Anda di halaman 1dari 15

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Beras adalah bahan pangan sumber karbohidrat penting dan merupakan


bahan pangan pokok bagi sebagian besar rakyat Indonesia dengan tingkat
konsumsi beras penduduk cukup tinggi yang saat ini mencapai 1631 kg per kapita
per minggu (BPS, 2015). Hal ini mengindikasikan makin beratnya tantangan
pemerintah untuk mencapai swasembada beras. Kestabilan ketersediaan stok beras
sangat besar pengaruhnya terhadap ketahanan nasional maupun ekonomi bangsa.
Usaha untuk meningkatkan produksi telah berhasil dilakukan oleh
pemerintah, namun belum diikuti dengan penanganan pascapanen dengan baik.
Produksi padi yang melimpah pada saat panen raya menimbulkan berbagai
masalah, terutama dalam proses penanganan panen dan pascapanen.. Menurut
Widayanti (1993), Melimpahnya hasil panen gabah seringkali menyebabkan
petani terpaksa menjual hasil panennya dengan harga dan mutu yang rendah.
Untuk mencegah kerugian yang besar dipihak petani, yang juga dikarenakan
keterbatasan pemerintah dalam membeli dan menyimpan gabah, maka diperlukan
penanganan pasca panen yang baik di tingkat desa atau petani.
Pengeringan dan penyimpanan memegang peranan penting dalam rantai
pasca panen karena proses ini menentukan proses berikutnya yang betujuan untuk
untuk mengurangi terjadinya susut hasil, menekan tingkat kerusakan
meningkatkan daya simpan dan daya guna komoditas pertanian agar dapat
menunjang usaha penyediaan bahan baku industri, meningkatkan nilai tambah,
kesempatan kerja dan melestarikan sumber daya alam (Grolleaud, 2001).
Sampai saat ini penelitian mengenai pengeringan dan penyimpanan masih
terus diadakan salah satunya penelitian ini dilakukan untuk melihat sebaran suhu
pada tumpukan gabah selama penyimpanan, perubahan kadar air selama
penyimpanan serta faktor yg mempengaruhi penurunan mutu gabah selama
penyimpanan pada gudang PT Sang Hyang Seri Persero.

1
1.2 Tujuan & Kegunaan

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis pengaruh suhu


terhadap perubahan kadar air selama proses penyimpanan serta analisis fungsional
gudang.
Kegunaan dari penelitian yaitu sebagai sumber informasi bagi pihak yang
berkepentingan dalam hal ini perusahaan yang terkait.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Botani Tanaman Padi

Tumbuhan padi (Oryza sativa L) termasuk golongan tumbuhan Gramineae,


yang mana ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Tumbuhan
padi bersifat merumpun, artinya tanaman tanamannya anak beranak. Bibit yang
hanya sebatang saja ditanamkan dalam waktu yang sangat dekat, dimana terdapat
20-30 atau lebih anakan/tunas tunas baru (Siregar, 1981).
Tanaman padi (Oryza sativa L.) dalam sistematika tumbuh tumbuhan
diklasifikasikan ke dalam divisi Angiospermae, kelas Monocotyledonae, ordo
Poales, famili Graminae dan genus Oryza (Griest 1975). Genus Oryza termasuk
kecil, hanya sekitar 25 spesies, di mana 23 adalah spesies liar dan dua yang
banyak dibudidayakan yaitu Oryza sativa L. dan Oryza glaberrima Steud.
(Vaughan 2003). Vaughan (2003) mengusulkan tata nama baru untuk padi
budidaya dan tipe liar di Asia yaitu Oryza sativa subspesies indica dan japonica,
dan Oryza rufipogon dengan subspesies nivara dan rufipogon. Oryza sativa adalah
spesies yang paling banyak ditanam sebagai tanaman budidaya, dengan wilayah
meliputi negara-negara Asia, Amerika Utara, Amerika Selatan, Uni Eropa, Timur
Tengah dan Afrika.
Padi merupakan tanaman semusim dengan sistem perakaran serabut.
Terdapat dua macam perakaran padi yaitu akar seminal yang tumbuh dari akar
primer radikula pada saat berkecambah dan akar adventif sekunder yang
bercabang dan tumbuh dari buku batang muda bagian bawah. Akar adventif
tersebut menggantikan akar seminal. Perakaran yang dalam dan tebal, sehat,
mencengkeram tanah lebih luas serta kuat menahan kerebahan memungkinkan
penyerapan air dan hara lebih efisien terutama pada saat pengisian gabah (Suardi
2002).

