kesehatan Kerja di Rumah Sakit
setelah dilaksanakan ataupun tidak terlaksana dan dilakukan evaluasi
oleh Tim K3RS. Kemudian Tim K3RS membuat laporan setiap
tahunnnya kepada Direktur Rumah Sakit.

Alur Pelaporan :

Unit Kepala Tim Direktur


Unit/Instalansi Instalansi K3RS

Tim PPI

26
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Sejalan dengan perubahan sosial budaya masyarakat dan


perkembangan ilmu pengetahuan teknologi, peningkatan pengetahuan
masyarakat tentang kesehatan dan perkembangan formasi yang demikian cepat
diikuti oleh tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang lebih baik
mengharuskan sarana pelayanan kesehatan untuk mengembangkan diri secara
terus. Pengembangan yang dilaksanakan tahap demi tahap berusaha untuk
meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit tetap dapat mengikuti perubahan
yang ada.
Rumah sakit sebagai pemberi pelayanan langsung mempunyai tujuan
untuk meningkatkan cakupan dan efisiensi pelaksanaan rujukan medik dan
rujukan kesehatan secara terpadu serta dan memantapkan manajemen pelayanan

27
kesehatan yang meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
pengendalian dan penilaian.
Salah satu usaha peningkatan penampilan dari masing masing sarana
pelayanan seperti rumah dengan meningkatkan mutu pelayanan di semua unit
pelayanan, baik pada unit pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, ataupun
pada unit pelayanan administrasi dan melalui program jaminan mutu.
Sejalan dengan Visi RS Kota Denpasar menjadi Rumah Sakit pilihan
utama, maka diperlukan peningkatan kualitas dan mutu pelayanan, sehingga
Rumah Sakit mempunyai misi pelayanan bermutu yang mengutamakan
kenyamanan dan keselamatan pasien.
Mutu Pelayanan Rumah Sakit merupakan derajat kesempurnaan pelayanan
Rumah Sakit untuk memenuhi kebutuhan masyarakat/konsumen akan pelayanan
kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan profesi
dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit secara
wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai
norma, etika, hukum dan sosio budaya, dengan memperhatikan keterbatasan dan
kemampuan pemerintah dan masyarakat sebagai konsumen, serta mengutamakan
keselamatan pasien.

A. Tujuan
A. Tujuan Umum
Meningkatkan pelayanan kesehatan melalui upaya peningkatan
mutu pelayanan dan keselamatan pasien di RS secara efektif dan
efisien agar tercapai derajat kesehatan yang optimal dan meningkatkan
kepuasan pelanggan.

B. Tujuan Khusus
Tercapainya peningkatan mutu pelayanan dan terjaminnya
Keselamatan Pasien di RS melalui:
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatkan akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan
masyarakat

28
3. Optimasi tenaga, sarana, dan prasarana untuk pengembangan
pelayanan kesehatan melalui monitoring kinerja individu dan kinerja
unit kerja
4. Pemberian pelayanan sesuai dengan standar profesi dan
standar pelayanan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu
sesuai dengan kebutuhan pasien

B. Methode
Metode yang digunakan dalam pelaksanaan upaya Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien di R adalah metode pengendalian dengan siklus PDCA.
Pengendalian adalah keseluruhan fungsi atau kegiatan yang harus dilakukan
untuk menjamin tercapainya sasaran perusahaan dalam hal kualitas produk
dan jasa pelayanan yang diproduksi. Pengendalian kualitas pelayanan pada
dasarnya adalah pengendalian kualitas kerja dan proses kegiatan untuk
menciptakan kepuasan pelanggan (quality os customer's satisfaction) yang
dilakukan oleh setiap orang dari setiap bagian di RSU Bali Royal .
Pengertian pengendalian kualitas pelayanan di atas mengacu pada siklus
pengendalian (control cycle) dengan memutar siklus "Plan-Do-Check-Action"
(P-D-C-A) = Relaksasi (rencanakan - laksanakan - periksa - aksi). Pola P-D-
C-A ini dikenal sebagai "siklus Shewart", karena pertama kali dikemukakan
oleh Walter Shewhart beberapa puluh tahun yang lalu. Namun dalam
perkembangannya, metodologi analisis P-D-C-A lebih sering disebut "siklus
Deming".Hal ini karena Deming adalah orang yang mempopulerkan
penggunaannya dan memperluas penerapannya. Dengan nama apapun itu
disebut, P-D-C-A adalah alat yang bermanfaat untuk melakukan
perbaikan secara terus menerus (continous improvement) tanpa berhenti.

C. Proses PDCA
1. Langkah 1 : Menentukan tujuan dan sasaran Plan
Tujuan dan sasaran yang akan dicapai didasarkan pada kebijakan
yang ditetapkan. Penetapan sasaran tersebut ditentukan oleh Kepala RS
atau Kepala Divisi.Penetapan sasaran didasarkan pada data pendukung dan
analisis informasi.

