Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Demam thypoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemis di Asia, Afrika,
Amerika latin, Karibia, Oceania dan jarang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa. Menurut
data WHO, terdapat 16 juta hingga 30 juta kasus thypoid di seluruh dunia dan diperkirakan
sekitar 500,000 orang meninggal setiap tahunnya akibat penyakit ini. Asia menempati
urutan tertinggi pada kasus thypoid ini, dan terdapat 13 juta kasus dengan 400,000
kematian setiap tahunnya.

Kasus thypoid diderita oleh anak-anak sebesar 91% berusia 3-19 tahun dengan
angka kematian 20.000 per tahunnya. Di Indonesia, 14% demam enteris disebabkan oleh
Salmonella Parathypi A. Demam tifoid pada masyarakat dengan standar hidup dan
kebersihan rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka
kejadian tinggi pada daerah tropik dibandingkan daerah berhawa dingin. Penyakit ini
banyak diderita oleh anak-anak, namun tidak menutup kemungkinan untuk orang dewasa.
Penyebabnya adalah kuman sallmonela thypi atau sallmonela paratypi A, B dan C.

Penyakit typhus abdominallis sangat cepat penularanya yaitu melalui kontak


dengan seseorang yang menderita penyakit typhus, kurangnya kebersihan pada minuman
dan makanan, susu dan tempat susu yang kurang kebersihannya menjadi tempat untuk
pembiakan bakteri salmonella, pembuangan kotoran yang tak memenuhi syarat dan kondisi
saniter yang tidak sehat menjadi faktor terbesar dalam penyebaran penyakit typhus.

Dalam masyarakat, penyakit ini dikenal dengan nama thypus, tetapi didalam dunia
kedokteran disebut dengan Tyfoid fever atau thypus abdominalis, karena pada umumnya
kuman menyerang usus, maka usus bisa jadi luka dan menyebabkan pendarahan serta bisa
mengakibatkan kebocoran usus.
Untuk itu kami menyusun makalah ini dengan judul Asuhan Keperawatan pada
Anak dengan Demam Tifoid dengan tujuan agar mahasiswa memahami dan mengetahui
asuhan keperawatan pada klien dengan demam tifoid.

2. Tujuan
a. Tujuan umum :
Mahasiswa dapat mengetahui dan mencegah terjadinya demam tifoid serta
mengimplementasikan asuhan keperawatan demam thypoid di lapangan.

b. Tujuan khusus :
Mengetahui konsep medik dan asuhan keperawatan pada penyakit demam tifoid
Mampu mengaplikasikan tindakan keperawatan sesuai konsep dan sesuai indikasi klien

B. Tinjauan Teoritis
1. Pengertian
Demam tifoid atau typhoid fever atau typhus abdominalis adalah penyakit yang
disebabkan oleh bakteri Salmonella typhii yang merupakan bakteri gram negatif
berbentuk batang yang masuk melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi
(Tapan, 2004). Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi oleh bakteri Salmonella
typhii dan bersifat endemik yang termasuk dalam penyakit menular (Cahyono,
2010). Demam tifoid adalah infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella
typhii (Elsevier, 2013.) Jadi, demam tifoid merupakan penyakit yang disebabkan
oleh bakteri gram negatif yang menurunkan sistem pertahanan tubuh dan dapat
menular pada orang lain melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan
infeksi Salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman
yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi
kuman Salmonella ( Brunner and Sudart, 2003).
Typhus abdominalis atau demam typhoid adalah penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari,
gangguan pada saluran cerna, gangguan kesadaran, dan lebih banyak menyerang
pada anak usia 12 13 tahun ( 70% - 80% ), pada usia 30 - 40 tahun ( 10%-20% )
dan diatas usia pada anak 12-13 tahun sebanyak (5%-10%). (Mansjoer, Arif. 2003).
Demam typhoid atau Typhus abdominalis adalah suatu penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu
minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran (Price A. Sylvia &
Lorraine M. Wilson, 2004).
Anatomi dan FIsiologi

Usus halus/intestinum minor

Usus halus adalah bagian dari system pencernaan makanan yang berpangkal pada pylorus
dan berakhir pada seikum panjangnya 6 m, merupakan saluran paling panjang tempat
proses pencernaan dan absorpsi hasil pencernaan yang terdiri dari:
Lapisanusus halus; lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar (M. sirkuler),
lapisan otot memanjang ( M. longitudinal), dan lapisan serosa ( sebalah luar).

a. Duodenum,
di sebut juga usus 12 jari panjangnya 25 cm berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri
pada lengkungan ini terdapat pankreas. Dan bagian kanan duodenum ini terdapat selaput
lendir yang membukit di sebut papilla vateri. Pada papilla vateri ini bermuara saluran
empedu ( duktus koledokus) dan saluran pancreas ( duktus wirsungi/ duktus pankreatikus).
Empedu di buat di hati untuk di keluarkan ke duodenum melalui duktus koledokus yang
fungsinya mengemulsi kan lemak, dengan bantuan lipase.
Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kalenjar,
kalenjar ini di sebut kalenjar-kalenjar brunner, berfungsi untuk memproduksi getah
intestinum.

b. Yeyenum dam Ileum.


Yeyenum dan ileum mempunyai panjang sekitar 6 m. dua perlima bagian adalah
(yeyenum) dengan panjang 23 m dan ileum dengan panjang 4-5 m. lekukan yeyenum dan
ileum meletak pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan peritoneum
yang berbentuk kipas di kenal sebagai mesenterium.
Ujung bawah ileum berhubungan dengan seikum dengan perantaraa lubang yang bernama
urifisium ileoseikalis, urifisium ini di perkuat oleh sfinter ileoseikalis dan pada bagian ini
terdapat katup valvula seikalis atau valvula baukhini yang berfungsi mencegah cairan
dalam kolon asendens tidak masuk kembali keadaan ileum.