2.2. Morfologi Tanaman Padi

Batang padi berbentuk bulat, berongga dan beruas-ruas. Antar ruas


dipisahkan oleh buku. Ruas-ruas sangat pendek pada awal pertumbuhan dan
memanjang serta berongga pada fase reproduktif. Pembentukan anakan

3
dipengaruhi oleh unsur hara, cahaya, jarak tanam dan teknik budidaya. Batang
berfungsi sebagai penopang tanaman, mendistribusikan hara dan air dalam
tanaman dan sebagai cadangan makanan. Kerebahan tanaman dapat menurunkan
hasil tanaman secara drastis. Kerebahan umumnya terjadi akibat melengkung atau
patahnya ruas batang terbawah, yang panjangnya lebih dari 4 cm (Makarim dan
Suhartatik, 2009).
Daun padi tumbuh pada batang dan tersusun berselang-seling pada tiap
buku. Tiap daun terdiri atas helaian daun, pelepah daun yang membungkus ruas,
telinga daun (auricle) dan lidah daun (ligule). Daun teratas disebut daun bendera
yang posisi dan ukurannya tampak berbeda dari daun yang lain. Satu daun pada
awal fase tumbuh memerlukan waktu 4-5 hari untuk tumbuh secara penuh,
sedangkan pada fase tumbuh selanjutnya diperlukan waktu yang lebih lama, yaitu
8-9 hari. Jumlah daun pada tiap tanaman bergantung pada varietas. Varietas
varietas baru di daerah tropis memiliki 14-18 daun pada batang utama (Makarim
dan Suhartatik, 2009).
Bunga padi secara keseluruhan disebut malai. Tiap unit bunga pada malai
dinamakan spikelet yaitu bunga yang terdiri atas tangkai, bakal buah, lemma,
palea, putik, dan benang sari serta beberapa organ lainnya yang bersifat inferior.
Tiap unit bunga pada malai terletak pada cabang-cabang bulir yang terdiri atas
cabang primer dan sekunder. Tiap unit bunga padi pada hakikatnya adalah floret
yang hanya terdiri atas satu bunga, yang terdiri atas satu organ betina (pistil) dan
enam organ jantan (stamen). Stamen memiliki dua sel kepala sari yang ditopang
oleh tangkai sari berbentuk panjang, sedangkan pistil terdiri atas satu ovul yang
menopang dua stigma. Malai terdiri atas 8-10 buku yang menghasilkan cabang-
cabang primer yang selanjutnya menghasilkan cabang sekunder. Tangkai buah
(pedicel) tumbuh dari buku-buku cabang primer maupun cabang sekunder
(Yoshida, 1981).
Pertumbuhan tanaman padi dibagi dalam tiga fase, yaitu fase vegetatif (awal
pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai) fase generatif/reproduktif
(primordial sampai pembungaan), dan fase pematangan (pembungaan sampai
gabah matang). Fase vegetatif merupakan fase pertumbuhan organ-organ
vegetatif, seperti pertambahan jumlah anakan, tinggi tanaman, bobot, dan luas

4
daun. Lama fase reproduktif untuk kebanyakan varietas padi di daerah tropis
umumnya 35 hari dan fase pematangan sekitar 30 hari. Perbedaan masa
pertumbuhan ditentukan oleh lamanya fase vegetatif. Varietas IR64 matang dalam
110 hari mempunyai fase vegetatif 45 hari, sedangkan IR8 yang matang dalam
130 hari fase vegetatifnya 65 hari (Makarim dan Suhartatik, 2009).

