Anda di halaman 1dari 19

Bagian Obstetri dan Ginekologi LAPORAN KASUS

RETENSIO PLASENTA

Disusun Oleh :

DEVY DAMAYANTI

N 111 16 010

Pembimbing Klinik:

dr. MELDA MM SINOLUNGAN, Sp.OG

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN


KLINIK
BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
DESEMBER 2017
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Istilah retensio plasenta dipergunakan jika plasenta belum lahir
jam sesudah anak lahir.1,2 Biasanya setelah janin lahir, beberapa menit
kemudian mulailah proses pelepasan plasenta disertai sedikit perdarahan
(kira-kira 100 200 cc). Bila plasenta sudah lepas dan turun ke bagian
bawah rahim, maka uterus akan berkontraksi (his pengeluaran plasenta)
untuk mengeluarkan plasenta.1,2,3
Kadang-kadang, plasenta tidak segera terlepas. Suatu pertanyaan
yang belum mendapat jawaban yang pasti adalah berapa lama waktu
berlalu pada keadaan tanpa perdarahan sebelum plasenta harus dikeluarkan
secara manual. Bidang obstetri secara tradisional membuat batas-batas
durasi kala tiga secara agak ketat sebagai upaya untuk mendefinisikan
retensioplasenta (abnormally retained placenta) sehingga perdarahan
akibat terlalu lambatnya pemisahan plasenta dapat dikurangi. Combs dan
Laros (1991) meneliti 12.275 persalinan pervaginam tunggal dan
melaporkan median durasi kala tiga adalah 6 menit, dan 3,3 persen
berlangsung lebih dari 30 menit. 1,2
Penyebab pasti tertundanya pelepasan setelah waktu 30 menit tidak
selalu jelas, tetapi tampaknya cukup sering disebabkan oleh kontraksi
uterus yang tidak adekuat.6,12 Penyebab dari disfungsi kontraksi ini belum
diketahui pasti. Kecuali pada fibroid uterus, dimana sumber distensi uterus
tidak dapat dihilangkan dengan kontraksi uterus, maka kontraksi uterus
yang tidak adekuat muncul. Namun, uterus tidak harus mengalami distensi
selama kala III hingga menyebabkan kontraksi yang tidak adekuat.
Distensi sebelum kelahiran bayi, seperti pada kehamilan ganda dan
polihidramnion, juga mempengaruhi kemampuan rahim untuk
berkontraksi secara efisien setelah kelahiran bayi, dan dengan demikian
keduanya menjadi faktor risiko lain untuk perdarahan postpartum karena
atonia.21
Retensio plasenta adalah penyebab signifikan dari kematian
maternal dan angka kesakitan di seluruh negara berkembang. Kasus ini
merupakan penyulit pada 2 % dari semua kelahiran hidup dengan angka
kematian hampir mencapai 10% di daerah pedesaan. Menurut studi lain,
insidensi dari retensio plasenta berkisar antara 1-2 % dari kelahiran hidup.
Pada studi tersebut retensio plasenta lebih sering muncul pada pasien yang
lebih muda dengan multiparitas.1,2,4
Diperkirakan insidensi dari perlengketan abnormalitas sekitar 1
dari 2000 hingga 1 dari 7000 persalinan. Plasenta akreta meliputi 80% dari
keseluruhan perlengketan abnormal, plasenta inkreta 15 %, dan plasenta
perkreta 5 %. Angka ini meningkat tajam dalam dua dekade terakhir,
sejalan dengan angka seksio cesarean.1,2,5
Pada retensio plasenta, sepanjang plasenta belum terlepas, maka
tidak akan menimbulkan perdarahan.9 Bila terjadi banyak perdarahan atau
bila pada persalinan-persalinan yang lalu ada riwayat perdarahan
postpartum, maka tak boleh menunggu, sebaiknya plasenta langsung
dikeluarkan dengan tangan. Juga kalau perdarahan sudah lebih dari 500 cc
atau satu nierbekken, sebaiknya plasenta langsung dikeluarkan secara
manual dan diberikan uterus tonika, meskipun kala III belum lewat
setengah jam.9,2 Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung
kemih atau rektum penuh, karena itu keduanya harus dikosongkan.2

2. Tujuan
Untuk mengetahui tentang perdarahan post partum khususnya tanda-
tanda retensio plasenta agar dapat mencegah dan menangani kasus retensio
plasenta, mencegah komplikasinya.
BAB II
LAPORAN KASUS

BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO

RSUD UNDATA PALU

STATUS OBSTETRI
Tanggal Pemeriksaan : 23 November 2017 Ruangan : IGD PONEK
MADANI
Jam : 09.35 WITA

IDENTITAS
Nama : Ny. S Nama Suami : Tn. I
Umur : 36 tahun Umur : 38 tahun
Alamat :Tompe Alamat : Tompe
Pekerjaan : PNS Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA

ANAMNESIS
P3A0 Usia Kehamilan : 37 minggu
HPHT : 15-02-2017 Menarche : 13 tahun
TP : 22-11-2017 Perkawinan : Pertama, 25 tahun

Keluhan Utama : Pasien datang dengan rujukan dari Tompe dengan perdarahan
dari jalan lahir, ari-ari belum keluar sejak bayi dilahirkan pada pukul 05.30.
Pasien tiba di IGD PONEK MADANI dalam keadaan perdarahan. Pasien
melahirkan di rumah dibantu oleh bidan dan dukun beranak di puskesmas. Selain
itu pasien mengeluh pusing dan badan semakin lemas, mual (+), muntah (-), nyeri
perut (+). Saat tiba langsung dilakukan manual plasenta namun sebagian plasenta
berhasil keluar, namun masih ada sisa plasenta.

Riwayat Obstetri :
Hamil pertama : lahir tahun 2006, cukup bulan, lahir di bantu bidan dan
dukun beranak, jenis kelamin Laki-laki, BB 3000 gram.
Hamil kedua : lahir tahun 2012, cukup bulan, bidan dan dukun beranak,
jenis kelamin Laki-laki, BB 3500 gram. Riwayat di kuretase karena
plasenta tidak lengkap
Hamil ketiga: Hamil sekarang

Riwayat KB : melakukan KB pil.

Riwayat ANC : Pemeriksaan kehamilan di Puskesmas oleh Bidan, teratur setiap


bulan

Riwayat Imunisasi : imunisasi TT 2x di Puskesmas

Riwayat Penyakit Dahulu : Kejang (-), Hipertensi (-), Penyakit Jantung (-),
Diabetes Mellitus (-). Sebelumnya pasien pernah mengalami hal yang sama pada
tahun 2012 dan dilakukan kuretase di RS. Anutapura

PEMERIKSAAN FISIK
KU : Sedang Tekanan Darah : 90/60 mmHg
Kesadaran : Kompos mentis Nadi : 98 kali/menit
BB : 65 kg Pernapasan : 22 kali/menit
TB : 153 cm Suhu : 36,7C

Kepala Leher :
Konjungtiva anemis (+/+), skleraikterus (-/-), edema palpebra (-/-), pembesaran
KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-).
Thorax :
I : Pergerakan thoraks simetris, sikatrik (-)
P : Nyeri tekan (-), massa tumor (-)
P : Sonor pada kedua lapang paru, pekak pada area jantung, batas jantung
DBN
A : Bunyi pernapasan vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-. Bunyi jantung
I/II murni regular

Abdomen :
Pemeriksaan Obstetri :
Situs : -
Leopold I :TFU : 2 jari di atas pusat
Leopold II : -
Leopold III : -
Leopold IV : -
DJJ : -
HIS : -
TBJ : -
Pergerakan Janin : -
Janin Tunggal :-

Genitalia :
Tampak tali pusat di vulva 6 cm yang telah diklem dengan forcep, stolsel (+)
Pemeriksaan Dalam (VT) :portio tebal lunak, pembukaan 9 cm
Ekstremitas :
Ekstremitas atas = akral hangat, edema (-),
Ekstremitas bawah = akral hangat, edema (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah Lengkap
Parameter Nilai Normal Hasil
WBC 4.0-12 x 103/ L 15.5
RBC 4.0-6.2 x 106/ L 2.5
Hb 11-17 g/dL 6.1
HCT 35-55% 33
PLT 150-400 x 103/L 209