Fungsi usus halus


1. Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler-kapiler darah
dan saluran-saluran limfe.
2. Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
3. Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida

Didalam usus halus terdapat kelenjar yang menghasilkan getah usus yang
menyempurnakan makanan :
1. Enterokinase, mengaktifkan enzim proteolitik
2. Eripsin menyempurnakan pencernaan protein menjadi asam amino.
a. Lactase mengubah lactase menjadi monosakarida.
b. Maltose mengubah maltosa menjadi monosakarida.
c. Sukrosa mengubah sukrosa menjadi monosakarida.
(Syafuddin, 1997 hlm 78 )

Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan pada demam tifoid adalah sebagai berikut:

1. Perawatan

Pasien dengan demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi dan
pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau
kurang lebih 14 hari. Mobilisasi pasien harus dilakukan secara bertahap, sesuai dengan
pulihnya kekuatan pasien. Pasien dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus
diubah-ubah pada waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan
dekubitus. Defekasi dan buang air kecil perlu di perhatikan karena kadang-kadang terjadi
obstipasi dan retensi air kemih.

2. Diet

Makanan yang dikonsumsi adalah makanan lunak dan tidak banyak serat.

3. Obat
4. Obat-obat antimikroba yang sering dipergunakan ialah:

Kloramfenikol

Menurut Damin Sumardjo (2009), kloramfenikol atau kloramisetin adalah antibiotik yang
mempunyai spektrum luas, berasal dai jamur Streptomyces venezuelae. Dapat digunakan
untuk melawan infeksi yang disebabkan oleh beberapa bakteri gram posistif dan bakteri
gram negatif. Kloramfenikol dapat diberikan secara oral. Rektal atau dalam bentuk salep.
Efek samping penggunaan antibiotik kloramfenikol yang terlalu lama dan dengan dosis
yang berlebihan adalah anemia aplastik. Dosis pada anak : 25 50 mg/kg BB/hari per oral
atau 75 mg/kg BB/hari secara intravena dalam empat dosis yang sama.
Thiamfenikol

Menurut Tan Hoan Tjay dan Kirana Raharja (2007, hal: 86), Thiamfenikol (Urfamycin)
adalah derivat p-metilsulfonil (SO2CH3) dengan spektrum kerja dan sifat yang mirip
kloramfenikol, tetapi kegiatannya agak lebih ringan. Dosis pada anak: 20-30 mg/kg
BB/hari.

Ko-trimoksazol

Adalah suatu kombinasi dari trimetoprim-sulfametoksasol (10 mg TMP dan 50 mg


SMX/kg/24 jam). Trimetoprim memiliki daya kerja antibakteriil yang merupakan
sulfonamida dengan menghambat enzim dihidrofolat reduktase. Efek samping yang
ditimbulkan adalah kerusakan parah pada sel sel darah antara lain agranulositosis dan
anemia hemolitis, terutama pada penderita defisiensi glukosa-6-fosfodehidrogenase. efek
samping lainnya adalah reaksi alergi antara lain urticaria, fotosensitasi dan sindrom Stevens
Johnson, sejenis eritema multiform dengan risiko kematian tinggi terutama pada anak-
anak. Kotrimoksazol tidak boleh diberikan pada bayi di bawah usia 6 bulan. Dosis pada
anak yaitu trimetoprim-sulfametoksasol (10 mg TMP dan 50 mg SMX/kg/24 jam, secara
oral dalam dua dosis). Pengobatan dengan dosis tepat harus dilanjutkan minimal 5-7 hari
untuk menghindarkan gagalnya terapi dan cepatnya timbul resistensi, (Tan Hoan Tjay &
Kirana Rahardja, 2007, hal:140).

Ampisilin dan Amoksilin

Ampisilin: Penbritin, Ultrapen, Binotal. Ampisilin efektif terhadap E.coli, H.Inflienzae,


Salmonella, dan beberapa suku Proteus. Efek samping, dibandingkan dengan perivat
penisilin lain, ampisilin lebih sering menimbulkan gangguan lambung usus yang mungkin
ada kaitannya dengan penyerapannya yang kurang baik. Begitu pula reaksi alergi kulit
(rash,ruam) dapat terjadi. Dosis ampisilin pada anak (200mg/kg/24 jam, secara intravena
dalam empat sampai enam dosis). Dosis amoksilin pada anak (100 mg/kg/24 jam, secara
oral dalam tiga dosis), (Behrman Klirgman Arvin, 2000, hal:942).

1. Obat obat simptomatik:


Antipiretika (tidak perlu diberikan secara rutin)
Kortikosteroid (dengan pengurangan dosis selama 5 hari)
Vitamin B komplek dan C sangat di perlukan untuk menjaga kesegaran dan kekutan badan
serta berperan dalam kestabilan pembuluh darah kapiler.

Secara fisik penatalaksanaannya antara lain:

1. Mengawasi kondisi klien dengan : pengukuran suhu secara berkala setiap 4-6 jam.
Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering terkejut, atau mengigau. Perhatikan pula
apakah mata anak cenderung melirik keatas, atau apakah anak mengalami kejang-

Demam yang disertai kejang yang terlalu lama akan berbahaya bagi perkembangan otak,
karena oksigen tidak mampu mencapai otak. Terputusnya sulai oksigen ke otak akan
berakibat rusaknya sel otak. Dalam kedaan demikian, cacat seumur hidup dapat terjadi
berupa rusaknya intelektual tertentu.

1. Buka pakaian dan selimut yang berlebihan


2. Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan
3. Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksigen ke otak yang akan
berakibat rusaknya sel-sel otak.
4. Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak- Minuman yang diberikan dapat berupa air
putih, susu (anak diare menyesuaikan), air buah atau air teh. Tujuannya agar cairan tubuh
yang menguap akibat naiknya suhu tubuh memperoleh gantinya.
5. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
6. Kompres dengan air hangat pada dahi, ketiak, dan lipatan Tujuannya untuk menurunkan
suhu tubuh di permukaan tubuh anak.