2.2.1. Gabah

Gabah adalah bulir padi. Biasanya mengacu pada bulir padi yang telah
dipisahkan dari tangkainya. Asal kata "gabah" dari bahasa Jawa gabah. Dalam
perdagangan komoditas, gabah merupakan tahap yang penting dalam pengolahan
padi sebelum dikonsumsi karena perdagangan padi dalam jumlah besar dilakukan
dalam bentuk gabah. Terdapat definisi teknis perdagangan untuk gabah, yaitu
hasil tanaman padi yang telah dipisahkan dari tangkainya dengan cara perontokan.
Bobot gabah beragam dari 12-44 mg pada kadar air 0%, sedangkan bobot sekam
rata-rata adalah 20% bobot gabah. Perkecambahan terjadi apabila dormansi benih
telah dilalui. Benih tersebut berkecambah apabila radikula telah tampak keluar
menembus koleorhiza diikuti oleh munculnya koleoptil yang membungkus daun
(Makarim dan Suhartatik, 2009).
Umumnya sruktur butir gabah terdiri atas (Widayanti 1993). :
a. Sekam (kulit gabah) yang biasanya berwarna coklat atau kehithm-
hitaman dibentuk oleh "palea" dan "glume".
b. Kulit bagian dalam (culticula) berwarna tak tentu dari putih sampai
coklat kehitaman. Bagian ini terdiri dari 5 lapisan yang dapat dilihat
dengan mikroskop.
c. Bagian padi (endosperm) yang sebagian besar terdiri dari sel-sel yang
dapat dimakan dengan dua komponen utama yaitu amilosa dan
amilopektin.
d. Lembaga (germ) bagian ini masih terlihat setelah sekam dilepas dan
beras disosoh, namum tak terdapat pada beras putih.
e. Bagian kulitnya merupakan 18-28 % dari berat butir gabah pada tingkat
kadar air 13% berat basah.

5
Gambar 1. Struktur gabah (Griest, 1975).

2.2.2. Benih
Menurut Peraturan Pemerintah no 44 tahun 1995 Benih adalah semua
bentuk bahan tanaman dari proses generatif berupa biji maupun vegetatif seperti
stek, cangkok, umbi dan lain-lain. Pada taraf batasan agronomi benih yang
ditanam akan menghasilkan produksi setinggi mungkin dan diupayakan melestari.
Produksi benih yang tinggi sangat tergantung dari teknologi dilapangan dan
pascapanen sehingga produk benih dapat diidentifikasikan atas dasar kemurnian
genetiknya. Varietas yang dihasilkan selain unggul dalam produksi, varietas juga
harus memiliki sifat yang jelas berbeda dari varietas lainnya yang sebelumnya
sudah beredar seragam kinerja tanaman dan pertanamannya (uniform), mantap
(stable) dalam keunggulan sifat kinerja tanaman dan pertanaman. Oleh karena itu

6
diperlukan jaminan suatu benih yang baik itu harus benar juga diinformasikan
kepada konsuman oleh pihak produsen, selain itu diperlukan jaminan oleh pihak
ketiga yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah yaitu sertifikasi benih.
Sertifikasi benih dilakukan agar benih yang dipasarkan terjamin mutunya dan
benar informasinya.

