Anda di halaman 1dari 81

BAB I

PRAKTIKUM PETROLOGI

1.1 Pendahuluan

1.1.1. Latar belakang


Petrologi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan geologi yang
mempelajari batuan pembentuk kulit bumi, sampai pada proses atau cara
terbentuknya batuan. Untuk mengklasifikasikan atau penamaan batuan aspek
genesa interpretasi mencakup tentang sumber asal batuan sebaiknya harus
mengenal lebih dahulu komposisi kimia batuan, tekstur, struktur, dan lain lain
sebagai komponen pembentuk batuan, oleh kerena beberapa hal penting di atas
maka praktikum petrologi di lakukan untuk mengenal lebih jauh atau memperdalam
ilmu pengetahuan mengenai penamaan batuan dan cara terbentuknya, sumber
asalnya. Praktikum petrologi juga di lakukan sebagai salah stau prasyarat dalam
mata kuliah petrologi.
1.1.2. Maksud dan tujuan praktikum petrologi
Adapun maksud dan tujuan dari praktikum petrologi ini adalah:
a. Agar praktikan dapat menguasai jenis jenis batuan pembentuk kulit bumi
b. Agar praktikan dapat mengetahui unsur spesifik batuan
c. Agar praktikan dapat menguasai dalam hal penaman dan sumber asal batuan
1.1.3. Manfaat
Laporan praktikum petrologi ini sangat bermanfaat bagi setiap mahasiswa
Pertambangan dalam pengenalan jenis, sumber asal batuan sampai pada penamaan
batuan sebagai dasar ilmu pembelajaran bagi mahasiswa dalam ilmu petrologi, juga
bermanfaat bagi segenap komponen dalam jurusan Teknik Pertambangan dalam
rangka peningkatan kepustakaan pada Jurusan Pertambangan Fakultas Sains dan
Teknik Universitas Nusa Cendana Kupang.

1.2 Ruang Lingkup


Dalam pelaksanaan praktikum petrologi, praktekan akan diarahkan pada penguasaan
jenis dan nama batuan secara megaskoppis (makroskopis), melalui pemerian yang
mencakup warna, tekstur, dan komposisi dari batuan serta sufat sifat lain yang sangat
menonjol baik secara fisik maupun kimiawi. Pemerian magaskopis ini dimaksudkan

1
sebagai pemerian secara mata telanjang. Alat bantu secara optik fisik adalah kaca
pembesar (loupe), sedangkan secara kimiawi adalah larutan HCl 0,1 N. Praktikan
disyaratkan telah mengikuti kuluah dan praktikum kristalografi mineralogi dan
mampu mengenal berbagai macam mineral atau kristal pembentuk batuan.

a. Praktikan akan diarahkan pada penguasaan jenis dan nama batuan secara
megaskopis (makroskopis), melalui pemerian yang mencakup warna, tekstur,
struktur dan komposisi batuan serta sifat sifat lain yang sangat menonjol baik
secara fisik maupun kimiawi. Pemerian megaskopis ini dimaksudkan sebagai
pemerian secara mata telanjang.
b. Praktikan disyaratkan telah mengikuti kuliah dan praktikum kristalografi
mineralogi dan mampu mengenal berbagai macam mineral/kristal pembentuk
batuan.
1.2.1. Acara praktikum petrologi, di bagi menjadi 3 acara yaitu:
1.2.1.1. Acara batuan beku
a. acara i: batuan beku asam
b. acara ii: batuan beku menenga/intermediet
c. acara iii: batuan beku basa
1.2.1.2. Acara batuan sedimen
a. sedimen klastik
b. sedimen non klaastik
c. batuan karbonat (batugamping klastik)
d. batuan karbonat (batugamping non klastik)
1.2.1.3. Acara batuan metamorf

1.3 Alat dan Bahan Yang Digunakan


Dalam praktikum petrologi peralatan dan bahan- bahan yang digunakan
yaitu:
a. Alat tulis
b. Pengaris
c. Spidol
d. Lembar sementara
e. Kaca pembesar (loupe)
f. Larutan HCL 0,1 N

1.2.3. Tata tertib praktikum

2
Tata tertib praktikum petrologi:
1. Praktikan harus hadir 5 menit sebeluk praktikum dimualai.
2. Praktikan yang terlambat lebih dari 10 menit dianggap tidak hadir.
3. Praktikan dilarang merokok, makan, dan minum di dalam laboratorium.
4. Praktikan yang mengikuti acara praktikum harus memakai pakian (kemeja,
bukan kaos oblong).
5. Praktikan yang tidak hadir 2 kali berturut turut akan dianggap gugur dan akan
mengulang tahun depan.
6. Setelah mengikuti semua acara praktikum, praktikan akan mendapat Surat
Keterangan Selesai Praktikum (SKSP).
7. Pelanggaran terhadap praktikum akan dikenakan sanksi berupa pengurangan
nilai atau dianggap gugur.

BAB II. BATUAN BEKU

2.1. Definisi
Petrologi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan goelogi yang mempelajari
batuan pembentuk kulit bumi, mencakup aspek pemerian (deskripsi), cara terjadinya
(aspek genesa interprestasi). Aspek pemerian antara lain meliputi warna, tekstur, struktur,
komposisi, berat jenis, kekerasan ,kesarangan (porositas), krelulusa (permebelitas) dan
klasifikasi atau penamaan batuan. Aspek genesa-inetrpretasi mencakup tentang sumber asal
(source) hingga proses sampai cara terbentuknya batuan.
Batuan didefennisiskan sebagai semua bahan yang menyusun kerak (kulit) bumi
dan merupakan suatu agregat (kumpulan mineral-mineral tertentu). Dalam arti sempit,
yang tidak termasuk batuan adalah tanah dan bahan lepas lainnya yang merupakan hasil
pelapukan kimia, fisis, maupun biologis serta proses erosi dari batuan.
Batuan sebagai agregat mineral pembentuk kulit bumi secara genesa dapat
dikelompokkan menjadi tiga jenis batuan, yaitu :
1. Batuan Beku (Igneous Rocks) adalah kumpulan mineral silikat (yang interlocking)
sebagai hasil pembekuan magma yang mendingin (Huang, 1962).

3
2. Batuan Sedimen (Sedimentary Rocks) adalah batuan hasil litifikasi bahan rombakan
batuan yang berasal dari proses denudasi atau proses hasil reaksi kimia maupun hasil
kegiatan organisme (Pettijohn,1964).
3. Batuan Metamorf arau Batuan Malihan (Metamorphic Rocks) adalah batuan yang
berasal dari suatu batuan yang sudah ada sebelunnya yang mengalami perubahan
tekstur dan komposisi mineral pada fasa padat sebagai perubahan kondisi atau fisika
(tekanan dan temperatur) (Winkler,1967).
Dalam sejarah pembentukannya ketiga jenis batuan tersebut dapat mengalami
jentera(siklus) batuan seperti pada gambar 1,1.

The Rock Cycle

Gambar 1.1 Jentera Batuan

2.1. Mineral Penyusun Batuan Beku


Batuan beku adalah batuan yang terbantuk langsung dari pembekuan magma.
Proses pembekuan tersebut merupakan proses pembekuan fase dari fase cair menjadi fase
padat. Pembekuan magma akan menghasilkan kristal-kristal mineral primer ataupun gelas.

4
Proses pembekuan magma akan sangat berpengaruh terhadap tekstur dan sturktur primer
batuan sedangkan komposisi batuan sangat dipengaruhi oleh sifat magma asal.
Pada batuan beku, mineral yang sering dijumpai dapat dibedakan menjadi dua
kelompok yaitu :
a. Mineral - mineral felsik, banyak mengandung unsur aluminium (Al), kalsium (Ca),
natrium (sodium, Na), kalium (potassium : K), dan silium (Si), umunya berwarna
cerah. Mineral tersebut antara lain kuarsa, plagioklas, orthoklas, muskovit.

Granit Rhyolit

Gambar 2.1. Batuan beku yang disusun oleh mineral-mineral felsik

b. Mineral mineral mafic, mengandung banyak unsure Magnesium (Mg), dan besi (Fe).
Umumnya mineral mineral ini berwarna gelap, misalnya olivin, piroksen,
hornblende, biotit.

Gabro Basalt

Gambar 2.2 Batuan beku yang disusun oleh mineral-mineral mafik

Setiap mineral memiliki kondisi tertentu pada saat mengkristal. Mineral mineral
mafic umumnya mengkristal pada suhu yang relative lebih tinggi dibanding dengan
mineral felsik. Secara sederhana dapat dilihat pada bowen reaction series.
Pada bowen reaction series, mineral yang terbentuk pertama kali dalah mineral
yang labil dan mudah terubah menjadi mineral lain. Mineral yang dibentuk pada

5
temperatur rendah adalah mineral yang relatif stabil. Pada jalur sebelah kiri, yang terbentuk
pertama kali adalah olivin sedangkan mineral yang terbentuk terakhir adalah biotit.

Mineral-mineral pada bagian kanan diwakili oleh kelompok plagioklas karena


kelompok mineral ini paling banyak dijumpai. Yang terbentuk pertama kali pada suhu
tinggi adalah calcic plagioclase (bytownite), sedangkan pada suhu rendah terbentuk alcalic
plagioclase (oligoklas). Mineral-mineral sebelah kanan dan kiri bertemu dalam bentuk
potassiuum feldspar kemudian menerus ke muskovit dan berakhir dalam bentuk kuarsa
sebagai mineral yang paling stabil.

Tabel 2.1. Reaksi seri Bowen (1928) dari mineral-mineral utama pembentuk batuan beku.
Discontinous series continous series
(temperatur tinggi : magma basa)
Olivin Anortit 1.400o C

Orto piroksen Bitownit

Klino piroksen Labradorit

Amphibol Andesin

Biotit Oligoklas

Albit

Potassium feldspar

Muskovit

6
Kuarsa 800o C

(Temperatur rendah : magma asam)

Sebelah kiri mewakili mineral-mineral hitam (mafic minerals) yang terbentuk


pertama kali dalam temperatur sangat tinggi adalah : olivin, kemudian disusul oleh
piroksen, amphibol, biotit.
Sebelah kanan mewakili mineral-mineral terang (felsic minerals) seperti plagioklas,
dimana mineral kelompok ini tersebar luas mulai batuan beku asam sampai basa.sedangkan
mineral yang terbentuk paling akhir adalah kuarsa. Mineral yang terbentuk pertama kali
adalah mineral yang sangat tidak stabil, sedangkan mineral yang terbentuk paling akhir
adalah mineral yang paling stabil.
Urutan kristalisasi mineral dalam bowen reaction series, tidak semata-mata
menunjukan successive crystallisasion, tetapi juga overlapping seperti ditunjukan pada
gambar 2.3

Gambar 2.3 Bowen reaction series (Jackson, 1970)

Dengan memperhartikan bowen reaction series, diperoleh berbagai kemungkinan


himpunan mineral utama dalam batuan, diantaranya :
a. Kelompok batuan ultrabasa dan basa terdiri dari mineral
Olivin Olivin-piroksen
Olivin Plagioklas Olivin-Plagioklas-Piroksen
Piroksen Piroksen-Plagioklas
b. Kelompok batuan intermediet

7
Piroksen-Hornblende-Plagioklas
Hornblende-Plagioklas-Biotit-Kuarsa
c. Kelompok batuan asam
Hornblende-Biotit-Orthoklas-Plagioklas
Hornblende-Biotit-Muscovit-Plagioklas-Kuarsa
Biotit-Muscovit-Orthoklas, dan sebagainya

2.3. Deskripsi Batuan

2.3.1. Jenis Batuan Beku


Jenis batuan didasarkan pada pembagian batuan beku secara genetic, yaitu terdiri
dari Batuan Beku Dalam adalah batuan beku yang terbentuk di dalam bumi; sering
disebut batuan beku intrusi. Batuan Beku Luar adalah batuan beku yang terbentuk
dipermukaan bumi; sering disebut batuan beku ekstrusi.

2.3.2. Warna Batuan Beku


Warna batuan beku berkaitan erat dengan komposisi mineral penyusunnya. Mineral
penyusun batuan beku tersebut sangat dipengaruhi oleh komposisi magma asalnya,
sehingga dari warna dapat diketahui jenis magma pembentuknya, kecuali batuan yang
mempunyai teksrue gelasan.
a. Batuan beku yang berwarna cerah umumnya adalah batuan beku asam yang tersusun
atas mineral mineral felsik, misalnya : kuarsa, potas feldspar, dan muskovit.
b. Batuan yang berwarna gelap sampai hitam, umumnya adalah batuan beku intermedit,
dimana jumlah mineral mafic dan felsik hamper sama banyak.
c. Batuan beku yang berwaarna hitam kehijauan umumnya adalah batuan beku basa
dengan mineral penyusun dominan adalah mineral mineral mafik.
d. Batuan beku yang berwarna hijau kelam dan biasanya mineral monomineralik, disebut
batuan beku ultra basa dengan kkomposisi hampir seluruhnya mafik.

2.3.3. Srtuktur Batuan Beku

8
Struktur batuan beku adalah kenampakan hubungan antara bagian bagian batuan
beku yang berbeda. Pengertian struktur pada batuan beku biasanya mengacu pada
pengamatan dalam skala besar atau singkapan di lapangan seperti lava bantal yang
terbentuk di lingkungan air laut, struktur aliran dan lainnya. Pada batuan beku, struktur
yang sering ditemukan adalah :
a. Massif : bila batuan pejal, tanpa retakan atau lubang lubang gas atau apabila pada
batuan tidak menunnjukkan fragmen batuan lain yang tertanam dalam tubuhnya.
b. Pillo lava : atau lava bantal merupakan struktur yang dinyatakan pada batuan ekstruksi
tertentu, yang dicirikan oleh massa yang berbentuk bantal dimana ukuran dari bentuk
ini berdiameter 30 60 cm dan jaraknya berdekatan. Struktur ini khas pada batuan
volkanik bawah laut.
c. Jointing : bila batuan tampak mempunyai retakan. Kenampakan ini akan mudah
diamati pada singkapan di lapangan. Struktur ini termasuk columnar jointing.
d. Vesikuler : dicirikan dengan adanya lubang lubang gas. Stuktur ini dibagi menjadi
tiga yaitu :
- Skorian ; bila lubang lubang gas saling berhubungan (lubang lubang gas tidak
teratur), berbentuk membulat atau elips, rapat sekali sehingga berbentuk seperti
rumah lebah.
- Pumisan ; bila lubang lubang gas saling berhubungan dan di dalam lubang
lubang gas tersebut terdapat serat serat kaca.
- Aliran ; bila ada kenampakkan aliran kristal kristalnya maupun lubang lubang
gas.
- Amygdaloidal ; bila lubang lubang gas telah terisi oleh mineral- mineral sekunder
seperti zeolit, kerbonat dan bermacam silika.
e. Xenolith : struktur yang memperlihatkan adanya suatu fragmen batuan yang masuk
atau tertahan ke dalam batuan beku. Struktur ini terbentu akibat peleburan tidak
sempurna dari suatu batuan samping di dalam magma yang menerobos.
f. Autobreccia : struktur pada lava yang memperlihatkan fragmen fragmen dari lava itu
sendiri.

2.3.4. Tekstur Batuan Beku


Pengertian tekstur dalam batuan beku mengacu pada kenampakkan butir butir
mineral di dalamnya atau hubungan minerfal penyusun batuan, yang meliputi : tingkat
atau derajat kristalisasi, granularitas, bentuk butir, dan hubungan antar butir (fabrik). Jika

9
warna batuan batuan berkaitan erat dengan komposisi kimia dan mineralogi, maka tekstur
berhubungan pembentukan dan keterdapatannya. Tekstur merrupakan hasil dari rangkaian
proses sebelum, selama dan sesudah kristalisasi. Pengamatan tekstur meliputi :
2.3.4.1. Tingkat atau Derajat Kristalin
Tingkat atau derajat kristalin merupakan keadaan proprsi antara massa kristal dan
massa gelas dalam batuan. Tingkat atau derajat kristalin pada batuan beku tergantung dari
proses pembentukan itu sendiri. Bila pembekuan magma berlangsung lambat maka akan
terdapat cukup energi pertumbuhan kristal padasaat melewati perubahan fase dari cair
menjadi padat sehingga akan terbentuk kristal kristal yang berukuran besar. Bila
penurunan suhu relativ cepat maka kristal kristal yang dihasilkan kecil kecil dan tidak
sempurna. Apabila pembekuan magma sangat cepat maka kristal tidak akan terbentuk
karena tidak ada energi yang cukup untuk pengintian dan pertumbuhan kristal sehingga
akan dihasilkan gelas. Tingkat kristalin batuan beku dapat dibagi menjadi :
a. Holokristalin ; bila seluruh batuan tersusun atas kristal kristal mineral.
b. Hypokristalin atau Hypohyalin atau Merokristalin ; bila batuan beku terdiri dari
sebagian kristal da nsebagian gelas.
c. Holohyalin ; bila seluruh batuan oleh gelas.