Komplikasi

Komplikasi demam typhoid dapat dibagi dalam :


1. Komplikasi intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perforasi usus
c. Ileus paralitik
2. Komplikasi ekstra intestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler
Kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis), miokarditis, thrombosis dan tromboflebitis.
b. Komplikasi darah
Anemia hemolitik, trombositopenia, dan sindrom uremia hemolitik
c. Komplikasi paru
Pneumonia empiema dan pleurutis
d. Komplikasi hepar dan kandung empedu, hepatitis, dan kolesistisis
e. Komplikasi ginjal
Glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis
f. Komplikasi tulang
Osteomilitis, periostitis, spondilitis, dan artritis
g. Komplikasi neuropsikiatrik
Delirium, meningismus, meningitis, polyneuritis perifer.

(Sjaifoellah Noer, 1997 hlm 437)

2. Etiologi

Etiologi dari penyakit ini antara lain:

1. Salmonella typhii
2. Paratyphii A, S. Paratyphii B, S. Paratyphii C.
3. S typhii atau paratyphii hanya ditemukan pada manusia
4. Demam bersumber dari makanan-makanan atau air yang terkontaminasi
5. Di USA, kebanyakan kasus demam bersumber baik dari wisatawan mancanegara atau
makanan yang kebanyakan diimpor dari luar.

Salmonella typii, Salmonella paratyphii A, Salmonella Paratyphii B, Salmonella Paratyphii


C merupakan bakteri penyebab demam tifoid yang mampu menembus dinding usus dan
selanjutnya masuk ke dalam saluran peredaran darah dan menyusup ke dalam sel makrofag
manusia. Bakteri ini masuk melalui air dan makanan yang terkontaminasi dari urin dan
feses yang terinfeksi dengan masa inkubasi 3-25 hari. Pemulihan mulai terjadi pada minggu
ke-4 dalam perjalanan penyakit. Orang yang pernah menderita demam tifoid akan
memperoleh kekebalan darinya, sekaligus sebagai karier bakteri. Jadi, orang yang pernah
menderita demam tifoid atau tifus akan menjadi orang yang menularkan tifus pada yang
belum pernah menderita tifus.

3. Patopisiologi
Bakteri Salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke dalam tubuh melalui
mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH < 2) banyak bakteri yang
mati. Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria, gastrektomi, pengobatan dengan antagonis
reseptor histamin H2, inhibitor pompa proton atau antasida dalam jumlah besar, akan
mengurangi dosis infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus
halus, bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan
menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan jejunum. Sel-sel M, sel epitel khusus yang
melapisi Peyers patch, merupakan tempat internalisasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai
folikel limfe usus halus, mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang
melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa. Salmonella
typhi mengalami multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear di dalam folikel limfe,
kelenjar limfe mesenterika, hati dan limfe (Soedarmo, dkk, 2012). Setelah melalui periode
waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya ditentukan oleh jumlah dan virulensi
kuman serta respons imun pejamu maka Salmonella typhi akan keluar dari habitatnya dan
melalui duktus torasikus masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme
dapat mencapai organ manapun, akan tetapi tempat yang disukai oeh Salmonella typhi
adalah hati, limpa, sumsum tulang belakang, kandung empedu dan Peyers patch dari ileum
terminal. Invasi kandung empedu dapat terjadi baik secara langsung dari darah atau
penyebaran retrograd dari empedu. Ekskresi organisme di empedu dapat menginvasi ulang
dinding usus atau dikeluarkan melalui tinja. Peran endotoksin dalam patogenesis demam
tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksindalam sirkulasi
penderita melalui pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari Salmonella typhi
menstimulasi makrofag di dalam hati, limpa, folikel limfoma usus halus dan kelenjar limfe
mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk dari makrofag inilah yang
dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem vaskular yang tidak stabil, demam, depresi
sumsum tulang belakang, kelainan pada darah dan juga menstimulasi sistem imunologik
(Soedarmo, dkk, 2012). Pada minggu pertama sakit, terjadi hiperplasia plaks Peyer. Ini
terjadi pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu
ketiga terjadi ulserasi plaks Peyer. Pada minggu keempat terjadi penyembuhan ulkus yang
dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai
perforasi usus. Selain itu hepar, kelenjar-kelenjar mesenterial dan limpa membesar (Suriadi
& Rita, 2006).

4. Tanda dan gejala

Masa inkubasi biasanya 7-14 hari, tetapi dapat berkisar antara 3-30 hari tergantung pada
besar inokulum yang tertelan. Tanda dan gejala yang dapat muncul pada demam tifoid
antara lain:

1. Anak Usia Sekolah dan Remaja

Gejala awal demam, malaise, anokreksia, mialgia, nyeri kepala dan nyeri perut berkembang
selama 2-3 hari. Mual dan muntah dapat menjadi tanda komplikasi, terutama jika terjadi
pada minggu kedua atau ketiga. Pada beberapa anak terjadi kelesuan berat, batuk, dan
epistaksis. Demam yang terjadi bisa mencapai 40 derajat celsius dalam satu minggu. Pada
minggu kedua, demam masih tinggi, anak merasa kelelahan, anoreksia, batuk, dan gejala
perut bertambah parah. Anak tampak sangat sakit, bingung, dan lesu disertai mengigau dan
pingsan (stupor). Tanda-tanda fisik berupa bradikardia relatif yang tidak seimbang dengan
tingginya demam. Anak mengalami hepatomegali, splenomegali dan perut kembung
dengan nyeri difus. Pada sekitar 50% penderita demam tifoid dengan demam enterik,
terjadi ruam makulaatau makulo popular (bintik merah) yang tampak pada hari ke tujuh
sampai ke sepuluh. Biasanya lesi mempunyai ciri tersendiri, eritmatosa dengan diameter 1-
5 mm. Lesi biasanya berkhir dalam waktu 2 atau 3 hari. Biakan lesi 60% menghasilkan
organisme Salmonella.