2.3. Penanganan Pasca Panen

Penanganan pasca panen di bidang pertanian dimaksudkan untuk


mempertahankan mutu, memperpanjang masa simpan dan meningkatkan nilai
ekonomi. Pada komoditi biji-bijian beberapa usaha pasca panen yang umum
dilakukan adalah pengeringan, penyimpanan dalam ruang tertutup dengan kondisi
terkendali serta pemberian bahan kimia (Brooker et al, 2008).
a. Pengeringan
Pada prinsipnya pengeringan adalah menurunkan kadar air bahan
untuk mencegah timbulnya jamur, kapang, bakteri atau serangga yang
dapat mengaki- batkan kerusakan bahan yang akan disimpan. semakin
rendah kadar air suatu bahan yang akan disimpan maka semakin aman
bahan tersebut disimpan dalam jangka raktu yang lama, pengeringan
bahan hasil pertanian diartikan sebagai usaha mengurangi kadar air
bahan sehingga mencapai kadar air keseimbangan dengan lingkungan.
Kadar air yang aman untuk berbagai jenis bahan pertanian adalah
berkisar antara 12% - 14% basis basah (Griest, 1975).
Metode yang dipakai dalam usaha pengeringan hasil pertanian
meliputi pengeringan beku, pengurangan kadar air dengan bahan kimia,
adsorpsi, absorpsi dan pengeringan dengan cara mekanis serta
penguapan kandungan air bahan. Dalam mengeringkan biji-bijian cara
pengeringan yang umum digunakan adalah penguapan. Pengeringan
dengan cara ini dapat dilakukan secara alami atau secara buatan.
Pengeringan secara alami yaitu pengeringan dengan mengandalkan iklim
setempat sedangkan pengeringan buatan yaitu pengerlngan dengan
memanfaatkan alat. Pengeringan secara alami kurang praktis bila bahan
yang dikeringkan berjumlah besar dimana untuk mencapai kadar air

7
yang diinginkan memerlukan banyak waktu dan tenaga serta tempat
yang luas. Selain itu pengeringan cara ini sangat tergantung pada musim
atau iklim. Berbeda halnya dengan pengeringan dengan menggunakan
alat yang dengan kemampuannya dapat mengantisipasi kondisi-kondisi
yang tidak diinginkan (Widayanti, 1993).
Hall (1977). Menyatakan faktor yang mempengaruhi pengeringan
ini terbagi dalam 2 kelompok yaitu yang berhubungan dengan udara
pengering dan yang berhubungan dengan bahan yang dikeringkan.
Faktor yang berhubungan dengan udara pengering adalah suhu udara,
kecepatan volumetrik, dan kelembaban udara sedangkan faktor yang
berhu- bungan dengan bahan yang dikeringkan adalah bentuk, kadar air,
ketebalan lapisan dan tekanan partial.
Udara yang merupakan medium bagi pengeringan biji-bijian
merupakan campuran antara udara kering dan uap air Udara kering ini
dapat diperoleh secara alamiah maupun secara mekanis. Perolehan udara
secara alamiah yaitu dengan memanfaatkan angin sedangkan perolehan
udara secara mekanis yaitu dengan menggunakan kipas angin. Udara
yang akan cigunakan untuk pengeringan dapat dipanaskan terlebih
dahulu atau tanpa pemanasan. Semakin tinggi suhu udara pengering,
semakin cepat laju pengeringan. Namun suhu itu tidak boleh melampaui
suhu maksimum pengeringan yang tergantung dari jenis biji-bijian yang
akan dikeringkan dan tujuan pemanfaatan berikutnya. Suhu maksimum
pengeringan gabah untuk tujuan konsumsi yaitu 60C (Brooker et al,
2008).
b. Penyimpanan
Penyimpanan merupakan salah satu mata rantai proses penanganan
pasca panen yang mempunyai nilai yang penting. Penyimpanan biji-
bijian dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu penyimpanan secara
karungan dan penyimpanan secara curah. Tempat yang digunakan untuk
menyimpan secara curah dapat berupa gudang, lumbung, silo, dan
berbagai macam wadah lain yang terbuat dari bambu, tanah liat, metal
dan kayu. Penyimpanan secara curah mempunyai beberapa keuntungan