2.3.4.2. Granularitas
Garanularitas merupakan ukuran butir mineral atas sifat tekstural yang mudah
dikenali dalam batuan beku. Berdasarkan pengamatan dengan mata telanjang atau
memakai loupe, maka tekstur batuan beku dibagu dua, yaitu :

a. Afanitik adalah kenampakan butir individu mineral di dalam batuan beku sangat halus
sehingga mineral penyusunnya tidak dapat dimati secara mata telanjang atau dengan
loupe. Contoh : basalt,

10
Gambar 2.4. Contoh tekstur afanitik pada batuan basalt

b. Fanerik (faneritik,firik = Phyric) adalah apabila di dalam batuan tersebut dapat


terlihat mineral penyusunnya, meliputi bentuk kristal, ukuran butir dan hubungan antar
butir, (kristal satu dengan kristal lainnya atau kristal dengan kaca). Singkatnya, batuan
beku mempunyai tekstur fanerik apabila mineral penyusunnya, baik berupa kristal
maupun gelas atau kaca dapat diamati. Ukuran individu mineral ini dapat menunjukkan
tingkat kristalisasi pada batuan. Contoh : granit atau gabro. Seperti ditunjukan pada
gambar 2.5 berikut :

Gambar 2.5 tekstur fanerik pada batuan a.Granit, b. Gabro


Tabel .Berikut menunjukkan kisaran harga ukuran individu mineral fanerik yang dibedakan
menjadi ukuran-ukuran:
Tabel 2.2 Kisaran harga ukuran mineral dari beberapa sumber
Ukuran Butir Cox, Price, Harte W. T. G Heinric
Halus < 1 mm < 1 mm < 1 mm
Sedang 1 5 mm 1 5 mm 1 10 mm
Kasar > 5 mm 5 30 mm 10 30 mm
Sangat Kasar > 30 mm > 30 mm
Jika batuan beku mempunyai tekstur afanitik maka pemerian tekstur lebih rinci
tidak dapat diketahui, sehingga harus dihentikan. Sebaliknya apabila batuan beku tersebut
bertekstur fanerik maka pemerian lebih lanjut dapat diteruskan.

11
2.3.4.3. Kemas
Kemas meliputi bentuk butir dan suasana hubungan mineral di dalam suatu batuan
beku.
2.3.4.3.1. Bentuk Butir
Untuk kristal kristal yang mempunyai ukuran cukup besar dapat dilihat
kesempurnaan bentuk kristalnya. Hal ini dapat memberikan gambaran mengenai proses
kristalisasi mineral-mineral pembentukan batuan. Dilihat dari pandangan dua dimensi,
bentuk mineral dibedakan menjadi :
a) Euhedral ; apabila bentuk kristal sempurna dan dibatasi oleh bidang-bidang kristal
yang jelas. Bentuk kristal euhedral merupakan indilkasi bahwa mineral tersebut
terbentuk sangat awal. Hal ini dimungkinkan mengingat masih tersedia ruang yang
cukup untuk membentuk mineral secara sempurna.
b) Subhedral ; apabila bentuk mineral tidak sempurna dan hanya sebagian saja yang
dibatasi oleh bidang-bidang mineral. Bentuk butir yang subhedral merupakan indikasi
bahwa ketika mineral tersebut terbentuk, ruang yang tersedia tidak memadai lagi untuk
membentuk mineral secara sempurna.
c) Anhedral ; apabila bidang batas mineraldi dalam batuan beku tidak jelas. Bentuk butir
yang anhedral merupakan indikasi bahwa mineral-mineral ini terbentuk pada fase
paling akhir dari rangkaian proses pembentukan suatu batuan, untuk mengisis rongga
yang tersedia.

2.3.4.3.2. Hubungan Antar Butir


Hubungan antar butir adalah hubungan antara mineral yang satu dengan yang lain
di dalam batuan beku. Ditinjau dari ukurannya meliputi :
a) Granular atau Equigranular, jika batuan beku memiliki ukuran mineral yang
seragam, terdiri dari :

1. Panidiomorfik Granular, apabila sebagian mineral yang berukuran dan berbentuk


euhedral.
2. Hipidiomorfik Granular, apabila sebagian besar mineral di dalam batuan beku
tersebut berukuran butir relative seragam dan berbentuk subhedral.
3. Allotriomorfik Granular, apabila sebagian besar mineral berukuran butir relatif
seragam dan berbentuk anhedral.

12
b) Inequigranular
Suatu batuan beku disebut memiliki tekstur inequigranular apabila ukuran kristal
pembentuk tidak seragam. Suatu batuan beku disebut memiliki teksutur inequigranular
apabila ukuran kristal pembentuknya tidak seragam. Tekstur ini dibagi menjadi :
- Faneroporfiritik ; bila kristal mineral yang besar (Fenokris)dikelilingi kristal
mineral yang lebih kecil (masa dasar) dan dapat dikenal dengan mata telanjang.
Contoh : Diorot Porfir.
- Porfiroafanitik, bila fenokris dikelilingi oleh masa dasar yang afanitik. Contoh :
Andesit Porfir.
Didalam batuan beku bertekstur holokristalin inequigranular dan hipokristalin
terdapat kristal berukuran butir besar, disebut fenokris, dikelilingi oleh kristal mineral yang
lebih kecil (masa dasar/groundmass). Kenampakan demikian disebut tekstur porfir atau
porfiri atau firik. Tekstur holokristalin porfiritik adalah apabila didalam batuan beku itu
terdapat kristal besar (fenokris) yang tertanam didalam masa dasar kristal yang lebih halus.
Tekstur hipokristalin porfiritik diperuntukan bagi batuan beku yang mempunyai fenokris
tertanam didalam masa dasar gelas. Tekstur vitrofirik adalah tekstur dimana mineral
penyusunnya secara dominan adalah gelas, sedangkan kristalnya hanya sedikit (< 10%)

c) Gelas (Glassy)
Batuan beku dikatakan memiliki tekstur gelasan apabila semuanya tersusun atas gelas.

2.3.4.4. Tekstur Khusus


Tekstur khusus adalah menunjukan pertumbuhan bersama mineral-mineral yang
berbeda. Tekstur ini sangat sulit diamati secara megaskopis. Tekstur khusus terdiri dari :
- Tekstur diabasik, tekstur yang menunjukan pertumbuhan bersama antara
plagioklas dan piroksen, piroksen tidak terlihat dengan jelas, plagioklas radier
terhadap piroksen.
- Tekstur trakhitik, tekstur yang menunjukan ruang antara mineral-mineral
plagioklas diisi oleh mineral piroksen, olivin atau bijih besi.

13
2.3.5. Komposisi Mineral
Berdasarkan mineral penyusunnya batuan beku dapat dibedakan menjadi empat,
yaitu :
a. Kelompok Granit-Riolit ; berasal dari magma yang bersifat asam, terutama
tersusun oleh mineral kuarsa, orthoklas, plagioklas-Na, kadang terdapat
hornblende, biotit, muskovit dalam jumlah sedikit.
b. Kelompok Diorit-Andesit ; berasal dari magma yang bersifat intermediet,
terutama tersusun atas mineral-mineral plagioklas, hornblende, piroksen dan
kuarsa.
c. Kelompok Gabro-Basalt ; tersusun dari magma asal yang bersifat basa yang
terdiri dari mineral-mineral olivine, plagioklas-Ca, piroksen dan hornblende.
d. Kelompok Ultrabasa ; terutama tersusun oleh olivine, piroksen. Mineral lain
yang mungkin adalah plagioklas-Ca dalam jumlah yang sangat kecil.

2.3.6. Identifikasi Mineral


Identifikasi minral merupakan salah satu bagian yang terpenting dari deskripsi
batuan beku karna dari identifikasi tersebut dapat diungkap berbagai hal seperti kondisi
temperature pembentukan, tempat pembentukan, sifat magm asal dan lain-lain.
Menurut Huang (1962) mineral p embentuk batuan beku dikelompokn menjadi 3
(tiga) kelompok mineral, yaitu :
a. Mineral Utama (essensial minerals)

Mineral-mineral ini terbentuk langsung dari kristalisasi magma dan kehadirannya


cukup banyak (> 10%). Mineral-mineral ini sangat penting untuk dikenali karna
menentukan dalam penamaan batuan. Berdasarkan warna, dikelompokan menjadi 2
(dua) yaitu;

1. Mineral felsik adalah mineral primer atau mineral utama pembentuk batuan beku,
berwarna cerah atau terang, tersusun oleh unsure-unsur Al, Ca, K, dan Na. Mineral
felsik dibagi menjadi tiga yaitu Feldspar, felspatoid (foid) (leusit, nefelin, sodalit)
dan kuarsa. Di dalam batuan, apabila mineral foid ada maka kuarsa tidak muncul
dan sebaliknya.

Selanjutnya, feldspar dibagi menjadi alkali feldspar (ortoklas, mikroklin,


anortoklas, sanidin) dan plagioklas (anortit, bitownit, labradorit, andesine,
oligoklas, albit)

14
2. Mineral mafik (mineral yang berwarna gelap) terdiri dari: kelompok mineral olivine
(forsterite dan fayalite), kelompok mineral piroksen yang dibgi menjadi 2 (dua)
yaitu orto piroksen dan klino piroksen. Yang termasuk dalam orto piroksen antara
lain : diopsit, augit, pigeonit, aigirin, spodemen,jadeit,amfibol (hornblende,
lamprobolit, riebeckit, glukofan) dan biotit.
b. Mineral Tambahan (accessory mineral)

Adalah mineral-mineral yang terbentuk oleh kristalisasi magma, umumnya terdapat


dalam jumlah yang sedikit (kurang dari 5%). Kehadirannya tidak menentukan nama
batuan. Mineral tambahan ini terdiri dari : hematite, zircon, garnet, pyrite, magnesit,
apatit, sphen, kromit dan zeolit

c. Mineral sekunder (secondary mineral)

Merupakan mineral-mineral ubahan (altersi) dari mineral utama, dapat dari hasil
pelapukan, reaksi hydrothermal maupun hasil matamorfisme terhadap mineral utama.
Mineral-mineral sekunder ini tidak ada hubungannya dengan pembekuan magma.
Mineral sekunder ini terdiri dari :

1. Kelompok mineral kalsit (kalsit, dolomite, magnesit, siderite), terbentuk dari


hasil ubahan mineral plagioklas
2. Kelompok mineral serpentin (krisotil dan antigorit), hasil ubahan dari mineral
mafik (terutama kelompok mineral olivine dan piroksen)
3. Kelompok mineral serisit merupakan hasil ubahan dari mineral plagiokla
4. Kelompok mineral kaolin (kaolin, hallosyte), hasil pelapuka batuan beku
5. Kelompok mineral klorit (talk) hasil ubahan mineral plagioklas
d. Gelas atau Kaca

Adalah mineral primer yang tidak membentuk Kristal ata amorf. Mineral ini
sebagai hasil pembekuan magma yang sangat cepat dan hanya terjadi pada batuan
beku luar atau batuan gunungapi, sehingga sering disebut kaca gunungapi (volcanic
glass)

Dalam praktikum petrologi, pengamatan dan deskripsi mineral dilakukan hanya


menggunakan mata telanjang atau dengan bantuan loupe (kaca pembesar) terhadap
contoh setangan (hand speciement), oleh karna itu deskripsi yang dihasilkan terbatas
pada pengamatan megaskopis dan tidak semua kelompok mineral tersebut di atas
dapat dideskripsi secara megaskopis. Contoh:akan sulit sekali untuk membedakan
mineral antara anortit dengan bitownit secara megaskopis.

15
Pengamatan dan daya ingat yang kuat dalam mengidentifikasi sifat khas dari
mineral mutlak diperlukan untuk mendapatkan hasil yang optimum. Tabel 2.3 berikut
disajikan beberapa contoh cirri-ciri mineral berdasarkan sifat fisik mineral yang dapat
dikenali secara megaskopis.

Tabel 2.3 pengenalan mineral dan sifatnya

Nama Warna Bentuk dan Belahan Ketrangan/Sifat


Mineral Perawakan Kristal Khusus
Olivin Hijau Tidak teratur, Tak sempurna Kilap kaca
membutir, massif.
Piroksen Hijau Tua Prismatic pendek 2 arah saling Kilap kaca
tegak lurus permukaan halus
Amfibol Hitam, coklat Prismatic panjang, 2 arah Kilap arang
(Hornble menyerat, membutir. membentuk
nde) sudut
Biotit Hitam, coklat Tabular, berlembar, 2 arah Kilap kaca
(memika)
Alkali Merah jambu, Prismatic/tabular 2 arah Kilap kaca / lemak
felsdpar putih panjang, massif,
membutir
Plagiokla Putih susu, Prismatic/tabular 3 arah Kilap kaca / lemak
s abu-abu panjang, massif,
membutir
Muskovit Putih, Tabular, berlembar, 1 arah Kilap kaca / mutiara,
transparan (memika) sering tardapat dalam
granit pegmatit
Kuarasa Tidak Tidak teratur, massif, Tidak ada Kilap kaca / lemak
berwarna, membutir
putih abu
Kalsit Tidak Rhombohedral, Sempurna Membuih bila ditetesi
berwarna, massif, membutir dengan HCl, kilap
putih kaca
Klorit Hujau Berlembar (memica) Sempurna Umum pada batuan
metamorf
Serisit Tidak Tabular, berlembar Sempurna Kilap kaca
berwarna,
putih
Asbes Putih Massa fibre asbestos, - Terutama tersusun
menyerat atas antopilit

16
Garnet Coklat merah Polygonal, membutir Tidak ada Kilap kaca / mutiara
Halite Tak berwarna, Kubus, massif, Sempurna Sebagai garam
putih, merah membutir evaporit
Gypsum Tak berwarna, Memapan, membutir, Sempurna Lembar-lembar tipis
putih menyerat terjadi dari evaporit
Anhidrit Putir, abu-abu, Massif, membutir Sempurna Karena evaporit
biru pucat (umumnya)

Beberapa hal yang harus diidentifikasi dari mineral adalah:


a. Warna mineral; bila suatu mineral dikenai sinar/cahaya, maka cahaya yang jatuh
dipermukaan mineral sebagian diserap (diabsorpsi) dan sebagian dipantulkan (refleksi).
Dapat arna mineral dicerminkan komposisi kimianya. Cntohnya senyawa silikat dari
alkali dan alkali tanah (Na, Ca, K, dll) memberikan warna yang terang pada
mineralnya. Mineral yang berwarna gelap adalah mineral yang secara merata dapat
menyerap seluruh panjang gelombang pembentuk cahaya putih tadi. Jadi cahaya
dipantulkan ini akan timbul sebagai warna mineral
b. Kilap/kilat: merupakan kenampakan mineral jika dikenai cahaya. Dalam mineralogy
dikenal kilap logam dan non logam. Kilap non logam terbagi atas:
- Kilap intan
- Kilap tanah, contoh : kalsit, limonit
- Kilap kaca , contoh: kalsit, kuarsa
- Kilap mutiara, contoh: opal, serpentin
- Kilap dammar, contoh: sphalerit
- Kilap sutera, contohnya: asbes
c. Bentuk mineral/perawakan mineral

Apabila dalam pertumbuhan suatu mineral tidak mengalami gangguan apapun,


maka mineral tersebut akan mempunyai bentuk Kristal yang sempurna. Tetapi bentuk
yang sempurna ini jarang sekali kita dapatkan karna gangguan tersebutdialam selalu
ada. Mineral dialam yang dijumpai sering pula bentuknya tidak berkembang
sebagaimana mestinya, sehingga sulit untuk mengelompokannya kedalam system
Kristal. Sebagai gantinya dipakai istilah perawakan Kristal. Menurut Pearl (1975),
perawakan Krista dibedakan menjadi 3 (tiga) glongan besar, yaitu :

1) Elongated Habits (Meniang/berserabut)


2) Flattened (Lembaran tipis)
3) Rounded Habits (membutir)
d. Kekerasan relative : merupakan tingkat resistensi minerl tehadap goresan. Beberapa
mineral telah dijadikan sebagai skala kekerasan dalam skala mohs. Kekerasan relative
mineral ditentukan dengan membandingkannya terhadap mineral pada skala Mohs.

17
e. Cerat (streak) : adalah warna mineral dalam bentuk serbuk, cerat dapat sama atau
berbeda dengan mineral lain
f. Belahan: adalah kecenderungan mineral untuk membelah paa suatu atau lebih arah
tertentu sebagai bidang arah permukaan rata
g. Pecahan: adalah kecenderungan untu terpisah dalam arah yang tak beraturan.
Macamnya :
- Konkoidal : kenampakan seperti pecahan botol, contoh : kuarsa
- Fibrous: kenampakan berserat, contohnya: asbes, augit
- Even: bidang pecahan halu, contohnya: minerl-mineral lempungan
- Uneven: bidang pecahan kasar, contohnya : magnetit, garnet
- Hackly: bidang pecahan runcing-runcing, contohnya: mineral-mineral logam.

2.3.7. Pembagian dan penamaan batuan beku


2.3.7.1. Pembagian secara genetik. Pembagian batuan beku secara genetic
didasarkan pada tempat terbentuknya,. Batuan beku berdasarkan genesa dapat dibedakan
menjadi :
a. Batuan Beku luar adalah batuan beku yang terbentuk dipermukaan bumi; sering
disebut batuan beku ekstrusi/batuan volkanik. Batuan vulkanik terbentuk dari
pembekuan magma yang mendingin secara cepat sehingga pengkristalan berjalan
sangat cepat dan akan menghasilkan btuan berbutir halus. Magma yang keluar dari
permukaan bumi baik di daratan maupun dibawah permukaan laut biasanya disebut
lava. Bentuk dan susunan kimia lava mempunyi cirri tersendiri. Lavadapat berasal
dari magma yang bersifat encer atau kental dan panas dengan kandungan silica dan
vikositas rendah dan/atau kandungan silica dan viskositas tinggi. Salah satu contoh
adalah lava basaltic yang memiliki sifat sangat cair, sehingga bila sampai ke
permukaan akan menyebar dengan daerah yang sangat luas.
b. Batuan Beku dalam adalah batuan beku yang terbentuk di bawah permukaan
bumi; seringkali disebut batuan intrusi. Batuan beku intrusi sangat berbeda dengan
batuan ekstrusi. Batuan ini terbentuk dari pembekuan magma yang mendingin
secara perlahan-lahan, sehingga setiap individu mineral dapat membentuk Kristal-
kristal yang sempurna dan akan menghasilkan batuan beku berbutir kasar. Tiga
prinsip tipe batuan intrusi batuan beku berdasarkan bentuk dasar geometri yaitu:
1) Bentuk yang tidak beraturan, umumnya berbentuk diskordan dan biasanya
memiliki bentuk yang jelas dipermukaan bumi, contohnya: batholite dan stock
2) Bentuk tabular, mempunyai dua bentuk berbeda, yaitu yang mempunyai bentuk
diskordan disebut korok/dyke (retas) dan yang berbentuk konkordan
diantaranya adalah sill dan Lacolith

18
3) Relative memiliki tubuh yang kecil yakni hanya pluton-pluton yang kecil.
Bentuknya khas dari intrusi ini adalah : intrusi silinder atau pipa. Sebagian
besar merupakan sisa dari korok atau gunungapi tua, biasanya disebut vulkanik
nek (teras gunungapi)

Gambar berikut memberikan gambaran mengenai berbagai jenis intrusi seperti


yang telah dijelaskan tersebut diatas.