29
Sasaran ditetapkan secara konkrit dalam bentuk angka, harus pula
diungkapkan dengan maksud tertentu dan disebarkan kepada semua
karyawan. Semakin rendah tingkat karyawan yang hendak dicapai oleh
penyebaran kebijakan dan tujuan, semakin rinci informasi.
2. Langkah 2 : Menentukan metode untuk mencapai tujuan Plan
Penetapan tujuan dan sasaran dengan tepat belum tentu akan
berhasil dicapai tanpa disertai metode yang tepat untuk mencapainya.
Metode yang ditetapkan harus rasional, berlaku untuk semua karyawan
dan tidak menyulitkan karyawan untuk menggunakannya. Oleh karena itu
dalam menetapkan metode yang akan digunakan perlu pula diikuti dengan
penetapan standar kerja yang dapat diterima dan dimengerti oleh semua
karyawan.
3. Langkah 3 : Menyelenggarakan pendidikan dan latihan Do
Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk standar
kerja.Agar dapat dipahami oleh petugas terkait, dilakukan program
pelatihan para karyawan untuk memahami standar kerja dan program yang
ditetapkan.
4. Langkah 4 : Melaksanakan pekerjaan Do
Dalam pelaksanaan pekerjaan, selalu terkait dengan kondisi yang
dihadapi dan standar kerja mungkin tidak dapat mengikuti kcndisi yang
selalu dapat berubah.Oleh karena itu, ketrampilan dan pengalaman para
karyawan dapat dijadikan modal dasar untuk mengatasi masalah yang
timbul dalam pelaksanaan pekerjaan karena ketidaksempuraaan standar
kerja yang telah ditetapkan.
5. Langkah 5 : Memeriksa akibat pelaksanaan Check
Manajer atau atasan perlu memeriksa apakah pekerjaan
dilaksanakan dengan baik atau tidak. Jika segala sesuatu telah sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan dan mengikuti standar kerja, tidak
berarti pemeriksaan dapat diabaikan. Hal yang harus disampaikan kepada
karyawan adalah atas dasar apa pemeriksaan itu dilakukan. Agar dapat
dibedakan manakah penyimpangan dan manakah yang bukan
penyimpangan, maka kebijakan dasar, tujuan, metode (standar kerja) dan
pendidikan harus dipahami dengan jelas baik oleh karyawan maupun oleh
30
manajer. Untuk mengetahui penyimpangan, dapat dilihat dari akibat yang
timbul dari pelaksanaan pekerjaan dan setelah itu dapat dilihat dari
penyebabnya.
6. Langkah 6 : Mengambil tindakan yang tepat Action
Pemeriksaan melalui akibat yang ditimbulkan bertujuan untuk
menemukan penyimpangan.Jika penyimpangan telah ditemukan, maka
penyebab timbulnya penyimpangan harus ditemukan untuk mengambil
tindakan yang tepat agar tidak terulang lagi penyimpangan.
Menyingkirkan faktor-faktor penyebab yang telah mengakibatkan
penyimpangan merupakan konsepsi yang penting dalam pengendalian
kualitas pelayanan.
Konsep PDCA dengan keenam langkah tersebut merupakan sistem
yang efektif untuk rneningkatkan kualitas pelayanan. Untuk mencapai
kualitas pelayanan yang akan dicapai diperlukan partisipasi semua
karyawan, semua bagian dan semua proses. Partisipasi semua karyawan
dalam pengendalian kualitas pelayanan diperlukan kesungguhan
(sincerety), yaitu sikap yang menolak adanya tujuan yang semata-mata
hanya berguna bagi diri sendiri atau menolak cara berfikir dan berbuat
yang semata-mata bersifat pragmatis. Dalam sikap kesungguhan tersebut
yang dipentingkan bukan hanya sasaran yang akan dicapai, melainkan juga
cara bertindak seseorang untuk mencapai sasaran tersebut.
Partisipasi semua pihak dalam pengendalian kualitas pelayanan
mencakup semua jenis kelompok karyawan yang secara bersama-sama
merasa bertanggung jawab atas kualitas pelayanan dalam kelompoknya.
Partisipasi semua proses dalam pengendalian kualitas pelayanan
dimaksudkan adalah pengendalian tidak hanya terhadap output, tetapi
terhadap hasil setiap proses. Proses pelayanan akan menghasilkan suatu
pelayanan berkualitas tinggi, hanya mungkin dapat dicapai jika terdapat
pengendalian kualitas dalam setiap tahapan dari proses. Dimana dalam
setiap tahapan proses dapat dijamin adanya keterpaduan, kerjasama yang
baik antara kelompok karyawan dengan manajemen, sebagai tanggung
jawab bersama untuk menghasilkan kualitas hasil kerja dari kelompok,
sebagai mata rantai dari suatu proses.
31
BAB IX
PENUTUP

Pedoman Promosi Kesehatan Rumah Sakit ( PKRS ) ini disusun


agar menjadi acuan dalam pengembangan kegiatan PKRS dan pengembangan
akreditasi rumah sakit yang berhubungan dengan promosi kesehatan. Pedoman ini
merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan upaya meningkatkan mutu dan
kualitas pelayanan rumah sakit.
Sebagai penutup kiranya dapat diingatkan kembali bahwa PKRS bukanlah
urusan mereka yang bertugas di unit PKRS saja, tetapi PKRS adalah tanggung
jawab dari direksi RS, dan menjadi urusan ( tugas ) bagi hampir seluruh jajaran
RS. Yang paling penting dilaksanakan dalam rangka PKRS adalah upaya upaya
pemberdayaan, baik pemberdayaan terhadap pasien ( rawat jalan dan rawat
inap ) maupun terhadap klien sehat.
Namun demikian, upaya upaya pemberdayaan ini akan lebih berhasil
jika didukung oleh upaya bina suasana dan advokasi. Bina suasana dilakukan
terhadap, mereka yang paling berpengaruh terhadap pasien / klien. Sedangkan
advokasi dilakukan terhadap mereka yang dapat mendukung dan membantu
32
Rumah Sakit dari segi kebijakan ( peraturan perundang undangan ) dan sumber
daya dalam rangka pemberdayaan pasien / klien.
Banyak sekali peluang untuk, melaksanakan PKRS dan peluang peluang
tersebut harus dapat dimafaatkan dengan baik sesuai dengan fungsi dari peluang
yang bersangkutan.

Ditetapkan di :
Pada tanggal :
Rumah Sakit,

Direktur Utama

33

Anda mungkin juga menyukai