2. Bayi dan balita

Pada balita dengan demam tifoid sering dijumpai diare, yang dapat menimbulkan diagnosis
gastroenteritis akut.

3. Neonatus

Demam tifoid dapat meyerang pada neonatus dalam usia tiga hari persalinan. Gejalanya
berupa muntah, diare, dan kembung. Suhu tubuh bervariasi dapat mencapai 40,5 derajat
celsius. Dapat terjadi kejang, hepatomegali, ikterus, anoreksia, dan kehilangan berat badan.

5. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan fisik pada penderita demam tipoid dilakukan secara berulang dan regular.
Semua tanda-tanda vital merupakan petunjuk yang relevan. Perhatian khusus harus
diberikan pada pemeriksaan jasmani harian yang kadang-kadang harus dilakukan lebih
sering sampai kepastian diagnosis didapat dan respon yang diperkirakan terhadap
pengobatan penyakitnya sudah tercapai. Begitu juga dilakukan pemeriksaan secara teliti
pada kulit, kelenjar limfe, mata, dasar kuku, sistem kardiovaskuler, dada, abdomen,
sistem musculoskeletal dan sistem saraf.
2. Pemeriksaan Laboratorium
3. Hematologi

Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan usus.

1.Kimia darah

Pemeriksaan elektrolit, kadar glukosa, blood urea nitrogen dan kreatinin harus dilakukan.

1.Imunorologi
Uji widal adalah pemeriksaan serologi yang ditujukan untuk mendeteksi adanya antibody
di dalam darah terhadap antigen kuman Salmonella typhi. Hasil positif dinyatakan dengan
adanya aglutinasi. Hasil negative palsu dapat disebabkan oleh karena antara lain
penderita sudah mendapatkan terapi antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1
minggu sakit, keadaan umum pasien buruk, dan adanya penyakit imunologik lain.

1. Urinalis

Protein: bervariasi dari negative sampai positif (akibat demam). Leukosit dan eritrosit
normal : bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit.

1. Mikrobiologi

Sediaan apus dan kultur dari tenggorok, uretra, anus, serviks dan vagina harus dibuat dalam
situasi yang tepat. Pemeriksaan sputum diperlukan untuk pasien yang demam disertai
batuk-batuk. Pemeriksaan kultur darah dan kultur cairan abnormal serta urin diperlukan
untuk mengetahui komplikasi yang muncul.

1. Radiologi

Pembuatan foto toraks biasanya merupakan bagian dari pemeriksaan untuk setiap penyakit
demam yang signifikan.

1. Biologi molekuler

Dengan PCR (Polymerase Chain Reaction), dilakukan dengan perbanyakan DNA kuman
yang kemudian diidentifikasi dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat
mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit (sensifitas tinggi) serta kekhasan
(spesifitas) yang tinggi pula. Specimen yang digunakan dapat berupa darah, urin, cairan
tubuh lainnya serta jaringan biopsi.
6. Phatwey
7. Pengkajian

Pengkajian

1. Data demografi

Klien / pasien Tanggal pengkajian : Tanggal masuk :


Ruangan : Identitas Nama : Tanggal lahir /
umur : Jenis kelamin : Agama :
Suku : Diagnosa : Orangtua / penanggung jawab
Nama : Hubungan dengan klien : Suku :
Agama : Alamat : No. Telepon :

2. Alasan datang ke rumah sakit


3. Riwayat penyakit sekarang

Mengalami muntah-muntah, BAB hingga 3 kali lebih, anak sering rewel, dan badan lemas.

2. Riwayat penyakit dahulu

Pernah mengalami diare atau pernah menderita penyakit pencernaan.

Prenatal
o Pemeriksaan rutin

Umur kehamilan 1-28 minggu : setiap 4 minggu sekali Umur kehamilan 28-36 minggu
: setiap 2 minggu sekali Umur kehamilan > 36 minggu : setiap 1 minggu sekali

Keluhan selama hamil

Keluhan mual dan muntah selama hamil trimester awal yang dirasakan oleh ibu, dianjurkan
untuk mengkonsumsi makanan dengan jumlah lebih banyak dari sebelum hamil namun
proses makan dilakukan sedikit tetapi sering.

Riwayat terkena radiasi

Apakah selama hamil ibu klien pernah menjalani pemeriksaan radiologi.

Riwayat kenaikan berat badan selama hamil

IMT rendah < IMT normal 18,5- IMT tinggi 25- IMT obesitas >
18,5 24,9 29,9 30
14 20 kg 12,5 17,5 kg 7,5 12,5 kg 5,5 10 kg
Natal
Tempat melahirkan

Puskesmas, rumah sakit, rumah bersalin

Jenis persalinan

Jenis persalinan adalah normal dan SC dengan presentasi kepala atau bokong

Penolong persalinan

Bidan, dokter, dukun bayi.

Komplikasi saat melahirkan

Ada atau tidak komplikasi saat melahirkan

Komplikasi setelah melahirkan

Ada atau tidak komplikasi setelah melahirkan

Post natal
Kondisi Neonatus

Warna kulit klien saat lahir berwarna kemerahan dan bayi langsung menangis secara
spontan dan keras serta bergerak aktif ketika pertama kali keluar atau dilahirkan.