Gambar 2.6 Tipe Intrusi

2.3.7.2 Pembagian berdasarkan komposisi kimia


Dasar pembagian ini biasanya adalah kandungan oksidasi SiO2 (Silika), dimana
batuan digolongkan menjadi empat golongan, seperti tabel berikut :
Tabel. 2.4 Penamaan Batuan Berdasarkan Kandungan Silika (SiO2)
No Nama Batuan Kandungan Contoh Batuan Contoh Batuan
Silika (SiO2) Intrusi Ekstrusi

1. Batuan Beku Asam > 66% Granit Rhyolit

2. Batuan Beku Diorite Andesit


52% 66%
Intermediat

3. Batuan Beku Basa 45% - 52% Gabro Basalt

4. Batuan Beku Ultra Peridotit dan _


< 45%
Basa Dunit

2.3.7.2 Pembagian Secara Mineralogi


Salah satu kelemahan dari pembagian secara kimia adalah analisa yang sulit dan
memakan waktu lama. Karena itu sebagian besar klasifikasi batuan beku menggunakan

19
dasar komposisi minerfal pembentuknya. Sebenarnya analisa kimia dan mineralogy
berhubungan erat, seperti yang ditunjukkan pada daftar nilai kesetaraan SiO2 dalam mineral
berikut ini :
a. Mineral Felsik : kuarsa 100%, alkali feldspar 64% - 66%, oligiklas 62%, andesine
59% - 60%, labradorite 52% - 53%.
b. Mineral Mafik : hornblende 42% - 50%, biotit 35% - 38%, augit 47% - 51%,
magnesian dandiopsit piroksen 50% - 55%, dan lain-lain.
Dengan melihat komposisi mineral dan teksturnya, dapat diketahui jenis magma asal,
tempat pembentukan, pendugaan temperatur pembentukan dan lainnya.

2.3.7.3 Pembagian yang dipakai di laboratorium petrologi


Pembagian yang digunakan di laboratorium petrologi berdasarkan pembagian yang
dikemukakan oleh Huang (1962) (tabel 2.5) yaitu berdasarkan kandungan kuarsa bebas
atau silika dan kemas batuan tersebut selain itu dipertimbangkan pula proporsi alkali
feldspar, plagioklas dan mineral utama lainnya.
Beberapa hal yang perlu dicermati pembagian menurut Huang (1962) :
a. Nama batuan yang tertera pada lajur, menunjukan jenis teksturnya (termasuk jenis
batuan volkanik atau plutonik)
b. Jenis dan kelompok batuan dibatasi oleh kolom-kolom, dengan kandungan mineral
tertentu
c. Quartz diving line bagian kiri adalah batuan-batuan yang mengandung kuarsa lebih
dari 10% sedangkan yang sebelaha kanan adalah batuan yang mengandung kuarsa
< 10% (batuan intermediet dan basa)
d. Orthoklas meliputi keseluruhan alkali feldspar seperti sanidin, mikrolin, anortoklas
dan lainnya, sedangkan plagioklas dibedakan menjadi plagioklas asam dan basa.
Plagioklas asam umumnya relatif lebih cerah dibandingkan dengan plagioklas basa,
secara megaskopis sulit untuk membedakannya. Untuk membedakannya dilihat
presentase kandungan mineral mafiknya
e. Jika alkali feldspar dan kuarsanya semakin bertambah dan plagioklasnya semakin
asam maka sebagian batuan beku dalam asam dinamakan granit, sedangkan batuan
beku luarnya adalah riolit. Didalam batuan beku asam ini mineral mafik yang
mungkin hadir dalam biotit, muskovin dan kadang-kadang amfibol. Batuan beku
dalam sangat asam dimana alkali feldspar lebihbanyak daripada plagioklas adalah
sienit, sedangkan pegmatit hanya tersusun oleh alkali feldspar dan kuarsa. Batuan

20
beku yang tersusun oleh gelas saja disebut obsidian dan apabila bertekstur
perlapisan disebut Perlit.
f. Batuan beku dalam asam dinamakan diorit kuarsa atau granodiorit, sedangkan
batuan beku luarnya disebut dasit. Mineral penyusunnya hampir mirip dengan
diorit atau andesit, tetapi ditambahkan kuarsa dan alkali feldspar, sementara
plagioklasnya secara berangsur berubah ke asam.
g. Batuan beku dalam mafik disebut gabro, terdiri dari olivin,piroksen dan plagioklas
basa. Sebagai batuan beku luar kelompok ini adalah basal. Batuan beku dalam
menengah disebut diorit. Tersusun oleh piroksen, amfibol dan plagioklas
menengah, sedangkan batuan beku luarnya dinamakan andesit. Antara andesit dan
basal ada nama batuan transisi yang disebut andesit basal(basaltic andesit).
h. Dunit tersusun seluruhnya oleh minerl olivin sedangkan piroksenit oleh piroksen
dan anortosit oleh plagioklas basa.peridotit terdiri dari mineral olivin dan piroksen;
norit secara dominan terdiri dari piroksen dan plagioklas basa. Batuan beku luar
ultramafik umumnya bertekstur gelas atau vitrofirik dan disebut pikrit.
Penamaan batuan beku sering ditambah aspek tekstur, struktur dan atau komposisi
mineral yang sangat menonjol.contoh andesit,porfir, basal vesikuler dan andesit
piroksen. Penamaan nama batuan beku berdasarkan komposisi mineral umumnya
diberikan apabila presentase kehadirannya minimal 10 % perkiraan presentase
kehadiran mineral pembentuk batuan ditunjukan oleh gambar 2.7.

21
22
Gambar 2.7 diagram presentase untuk perkiraan komposisi berdasarkan volume

23
2.4 Batuan Piroklastik
Batuan piroklastik (pyro = api, clastics = butiran atau pecahan), merupakan bagian
dari batuan vulkanik. Batuan piroklastik adalah batuan vulkanik yang bertekstur klastik,
secara khusus terbentuk oleh proses vulkanik yang eksplosif (letusan) gunung api.bahan
bahan yang dikeluarkan dari pusat erupsi gunung api kemidian mengalaki lithifikasi sebelum
atau sesudah mengalami perombakan oleh air atau es.

2.4.1. Genesa
Secara genetik batuan beku fragmental dapat dibagi menjadi empat tipe utama, yaitu :
a. Endapan Jatuhan Piroklastik (Piroclastic Fall Deposits)
Endapan piroklastik ini dihasilkan dari erupsi eksplosif yang melemparkan material
material vulkanik ke atmosfir dan jaatuh disekitar erupsi. Bahan piroklastik setelah
dilempar dari pusat vulkanik langsung jatuh ke darat melalui medium udara. Ciri yang
nampak dari endapan ini adalah berlapis baik, dan pada lapisannya akan
memperlihatkanstruktur butiran bersusun, dengan beberapa struktur yang pada strata
sedimen, antara lain kenampakan gradasi normal pada pumis maupun lithic fragments.
Contoh endapan ini adalah : agglomerate, breksi, piroklastik, tuff dan lapili.
Jika bahan bahan piroklastik seelah dilempar dari pusat erupsi yang berada di darat
maupun di bawah permukaan laut kemi\udian diendapkan pada kondisi air yang tenang
dan tidak mengalami reworking serta tidak tercampur dengan bahan yang bukan
piroklastik, maka jenis ini tidak didapatkan struktur struktur sedimeninternal dan
komposisi seluruhnya dalam bahan piroklastik. Bila dilihat paleoenvironment, maka jenis
ini termasuk batuan sedimen dengan provenance piroklastik.

b. Endapan Aliran Piroklastik (Pyroklastic Flow Deposits)


Material hasik langsung dari pusat erupsi, kemudian teronggokan disuatu tempat.
Endapan ini dihasilkan dari gerakan material piroklastik kea rah lateral berupa aliran gas
atau material setengah padat berkonsentrasi tinggi di atas permukaan tanah. Proses
pengendapan sepenuhnya dikontrol oleh topografi. Lembah dan depresi di sekitar pusa
erupsi akan terisi oleh endapan tersebut. Ciri yang dijumpai antara lain sortasi yang jelek
dan jika ada perlapisan maka pada lithic fragments dijumpai gradasi normal sedangkan
pada pumis dijumpai gradasi yang berlawanan (reverse granding). Hal ini disebabkan
densitas yang lebih rendah daripada mediannya (aliran gas atau padatan). Endapan ini

24
meliputi : glowing avalanvhe, lava collapse, hot ash avalanche. Aliran ini umumnya
berlangsung pada suhu tinggi antara 5000 - 6000C.

c. Pyroclastic Surge Deposits


Pyroclastic Surge Deposits adalah awan campuran dari bahan padat dab gas (uap air)
yang mempunai rapat massa rendah dan bergerak dengan kecepatan tinggi secara turbulen
di atas permukaan. Endapan ini cenderung menyebar dan menyelimuti area disekitar
pusat erupsi namun umumnya lebih terkonsentrasi di lembah lembah dan daerah
depresi. Struktur yang mencirikan endapan ini antara lain : perlapisan silang siur, dune,
antidune, laminasi planar, baji dan bergelombang.

d. Lahar
Pada suhu di atas 1000C material piroklastik cenderung tertransport oleh media
berfase gas. Jika media pembawa berupa air dengan suhu rendah maka terbentuk
semacam aliran lumpur yang disebut lahar. Istilah ;akar ini berasal dari bahasa Indonesia
yang kini digunakan secara internasional.
Sebagaimana halnya piroklastik, aliran lahar ini lebih terkonsentrasi di lembah, alur
dan tempat lain yang bertopografi rendah. Panjang aliran lahar dapat mencapai 10 20
km, bahkan dibeberapa tempat diketahui alirannya mencapai lebih dari 300 km dari
sumbernya. Ciri cirri umum endapan lahar : tidak ada pemalihan, graded dan reverse
bedding, tidak ada perlapisan, sering dijumpai adanya fragmen kayu, lebih padat atau
kompak dari endapan piroklastik aliran.
Cara terjadinya lahar :
- Terbentuk lengsung dari erupsi melalui danau kepundan atau disebut laha panas
- Berasal dari endapan piroklastik aliran panas yang kemidian bercampur dengan
salju atau air menuju lereng gunung api.

2.4.2. Struktur Batuan Piroklastik


Struktur batuan piroklastik pada prinsipnya sama dengan struktur batuan sediment
klastik, juga dapat pula seperti struktur pada batuan beku, contoh : vesikuler : skoria, dan
amigdaloidal.
2.4.3. Litologi

25
Aspek litologi dapat dipakai untuk klasifikasi batuan piroklastik. Dasar klasifikasi
yang sering dipakai antara lain :
a. Ukuran Butir
Batas kisaran ukuran butir dan peristilahannya tersaji dalam table berikut ini :

Tabel. 4. Klasifikasi Batuan Piroklastik


Ukuran Nama Butiran (Klastika) Nam Batuan
Butir

> 64 mm Bom gunung api Aglomerat


Blok atau bomgka gunung api Breksi
piroklastik

2 46 mm Lapili Batu lapili

1 2 mm Abu gunung api kasar (pasir kasar) Tuf kasar

< 1 mm Abu gunung api halus Tuf halus

Bom gunung api adalah klastika batuan gunung api yang mempunyai struktur
struktur pendinginannya pada saat magma dilontarkan dan membeku secara cepat di
udara atau air dan di permukaan bumi. Salah satu struktur yang sangat khas adalah
struktur kerak roti (bread crust structure). Bom ini pada umumnya mempunyai bentuk
membulat, tetapi hak ini sangat tergantung dari keenceran magma pada saat dilontarkan.
Semakin encer magma yang dilontarkan, maka material itu juga terpengaruh efek butiran
pada saat dilontarkan, sehingga bentuknya bervariasi. Selain itu, karena adanya
pengeluaran gas dari dalam material magmatik panas tersebut serta pendinginan yang
sangat cepat maka pada bom gunung api tersebut struktur vasikuler serta tekstur gelasan
dan kasar pada permukaannya. Bom gunung api berstruktur vesikuler didalamnya
berserat kaca dan sifatnya ringan disebut batu apung. Batu apung (pumice) ini umumnya
berwarna putih terang atau kekuningan, tetapi ada juga yang merah daging dan bahkan
coklat sampai hitam. Batu gamping umumnya dihaslkan oleh letusan besar atau kuat
suatu gunung api dengan magma berkomposisi asam hingga menengah, serta relatif

26
kental. Bom gunung api yang juga berstruktur vesikuler tetapi di dalamnya tidak terdapat
serat kaca, bentuk lubang melingkar, elip atau seperti rumah lebah disebut skoria (scoria).
Bom gunung api ini jenisnya merah, coklat sampai hitam, sifatnya lebih berat dari batu
apung dan dihasilkan oleh letusan gunung berapi lemah berkomposisi basa serta relitif
encer. Bom gunung api berwarna hitam, struktur masif, sangat khas bertekstur gelasan,
kilap kaca, permukaan halus, pecahan konkoidal (seperti botol pecah) dinamakan
obsidian.blok atau bongkah gunung api dapat merupakan bom gunung api yang
bentuknya meruncing, permukaan halus gelasan sampai hipokristalin dan tidak terlihat
adanya struktur-struktur pendinginan. Dengan demikian blok dapat merupakan pecahan
daripada bom guung api, yang hancur pada saat jatuh di permukaan tanah/batu. Bom dan
blok gunung api yang berasal dri pendinginan magma secara langsung tersebut disebut
bahan magmatic primer, material esensial (juvenile). Blok juga dapat berasal dari pecahan
batuan dinding (batuan gunung api yang terbentuk lebih dulu, sering disebut bahan
aksesori), atau fragmen non-gunungapi yang ikut terlontar pada saat letusan (bahan
aksidental).
Berdasarkan komposisi penyusunnya, tuf dapat dibagi menjadi tuf gelas, tuf kristal,
dan tuf litik, apabila komponen yang dominan masing masing berupa gelas atau kaca,
kristal dan fragmen batuan. Tuf juga dapat dibagi menjadi tuf basal, tuf andesit, tuf dasit
dan tuf riolit, sesuai klasifikasi batuan beku. Apabila klastiknya tersusun oleh fragmen
batu apung atau skoria dapat juga disebut tuf batu apung atau tuf skoria. Dekian pula
untuk aglomerat skoria, breksi batu apung, breksi skoria, batu lapili batu apung, batu
lapili skoria.

b. Komposisi Fragmen Piroklastik


Komponen komponen dalam endapan piroklastik lebih mudah dikenali dari pada
endapan muda, tak terlithifikasi atau sedikit terlithifikasi. Pada material piroklastik
berukuran halus dan telah terlithifikasi, identifikasi komposisi sulit dilakukan.

c. Tingkat dan Tipe Welding


Jika material piroklastik khusunya berbutir hakus, terdeposisikan saat masih panas,
maka butiran butiran itu seakan akan teereleaskan atau terpateri satu sama lain.
Peristiwa ini disebut welding.

27
Dengan demikia, pada prinsipnya batuan piroklastika adalah batuan beku luar
yang bertekstur klastika. Hanya saja pada proses pengendapan, batuan piroklastik ini
mengikuti hukum hukum didalam proses pembentukan batuan sedimen.