8
jika dibandingkan dengan penyimpanan secara karungan. Keuntungan
itu adalah penanganan yang mekanis dan cepat, biaya operasi rendah,
potensi susut kecil demikian pula perlindungan terhadap tikus dan
serangga tidak lah sulit. Selain itu kehilangan karena tercecer pun dapat
dikurangi (Hall, 1977). Adapun kerugiannya adalah investasi yang tinggi
dan kurang fleksibel.
Lumbung didefinisikan sebagai alat atau bangunan untuk
menyimpan bahan kering dengan aman, terhindar dari serangan hama.
Berdasarkan perbandingan tinggi dan sisi sisi penampangnya, konstruksi
unit penyimpan biji bijian dapat dibedakan menjadi tipe vertikal dan tipe
horisontal. Pertimbangan yang umum diperhatikan dalam menentukan
pemilihan tipe penyimpan adalah harga dan kesediaan tanah atau tempat
bangunan, sifat bahan dan cara penanganannya, periode pengisian dan
pengeluaran, biaya konstruksi, harapan umur konstruksi dan hubungan
antara proses penyimpanan dengan proses selanjutnya (Safitri, 2010).
Dalam proses penyimpanan ada beberapa hal yang harus
diperhatikan yaitu :
1. Kadar Air
Kadar air kesetimbangan (Higroskopis) didefinisikan kadar
air biji bijian pada saat setimbang dengan kadar air udara
sekitar. Kadar air ini dipakai untuk menentukan apakah suatu
bahan akan menyerap atau melepaskan air di dalam udara pada
RH atau temperatur tertentu Hubungan antara kadar air dan
RH dapat dilihat pada Tabel 1.
Lama penyimpanan dipengaruhi oleh kadar air dan jenis
biji-bijian, (Brooker et al, 2008) menyatakan bahwa padi
dengan kadar air antara 16% sampai 25% pada saat panen
membutuhkan pengurangan kadar air sehingga 12% sampai
14% untuk penyimpanan aman selama 1 tahun. Kadar air
12.5% sampai 14% merupakan jaminan keamanan dari
serangan serangga dan jamur.

9
Tabel 1. Kadar air kesetimbangan gabah dalam persen
basis basah (Brooker et al, 2008).
Kadar Air (%) Kadar Air (%)
RH
25C 30C
10 5.9 4.9
20 8.0 7.0
30 9.5 8.4
40 10.9 9.8
50 12.2 11.1
60 13.3 12.3
70 14.1 13.3
80 15.2 14.8
90 19.1 19.1

2. Konduktivitas Thermal Gabah


Bahan pangan biji-bijian mempunyai konduktivitas panas
thermal yang rendah sehingga panas yang timbul pada
tumpukan berakumulasi dan fluktuasi suhu di luar tempat
penyimpan tidak mudah menembus biji bijian yang disimpan
dalam jumlah besar (Hall, 1977).
Lumbung yang aman adalah lumbung yang dapat mempertahankan
kualitas maupun kuantitas biji- bijian (Bailey, 2002). Hal ini berarti
bahwa lumbung harus mampu mencegah kehilangan dan kerusakan
yang umum terjadi seperti :
1. Respirasi
Reaksi respirasi merupakan reaksi katabolisme yang memecah
molekul-molekul gula menjadi molekul anorganik berupa CO2
dan H2O (Salisbury, 1995).Respirasi menghasilkan panas, air
dan karbondioksida. Susut akibat oksidasi dari karbohidrat ini
mengikuti persamaan : C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 6H2O + Energi.
2. Jamur
Pada temperatur dan kelembaban yang sesuai spora jamur akan