Imunisasi

Jenis Umur
Imunis 1 1 1
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
asi 0 1 2
BCG
Hepati
tis 1
Hepati
tis 2
Hepati
tis 3
DPT 1
DPT 2
DPT 3
Polio
1
Polio
2
Polio
3
Polio
4
Camp
ak

Pertumbuhan Fisik

Berat badan: 2500 4000 gram Tinggi badan: 50 cm

Perkembangan tiap tahap

Berguling : 6 bulan Duduk : 7 bulan Merangkak : 8 bulan


Berdiri : 10 bulan Berjalan : 10 bulan
3. Riwayat penyakit keluarga

Genogram Keterangan: : sudah meninggal : perempuan : laki-


laki : perkawinan : tinggal satu
atap : keturunan : Klien / An. A

1. Pengkajian Kebutuhan Dasar Manusia menurut Virginia Henderson


2. Kebutuhan Oksigenasi

Saat di rumah: Apakah klien pernah mengalami masalah dengan pernafasannya . Berapa
denyut nadi klien . Rentang normal berkisar antara 80 120 kali permenit untuk dewasa.
120-130 kali permenit untuk anak-anak. Frekuensi pernapasan normal berkisar antara 20-
24 kali permenit untuk dewasa. 30-40 kali permenit untuk anak-anak. Apakah klien
mengalami sesak napas. Saat dikaji: Apakah klien menggunakan alat bantu pernapasan.
Berapa frekuensi pernapasan dan denyut nadi klien. Apakah klien terlihat kesulitan ketika
bernapas, kedalaman napas klien normal atau tidak.

2. Kebutuhan Aktivitas dan Latihan

Sebelum sakit: Apa saja aktivitas yang biasa dilakukan klien selama satu hari. Saat dikaji:
Apa saja aktivitas yang biasa dilakukan klien selama satu hari saat dirumah sakit. Apakah
klien lemas atau sudah mulai bisa beraktivitas seperti sebelum sakit. Tabel Tingkat
Kemandirian

Kemampuan Perawatan
0 1 2 3 4
Diri
Makan/minum
Toileting
Berpakaian
Mobilitas di tempat tidur
Berpindah
Keterangan : 0 = mandiri 3 = dibantu orang lain dan alat 1 =
dengan alat bantu 4 = tergantung total 2 = dibantu orang lain

3. Kebutuhan Hygiene Integritas Kulit

Sebelum
No Pembanding Saat Dikaji
Sakit
Berapa kali
Mandi Berapa kali sehari
sehari
Berapa hari
Keramas Berapa hari sekali
sekali
Ganti Berapa kali
Berapa kali sehari
pakaian sehari
Berapa kali
Sikat gigi Berapa kali sehari
sehari
Memotong Berapa kali
Berapa kali seminggu
kuku seminggu

4. Kebutuhan Istirahat Tidur

Sebelum sakit: Klien biasa tidur berapa jam dalam sehari. Kualitas tidur klien terpenuhi
atau tidak. Adakah keluhan ketika bangun tidur. Saat dikaji: Klien biasa tidur berapa jam
dalam sehari. Kualitas tidur klien terpenuhi atau tidak. Adakah keluhan ketika bangun
tidur.

5. Kebutuhan Nutrisi dan Cairan

Klien terpasang saluran infus dengan cairan apa.

Pembanding Sebelum sakit Saat dikaji


Berapa kali
Frekuensi makanan Berapa kali sehari
sehari
Berapa porsi, Berapa porsi,
Jumlah makanan
habis atau tidak habis atau tidak
Apa makanan
Apa makanan
Jenis makanan yang
yang dikonsumsi.
dikonsumsi.
Adakah makanan Adakah makanan
yang yang
Alergi makanan
menyebabkan menyebabkan
klien alergi klien alergi
Baik/ Baik/
Nafsu makan
berkurang/buruk berkurang/buruk
Berat Badan Berapa kg Berapa kg
Tinggi Badan Berapa Cm Berapa Cm
Adakah makanan Adakah makanan
Makanan Pantangan
pantangan pantangan
Berapa gelas Berapa gelas
Kebiasaan minum
perhari perhari
Apa minuman Apa minuman
Jenis minum
yang dikonsumsi yang dikonsumsi
Biasa/
Biasa/ bertambah/
Perasaan haus bertambah/
berkurang
berkurang

6. Kebutuhan Eliminasi

BAB
Pembanding Sebelum sakit Saat dikaji
Frekuensi Berapa kali sehari Berapa kali sehari
Warna Apa warna dari feses Apa warna dari feses
Normal berbau Normal berbau
Bau
amoniak amoniak
Konsistensi Padat/cair/keras Padat/cair/keras

BAK

Pembanding Sebelum sakit Saat dikaji


Frekuensi Berapa kali sehari Berapa kali sehari
Warna Kuning jernih/pekat Kuning jernih/pekat
Bau Amoniak (normal) Amoniak (normal)
Perasaan Sakit atau tidak Sakit atau tidak

7. Kebutuhan Persepsi Sensori dan Kognitif

Penglihatan : Apakah menggunakan kacamata pada aktivitas sehari- hari. Bisa


melihat jarak jauh dan dekat dengan jelas atau tidak. Pendengaran : Apakah klien
masih dapat mendengar dengan jelas, dan tidak mengeluh masalah pendengarannya.
Apakah klien bisa mendengar suara pelan seperti bisikan dan suara yang keras.
Penciuman : Apakah klien masih dapat mencium bau-bauan dan tidak ada masalah
dengan indera penciumannya. Klien bisa mencium bau busuk dan harum atau tidak.
Pengecapan : Apakah klien masih dapat membedakan rasa pahit, manis, asam dan
asin. Perabaan : Apakah klien bisa merasakan sensasi ketika disentuh ataupun
dicubit.

8. Kebutuhan Termoregulasi
Adakah demam pada klien dan berapa suhunya . Suhu normal 36-36,5oC untuk dewasa.
36,5oC 37,5oC untuk anak-anak.

9. Kebutuhan Konsep Diri

Citra tubuh : Apakah klien sudah mulai memperhatikan tubuhnya. Identitas : Apakah
klien sudah mengetahui identitas dirinya. Harga diri : Apakah klien sudah mengetahui
tentang harga dirinya. Klien percaya diri atau masih malu. Peran : Apakah klien
sudah mengetahui mengenai peran dirinya. Bagaimana peran klien dalam kehidupan sehari-
hari. Ideal Diri : Bagaimana ideal diri klien. Klien ingin cepat sembuh.