2.4.4. Istilah Istilah


1. Ash Flow (Tuffs) Fragmental Flow
a. Breksi aliran piroklastik adalah bahan piroklastik yang tersusun atas fragmen
rungcing rungcing hasil endapan piroklastik (Fisher, 1960)
b. Ignimbrit adalah suatu batuan yang terbentuk dari aliran abu panas (Mac
Donald, 1972)
c. Welded tuf adalah endapan aliran abu panas yang terlepaskan akibat deposisi
pada saat masih panas.
2. ash fall : yaitu primari pirolastik atau bahan yang belum mengalami pergerakan dari
tempat semula diendapkan oleh proses jatuhan selama belum mengalami pembatuhan
atau lithifikasi (Fisher, 1960).
a. Agglomerate ; diartikan sebagai betuan yang terbentuk dari hasil konsolidasi meterial
yang mengandung bom (tuff agglomerate merupakan batuan yang kandungan bom
sebanding atau lebih banyak dari abu vulkanik)(Widiasmoro, 1970)
b. Aglutinete ; merupakan hasil akumulasi fragmen fragmen pipih yang terelaskan,
berasal dari erupsi basaltik yang sangat encer (Tyrell, 1931)
c. Breksi piroklastik ; batuan yang mengandung blok lebih dari 50% (Mac Donald, 1972
dan Fisher, 1958)
d. Tuff pyroclatic brecia ; batuan yang mengandung sebanding dengan abu vulkanik atau
biasa juga lebih domonan abu vulkanik (Norton, 1917 dan Mac Donald, 1972)
e. Lapili stone ; batuan yang penyusun utamanya berukuran lapili yaitu 2 64 mm
(Fisher, 1961)
f. Lapili tuff ; batuan yang kandungan lapili dan abu vulkanik sebanding atau lebih
dominan abu vukanik (Fisher, 1961 dan Mac Donald, 1972)
g. Tuff ; batuan yang tersusun dari abu vulkanuk.
3. Nama batuan yang tidak berkaitan dengan genesanya, misalnya breksi vulkanik adalah
batuan yang terdiri dari penyusun utama fragmen fulkanik yang runcing runcimg,
dengan matriks berukuran 2 mm dengan bermacam macam komposisi dan tekstur (biasa
berupa endapan piroklastik, autoklastik, aloklastik dan lain - lain), (Fisher, 1958)

28
4. Breksi vulkanik autoklastik terbentuk sebagai akibat letusan gas yang terkandung dilava
atau akibat pergerakan lava yang sebelum mengalami pembantuan.
a. Breksi aliran terbentuk pada bagian tepi lava aliran akibat pemadatan pada tepi
kerak dan gerakan mengalir setelah pendinginan (Fisher, 1960, Wrigth dan Brown,
1963, Mac Donald, 1972)
b. Breksi letusan akibat letusan gas, yang terkandung di lava sehingga terjadi
fragmentasi pada kerak bagian luar lava yang mulai membeku.
5. Breksi vulkanik aloklastik adalah breksi yang terbentuk dari hasil fragmentasi, batuan
yang telah ada sebelum mengalami pengerjaan oleh proses vulkanisme:
a. Breksi intrusi : yaitu breksi yang mengandung fragmen batuan yang diterobos
magma dalam matriks batuan beku (Harker, 1908 dan Bowes, 1960)
b. Eksplosion brecia ; merupakan breksi hancuran batuan karena adanya ledakan
vulkanik yang terjadi dibawa permukaan (Wrigth dan Bowes, 1960)
c. Tuffsite brecia ; merupakan breksi yang tersusun atas fragmen batuan yang
intrusi magma dengan tuff sebagai matriks yang mengandung bekas aliran gas
didalamnya (Wrigth dan Bowes, 1960)
6. Breksi vulkanik epiklastik
a. Breksi laharik merupakan breksi yang dihasilkan dari aliran lumpur pekat
berupa pencampuran antara butiran vulkanik berukuran beragam dengan bahan non
vulkanik (Fisher, 1960)
b. Batu pasir tuffan atau konglomerat tuffan merupakan batuan sedimen
epiklastik yang terangkut juga didalamnya komponen piroklastik misalnya pumis atau
shard.
c. Batu pasir atau konglomerat vulkanik merupakan batuan epiklastik yang
tersusun dari fragmen fragmen yang berupa vulkanik yang telah mengalami erosi
dan pengangkutan yang kemudiang diendapkan.

2.5 Identifikasi Batuan Beku


Untuk melakukan identifikasi batuan beku ada beberapa perbedaan antara identifikasi
yang dilakukan pada contoh setangan dengan identifikasi singkapan di lapangan. Pada
umumnya pengamatan singkapan di lapangan diikuti pengamatan contih setangan.
Selain itu ada juga perbedaan antara identifikasi batuan beku dalam denngan batuan
beku luar. Pada batuan beku luar identifikasi dititk berat kan pada struktur dan hubungan
antar komponen pembentuk batuan (bahan bahan piroklastik) sedangkan dengan

29
identifikasi batuan beku dalam lebih dititk beratkan pada hubungan unit unit pembentuk
batuan yaitu kristal kristal mineral.

2.5.1. Deskripsi Contoh Setangan


Hasil determinasi contoh setangan dapat dihubungkan dengan data pengamatan
singkapan untuk mendapatkan data yang lebih detail. Data data tersebut akan saling
melengkapi seperti berikut :
a) Pengamatan kenampakan lapuk dan warna segar batuan, kekerasan mineral relatif
baik yang telah mengalami pelapukan ataupun belum. Mengidentifikasi mineral yang
mengalami pelapukan dari warna hasil lapukannya.
b) Untuk contoh yang menyimpan data yang penting dapat dilakukan analisa petrografi
dengan membuat sayatan yang tipis pada bagian yang segar.
c) Mengamati warna permukaan segar dan apabila mungkun membuat estimasi
mengenai color indeks.
d) Pengamatan butiran peda contoh setangan bila batuan afanitik, catat tekstur lain dan
dilakukan pengamatan apakah batuan tersebut felsik atau mafik.
Amati hubungan antara mineral dan batuan yang memiliki kristal kasar sampai
medium.
Amati dan catat hubungan fenokris dan massa dasar pada batuan yang
bertekstur porfiritik.
Amati dan catat derajat homogenitas, layering, laminasi, aliran, banding,
lubang gas, tekstur, dan inklusi.
Amati dan catat proporsi mineral mineral yang berbeda dan deskripsi
mineral seperti warna, kilap pecahan, belahan, kekerasan, ciri khas, dan lain
lain.
Gunakan hasil pengamatan untuk menentukan nama menggunakan klasifikasi
tertentu, pada praktikum ini menggunakan klasifikasi Huang (1962).

2.5.2. Petrogenesa
Petrogenesa adalah bagian dari petrologi yang menjelaskan seluruh aspek
terbentuknya batuan mulai dari asal usul atau sumber, proses primer terbentuknya batuan
hingga perubahan perubahan (proses sekunder) pada batuan tersebut. Untuk batuan beku,
sebagai sumbernya adalah magma. Proses primer menjelaskan rangkaian atau urutan kejadian
dari pembentukan berbagai bentuk magma sampai dengan terbentuknya berbagai bentuk

30
batuan beku, termasuk lokasi pembentukannya. Setelah batuan beku itu terbentuk, batuan itu
kemudian terkena proses sekunder, antara lain berupa oksidasi, pelapukan, ubahan
hidothermal, penggantian mineral (replacement), dan malihan, sehingga sifat fisik maupun
kimianya dapat berubah total dari batuan semula atau primernya.
Sejarah terbentuknya batuan beku sebagian besar berlangsung lama (dalam ukuran
waktu geologi), dan umumnya terjadi di bawah permukaan bumi, sehingga tidak dapat
diamati langsung, maka analisis atau penjelasannya bersifat interpretatif. Pembuktian
mungkin dapat ditujukkan berdasarkan hasil hasil eksperimen di laboratorium, sekalipun
hanya pada batas batas tertentu. Analisis interpretatif tersebut tetap didasarkan pada data
obyektif atau deskriptif hasil pemerian yang meliputi yang meliputi warna, tekstur, stuktur,
komposisi mineral dan kenampakan khusus lainnya.
Berdasarkan pengetahuan teori dari kliah mineralogi kristalografi, kuliah petrologi
dan membaca buku literature, diharapkan praktikan dapat menjelaskan petrogenesa batuan
peraga yang dijadikan bahan praktikan, berdasarkan data pemeriannya.
Petrogenesa adalah bagian dari petrologi yang menjelaskan seluruh aspek
terbentuknya batuan mulai dari asal usul atau sumber, proses primer terbentuknya batuan
hingga perubahan perubahan (proses sekunder) pada batuan tersebut. Untuk batuan beku,
sebagai sumbernya adalah magma. Proses primer menjelaskan rangkaian atau urutan kejadian
dari pembentukan berbagai jenis magma samapai dengan terbentuknya berbagai jenis macam
batuan beku, termasuk lokasi pembekuannya. Setelah batuan beku itu terbentuk, batuan itu
kemudian terkena proses sekunder antara lain berupa oksidasi, pelapukan, ubahan
hidothermal, penggantian mineral (replacement), dan malihan, sehingga sifat fisik maupun
kimianya dapat berubah total dari batuan semula atau primernya.
Sejarah terbentuknya batuan beku sebagian besar berlangsung lama (dalam ukuran
waktu geologi), dan umumnya terjadi di bawah permukaan bumi, sehingga tidak dapat
diamati langsung, maka analisis atau penjelasannya bersifat interpretatif. Pembuktian
mungkin dapat ditujukkan berdasarkan hasil hasil eksperimen di laboratorium, sekalipun
hanya pada batas batas tertentu. Analisis interpretatif tersebut tetap didasarkan pada data
obyektif atau deskriptif hasil pemerian yang meliputi yang meliputi warna, tekstur, stuktur,
komposisi mineral dan kenampakan khusus lainnya.
Dengan demikian studi petrogenesa pada prinsiipnya untuk mencari jawaban atau
penjelasan terhadap pertanyaan Mengapa (Why) dan Bagaimana (How) terhadap data
perian batuan. Misalnya, mengapa batuan beku luar bertekstur gelasan dan berstruktur
vesikuler, sedangkan batuan beku dalam bertekstur kristalin dan berstruktur massif? Mengapa

31
basalt berwarna gelap sedangkan pegmatik berwarna cerah? Bagaimana terjadinya olivine
terjadi bersama kuarsa dan biotit di dalam satu batuan? Bagaimana terbentuknya andesit dari
basalt dan rolit?
Berdasarkan teori dari kuliah mineralogi kristalografi, kuliah petrologi dan
membaca buku literatur, diharapkan praktikan dapat menjelaskan petrogenesa batuan peraga
yang dijadikan bahan praktikum, berdasarkan data pemeriannya.

32
Laporan Resmi Praktikum Petrologi
Acara Batuan Beku

No. Urut : .................


Hari/Tanggal : .................
No. Peraga : .................
Jenis Batuan : Batuan Beku Intermediat

Deskripsi Batuan

Warna : berwarna abu-abu cerah,


Struktur : massif,
Tekstur : holokristalin, pofiroafanitik, ukuran kristal dari afanitik sampai 5 mm (faneruk
sedang) .
Komposisi : Fenokris tersusun oleh plagioklas (30%)
Kuarsa (5%) , dan horblende (5%)
Massa dasar tersusun oleh campuran antara mineral asam dan mineral
basa (40%)

Deskripsi Komposisi
Fenokris :
a. Plagioklas ; abu-abu, kilap kaca, bentuk primatik panjang, subhedral, ukuram 2-5 mm,
terdapat sriasi pada pemukaannya, penyebaran merata, kelimpahan 30%
b. Piroksen : warna hitam kehijauan, kilap kaca, bentuk prismatik pendek subhedral, ukuran
1-3 mm, penyebaran kurang merata, kelimpahan 20%
c. Kuarsa : tidak berwarna, kilap kaca, bentuk anhedral, ukuran 0,5-1mm, penyebaran tidak
merata, kelimpahan 5%
d. Hornblende : warna hitam, kilap kaca, bentuk prismatik panjang subhedral, ukuran 1-3
mm, penyebran tidak merata, kelimpahan 5%
Massa dasar : warna abu-abu, ukuran afanitik, penyebaran merata, kelimpahan 40%

Nama Batuan : ANDESIT PORFIRI (Huang, 1962)


Petrogenesa :
Berdasarkan warna batuan yaitu abu-abu cerah, maka batuan ini berasal dari magma yang
bersifat intermediet. Berdasarkan tekstur batuan yaitu porfioafamitik, maka batuan ini
termasuk jenis batuan hipabisal yang membeku di bawah permukaan bumi sebagai sill atau
dike.

33
Mengetahui,
Asisten Acara

(.......................)

34
BAB III
BATUAN SEDIMEN

3.1. Dasar Teori

3.1.1. Pengertian Batuan Sedimen


Batuan Sedimen adalah batuan yang terbentuk sebagai hasil lithifikasi bahan
rombakan atau material lepas, maupun hasil denudasi atau reaksi kimia maupun hasil
kegiatan organisme. Lithifikasi adalah proses yang mengubah sediment manjadi batuan keras.
Sedimentasi meliputi proses pelapukan, erosi, transportasi, dan deposisi. Proses pelapukan
yang terjadi dapat berupah pelapukan fisik maupun kimia. Proses erosi dan transportasi
terutama dilakukan oleh media air dan angina. Proses deposisi dapat terjadi jika energi
transportasi sudah tidak mampu mengangkut partikel tersebut. Segera deposisi berlangsung,
sediment mulai mengalami proses diagenesa yakni proses perubahan yang berlangsung pada
temperatur rendah di dalam suatu sedimen selama dan sesudah lithifikasi. Proses diagenesa
ini meliputi : kompaksi, sementasi, rekristalisasi, autigenesis dan metasomatis.
Batuan sedimen adalah batuan yang paling banyak tersingkap di permukaan bumi,
kurang lebih sekitar 75% dari luas permukaan bumi, sedangkan batuan beku dan metamorf
hanya tersingkap sekitar 25% dari permukaan bumi. Oleh karena itu, batuan sediment yang
sangat penting karena sebagian besar aktivitas manusia terdapat di permukaan bumi.
Batuan Sedimen adalah batuan yang terbentuk sebagai hasil lithifikasi bahan
rombakan atau material lepas, maupun hasil denudasi atau hasil reaksi kimia maupun hasil
kegiatan organisme. Lithifikasi adalah proses yang mengubah sediment menjadi batuan keras.
Sedimentasi meliputi proses pelapukan, erosi, trenasportasi, dan deposisi. Proses pelapukan
yang terjadi dapat berupa pelapukan fisik maupun kimia. Proses erosi dan transportasi
terutama dilakukan oleh media air dan angina. Proses deposisi yang terjadi jika energi
transportasi sudah tidak mampu mengangkut partikel tersebut. Setelah deposisi berlangsung,
sediment mulai mengalami proses diagenesa yakni proses perubahan yang berlangsung pada
temperature rendah didalam suatu sediment selama dan sesudah lithifikasi. Proses diagenesa
ini meliputi; kompasi, sementasi, rekristalisasi, autigenesis dan metasomatis.
ODunn dkk (1986) menyebutkan Sedimentari Rocks are foemd by the consolidation
of sediment: loose materials delivered to depositional sites by water, wind, glaciers, and
landlides. They may also be created by the precipitation of CaCO3, silica, salts, and other
materials from solution (batuan sediment adalah batuan yang terbentuk oleh konsolidasi
sediment, sebagai material lepas, yang terangkut ke lokasi pengendapan oleh air, angin, es,

35
dan longsoran gravitasi, gerakan tanah, atau tanah longsor). Batuan sedimen juga dapat
terbentuk oleh penguapan larutan kalsium karbonat, sillika, garam dan material lain.
Batuan sedimen adalah batuan yang paling banyak tersingkap di permukaan bumi,
kurang lebih sekitar 75% dari luas permukaan bumi, sedangkan batuan beku dan metamorf
hanya tersingkap sekitar 25% dari permukaan bumi. Oleh kerena itu, batuan sediment
mempunyai arti yang sangat penting, kerena sebagian besar aktivitas manusia terdapat di
permukaan bumi.

1.1 Klasifikasi Batuan Sedimen


Menurut Huang (1962), Pettijhon (1975) dan Odunn dkk (1986), berdasarkan cara
pengendapannya batuan sedimen dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu:

1.2.1. Batuan Sediment Klastik


Batuan sediment klastik adalah batuan sediment yang terbentuk sebagai hasil proses
pengerjaan kembali (reworking) detritus atau pecahan batuan asal. Proses tersebut meliputi
pelapukan, erosi, transportasi, redeposisi. Sebagai media proses tersebut adalah; air, angin, as
atau efek gravitasi (beratnya sendiri), dan juga akibat longsoran. Kelompok batuan ini
bersifat fragmental, atau terdiri dari butiran/pecahan batuan (sillika) sehingg abertekstur
klastika.
Batuan sediment klastik, tersusun dari klastika klastika yang terjadi kerena proses
pengendapan secara mekanis dan banyak dijumpai allogenic minerals. allogenic minerals
adalah mineral yang tidak terbentuk pada lingkungan sedimentasi atau pada saat sedimenetasi
terjadi. Mineral ini berasal dari batuan yang telah mengalami transportasi dan kemudian
terendapkan pada lingkunagn sedimentasi. Pada umumnya berupa mineral yang mempunyai
resistensi tinggi. Contohnya: kuarsa, biotit, hornblende, plagioklas dan garnet.

1.2.2. Batuan Sediment Non-Klastik;


Batuan Sedimen Non-Klastik adalah batuan yang terbentuk karena proses
pengendapan secara kimia, hasil penguapan suatu larutan atau pengendapan material di
tempat itu juga (insitu), maupun hasil aktivitas organic atau biologi atau kombinasi di antara
keduanya (biokimia), dan umumnya tersusun oleh autigenic minerals. Autigenic minerals
adallah mineral yang terbentuk pada lingkungan sedimentasi. Contoh : Gipsum, anhidrit,
kalsit, halit. Secara kimia, endapan terbentuk sebagai hasil reaksi kimia, misalnya CaO + CO 2
CaO3 secara organic adallah pembentukan sedimen oleh aktivitas binatang atau tumbuh

36
tumbuhan, sebagai contoh pembentukan rumah binatang laut ( karang ), terkumpulnya
cangkan binatang ( fosil ), atu terkuburnya kayu kayu sebagai akibat penurunan daratan
menjadi laut.