10
tumbuh dan berkembang Hal ini akan membawa akibat
menurunnya daya kecambah untuk benih, perubahan warna,
timbulnya panas dan kelapukan, perubahan biokimia,
kemungkinan muncul racun serta kehilangan bahan kering.
Umumnya semua jamur gudang dapat tumbuh pada bahan-
bahan yang berkadar air setimbang dengan udara yang
memiliki kelembababn relatif 70% sampai 90%. Selain
temperatur dan kelembaban, pertumbuhan jamur pun dapat
dipengaruhi oleh kadar air, kondisi gabah serta, banyak benda
dan organisme asing pada tumpukan gabah. (Widayanti, 1993).
3. Serangga
Kerusakan yang ditimbulkan oleh serangga itu meliputi
kerusakan kecambah, panas dan kondensasi uap air serta
tumbuhnya jamur, kontaminasi akibat sekresi serangga dan
sarangnya serta isi biji yang dimakan oleh serangga.
(Widayanti, 1993).
4. Tikus
Tikus merupakan salah satu penyebab utama kehilangan bahan
pangan biji-bijian pada proses penyimpanan. Umumnya karena
konstruksi yang mudah diserang tikus. Kerusakan yang
disebabkan oleh tikus ini antara lain kerusakan akibat kesukaan
tikus pada biji-bijian (dimakan tikus), hasil sekresi, kerusakan
pada bangunan penyimpan akibat digerogoti tikus (Hall, 1977).
5. Migrasi Uap Air
Migrasi uap air umum terjadi di daerah subtropis di mana biji-
bijian disimpan dalam keadaan panas dan udara sekitar
penyimpan jauh lebih rendah. Migrasi uap air ini terjadi pada
bagian tertentu di dalam lumbung. Akumulasi ini terutama
disebabkan karena adanya pergerakan udara dalam lumbung
akibat efek pindah panas. Permukaan biji-bijian dingin pada
bagian atas akan mengakibatkan terjadinya kondensasi
sehingga kadar air pada bagian itu akan meningkat. Pindah

11
panas konveksi di dalam penyimpanan curah terjadi karena
adanya gradien suhu yang disebabkan perbedaan suhu antara
bahan dengan udara luar. Perbedaan ini erat kaitannya dengan
jenis biji bijian, jenis lumbung dan lokasi geografis (Hall,
1977).

12
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. Rata-rata konsumsi beras per kapita per tahun 2015.
BPS.go.id. diakses tanggal 6 Maret 2017.

Bailey M. 2002. Factors controlling silo development in the rice plant.


Academic Press, New York.

Brooker DB et al., 2008. Drying Cereal Grain. Connecticut: The AVI Publishing
Company Inc. Wesport.

Grolleaud M., 2001. Postharvest Losses : Descovering the Full Story Overview of
The Phenomenon of Losses During The Post Harvest System. Rome;
FAO.

Griest, D.H., 1975. Rice Formerly Agricultural Economist, Colonial Agricultural


Service, Malaya. Longmans Green and Co Ltd. London.

Hall DG, Reeve MJ, Thomasson AJ, dan Wright VF.1977. Water retention,
porosity and density of field soils. Technical Monograph No. 9. Soil
Survey of England and Wales, Harpenden.

Makarim, A. K. dan E. Suhartatik. 2009. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi.


Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Hal : 295-330

Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman

Safitri H. 2010. Kultur antera dan evaluasi galur haploid ganda untuk
mendapatkan padi gogo tipe baru. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.

Salisbury, F.B., dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi tumbuhan. Jilid 1 Terjemahan
Diah R. Lukman dan Sumaryo. ITB, Bandung.

Suardi, D. 2002. Perakaran Padi Dalam Hubungannya dengan Toleransi


Tanaman Terhadap Kekeringan dan Hasil. Jurnal. Balai Penelitian
Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian.

13
Siregar, H., 1981. Budidaya Tanaman Padi Di Indonesia. Sastra Hudaya. Bogor.

Vaughan DA, Morishimay H, Kadowaki K. 2003. Diversity in the Oryza genus.


Current Opinion in Plant Biology 6:139146

Widayanti N., 1993. Analisis Fungsional Lumbung Penyimpanan Gabah Kadar


Air Tinggi, IPB, Bogor.

Yoshida, S. 1981. Fundamentals of Rice Crop Science. IRRI. Los Banos. Laguna,
Philippines.

14
LAMPIRAN

15

Anda mungkin juga menyukai