1. Kebutuhan Stress Koping

Sebelum sakit: Apakah klien senang bermain,bercanda atau bersosialisasi dengan orang
lain. Saat dikaji: Apakah klien senang bermain,bercanda atau bersosialisasi dengan orang
lain.

1. Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman

Jika klien mempunyai keluhan nyeri, kaji nyeri klien dengan pengkajian PQRST. P :
penyebab rasa nyeri Q : seperti apa kualitas nyeri ; tersayat, terbakar,diremas-remas dll. R :
dimana nyeri dirassakan S : berapa skala nyeri (0-10) T : kapan nyeri dirasakan

2. Kebutuhan Seksual Reproduksi

Apakah klien sudah mengetahui jenis kelaminnya. Adakah kebutuhan seksual-reproduksi


klien

3. Kebutuhan Komunikasi Informasi

Sebelum sakit : Bagaimana komunikasi klien dengan teman dan orang-orang di


lingkungannya. Saat dikaji : Bagaimana komunikasi klien dengan teman dan orang-orang
di lingkungannya.

4. Kebutuhan Rekreasi Spiritual


1. Rekreasi

Sebelum sakit : Apakah klien biasanya bermain dan berinteraksi dengan orang lain
dilingkungannya. Apakah klien biasa berwisata dengan keluarga atau orang di
lingkungannya. Apa yang dilakukan klien untuk menyenangkan hatinya. Saat dikaji :
Apakah klien biasanya bermain dan berinteraksi dengan orang lain dilingkungannya.
Apakah klien biasa berwisata dengan keluarga atau orang di lingkungannya. Apa yang
dilakukan klien untuk menyenangkan hatinya.

1. Spiritual

Sebelum sakit : Apakah klien sudah mengerti mengenai agama yang dianutnya. Apa saja
ibadah yang dilakukan klien dalam sehari. Saat dikaji : Apakah klien sudah mengerti
mengenai agama yang dianutnya. Apa saja ibadah yang dilakukan klien dalam sehari.

1. Pemeriksaan fisik
2. Pengkajian Umum
1. Tingkat Kesadaran

Spontan 4
Dengan perintah 3
Eyes
Rangsangan nyeri 2
Tidak berespon 1
Menurut perintah 6
Melokalisasi nyeri
5
(menunjuk)
Reaksi menghindari
Motorik 4
nyeri
Fleksi abnormal 3
Ekstensi abnormal 2
Tidak berespon 1
Terorientasi 5
Bingung 4
Kata-kata tidak
Verbal 3
dimengerti
Suara tidak jelas 2
Tidak berespon 1

Keterangan : Compos mentis : 14-15 Apatis : 12-13 Somnolen : 10-11


Delirium : 7-9 Sporo coma : 4-6 Coma :3

1. Keadaan Umum
1. Tanpa dehidrasi : baik, sadar
2. Dehidrasi ringan / sedang : gelisah, rewel
3. Dehidrasi berat : lesu, lunglai / tidak sadar
2. Tanda-tanda Vital

1. Suhu : 36,5oC 37,5oC untuk anak-anak. 36 oC -36,5 oC untuk dewasa.


2. Nadi :120-130 kali per menit untuk anak-anak. 80- 120 kali per menit untuk dewasa.
3. RR : 30-40 kali per menit untuk anak-anak. 20-24 kali per untuk dewasa.

2. Antropometri

LILA

Lingkar lengan atas merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi, karena
mudah, murah dan cepat. Tidak memerlukan data umur yang terkadang susah diperoleh.
Memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit.

Klasifikasi Batas Ukur


Wanita Usia Subur
KEK < 23,5 cm
Normal 23,5 cm
Bayi Usia 0-30 hari
KEP < 9,5 cm
Normal 9,5 cm

Balita
KEP < 12,5 cm
Normal 12,5 cm

IMT

IMT = Berat badan (kg)/ (tinggi badan (cm) / 100)2

Status
IMT Kategori
Gizi

Gizi Sangat
< 17.0
Kurang Kurus
17.0 Gizi
Kurus
18.5 Kurang
18.5
Gizi Baik Normal
25.0
25.0 Gizi
Gemuk
27.0 Lebih
Gizi Sangat
> 27.0
Lebih Gemuk

Z-score

Z-score = BB Median BB/U SD reference


Nilai Z-Score Klasifikasi
Z-score +2 Obesitas
+1 Z-score <
Gemuk
+2

-2 Z-score < +1 Normal


-3 Z-score < -2 Kurus
Z-score < -3 Sangat Kurus

3. Pengkajian head to toe


4. Pemeriksaan Kepala

I: bentuk kepala mesocepal, simetris kanan kiri atau tidak, terdapat benjolan pada kepala
atau tidak, kulit kepala bersih/kotor, rambut tebal/tipis dan lurus/kriting, distribusi rambut
merata atau tidak dan berminyak atau tidak. Pa: adakah nyeri tekan.

1. Pemeriksaan Mata

I: Apakah memakai alat bantu penglihatan. Terdapat kantung mata atau tidak. Kelopak
mata : simetris kanan dan kiri atau tidak, adakah lesi, apakah penyebaran rambut alis
merata. Konjungtiva dan sclera : konjunctiva anemis atau tidak, sclera ikterik atau tidak
Kornea : jernih atau keruh Pupil dan iris : ukuran pupil isokor kanan kiri atau tidak. Pa:
Adakah nyeri tekan pada kedua mata klien.

1. Pemeriksaan Hidung

I: bentuk hidung klien kecil/besar, warna kulit sama dengan warna bagian wajah lain atau
tidak. Adakah deviasi atau pembengkakan tulang hidung, lubang hidung simetris kanan kiri
atau tidak. Apakah terdapat secret dan pelebaran nares. Pa: Adakah nyeri tekan pada batang
dan jaringan lunak hidung.