1.2.3. Penggolongan Lain;


Penggolongan lain dikemukakan lain oleh antara lain : Koesomadinata (1981),
Sanders (1981), dan Graha (1987).
1) Koesoemadinata (1981), mengklasifikasikan batuan menjadi enam golongan utama ,
seperti ditunjukan pada gambar berikut ;

Golongan Detritus
halus, terdiri dari: Golongan Detritus
Batulanau kasar, terdiri dari:
Batulempung Breksi
Serpih Konglomerat
Napal Batupasir

SEDIMEN ORGANIK
SEDIMEN KIMIA

SEDIMEN MEKANIS

KALKARENIT
BATUGAMPING
KLASTIK

OOLIT BIOKLASTIK

GOLONGAN
KARBONAT
DOLOMIT

BATUGAMPI BATUGAMPIN
NG G TERUMBU
KRISTALIN

Golongan Evaporit: Golongan Silika, terdiri dari: Golongan batubara:


Halite (NaCl) Rijang (chert)37 - Radiolaria Gambut (peat) - Antrasit
Gypsum CaSO4 2H2O Oker - Tanah Lignit, Batubara (coal)
Anhydrit (CaSO4) Diatomae
Gambar1.1. Penggolongan bahan sedimen utama serta proses proses pembentukannya
(Koesoemadinata, 1981).
2) Sanders (1981) dan Tucker ( 1991), membagi batuan sedimen menjadi :
a) Batuan sedimen detritus (klastik)
b) Batuan sedimen kimia
c) Batuan sedimen organic, dan
d) Batuan sedimen klastik gunung api
Batuan sedimen jenis ke empat adalah batuan sediment bertekstur klastika dengan bahan
penyusun utamanya berasal dari hasil kegiatan gunung api
3) Graha (1987) membagi batuan sedimen menjadi empat kelompok
a) Batuan sediment detritus (klastik atau mekanis)
b) Batuan sediment batu bara (organic/ tumbuh tumbuhan)
c) Batuan sediment silica
d) Batuan sediment karbonat
Ada klasifikasi yang juga digunakan yaitu : end members classification . klasifikasi
ini dibuat berdasarkan komposisi atau ukuran butir dari penyususn batuan sedimen yang
sudah ditemukan lebih dahulu. Contoh kalsifikasi yaitu ;

38
Gambar 1.2 klasifikasi berdasarkan ukuran butir. a) pasir lanau-lempung ;
b) kerikil-pasir-lanau dan lempung (pican vide tucker, 1982)

Untuk batu pasir biasanya juga digunakan kalsifikasi batu pasir dari Dott (1964), yaitu
sebagai berikut

Gambar. 1.3. klasifikasi batupasir (Dott, 1964)


1.2 Pemerian Batuan Sediment Klastik
Pemerian batuan sdimen klastik teutama didasarkan pada warna, tekstur, struktur, dan
komposisi mineral batuan sedimen klastik.

1.3.1. Warna Batuan Sedimen


Pada umumnya, batuan sediment berwarna terang atau cerah, putih, kuning, atau abu
abu terang. Namun demikian, ada pula yang berwarna gelap, abu abu gelap sampai

39
hitam, serta dan coklat. Secara umum warna pada batuan sedimen akan dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu :
a. Warna mineral pembentuk batuan sedimen. Contoh : jika mineral pembentuk batuan
sedimen didominasi oleh kuarsa, maka batuan akan berwarna putih.
b. Warna massa dasar atau matrik atau wrana semen
c. Warna material yang menyelubungi (coating material), contoh : batu pasir kuarsa yang
diselubungi oleh glaukonit, akan berwarna hijau.
d. Derajat kehalusan butir, penyusunnya pada batuan dengan komposisi yang sama jika
semakin halus ukuran butir, maka warnamya cendrung lebih gelap.
Dengan demikian warna batuan sedimensangat bervariasi, terutama sangat tergantung
pada komposisi bahan penyusunnya. Warna batuan juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan
pengendapan, jika kondisi lingkungannya rediksi, maka warna batuan menjadi lebih
gelapdibnading pada lingkungan oksidasi. Batuan sedimen yang banyak mengandung banyak
material organik (organic matter), mempunayi warna yang lebih gelap.

1.3.2. Tekstur;
Menurut Pettijhon (1975), tekstur batuan sedimen adalah seegala kenampakan yang
menyangkut butir sedimen seperti ukuran butir, bentuk butir, dan orientasi butir. Tekstur
batuan sedimen, mempunyai arti penting karena mencerminkan proses yamg telah dialami
batuan tersebutterutama selama proses transportasi dan pengendapannya. Tekstur juga dapat
digunakan untuk menginterprestasikan lingkungan pengendapan batuan sedimen.
Secara umum tekstur batuan sedimen menjadi dua yaitu, tekstur klastik dan non
klastik. Namun demikian apabila batuannya sudah sanngat kompak dan telah terjadi
rekristalisasi (pengkristalan kembali), maka batuan sedimen itu berstekstur kristalin. Batuan
sedimen kristalin umum terjadi pada batu ganping dan batuan sedimen kaya silika yang
sangat kompak dan keras.

1.3.3. Tekstur Non-Klastik


Kristal penyusunnya memperlihatkan kenampakan mozaik kristal. Penyusun batuan
non klastik biasanya terdiri dari satu macam mineral (monomineralik), seperti gypsum, kalsit,
anhyddryre. Jenis jenis tekstur non klastik antara lain : Amorf : berukuran lempung atau
koloid, non kristalin dan Kristalin : tersusun oleh kristal kristal. Jika kristalnya sangat
halus sehingga tidak dapat dibedakan disebut mikrokristalin.

40
1.3.4. Tekstur Klastik
Tekstur klastik unsur dari tekstur batuan sedimen klastik meliputi :
1. Fragmen : butiran pada sedimen klastik yang berukuran lebih besar dari pasir.
2. Matrik : butiran pada batuan sedimen klastik yang berukuran lebih kecil dari
fragmen dan diendapkan bersama sama dengan fragmen.
3. Semen : material halus pada batuan sedimen klastik yang menjadi pengikat. Semen
diendapkan setelah fragmen dan matrik. Semen semuanya berupa silika, kalsit,
sulfat atau oksidasi besi.

1.3.4.1. Ukuran Butir (Grain Size). Pemerian ukuran butir pada batuan sedimen klastik
menggunakan skala Wentworth (1922), yaitu :
Tabel. Pemerian ukuran butir pada sedimen klastik Wentworth (1922)
Ukuran Butir (mm) Nama Butir Nama Batuan
> 256 Bogka (boulder) Breksi : jika fragmennya
berbentuk runcing.
Konglomerat : jika
64 256 Berangnkal (couble)
fragmennya berbentuk
membulat.
4 64 Kerakal (pebble)
24 Kerikil (granile)
Pasir sangat kasar (very coarse
12
sand)
-1 Pasir kasar (coarse sand)
- Pasir sedang (medium sand) Batu Pasir
1/8 - Pasir halus (very fine sand)
Pasir sangat halus (very fine
1/16 - 1/8
sand)
1/16 1/256 Lanau (silt) Batu Lanau
< 1/256 Lempung (clay) Batu Lempung

Butir lanau dan lempung tidak dapat diamati dan diukur secara megaskopis. Ukuran butir
lanau dapat diketahui jika material itu diraba dengan tangan masih terasa ada butir seperti
pasir tetapi sanagat halus. Ukuran butir lempung akan terasa sangat halus dan lembut di
tangan, tidak terasa ada gesekan butiran seperti pada lanau, dan bila diberi air akan tersa
sangat licin.
Besar butir pada batuan sedimen klastika pada dipengaruhi oleh :
1. Jenis pelapukan
2. Jenis transportasi
3. Waktu atau jarak transportasi

41
4. Resistensi butiral mineral
1.3.4.2. Bentuk Butir.
Kebundaran (roundness) adalah tingkat membundar atau meruncingnya butiran, sifat
ini hanya dapat diamati pada batuan sedimen klastika kasar. Tingkat kebundaran butir
dipengaruhi oleh komposisi butir, uluran butir, jenis proses transportasi dan jarak transport.
Butiran dari mineral yang resisten seperti kuarsa dan sirkon akan berbentuk kurang bundar
dibandingkan butiran dari mineral kurang risesten seperti feldspar dan piroksen. Butiran
berbentuk lebih besar dari kerakal akan lebih mudah membundar dari yang berukuran pasir.
Jarak transport akan mempengaruhi tingkat kebundaran dari jenis butir yang sama, makin
jauh jarak transport butiran akan bundar.
Menurut Pettijohn, dkk (1987), berdasarkan kebundaran atau kerincingan butir
sedimen maka tingkat kebundaran dibagi menjadi enam kategori. Keenam batasan pemerian
kebundaran tersebut adalah :
a. Sangat meruncing (sangat menyudut) (very angular)
b. Meruncing (menyudut) tanggungan (subrounded)
c. Meruncing (menyudut) tanggungan (subangular)
d. Membundar (membulat) (subrounded)
e. Membundar (membulat) (rounded)
f. Sangat membundar (membulat) (well-rounded)

Gambar 1.4. Tingkat kebundaran dan keruncinagn batuan sedimen (Pettijohn, dkk 1987)

3.3.4.3. Pemilahan (Sorting). Pemilahan adalah tingkat keseragaman dari ukuran besar butir
penyusun betuan sedimen (gambar 1 - 5), terdiri dari :
1. Pemilahan Baik, bila ukuran besar butir didalam batuan sedimen merata atau sama
besar, pemilahan ini biasanya terjadi pada batuan sedimen kemas tertutup.
2. Pemilahan Sedang, bila ukuran besar butir di dalam batuan sedimen ada yang seragam
dan ada yang tidak seragam.

42
3. Pemilahan buruk, bila ukuran besar butir di dalam batuan sedimen tidak merata,
terdapat matrik dan fragmen (sangat beragam, berukuran halus hingga kasar).
Pemilahan jenis ini umumnya terdapat pada betuan sediment kemas terbuka.

Gambar 1. 5. Pemilahan ukuran butir di dalam batuan sedimen

3.3.4.4. Kemas atau Fabric. Di dalam batuan sedimen ada dua jenis kemas yaitu :
a. Kemas Tertutup, bila butiran fragmen saling bersentuhan atau bersinggungan
atau berhimpitan satu sama lain (grain atau clast supported). Apabila ukuran butir
fragmen ada dua macam (besar dan kecil), maka disebut bimodal clast supported.
Tetapi ukuran butir ada tiga macam atau lebih maka disebut polymodal clast
supported.
b. Kemas Terbuka, bila butiran fragmen tidak saling bersentuhan, karena
diantaranya terdapat material yang lebih halus yang disebut matrik (matrix
supported). Fragmen mengambang dalam matrik.

1.3.5. Struktur Batuan Sedimen


Struktur sedimen adalah kenampakan yang berbeda dari perlapisan normal pada
betuan sedimen dalam dimensi yang lebih besar, terutama disebabkan oleh proses selama
pengendapan serta pengaruh kondisi energi pembentuknya. Pembelajaran tentang stuktur
batuan sedimen, lebih efektif dilakukan pada singkapan batuan di lapangan.
Menurut Koesoemadinata (1981), struktur pada batuan sedimen dapat terbentuk pada
saat pengendapan mauoun segera setelah proses pengendapan.
Berdasarkan genesanya dikenal tiga jenis struktur batuan seimen, yaitu :

43
a. Struktur Sedimen Primer (primary sedimentary structures), struktur sedimen yang
terbentuk akibat proses sedimentasi, seingga struktur ini mencerminkan mekanisme
pengendapananya. Contoh struktur sedime primer; perlapisan (planar atau strtifikasi) ika
tebal perlapisan > 1cm dan disebut laminasi apabila < 1cm. Struktur perlapisan dan
laminasi pada batuan terbentuk kerena ada perubaan kondisi fisik, kimia, dan biolaogi,
misalnya terjadi pada energi arus sehingga terjadi perubaan ukuran butir yang
diendapkan. Macam macam perlapisan dan laiminasi; a) perlapisan/laminasi sejajar
(normal): lapisan/laminasi batuan tersusun secara horizontal dan saling sejajar satu
dengan yang lainnya. b) perlapisan/laminasi simpang siur (cross bedding/lamination):
perlapisan atau laminasi batuan saling potong memotong satu dengan yang lainya. c)
graded bedding: terjadi perubaan ukuran butir yang bergadasi baik secara normal (gradasi
butirnya makin alus ke arah atas) atau gradasi terbalik (makin kasar kearah atas). Gambar
1.6 menunjukan struktur sedimen primer.

A B

44
Gambar 1.6. jenis struktur sedimen primer. A. Graded Bedding, B. Cross Stratification, C.
Berbagai jenis struktur perlapisan/laminasi

b. Struktur Sedimen Sekunder (secondary sedymentary structures), terbentuk setelah


sedimentasi, sebelum atau pada saat proses diagenesa. Struktur ini mencerminkan kondisi
lingkungan pengendapan, lereng, dan organismenya. Conto struktur sedimen sekunder;
ripple mark: bentuk permukaan yang bergelombang kerena adanya arus, flute cast: bentuk
gerusan pada permukaan lapisan akibat aktivitas arus, mudkracks: bentuk retakan pada
lapisan lumpur (mud) biasa berbentuk poligonal, rain marks: kenampakan pada
permukaan sedimen akibat tetesan air hujan. Struktur sedimen sekunder yang terjadi
kerena deformasi: load cast; lekukan pada permukaan lapisan akibat gaya tekan dari
beban diatsnya, convolute structure; liukan pada batuan sedimen akibat proses deformasi,
sandstone dike and sill; kerena deformasi pasir dapat terinjeksi pada lapisan sedimen
diatasnya. Gambar 1.7. menunjukan struktur sekunder.
Catatan; struktur batuan sedimen sekunder yang terbentuk setelah batuan tersebut
terbentuk, seperti kekar, sesar dan lipatan, tidak akan dibaas dalam materi petrologi.

A
B

C D

45
Gambar 1.7 jenis-jenis struktur sedimen sekunder a) flute cast, b) ripple mark; c) convolut
struktur; d) mud cracks

c. Struktur yang terbentuk oleh aktivitas organisme di lingkungan sedimentasi, antara lain :
cetakan kaki binatang (footprints of various animals), jejak (track and trail); Track:
berupa tapak organisme, Trail: jejak berupa seretan bagian tubuh organisme, Galian
(burrow) lubang atau bahan galian hasil aktivitas organisme, cetakan (Cast and Mold)
Mold; bagian tubuh organisme, Cast ; cetakan dari mold.

3.3.6. Komposisi Mineral


Batuan sedimen berdasarkan komposisinya dapat dibedakan menjadi beberapa
kelompok, yaitu :
a. Batuan Sedimen Detritus atau klastik, dapat dibedakan menjadi :
Detritus halis : batu lempung, lanau, serpih
Detritus sedang : batu pasir
Detritus kasar : breksi dan konglomerat
Deskripsi batuan detritus atau klastik dilakukan secara terinci sesuai dengan
teksturnya yaitu : Fragmen : butiran pada batuan sedimen klastik yang berukuran
lebih besar dari pasir, dapat berupa pecahan batuan, mineral lempung, kuarsa,
feldspar, mika, cengkang cengkang fosil atau zat organik lainnya. Matrik : butiran
pada batuan sedimen klastik yang berukuran lebih kecil dari fragmen dan diendapkan
bersama sama dengan fragmen. Komposisi matrik sama dengan komposisi fragmen.
Semen : material halus pada batuan sedimen klastik yang menjadi pengikat. Semen
diendapkan setelah fragmen dan matrik. Semen umumnya berupa silika (kalsedon
atau kuarsa), karbonat (kalsit atau dolomit, sulfat oksida besi siderit, hematit, limonit).
Pada batuan sedimen detritus atau klastik berbutir halus seperti : batu lempung, lanau
dan serpih, unsur semen tidak mutlak ada karena butiran dapat saling terkait oleh daya
kohesi masing masing butir.
b. Batuan sedimen evaporit
Batuan sedimen ini terbentuk dari proses evaporasi. Contoh batuannya adalah gips
anhydrit, batu garam.
c. Batuan sedimen batu bara

46
Batuan ini terbentuk dari mineral organik yang barasal dari tumbuhan. Untuk batu
bar dibedakan bedasarkan kandungan unsur karbonat, oksigen, hidrogen, air dan
tingkat pengembangan. Contohnya lignit, bitominous coal, anthracite.
d. Batuan sedimen silika
Batuan sedimen silika ini terbentuk oeh proses organik dan kimiawi. Contohnya
adalah rijang (chert), radiolaria dan tanah diatome.
e. Batuan sedimen karbonat
Batuan ini terbentuk baik oleh prises mekanis, kimiawi atau organik. Contoh
batuan karbonat adalah framestone, boundstone, packstone, wackstone, dan
sebagainya.

1.4 Pemerian Batuan Sediment Non- Klastik


1.4.1. Tekstur
Tekstur batuan sedimen non klastik dibedakan menjadi dua macam yaitu :
a. Tekstur Kristalin
Tekstur kristalin jika batuan sedimen non kristalin terdiri dari kristal kristal yang
interlocking, yaitu kristal kristalnya saling mengunci. Untuk pemerian ukuran butiran
menggunakan skala ukuran butir Wentworth (1922) yang tela dimodifikasi sebagai berikut :
Tabel. Ukuran butir batuan sedimen non klastik berdasarkan
Wentworth (1922) yang tela dimodifikasi.
Ukuran Diameter Butir
Nama Butir
(mm)
Berbutir kasar 1/8 2
Berbutir sedang 1/256 1/8
Berbutir halus 1/256
Berbutir sangat halus < 1/256

b. Tekstur Amorf
Tekstur ini disebut juga tekstur non kristalin adalah tekstur pada batuan sedimen non
klastik yang disusun oleh mineral yang tidak membentuk kristal.

47
1.4.2. Struktur
Struktur pada batuan sedimen non klastikterbentuk dari proses reaksi kimia ataupun
kegiatan organisme. Jenis jenis struktur pada batuan sedimen non klastik :
a. Struktur Fosiliferus ; apabila batuan sedimen non klastik disusun atau komposisi batuan
tersebut terdiri dari fosil (sedimen organik).
b. Struktur oolit ; apabila suatu fragmen klastik diselubungi atau dilingkupi oleh mineral
mineral non klastik, bersifat konsentris dengan diameter <2 mm.
c. Pisolitik ; butiran karbonat berbentuk bulat atau elips yang mempunyai satu atau lebih
struktur laminae yang konsentris dan mengelilingi inti. Inti penyusun biasanya pertikel
karbonat atau butiran kuarsa memiliki ukuran >2 mm disebut pisoid.
d. Konkresi ; kenampakan struktur ini sama dengan struktur oolit tetapi menunjukkan
adanya sifat konkresi.
e. Cone in cone ; struktur pada batu gamping kristalin yang menunjukkan pertumbuhan
kerucut per kerucut.
f. Biohem ; tersusun oleh organisme murni dan bersifat insite.
g. Biostrome ; seperti biohem tetapi bersifat klastik. Biohem dan biostome merupakan
struktur luar yang hanya tampak di lapangan.
h. Septaria ; sejenis konkresi tetapi mempunyai komposisi lempungan. Ciri khasnya adanya
rekahan rekahan yang tidak teratur sebagai akibat penyusutan bahan lempung tersebut
karena proses dehidrasi yang kemudian celah celah yang terbentuk terisi oleh kristal
kristal karbonat yang kasar.
i. Geode ; banyak dijumpai pada batu gamping, berupa rongga rongga terisi oleh kristal
kristal yang tumbuh kearah pusat rongga tersebut. Kristal bisa beripa kalsit maupun
kuarsa.
j. Stylolite ; merupakan hubungan antar butir yang bergerigi.

1.5. Penamaan Batuan yang Digunakan di Laboratorium

1.5.1. Batuan Sedimen Klastik


Penamaan batuan sedimen klastik lebih ditekankan pada ukuran dan bentuk butir,
dengan perinciannya sebagai berikut :
a. Batu Pasir : untuk butiran yang berukuran pasir
b. Batu lanau : untuk butiran yang berukuran slit (lanau)
c. Batu lempung : untuk butiran yang berukuran lempung

48
d. Serpih : adalah batu lempung yang menunjukkan struktur fasility (sifat belah yang tidak
menerus)
e. Napal : adalah batu lempung dengan kandungan karbonat sangat tinggi (30 40%)
Untuk ukuran butir yang lebih besar dari pasir :
a. Konglomerat : jika butirnya berbentuk membulat
b. Breksi : jika butirnya menunjukkan bentuk runcing

1.5.2. Batuan Sedimen Non Klastik


Penamaan batuan sedumen non klastik sangat tergantung oleh jenis mineral
penyusunnya dan karena pembentukannya disebabkan oleh larutan kimia maupun organis,
maka sedimen non klastik ini bersifat mono mineral.
Contoh penamaan batuan :
Batu gips : jika tersusun oleh gipsum
Rijang : jika tersususn oleh kalsedon
Batu garam : jika tersusun oleh halit
Batu bara : jika tersusun oleh karbon

49
Contoh Deskripsi
No. Urut :1
No. Peraga : BSK 107
Jenis Batuan : Batuan Sedimen Klastik

Batuan sedimen berwarna coklat kekuningan, tekstur batuannya klastik, terdapat matriks dan
fragmen, ukuran butir 3,5 2,2 mm (kerikil), sedangkan ragmen berukurn kerikil, sortasi
sedang, kemas terbuka, bentuk butirnay membulat (weel rounded) sampai membulat sangan
baik (vary weel rounded) struktur masif, komposisi matiks adalah kuarsa dan felspar,
komposisi fragmen adalah batuan beku yang mempunyai komposisi kuarsa, basalt, andesit,
rijang.

Deskripsi komposisi
Komposisi:
Fragmen : Kuarsa, basalt, andesit, rijang
Matriks : Kuarsa, felspar
Semen : Silika

Nama batuan: Konglomerat (Wentworth, 1922)

Petrogenesa : batuan terbentuk dari asil transportasi dan deposisi materal sedimen yang
diangkut oleh arus dengan energi sedang. Bila diliat dari bentuk butirannya yang membulat
maka diperkirakan batuan yang suda mengalami transportasi yang jauh.

50
Mengetahui,
Asisten acara

(....................)

51
BAB IV. BATUAN KARBONAT

2.1 Pendahuluan
Batuan karbonat adalah semua batuan yang terdiri dari mineral mineral karbonat.
Dalam prakteknya adalah terutama batu gamping (linestone) dan dolomite. Menurut Pettijohn
(1975), batuan karbinat adalah batuan yang fraksi karbonat lebih besar dari fraksi non
karbinat. Fraksi karbonat tersusun atas unsure logam + CO3 seperti aragoni, kalsit, dolomite,
magnesit, ankerit, dan siderit, sedangkan fraksi non karbonat antara lain mineral kuarsa,
feldspar, lempung, gypsum, anhidrit, glaukonit dan terdapat dalam beberapa lingkungan
seperti ditunjuk pada gambar 2.1

Gambar 2.1 Beberapa lingkungan khas tempat terbentuknya batuan Karbonat (Redrawn from
Tucker et al. 1990)

Batuan karbonat menarik untuk dipelajari karena antara lain memiliki arti penting
dalam mengungkap kondisi lingkungan dimasa lampau, memiliki proses diagenesa yang
menarik, memiliki corak, kilap dan nilai estetika karena seringkali ditemukan kerangka atau
cangkang binatang binatang laut, ooid (bulatan bulatan kecil berukuran pasir kasar)
sehingga menarik pula untuk direkayasa menjadi berbagai bentuk ornamen dan asesoris
rumah tangga.
Batuan karbonat mempunyai keistimewaan dalam proses pembentukannya yaitu dapat
terjadi secara insitu dari larutan, praktis tidak ada detritus darat, dapat terjadi secara kimiawi

52
maupun secara biokimia dan pada proses tersebut organisme turut berperan, dapat pula terjadi
dari butiran rombakan yang telah mengalami transportasi secara mekanik dan kemudian
diendapkan ditempat lain. Batuan karbonat dapat pula terjadi akibat proses diagenesa dari
batuan karbonat yang lain (contoh yang lain adalah proses dolomitsasi, yaitu proses
perubahan mineral kalsit menjadi dolomit).
Hal lain dari proses pembentukan batuan karbonat adalah terbentuknya klastik sebagai
fragmentasi atau pembentukkan sekunder (contoh batu gamping oolit) dan pengendapannya
menyerupai detritus.
Batuan karbonat penyusun 10% - 20% dari seluruh batuan sedimen yang ada
dipermukaan bumi ini. Meskipun batuan karbonat secara volumetric lebih kecil jika
dibandingkkan dengan batuan sedimen silisiklastik, tetapi tekstur, struktur, dan fosil yang
terkandung di dalam batuan karbonat dapat memberikan informasi yang cukup penting
mengenai lingkungan laut purba, kondisi paleoekologi, dan evolusi bentuk bentuk
kehidupan, terutama organisme organisme laut. Meskipun sebagian batuan karbonat
terbentuk pada laut dangkal (supratidal - subtidal), seperti terumbu, batuan karbonat juga
terbentuk di laut dalam sebagai endapan pelagic atau turbidit, seperti chalk, dan
chetylinestone. Selain pada lingkungan laut, batuan karbonat juga terbentuk di danau dan
pada tanah (soil) yang disebut sebagai caliche (vodose pisoid) (Tucker, 1982).
Batuan karbonat dipelajari secara tersendiri, karena beberapa alasan sebagai berikut :
terbentuk pada cekungan dimana dia diendapkan (intrabasinal) tergantung pada aktivitas
organisme, mudah berubah oleh proses diagenesis akhir, hampir 50% tersusun oleh
endapan endapan laut, mewakili seluruh zaman biologi mulai dari Proterozoik samapai
Kenozoik, proses pembentukannya tidak sama dengan proses pembentukan batuan sedimen
silisiklastik, tekstur dan komposisi mineral karbonat tidak menunjukan provanense batuan
asal, dan batuan karbonat berasal dari subtidal carbonate factory (middle-outer shelf).

2.2 Komposisi Kimia Dan Mineralogi Batuan Karbonat


Beberapa mineral penting yang terdapat pada batuan karbonat adalah;
a. Aragonite; merupakan mineral yang paling labil, berbentuk jarum, diendapkan secara
kimiawi langsung dari presipitasi air laut.
b. Kalsit dan mg kalsit; merupakan mineral batuan karbonat yang stabil, berbentuk kristal
hablur, hasil rekristalisasi aragonite, serta sebagai semen pengisi ruang antar butir dan
rekahan.

53
c. Dolomite; hamper serupa dengan mineral kalsit, tetapi secara petrografis dapat terjadi
secara langsung dari presipitasi air laut, tetapi lebih besar terjadi akibat pergantian
(replacement) mineral kalsit.

Tabel. 2. Sifat Sifat Mineral Karbonat : Aragonit, Kalsit dan Dolomot.


Aragonit Kalsit Dolomit
Rumus Kimia CaCO3 CaCO3 CaMg(CO3)2
Sistem Kristal Orthorhombic Trigonal Trigonal
Warna Tidak Tidak Tidak berwarna atau
berwarna atau berwarna atau putih, sering dikotori
putih putih warna kuning dan cokelat
Berat Jenis 2,94 2,72 2,86
Elemen jejak Sr, Ba, Pb Mg, Fe, Mn, Fe, Mn, Zn, Cu
yang umum Zn, Cu
Reaksi dengan Cepat melarut Cepat melarut Tidak banyak yang
HCl dan berbuih dan cepat pula melarut
berbuih
Lingkungan Laut normal Air meteorik Bervariasi : air tawar
Diagenesa sampai freatik dan sampai air laut
salinitas fados bawah bersalinitas tinggi
tinggi permukaan
Perubahan Bertambah 5 13% (dalam sistem
volume (Jika 8% (dalam tertutup)
-
terneomorf ke sistem
kalsit) tertutup)

Mineral karbonat lainnya adala: magnesit (MgCO3) dan siderit (FeCO3), ankerite
(Ca(Fe,Mg)(CO3)2), yang hadir dalam batuan karbonet dalam jumlah sedikit.
Endapan endapan karbonat pada saat ini terutama tersusun oleh aragosnit,
disamping itu juga kalsit dan dolomite. Aragonit tersebut kebanyakan berasal dari rposes
bigenik (ganggang ijau/kalkareus atau green algae) atau hasil presipitasi langsung dari air laut
secara kimiawi. Aragonit jarang dijumpai pada batuan karbonat purba. Aragonit adal polimorf
metastabil dari CaCO3, dan mudah beruba jadi kalsit dalam kondisi berair (aqueous).
Aragonit ini bersifat tidak stabil, artinya segera setela terbentuk akn beruba jadi kalsit. Oleh

54
kerena adanya substitusi Ca oleh Mg, maka kalsit pada endapan karbonat masa kini ada 2
macam yaitu: a) low- Mg calcite, apabila kandugan MgCO3 < 4%, dan terbentuk pada daera
yang dingin. b) high- Mg calite, apabila kandugan MgCO3 4%, dan terbentuk pada daerah
yang hangat.
Dolomith terbentuk pada daerah yang subratidal dan danau air tawar, tetapi
mempunyai nilai kepentingan yang kebih kecil jika dibandingkan dengan aragonit dan kalsit.
Dolomit pimer, merupakan hasil presipitasi langsung dari air laut secara kimia (12%), dan
dolomit sekunder merupakan hasil proses penggantian (replacement) atau desebut proses
dolomitasi.

2.3 Komponen Penyusun Batuan Karbonat


Komponen penyusun batuan karbonat dibedakan atas; non skeletal grain, skeletal
grain, micrite, dan sparite (Tucker, 2001)
2.3.1. Non-skeletal grains (butiran non-cangkang), terdiri dari;
a. Ooid dan pisoid; ooid adalh btiran karbonat berbetuk bulat atau ellips yang mempunyai
satu atau lebih struktur laminae yang konsentris dan mengelilingi inti (gambar 2.2). inti
penyusun biasanya partikel karbonat atau butiran kuarsa (Tucker, 2001). Ooid memiliki
ukuran butir pada intinya < 2mm dan apabila memiliki butiran > 2mm disebut pisoid
(Tucker, 2001). Sedimen yang terdiri atas ooid dekenal dengan oolid. Sebagian besar ooid
memiliki diameter berkisar 0,2 - 0,5 mm.

Gambar 2.2 butiran karbonat nonskeletal jenis ooid

55
b. Peloid; dalah butiran karbonat yang berbentuk bulat, alips atau meruncing, tersusun oleh
mikrit dan tanpa struktur internal. Ukura butirnya antara <0,1 0,5 mm.

Gambar 2.3. butiran karbonat nonskeletal janis peloid

c. Agregat (lump/grapestone); merupakan kumpulan dari beberapa jenis butiran yang


tersemen bersama-sama oleh semen mikrokristalin kalsit atau tergabung oleh material
organic. Agregat terbentuk pada lingkungan laut dangkal dengan energi arus dan
gelombang yang relatif rendah.

Gambar 2. 4 butiran Karbonat non skeletal jenis agregat (lump/grapestone) (Tucker 2001)
2.3.2. Skeletal grain (butiran cangkang);
Adalah butiran dari bagian resisten organisme dalam batu gamping, baik yang masih
utuh maupun yang suda hancur. Butiran yang masuk dalam kategori ini adalah;
fragmen koral, molluska, pecahan crinoid, sisa ganggang dan cangkang foraminifera.

2.3.3. Sparit;

56
Merupakan komponen karbonat terdiri dari hablur-hablur kalsit yang jelas, berukuran
0,002 1mm secara mikroskopis.

2.3.4. Mikrit;
Merupakan Lumpur karbonat mikrokristalin, berukuran halus sekitar 4 (micrometer),
dan secara mikroskopis mempunyai kenampakan yang keruh, kecoklatan, terbentuk
baik secara mekanis maupun kimiawi pada saat pengendapan berlangsung.

2.4 Klasifikasi Batuan Karbonat


Klasifikasi batuan karbonat telah dikemukakan oleh antar lain : Grabau (1913),
Dunham (1962), Embry dan Klovan (1972), Folk (1974), Pettijohn (1975), Koesoemadinata
(1981), setiap klasifikasi memiliki penekanan yang berbeda beda.
Secara umum, klasifikasi batuan karbonat ada 2 macam, yaitu klasifikasi deskriptif
dan klasifikasi genetik. Klsifikasi deskriptif merupakan klasifikasi yang didasarkan pada sifat
sifat batuan yang dapat diamati dan dapat ditentukan secara langsung, seperti fisik, kimia,
biologi, dan mineralogi, atau tekstur. K;asifikasi genetik merupakan klasifikasi yang menekan
pada asal usul batuan.

2.4.1. Klasifikasi Grabau (1931);


Menurut Grabau (1904) Batu gamping dapat dibagi menjadi lima macam yaitu;
a. Calcirudite yaitu; batu gamping yang ukuran butirnya lebih besar dari pasir (> 2mm)
b. Calcarenite yaitu; batu gamping yang ukuran butirnya sama dengan dari pasir (1/16
mm)
c. Calcilutite yaitu; batu gamping yang ukuran butirnya lebih kecil dari pasir (<1/16
mm)
d. Calcipulverite yaitu; batu gamping hasil presipitasi kimiawi seperti batu gamping
kristalin.
e. Batu Gamping organic; yaitu hasil pertumbuhan organisme secara insitu, seperti
terumbu dan stromtolite.

2.4.2. Klasifikasi Dunham (1962)


a. Butiran yang didukung oleh Lumpur (mud supported)

57
b. Butiran saling menyangga (grain supported)
c. Sebagai butiran didukung oleh Lumpur dan sebagian butirannya saling mengangga
(partial).
Berdasarkan factor-faktor tersebut di atas, Dunham (1962) mengklasifikasikan batuan
Karbonat sebagai berikut (Gambar 2.5)

Gambar 2.5 klasifikasi batuan karbonat berdasarkan tekstur pengendapannya (Dunham 1962)
a. Mud Supported ;
Jika jumlah butiran kurang dari 10 %
Jika jumlah butiran lebih banyak dari 10 %
b. Grain supported
Dengan matriks : Packstone
Sedikit atau tanpa matriks : Grainstone
c. Komponen yang saling terikat pada waktu pengendapan, dicirikan dengan adanya
struktur tumbuh : Boundstone
d. Tekstur pengendapan yang tidak teramati jelas : Cristaline Carbonate

2.4.3. Klasifikasi Embry Klovan (1972)


Didasarkan pada tekstur pengendapan dan merupakan pengembangan dari klasifikasi
dunham, yaitu dengan menambahkan kolom khusus yaitu crystalline carbonate, dan
membedakan % butiran yang berdiameter 2mm dari butiran berdiameter > 2mm. dengan
demikian klasifikasi embry dan klovan seluruhnya didsasarkan pada tekstru pengendapan dan
lebih tegas di dalam ukuran butir, yaitu ukuran grain = 0,03 2 mm dan ukuran Lumpur
karbonat = < 0,03mm.