1. Pemeriksaan Mulut
I : Apakah bibir simetris atas bawah, bibir kering atau lembab, mukosa
pucat/kering/lembab. Berapa jumlah gigi klien. Apakah terdapat bau mulut, pembesaran
tonsil dan permukaan lidah kotor/bersih. Pa : Adakah nyeri tekan pada kedua dinding
mulut.

1. Pemeriksaan Telinga

I: Apakah posisi telinga simetris kanan dan kiri, kulit bersih, liang telinga kotor/bersih.
Apakah menggunakan alat bantu pendengaran dan adakah benjolan. Pa: Adakah nyeri
tekan pada kedua telinga klien.

1. Pemeriksaan Leher

I : Apakah ada pembengkakan kelenjar tiroid, jika digerakkan fleksi ekstensi terdapat
terdapat nyeri atau tidak dan adakah nyeri telan. Pa: Adakah nyeri tekan, benjolan dan
pembesaran kelenjar tiroid.

1. Pemeriksaan dada dan paru

I : Apakah bentuk dada simetris kanan dan kiri, barel, fanel atau pigeon chest. Ekspansi
dada simetris atau tidak. Pa: Apakah vokal fremitus fibrasinya lebih terasa di sebelah
kanan. Apakah terdapat nyeri tekan bagian dada depan maupun belakang. Pe : apakah
terdengar suara sonor pada kedua lapang paru. Au : Apakah terdengar suara dasar
vesikular, ronchi, wheezing atau crackles

1. Pemeriksaan jantung

I: Apakah bentuk dada simetris kanan kiri. Adakah jaringan parut dan lesi. Apakah terlihat
ictus cordis pada rongga thoraks dan apakah iramanya teratur. Pe: Apakah terdengar bunyi
pekak. Dilakukan untuk mengetahui batas jantung Pa: Adakah nyeri tekan. Au : Bunyi
jantung 1 = Bunyi jantung 2. Apakah terdapat bunyi mur-mur.

1. Pemeriksaan Abdomen
I : Apakah perut buncit, warna kulit sama dengan warna kulit di sekitarnya, bersih/kotor
dan terdapat jaringan parut atau tidak, warna ikterik/tidak. Apakah umbilikus mengalami
inflamasi, posisi umbilicus tepat ditengah garis tubuh/tidak. Au : Berapa frekuensi bising
usus, normalnya 8-12 kali permenit Pe : Apakah terdengar bunyi timpani. Pa : Apakah
terdapat nyeri tekan.

1. Pemeriksaan Genetalia

I : Apakah terpasang kateter, terdapat luka/tidak dan terdapat radang pada area genetalia
atau tidak. Pa : Adakah nyeri tekan

1. Pemeriksaan Neurologis dan Ekstremitas

Status kesadaran: GCS dan kekuatan otot 5 55 5

1. Pemeriksaan Ekstremitas

Atas: Apakah simetris kanan dan kiri. Apakah klien dapat melakukan Range of motion
aktif pada tangan kanan dan kiri, terdapat nyeri pada sendi atau tidak. Adakah edema dan
akral dingin. Bawah: Apakah simetris kanan dan kiri. Apakah klien dapat melakukan
Range of motion aktif pada tangan kanan dan kiri, terdapat nyeri pada sendi atau tidak.
Adakah edema dan akral dingin.

1. Pemeriksaan kulit dan kuku

I: Bagaimana warna kulit klien, mukosa mulut pucat/tidak . Adakah edema dan bagaimana
elastisitas kulit dan kebersihan kuku. P: Adakah nyeri tekan. Berapa capilary refill time
normalnya < 3 detik

8. Diagnose keperawatan

1. Hipertemia (00007)

DS : Ibu klien mengatakan anaknya panas DO :


1. Suhu tubuh klien lebih dari 36,50C
2. Kulit terasa hangat
3. Kulit terlihat kemerahan
4. Nadi klien lebih dari batas normal {anak,-anak (>120x/menit), prasekolah (>140x/menit),
di bawah 3 tahun (>150x/menit), bayi (>160x/menit)}
5. Nafas klien lebih dari batas normal {anak-anak (>30x/menit), prasekolah (>34x/menit), di
bawah 3 tahun (40x/menit), bayi (60x/menit)}
6. Terjadi kejang
7. Kekurangan volume cairan (00027)

Intervensi keperawatan

Diagnosa yang mungkin muncul antara lain:

DS :

1. Ibu klien mengatakan anaknya susah minum


2. Klien mengatakan anaknya buang air kecil terus

DO :

1. Bibir klien terlihat pecah-pecah


2. Mukosa klien kering dan pucat
3. Penurunan tugor kulit
4. Kulit klien terlihat lembab
5. Peningkatan konsentrasi urin
6. Klien terlihat lemas
7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002)

DS :

1. Ibu klien mengatakan anaknya susah makan


2. Klien mengatakan anaknya mengalami muntah
DO :

1. Klien tampak lemas dan tak memiliki stamina


2. Berat badan klien mengalami penurunan
3. Klien terlihat tidak memilki nafsu makan
4. Membra mukosa klien pucat
5. Adanya sariawan
6. Klien tanpak menghindari makanan

1. Rencana Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria


No Intervensi
Keperawatan Hasil

NOC: NIC: Temperature


regulation (pengaturan
1. Hidration
suhu)
2. Adherence behavior
3. Immune status 1. Monitor suhu minimal tiap
4. Risk control dua jam
5. Risk detection 2. Rencanakan monitoring suhu
secara kontinyu
Kriteria hasil:
Hipertermia (00007) 3. Monitor tekanan darah, nadi