58
Berdasarkan cara terjadinya, Embry & Klovan membagi batu gamping menjadi 2
kelompok yaitu : batu gamping allochothon dan batu gamping autochon. Batu gamping
autochon adalah bat ugamping yang komponen penyusunnya berasal dari organism yang
saling mengikat selama pengendapannya. Batu gamping ini dibagi atas 3, yaitu : bafflestone
(tersusun oleh biota berbentuk bercabang), bindstone (tersusun oleh biata berbentuk bergerak
atau lempengan) dan framestone (tersusun oleh biota kubah atau kobis)
Batu gamping allotchon adalah batu gamping yang komponennya berasal dari
sumbernya fragmentasi mekanik, kemudian mengalami transportasi dan diendapkan kembali
sebagai partikel padat. Batu gamping ini dibagi menjadi 6 macam yaitu : mudstone,
wackstone, packstone, grainstone, floastone, dan rudstone
Dengan demikian klasifikasi Embry & Klovan sangat tepat untuk mempelajari
terumbu dan tingkat energi pengendapan, seperti ditunjukan pada gambar 2. 6

Gambar 2.6 sketsa jenis batu gamping terumbu menurut Embry & Klovan, (James, 1971)

2.4.4. Klasifikasi Folk (1974)


Menurut folk, ada tiga macam komponen utama penyusun batu gamping, yaitu:
a. Allochem ; Material karbonat sebagai hasil presipitasi kimiawi atau biokimia yang
telah mengalami transportasi (intrabasinal), analog dengan butiran pasir atau
gravel pada batuan asal. Allochem terdiri daro; intraclast, oolit, pellet, dan fosil.
b. Microcrystalline Calcite Ooze (micrite); Mineral karbonat yang berdiameter 1 4
mikran, translucent dan berwarna kecoklatan (dalam asahan tipis), dalam
handspecimen, micrite bersifat opak dan dull, berwarna putih, abu-abu kecoklat-
coklatan atau hitam. micrite analog dengan lempung pada batu lempung atau
matrik lempung batu pasir.
c. Sparry Calcite (Sparite); komponen yang berbentuk butiran atau kristal yantg
berdiameter 4 mikron (4-10 mikron) dan memperlihatkan kenampakan yang

59
jernih dan mozaik dalam asahan tipis, berfungsi sebagai pore filing cement.
Sparite analog dengan semen pada clean sandstone.
Berdasarkan perbandingan relatif antara allochem, micrite, dan sparite serta jenis
allochem yang dominnan, maka folk membagi batu gamping menjadi empat family seperti
yang terliha pada gambar 2. 7 batu gamping tipe I dan II disebut allochemical rock (allochem
> 10%), sedangkan batu gamping tipe III disebut sebagai orthochemical rock (allochem
10%). Batas ukuran butir yang digunakan oleh Folk untuk membedakan antara butiran
(allochem) dan micrit adalah 4 mikron (lempung).

Gambar 2.7 penggambaran skematik komponen


yang menjadi dasar klasifikasi batuan karbonat menerut Folk (Boggs, 1987)

Batu gamping tipe I analog dengan batu pasir/konglomerat tang tersortasi bagus dan
terbentuk pada high-energi zone. Batu gamping tipe II analog batu pasir lempung atau
konglomerat lempung dan terbentuk pada low-energi zone dan batu gamping tipe III analog
dengan batu lempung dan terbentuk pada kondisi yang tenang (lagoon)
Prosedur pemberian nama batuan menurut Folk adalah sebagai berikut :
1. Jika interclast> 25 % interclast rock
2. Jika interclast 25% lihat persentase oolitnya
3. Jika oolit > 25% oolite rock
4. Jika interclast 25% dan soolit 25%, lihat perbandingan fosil dengan pellet, yaitu :
Fosil : pellet 3> 1 biogenetik rock
Fosil : pellet < 3 : 1 pellet rock
Fosil : pellet 3 : 1, 1 : 3 biogenetic pellet rock.

60
Aturan penamaan batuan adalah sebagai berikut. Kata pertama dalah jenis
Allochem yang dominan dan kata kedua adalah jenis orthochem yang
dominan. Contoh : intrasparite, biomicrite dll.

2.5 Pemerian Batuan Karbonat


2.5.1. Pemerian batu gamping klastik
Batu gamping klastik adalah batu gamping yang terbentuk dari pengendapan kembali
detrital batu gamping asal, contoh
a. Kalsirudit; butiran berukuran rudit (granule)
b. Kalkarenit ; butiran berukuran arenit (pasir)
c. Kalsilutit ; butiran berukuran lutit (lempung)
Sistematika deskripsi pada hakekatnya sama dengan sediment klastik, yaitu meliputi
tekstur, komposisi mineral dan struktur.

2.5.1.1. Tekstur
Sama dengan pemerian batuan sedimen klastik hanya berbeda istilah saja, meliputi :
Nama Butir Ukuran Butir
Rudite 1 mm
Arenit 0,062 1 mm
Lutite 0,062 mm

2.5.1.2. komposisi mineral


Pada batu gamping klastik juga terdapat fragmen, matriks, semen namun berbeda
istilah saja. Menurut FOLK (1974), komposisi batu gamping meliputi :
a. Allochem : merupakan fragmen yang tersusun oleh kerangka atau butiran butiran klastik
dari hasil abrasi dari batu gamping yang sebelumnya ada.
Macam macam Allochem yaitu;
Kerangka organisme (skeletal) : merupakan fragmen yang terdiri atas
cangkang cangkang binatang atau hasil pertumbuhan.
Interclast : merupakan fragmen yang terdiri atas butiran butiran
dari hasil abrasi batu gamping yang sebelumnya telah ada.
Pisolite : merupakan butiran butiran oolit dengan ukuran lebih
besar dari 2 mm.

61
Pellet : merupakan fragmen yang menyerupai oolit tetapi tidak
menunjukkan adanya struktur konsentris.
b. Mikrit : identik dengan matrik dalam sedimen klastik yang merupakan kristal kristal
karbonat dengan ukuran lebih kecil dari 0,01 mm, yang terbentuk pada saat sedimen serta
mengisi rongga antar butir.
c. Sparit : merupakan hablul hablur kalsit yang jelas teramati
2.5.1.3. Struktur
Pemeriannya sama dengan pemerian batuan sedimen klastik.

2.5.2. Pemerian Batu Gamping Non Klastik


Batu gamping non klastik adalah batu gamping yang terdiri dari proses proses
kimiawi atau organis. Umumnya bersifat mono mineral. Batu gamping jenis ini dapat
dibedakan menjadi:
a. Hasil biokimia : bioherm, biosstrome
b. Hasil larytan kimia : trvertin, tufa
c. Hasil replacement : batu gamping fosfat, batu gamping dolomit, batu gamping silika
dan lainnya.
Pemeriannya batu gamping non klastik pada prinsipnya sama dengan batuan sedimen
non klastik lainnya.

2.6 Aspek Ekonomis Batu Gamping


Aspek ekonomis batuan karbonat antara lain sebagai berikut;
a. Sebagai reservoir minyak bumi atau kuifer air tanah.
Hal ini disebabkan karena batuan karbonat mempunai 2 macam porositas, yaitu porositas
primer (porositas intergranuler dan porositas intraganular) dan porositas sekunder (lubang
lubang atau celah celah pelarutan). Porositas intragranular inilah yang tidak dimiliki
oleh batuan sedimen silisiklastik.
b. Disektor pertanian batu gamping diperlukan meningkatkan kesuburan tanah dengan cara
menurunkan keasaman (pH) tanah.
c. Sebagai bahan keramik, bahan baku industri kaca, bahan baku industri bata silica, sebagai
bahan baku industri, seperti seman Portland, kosmetik, cat, bahan pemutih kertas dan lain
lain.
d. Apabila batuan karbonat terkena intrusi dengan magma yang bersifat intermediat, maka
dapat manghasilkan terbentuknya jebakan jebakan mineral bijih (ore deposit), seperti

62
timbale (Pb), tembaga (Cu), seng (Zn), emas (Au), dan greisen, sedangkan endapan yang
terbentuk pada batuan samping disebut skarn.

63
Contoh Deskripsi

No. urut :1
No. peraga : BSK 108
Jenis batuan : Batuan karbonat (Batugamping Klastik)

Batuan sedimen berwarna putih kekuning-kuningan, struktu massif, tekstur (ukuran butir ;
arenit) terdapat allochem berupa interclast, mikrit karbonatan sparit karbonatan

Deskripsi komposisi
Komposisi mineral: Allochem : interclast
Mikrit : karbonat
Sparit : karbonat

Nama Batuan : KALKARENIT (pasir)

Petrogenesa

Batugamping ini terbentuk dari hasil pengendapan kembali detrital batu gamping asal. Hal ini
didukung oleh adanya interclast yang menunjukkan bahwa sebagian besar fragmen terdiri
dari atas butiran-butiran dari hasil abrasi batugamping yang telah ada.

Mengetahui,
Asisten acara

()

64
Contoh Deskripsi

No. urut :2
No. peraga : BSK 109
Jenis batuan : Batuan karbonat (Batugamping non-Klastik)

Batuan sedimen berwarna putih kekuning-kuningan, struktu batuan konkresi , tekstur amorf,
komposisi mineral : dolomit, struktur konkresi

Deskripsi komposisi
Komposisi mineral: Dolomit

Nama Batuan : TRAVERTIN

Petrogenesa

Batugamping ini terbentuk dari proses-proses kimiawi, terbentuk dari mono mineral
(dolomit)

Mengetahui,
Asisten acara

()

65
BAB V. BATUAN METAMORF

BAB IV. BATUAN METAMORF

4.1. Pendahuluan
Batuan metamorf merupakan hasil malihan dari batuan induk, baik batuan beku,
batuan sedimen, maupun batuan metamorf itu sendiri yang ditunjukan dengan adanya
perubahan komposisi mineral, tekstur dan struktur batuan yang terjadi pada fase padat (solid
state) tanpa melalui fase cair, akibat adanya perubahan temperatur (T) (200 0 - 6500), tekanan
(P) yang tinggi ( 1 atm < P < 10.000 atm) dari kondisi kimia di kerak bumi (pada kedalaman
3 20 km) (Blatt dkk, 1982).
Winkler (1987) menyatakan bahwa proses proses metamorfisme itu mengubah
mineral mineral suatu pada fase padat karena pengaruh atau respons terhadap kondisi fisika
dan kimia di dalam kerak bumi yang berbeda dengan kondisi sebelumnya. Proses proses
tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesa.
Jackson (1970) mengemukakan bahwa selama terjadinya metamorfosa komposisi
kimia batuan dapat mengalami perubahan ataupun tetap sehingga metamorfosa dapat
dibedakan menjadi:
a. Metamorfosa Isokimia (sistem tertutup), yaitu metamorfosa yang tidak melibatkan
atau hanya sedikit melibatkan perubahan komposisi kimia batuan.
b. Metamorfosa Allokimia (sistem terbuka), yaitu metamorfosa yang melibatkan
perubahan komposisi kimia batuan secara nyata, tipe metamorfosa ini sering disebut
juga metasomatisme.

66
Huang (1962), faktor faktor yang menyebabkan terjadinya metamorfosa adalah
perubahan
temperatur, tekanan yang adanya aktivitas kimia fluida atau gas. Perubahan temperatur dapat
terjadi oleh karena berbagai macam sebab antara lain oleh adanya pemanasan akibat intrusi
magmatik dan perubahan gradien geothermal.
Panas dalam skala kecil juga dapat terjadi akibat adanya gesekan/friksi selama
terjadinya metamorfosa umumnya pada suhu 500 5500 yang ditandai dengan munculnya
mineral mineral Fe Mg carpholite, glaucophane, lawsonite, paragonite, prehnite, atau
stilpnomelane. Sedangkan batas terjadinya metamorfosa sebelum terjadinya pelelehan adalah
berkisar 6500 - 11000 C tergantung jenis batuan asalnya (Bucher & Frey, 1994).
Berdasarkan tingkat malihannya, batuan metamorf dibagi menjadi dua yaitu (a)
metamorfosa tingkat rendah (low grade metamorphism) dan (b) metamorfosa tingkat tinggi
(high grade metamorphism) (Gambar 1). Pada batuan metamorf tingkat rendah jejak
kenampakan batuan asal masih bisa diamati dan penamaannya menggunakan awalan meta
(sedimen, beku), sedangkan pada batuan metamorf tingkat tinggi jejak batuan asal sudah
tidak nampak, malihan tertinggi membentuk migmatit (batuan yang sebagian bertekstur
malihan dan sebagian lagi bertekstur beku atau igneous).

Gambar 3.1 memperlihatkan batuan asal yang mengalami metamorfisme tingkat rendah
medium dan tingkat tinggi (Sill dkk, 1986).

4.2. Tipe metamorfosa


Berdasarkan tatanan geologinya atau berdasarkan sejarah pembentukan batuan
metamorf dapat dibedakan menjadi:
4.2.1. Metamorfosa lokal

67
Metamorfosa lokal merupakan proses metamorfosa yang terjadi pada daerah yang
sempit berkisar antara beberapa kilometer saja. Jenis metamorfosa ini dapat dibedakan
menjadi:

a. Metamorfosa kontak
Metamorfosa kontak terjadi pada batuan yang mengalami pemanasan di sekitar kontak
masa batuan beku intrusif maupun ekstrusif. Perubahan terjadi karena pengaruh panas dan
material yang dilepaskan oleh magma serta kadang oleh deformasi akibat gerakan
magma. Zona metamorfosa kontak disebut contact aurelo (gambar 3.2.). Proses yang
terjadi umumnya berupa rekristalisasi, reaksi antar mineral dan fluida serta
penggantian/penambahan material. Lebar daerah penyebaran panas tersebut berkisar dari
beberapa centimeter sampai beberapa kilometer. Pada metamorfosa kontak batuan
disekitarnya berubah menjadi hornfels (batutanduk) yang susunannya tergantung pada
batuan sedimen asalnya. Batuan yang dihasilkan umumnya berbutir halus.

Gambar 3.2. Menunjukan contact aureole disekitar intrusi batuan beku (Gillen, 1982)

b. Pirometamorfosa/Metamorfosa Optalic/Kaustik/Thermal
Metamorfosa ini adalah jenis khusus metamorfosa kontak yang menunjukan efek hasil
temperatur yang tinggi pada kontak batuan dengan magma pada kondisi vulkanik atau
quasy vulkanic. Contohnya pada xenolith atau pada zona dike.
c. Metamorfosa Dislokasi/Kataklastik/Dinamo
Metamorfosa kataklastik terjadi pada daerah yang mengalami deformasi intensif,
seperti pada patahan. Proses metamorfosanya terjadi pada lokasi dimana batuan ini

68
mengalami proses penggerusan secara mekanik yang disebabkan oleh faktor penekanan
(kompresional) baik tegak maupun mendatar. Batuan yang dihasilkan bersifat non
fosilasi dan dikenal sebagai fault brecia, fault gauge, atau milonit.
d. Metamorfosa Hidrothermal/Metasomatisme
Metamorfosa Hidrothermal terjadi akibat adanya perkoliasi fluida atau gas yang panas
pada jaringan antara butir atau pada retakan retakan batuan sehingga menyebabkan
perubahan komposisi mineral. Perubahan juga mempengaruhi oleh adanya confining
presure.
e. Metamorfosa Impact
Metamorfosa ini terjadi akibat adanya tabrakan hypervelocity sebuah meteorit. Kisaran
waktunya hanya beberapa mikrodetik dan umumnya ditandai dengan terbentuknya
mineral Coesite dan Stoshovite.

f. Metamorfosa Retrograde
Metamorfosa ini terjadi akibat adanya penurunan temperatur sehingga kumpulan mineral
metamorfosa tingkat tinggi berubah menjadi kumpulan mineral stabil pada temperatur
yang lebih rendah.

4.2.2. Metamorfosa Regional


Metamorfosa regional atau disebut juga metamorfosa dinamothermal merupakan
metamorfosa yang terjadi pada daerah yang sangat luas. Metamorfosa ini dapat di bedakan
menjadi metamorfosa orogenik, burial dan dasar samudera (ocean floor).
a. Metamorfosa Orogenik
Metamorfosa ini terjadi pada daerah sabuk orgenik dimana terjadi proses deformasi yang
menyebabkan rekristalisasi. Umumnya batuan metamorf yang dihasilkan mempunyai
butiran mineral yang terorientasi dan membentuk sabuk yang melampar dari ratusan
sampai ribuan kilometer. Proses metamorfosa memerlukan waktu yang sangat lama
berkisaran antara puluhan juta tahun.
b. Metamorfosa Burial
Metamorfosa Burial merupakan metamorfosa temperatur rendah yang mempengaruhi
sedimen dan batuan vulkanik berlapis pada suatu geosinklin tanpa adanya pengaruh

69
orogenesa dan intrusi magmatik. Perubahan komposisi mineral umumnya tidak sempurna
sehingga sering ditemukan butiran mineral sisa (relict) dari batuan asalnya. Dikenal pula
istilah metamorfosa diasthathermal untuk metamorfosa burial pada tatanan tektonik
ekstensial. Proses kejadiannya hampir tidak berkaitan sama sekali dengan aktifitas
orogenesa maupun intrusi tetapi lebih merupakan suatu proses yang bersifat regional atau
lebih dikenal dengan proses epirogenesa.
c. Metamorfosa Dasar Samudera (ocean floor)
Metamorfosa ini terjadi akibat adanya perubahan pada kerak samudera di sekitar
pegunungan tengah samudera (mid oceanic ridges). Batuan metamorf yang dihasilkan
umumnya berkomposisi basa dan ultrabasa. Adanya pemanasan air laut menyebabkan
mudah terjadinya reaksi kimia antara batuan dan air laut tersebut.

4.3. Deskripsi Batuan Metamorf


Deskripsi batuan metamorf tidak jauh berbeda dengan jenis batuan lain yaitu
didasarkan pada warna, tekstur, struktur, dan komposisinya. Namun untuk batuan metamorf
ini mempunyai kekhasan dalam penentuannya yaitu pertama tama dilakukan tinjauan
apakah termasuk dalam struktur foliasi (ada penjajaran mineral) atau non foliasi (tanpa
penjajaran mineral) (Gambar 3.3)

70
Gambar 3.3 Diagram alir untuk identifikasi batuan metamorf secara umum (Gillen,
1982)

4.3.1 Struktur Batuan Metamorf


Secara umum struktur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi struktur foliasi dan
non foliasi.
4.3.1.1 Struktur foliasi. Struktur foliasi merupakan kenampakkan struktur planar pada suatu
masa
batuan (Butcher dan Fey, 1994). Foliasi ini dapat terjadi karena adanya penjajaran mineral
menjadi lapisan lapisan (Gneissosity), orientasi butiran (schistosity), permukaan belahan
planar (cleavage) atau kombinasi dari ketiga hal tersebut (Jackson,1970).
Struktur foliasi yang umum ditemukan adalah:
a. Struktur Slatycleavage
Struktur foliasi ini umumnya ditemukan pada batuan metamorf berbutir sangat halus
(mikrokristalin) yang dicirikan oleh adanya bidang bidang belah planar yang sangat
rapat, teratur dan sejajar. Batuan disebut Slate (batusabak) (Gambar 3.4a.)

b. Struktur filitik (Phylitic)


Struktur Phylitic, ini hampir sama dengan struktur Slatycleavage tetapi terlihat
rekristalisasi yang lebih besar dan mulai terlihat pemisahan mineral pipih dengan
mineral granural. Derajat metamorfosa lebih tinggi dari slate (batusabak), dimana daun
daun mika dan khlorit sudah cukup besar, berkilap sutera pada pecahan pecahannya.
Batuannya disebut phyllite (Filit) (Gambar 3.4b.).
c. Struktur Skistosa (Schistosity)
Struktur schistosic, terbentuk oleh adanya susunan paralel mineral mineral pipih,
prismatik atau lentikular (umumnya mica atau clorite) yang berukuran butir sedang
sampai kasar. Struktur ini biasanya dihasilkan oleh proses metamorfosa regional, sangat
khas adalah kepingan kepingan yang jelas dari mineral mineral pipih seperti mika,
talk, klorit, dan mineral mineral yang bersifat serabut. Derajat metamorfosa lebih
tinggi dari filit, karena mulai adanya mineral mineral lain selain mika. Batuannya
disebut Schist (Sekis) (Gambar 3.4c.)
d. Struktur Gnesosa (Gneissic)

71
Struktur gneissic terbentuk oleh adanya perselingan lapisan penjajaran mineral yang
mempunyai bentuk berbeda, umumnya antara mineral mineral graanular (misalnya
feldspar dan kuarsa) dengan mineral mineral tabular atau prismatik (misalnya mineral
ferromagnesium). Penjajaran mineral ini umumnya tidak menerus, melainkan terputus
putus. Terdiri dari mineral mineral yang mengingatkan pada batuan beku seperti
kuarsa, feldspar dan mafik mineral. Struktur ini mempunyai sifat banded dan mewakili
metamorfosa regional derajad tinggi. Batuannya disebut gneis (Gambar 3.4d.)

a b

Slate (Slatycleavage) Filit (Phylitic)

Sekis (sekistosa) Gneiss (gneisosa)


Gambar 3.4. Contoh struktur batuan metamorf. a. Slate (slatycleavage), b. Filit (phylitic), c.
c d
Sekis (sekistosa) dan d. Gneis (gneisosa)

4.3.1.2 Sturktur non foliasi. Struktur ini terbentuk oleh mineral mineral equidimensional
dan umumnya terdiri dari butiran butiran (granular). Struktur non foliasi yang umum
dijumpai antara lain:
a. Hornfelsic/Granulose
Struktur Hornfelsic terbentuk oleh mozaik mineral mineral equidimensional dan
equigranular dan umumnya berbentuk poligonal, terbentuk pada bagian dalam kontak
sekitar tubuh batuan beku. Umumnya merupakan rekristalisasi batuan asal, tidak ada
foliasi tetapi batuan halus dan padat. Batuannya disebut Hornfels (batutanduk).
b. Mylonitic
Struktur mylonitic juga dihasilkan oleh adanya penggerusan mekanik pada metamorfosa
kataklastik. Ciri struktur ini adalah mineralnya berbutir halus, menunjukkan kenampakan
goresan goresan searah dan belum terjadi rekristalisasi mineral mineral primer.
Batuannya disebut mylonite (milonit).

72
Struktur yang berkembang karena adanya penghancuran batuan asal yang mengalami
metamorfosa dinamo, batuan berbutir halus dan liniasinya ditunjukkan oleh adanya
orientasi mineral yang berbentuk rentikuler terkadang masih menyimpan lensa batuan
asalnya.
c. Cataclastic
Struktur yang memperlihatkan adanya penghancuran terhadap batuan asal. Struktur ini
hampir sama dengan struktur milonit hanya butirannya yang lebih kasar umumnya
membentuk kenampakkan breksiasi. Batuannya disebut Cataclasite(Kataklasit).
d. Phyllonite
Struktur yang memperlihatkan liniasi dari belahan permukaan yang berbentuk paralel dan
butiran mineralnya lebih kasar dibandingkan struktur milonitik, malah mendekati tipe
struktur filit.

4.4. Tekstur Batuan Metamorf


Menurut (Jackson,1970), tekstur pada batuan metamorf merupakan kenampakan yang
didasarkan pada ukuran, bentuk dan orientasi butir mineral individual penyusun batuan
metamorf.
Tekstur yang berkembang selama proses metamorf secara tipikal penamaannya
menggunakan awalan blasto atau akiran blastic yang ditambahkan pada istilah dasarnya.
Contohnya, batuan metamorf yang berkomposisi kristal kristal berukuran seragam disebut
granoblastik. Secara umum satu atau lebih mineral yang hadir berbeda lebih besar dari rata
rata, kristal yang lebih besar tersebut dinamakan porphiroblast. Porphiroblast dalam
pemeriksaan sekilas, mungkin membingungkan dengan fenokris (pada batuan beku), tetapi
biasanya mereka dapat dibedakan dari sifat mineraloginya dan foliasi alami yang umum dari
matrik.
Tekstur pada batuan metamorf, berdasarkan ketahanan terhadap proses metamorfosa
terdiri dari:
4.4.1 Tekstur Kristoblastik
Tekstur Kristoblastik merupakan tekstur batuan metamorf yang terbentuk oleh sebab
proses metmorfosa itu sendiri. Tekstur batuan metamorf sudah mengalami rekristalisasi
sehingga tekstur asalnya tidak nampak lagi atau memperlihatkan kenampakkan yang sama
sekali baru. Dalam penamaannya menggunakan akhiran kata blastik.
a) Tekstur Porfiroblastik sama dengan tekstur porfiritik (batuan beku), hanya kristal
besarnya disebut porfiroblast.

73
b) Tekstur Granoblastik apabila mineral penyusunnya berbentuk granular, equidimensial,
batas mineral bersifat sutured (tidak teratur) dan umumnya kristalnya berbentuk
anhedral.
c) Tekstur Lepidoblastik adalah tekstur yang didominasi oleh mineral mineral pipih dan
memperlihatkan orientasi yang sejajar, seperti mineral mineral biotit, muscovit dan
sebagainya.
d) Tekstur Nematoblastik: apabila mineral penyusunnya berbentuk prismatik yang sejajar
dan terarah.
e) Tekstur Idioblastik: apabila mineral penyusunnya didominasi oleh kristal berbentuk
euhedral
f) Tekstur Xenoblastik: apabila mineral penyusunnya didominasi oleh kristal berbentuk
anhedral

4.4.2 Tekstur Palimpsest/Relict/Sisa


Tekstur batuan metamorf yang masih menunjukan sisa tekstur batuan asalnya atau
tekstur batuan asalnya masih tampak pada batuan metamorf tersebut. Dalam penamaannya
menggunakan awalan kata blasto. Contohnya blastoporfiritik yaitu batuan metamorf yang
tekstur porifiritik batuan beku asalnya masih bisa dikenali. Batuan yang mempunyai kondisi
seperti ini sering disebut batuan beku metabeku atau metasedimen. Tekstur ini meliputi :
a. Tekstur Blastoporfiritik: tekstur yang memperkirakan batuan asal yang porfiritik
b. Tekstur Blastopsefit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang ukuran
butirnya lebih besar dari pasir
c. Tekstur Blastopsamit: tekstur sama Blastopsefit hanya ukurann butirnya sama dengan
pasir.
d. Tekstur Blastopellit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang ukuran
butirnya lempung.

4.5. Komposisi Mineral Batuan Metamorf


Secara megaskopis sulit untuk mendeskripsi atau menentukan komposisi mineral
batuan metamorf, namun dalam praktikum, praktikan tetap dituntut untuk dapat menentukan
komposisi mineral batuannya.
Pertumbuhan mineral mineral baru atau rekristalisasi dari mineral yang ada
sebelumnya sebagai akibat perubahan tekanan dan atau temperatur menghasilkan
pembentukan kristal lain yang baik, sedang atau perkembangan sisi muka yang jelek; kristal

74
ini dinamakan idioblastik, hypidioblastik, atau xenoblastik. Secara umum batuan metamorf
disusun oleh mineral mineral tertentu (tabel 3.1).

Tabel 3.1 Ciri-ciri fisik mineral-mineral penyusun batuan metamorf (Gillen, 1982)

Secara khusus mineral penyusun batuan metamorf dikelompokkan menjadi dua yaitu
(1). Mineral stress dan (2) Mineral anti stress. Mineral stress adalah mineral yang stabil
dalam kondisi tekanan, dapat berbentuk pipih/tabular, prismatik dan tumbuh tegak lurus
terhadap arah gaya/stress meliputi: mika, tremolit aktinolit, hornblende, serpentin, silimanit,
kianit, seolit, glaukopan, klorit, epodit, staurolit, dan antolit. Sedang mineral anti stress
adalah mineral yang terbentuk dalam kondisi tekanan, biasanya berbentuk equidimensional,
meliputi: kuarsa, feldspar, garnet, kalsit, dan kordierit.
Selain mineral stress dan anti stress ada juga mineral yang khas dijumpai pada batuan
metamorf antara lain:
a. Mineral mineral yang khas pada metamorfosa regional seperti : silimanit, kyanit,
andalusit, staurolit, dan talk
b. Mineral mineral yang khas pada metamorfosa termal seperti : garnet, grafit dan
korundum
c. Mineral mineral khas yang dihasilkan dari efek larutan kimia, seperti eopdit, wolastonit
dan klorit

75
Winkler (1965), menemukan beberapa mineral khas yang dihasilkan oleh
metamorfosa regional, yang didasarkan atas derajat metamorfosa, yaitu derajat rendah terdiri
dari : kalsit, biotit, derajat menengah terdiri dari almadin, kyanit, dan derajad tinggi :
Silimanit..

4.6 Penamaan dan klasifikasi batuan metamorf


Tatanama batuan metamorf secara umum tidak sistematik seperti penamaan batuan
beku atau batuan sedimen. Nama batuan metamorf terutama didasarkan pada kenampakkan
tekstur dan struktur (tabel 3.2). Nama yang umum sering dimodifikasi oleh awalan yang
menunjukkan kenampakkan nyata atau aspek penting dari tekstur (contoh gneis augen), satu
atau lebih mineral yang ada (contoh skis klorit), atau nama dari batuan beku yang mempunyai
komposisi sama (contoh gneis granit). Beberapa nama batuan yang didasarkan pada dominasi
mineral (contoh metakuarsit) atau berhubungan dengan facies metamorfik yang dipunyai
batuan (contoh granulit).
Jenis batuan metamorf lain penamaannya hanya berdasarkan pada komposisi mineral,
seperti:
a. Marmer: disusun hampir semuanya dari kalsit atau dolomit, secara tipikal bertekstur
granoblastik
b. Kuarsit: batuan metamorfik bertekstur granoblastik dengan komposisi utama adalah
kuarsa, dibentuk oleh rekristalisasi dari batupasir atau chert/rijang.
c. Amphibolit: batuan yang berbutir sedang sampai kasar komposisi utamanya adalah
ampibol (biasanya hornblende) dan plagioklas.
d. Eclogit: batuan yang berbutir sedang komposisi utamanya adalah piroksin klino ompasit
tanpa plagioklas feldspar (sodium dan diopsit kaya alumina) dan garnet kaya pyrop.
Eclogit mempunyai komposisi kimia seperti basalt, tetapi mengandung fase yang lebih
berat. Beberapa eglogit berasal dari batuan beku.
e. Granulit: batuan yang berbutir merata terdiri dari mineral (terutama kuarsa, feldspar,
sedikit garnet dan piroksin) mempunyai tekstur granoblastik. Perkembangan struktur
gnesiknya lemah mungkin terdiri dari lensa lensa datar kuarsa dan/atau feldspar
f. Hornfels: berbutir halus, batuan metamorfisme thermal terdiri dari butiran terdiri dari
butiran butiran yang equidimensional dalam orientasi acak. Beberapa porphiroblast atau
sisa fenokris mungkin ada. Butiran butiran kasar yang sama disebut granofels
g. Milonit: cerat berbutir halus atau kumpulan batuan yang dihasilkan oleh pembutiran atau
aliran dari batuan yang lebih kasar. Batuan mungkin menjadi protomilonit, milonit, atau

76
ultramilonit, tergantung atas jumlah dari fragmen yang tersisa. Bilamana batuan
mempunyai skistosity dengan kilap permukaan sutera, rekristalisasi mika, batuannya
disebut philonit.

Tabel 3.2. Klasifikasi Batuan Metamorf (ODunn dan Sill, 1986).

h. Serpentit: batuan yang hampir seluruhnya terdiri dari mineral mineral dari kelompok
serpentin. Mineral asesori meliputi klorit, talk, dan karbonat. Serpentinit dihasilkan dari

77
alterasi mineral silikat feromagnesium yang terlebih dahulu ada, seperti olivin dan
piroksen.
i. Skarn: marmer yang tidak bersih atau kotor yang mengandung kristal dari mineral kapur
silikat seperti garnet, epidot dan sebagainya. Skarn terjadi karena perubahan komposisi
batuan penutup (country rock) pada kontak batuan beku.

4.7 Aspek Ekonomi Batuan Metamorf


a. Endapan mesotermal atau lode gold merupakan salah satu tipe endapan hidrotermal
yang terbentuk pada lingkungan batuan metamorfik. Endapan ini dicirikan oleh adanya
urat urat kuarsa emas yang terdapat disekitar batuan metamorfik. Lode gold dan
endapan emas jenis urat ini merupakan bentuk dari model endapan bijih yang berada pada
suatu sabuk metamorfik (metamorphic belts), yang secara umum pada seri sabuk fasies
bertekanan rendah (low-pressure facies series belts).
b. Beberapa batuan metamorf banyak digunakan untuk keperluan ekonomis seperti marmer
yang banyak dipergunakan untuk tegel, pelapis dinding,dll.
c. Mineral mineral yang terdapat pada batuan metamorf banyak dimanfaatkan untuk
berbagai keperluan seperti mika (muskovit) yang dipergunakan untuk pembuatan bahan
elektronik, garnet yang dimanfaatkan sebagai hiasan karena merupakan semi precious
stone.
d. Proses metasomatisme dapat menghasilkan endapan mineral logam yang dimanfaatkan
untuk keperluan industri, seperti hematit, magnetit, spinel, pirit, kalkopirit, galena dan
lain lain.

78
Contoh format laporan resmi batuan metamorf

Laporan Resmi Praktikum Petrologi


Acara Batuan Metamorf

Hari/Tanggal : .............................
Jenis Batuan : Batuan Metamorf
No. Peraga : .............................

Deskripsi batuan
Batuan berwarna abu abu, struktur fosiasi skistosik, tekstur kristoblastik, subhedral
(hipdioblastik), lepidioblastik, komposisi: muskovit (50%), kuarsa (25%), klorit (10%), dan
garnet (15%)

Deskripsi Komposisi:
Muskovit, warna abu abu cerah, kilap kaca, belahan 1 arah, ukuran 1 3 mm, bentuk
subhedral, penyebaran merata.
Kuarsa, tidak berwarna putih, kilap kaca, ukuran 0,5 1 mm, bentuk anhedral,
penyebaran merata.
Klorit, warna hijau, kilap lemak, ukuran 1 mm, berbentuk subhedral, penyebaran tidak
merata.

79
Nama Batuan: SEKIS MIKA GARNETAN (Travis, 1955)

Petrogenesa
Berdasarkan struktur yang berfoliasi sekistosik, maka batuan ini terbentuk oleh proses
proses metamorfosa regional dinamotermal derajat sedang tinggi. Dilihat dari komposisinya
yang dominan adalah mika dan kuarsa, maka dapat diinterpretasikan bahwa batuan asal dari
batuan ini adalah batulempung.

Mengetahui
Asisten Acara

(...............................)

BAB VI. PENUTUP

6.1. Kritik
Praktikum petrologi adalah memberikan gambaran bagi semua mahasiswa
pertambangan yang sedang mempelajari batuan untuk bisa mengidentifikasi semua jenis
batuan mulai dari batuan beku sampai pada batuan metamorf. Mahasiswa pertambangan
yang sedang mempelajari batuan juga dituntut agar bisa mengidentifikasi batuan di
lapangan (observasi lapangan). Dalam hal ini minimnya peralatan laboratorium yang
membuat praktikum petrologi ini berjalan tidak efektif, dan juga kurangnya batuan di
laboratorium yang membuat praktikan tidak menguasai sepenuhnya semua jenis batuan
pada saat dilapangan.

6.2. Saran
Praktikan sangat mengharapkan agar di praktikum petrologi selanjutnya agar bisa
berjalan dengan baik. Hal ini harus ditunjang dengan perlengkapan dan peralatan
laboratorium petrologi yang memadai, semua jenis batuan harus tersedia, dan juga
diharapkan agar semua praktikan yang melakukan praktikum petrologi agar bisa menjaga
dan memelihara semua perlengkapan dan peralatan laboratorium yang ada beserta semua
jenis batuan.

80
81

Anda mungkin juga menyukai