1. Keseimbangan antara dan respiratory rate

produksi panas, 4. Monitor warna dan suhu kulit

panas yang diterima, 5. Monitor tanda-tanda

dan kehilangan panas hipertermi dan hipotermi

2. Seimbang antara 6. Tingkatkan intake cairan dan

produksi panas, nutrisi

panas yang diterima, 7. Selimuti pasien untuk

dan kehilangan panas mencegah hilangnya


selama 28 hari kehangatan tubuh
pertama kehidupan 8. Ajarkan pada orang tua
3. Keseimbangan asam pasien cara mencegah
basa bayi baru lahir keletihan akibat panas
4. Temperature stabil : 9. Diskusikan tentang
36,5 37,5C pentingnya pengaturan suhu
5. Tidak ada kejang dan kemungkinan efek
6. Tidak ada perubahan negative dari kedinginan
warna kulit 10. Beritahu tentang indikasi
7. Pengendalian risiko: terjadinya keletihan dan
hipertermia penanganann emergency
8. Pengendalian risiko: yang diperlukan
hipotermia 11. Ajarkan indikasi dari
9. Pengendalian risiko: hipotermia dan penanganan
proses menular yang diperlukan yang
10. Pengendalian risiko: diperlukan
paparan sinar 12. Berikan anti piretik jika
matahari diperlukan
13.

NOC NIC Fluid management

1. Fluid balance 1. Timbang popok jika perlu


2. Hydration 2. Pertahankan catatan intake
3. Nutritional status: dan output yang akurat
Kekurangan
food and fluid intake 3. Monitor status hidrasi
volume cairan
(00027) (kelembaban membrane
Kriteria hasil:
mukosa, nadi adekuat,

1. Mempertahankan tekanan darah ortostatik) jika

urine output sesuai diperlukan

dengan usia dan berat 4. Monitor vital sign


badan, berat jenis 5. Monitor masukan makanan
urine normal , HT atau cairan dan hitung intake
normal kalori harian
2. Tekanan darah, nadi, 6. Kolaborasikan pemberian
suhu tubuh dalam cairan IV
batas normal 7. Berikan cairan IV pada suhu
3. Tidak ada tanda- ruangan
tanda dehidrasi, 8. Dorong masukan oral
elastisitas turgor kulit 9. Berikan nasogastrik sesuai
baik, membran output
mukosa lembab, 10. Dorong keluarga untuk
tidak ada rasa haus membantu pasien makan
yang berlebihan. 11. Tawarkan makanan ringan
(jus buah, buah segar) untuk
anak usia bermain sampai
remaja/dewasa
12. Kolaborasi dengan dokter
apabila diperlukan transfusi

Hypovolemia management

1. Monitor status cairan


termasuk intake dan output
cairan
2. Pelihara IV line
3. Monitor tingkat Hb dan Ht
4. Monitor tanda vital
5. Monitor respon pasien
terhadap penambahan cairan
6. Monitor berat badan
7. Dorong pasien atau orang tua
pasien untuk menambah
intake oral
8. Pemberian cairan IV monitor
untuk mengindikasi adanya
tanda dan gejala kelebihan
volume cairan yang diberikan
9. Monitor adanya tanda gagal
ginjal
10.

NOC:
NIC Weight Management
(1260)
1. Nutritional status
2. Nutritional status:
1. Bina hubungan dengan
Food and fluid intake
keluarga klien
3. Nutritional status:
2. Jelaskan keluarga klien
nutrient intake
mengenai pentingnya
4. Weight control
pemberian makanan,
penambahan berat badan dan
Ketidakseimbangan Kriteria Hasil:
kehilagan berat badan
nutrisi kurang dari
1. Adanya peningkatan 3. Jelaskan kelurga klien tentang
kebutuhan tubuh
berat badan sesuai kondisi berat badan klien
(00002)
dengan tujuan 4. Jelaskan resiko dari kekurangan
2. Berat badan ideal berat badan
sesuai dengan tinggi 5. Berikan motivasi keluarga klien
badan untuk meningkatkan berat
3. Mampu badan klien
mengidentifikasi 6. Pantau porsi makan klien
kebutuhan nutrisi 7. Anjurkan klien makan teratur
4. Tidak ada tanda
malnutrisi
5. Menunjukan
peningkatan fungsi
pengecapan dari
menelan
6. Tidak terjadi
penurunan berat
badan yang berarti

C. Daftar Fustaka

Cahyono, J.B. Suharyo B. 2010. Vaksinasi, Cara Ampuh Cegah Penyakit Infeksi.
Yogyakarta: Kanisius Damin, Sumardjo. 2009. Pengantar Kimia : Buku Panduan Kuliah
Mahasiswa Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksata. Jakarta : EGC Muslim.
2009. Patofisiologi untuk Keperawatan . Jakarta : EGC Nurarif, Amin Huda & Hardhi
Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA &
NIC-NOC. Jakarta: Mediaction Publishing Rubenstein, David. et all. 2007. Kedokteran
Klinis. Jakarta : Erlangga Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi &
Pediatri Tropis. Jakarta: IDAI Sukandarrumidi. 2010. Bencana Alam dan Bencana
Anthoropogene. Yogyakarta: Kanisius Tapan, Erik. 2004. Flu, HFMD, Diare pada
Pelancong, Malaria, Demam Berdarah, Tifus. Jakarta: Pustaka Populer Obor Team
Elsevier. 2013. Ferris Clinical Advisor 2013: 5 Books in 1. Philadelphia: Elsevier, Inc.
Tjay, Tan Hoan dan Raharja, Kirana. 2007. ObatObat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan
Efek Efek Sampingnya, Ed. Ke 6. Jakarta : EGC Weller, Barbara F. 2005. Kamus Saku
Perawat. Jakarta: EGC http://www.slideshare.net/septianraha/penatalaksanaan-medik.
diakses pada hari Senin, 3 Maret 2014, 16:05 WIB.

Anda mungkin juga menyukai