RESUME
Pasien PIIIA0, 36 tahun, masuk atas rujukan dari tompe dengan perdarahan
pervaginam (post partum). Plasenta belum lahir sejak 4 jam setelah
partuspervaginam oleh bidan dan dukun beranak. Nyeri perut (+), pusing (+),
lemas (+), perdarahan.
Tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 98 x/menit, pernapasan 22 x/menit,
suhu 36,7C. Konjungtiva anemis (+/+), TFU 2 jari di atas pusat, abdomen tampak
datar, tampak tali pusat 6 cm dari vulva yang telah di klem dengan forcep.
Pemeriksaan dalam (VT) : portio tebal lunak, pembukaan 9 cm.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan leukosit ( WBC 15,8 x
103/ L ), penurunan eritrosit ( RBC 2,4106/ L ), penurunan hematokrit ( HCT
32% ), penurunan hemoglobin ( HGB 6,4 g/dL )

DIAGNOSIS
PIIIA0 36 Tahun + HPP e.c Retensio Plasenta + Anemia

PENATALAKSANAAN
IVFD RL 2 line 60 tpm (oxytocin 2 ampul/kolf)
PPT
Transfusi 2 kolf Whole Blood
Amoxicilin 500 mg 3x1
FOLLOW UP

Perawatan Hari 1, 24 November 2017


S. Perdarahan pervaginam(+), nyeri perut bawah (+), nyeri ulu hati (-),
pusing (+), sakit kepala(-), mual (-), sesak (), muntah (-), BAB (-), BAK
(+)
O. Keadaan umum : Sakit Sedang/composmentis
Konjungtiva anemis +/+
TD : 100/70 MmHg S : 37,6 C
P : 20x/ menit N : 88x/menit
A. PIVA0 + Retensioplasenta + Anemia
P. IVFDRL 28tpm
Transfusi 2 kolf Whole Blood
Paracetamol 500mg 3X1
Amoxicilin 500mg 3X1

Hasil darah rutin setelah 6 jam post transfusi pertama


Parameter Nilai Normal Hasil
WBC 4.0-12 x 103/ L 13.7
RBC 4.0-6.2 x 106/ L 2.9
Hb 11-17 g/dL 8.2
HCT 35-55% 33
PLT 150-400 x 103/L 210

Perwatan hari ke 2, 25 November 2017


S. Nyeri perut bagian bawah (-), perdarahan pervaginam berkurang, BAB (+)
BAK (+)
O. Keadaan umum : sakit sedang
Konjungtiva : Anemis --/--
TD : 100/60 MmHg S : 36,6 C
P : 20x/ menit N : 88x/menit
Hasil darah rutin post transfuse 1 bag WB yang kedua
Parameter Nilai Normal Hasil
WBC 4.0-12 x 103/ L 11.3
RBC 4.0-6.2 x 106/ L 4.0
Hb 11-17 g/dL 10.7
HCT 35-55% 35
PLT 150-400 x 103/L 233

A. PIVA0 + Retensioplasenta + Anemia

P. Aff infus dan Affkateter


Asam mefenamat 500mg 3x1
Amoxicilin 500mg 3x1
Pasien boleh pulang
BAB III
PEMBAHASAN

1. DIAGNOSIS
Pada kasus ini pasien usia 36 tahun rujukan dari Tompe dengan
perdarahan pervaginam (post partum). Plasenta belum lahir sejak 4 jam
setelah partus pervaginam oleh bidan dan dukun beranak. Nyeri perut (+),
pusing (+), lemas (+).
Pada pemeriksaan fisik tanda vital, Tekanan darah 90/60 mmHg,
nadi 98 x/menit, pernapasan 22 x/menit, suhu 36,7C. Konjungtiva anemis
(+/+). Pada pemeriksaan obstetri didapatkan TFU 2 jari di atas pusat,
abdomen tampak cembung, tampak tali pusat 6 cm dari vulva yang telah
di klem dengan forcep. Pemeriksaan dalam (VT) : portio tebal lunak,
pembukaan 9 cm.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan leukosit ( WBC
15,8 x 103/ L ), penurunan eritrosit ( RBC 2,4106/ L ), penurunan
hematokrit ( HCT 32% ), penurunan hemoglobin ( HGB 6,4 g/dL ).
Dari anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal,
meminta informasi mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya,
paritas, serta riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat
pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau
timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
Tanda dan gejala meliputi:
- Plasenta belum lahir setelah 30 menit
- Perdarahan segera
- Uterus berkontraksi dan keras.
Identifikasi jenis retensioplasenta dan gambaran klinisnya

Gejala Akreta parsial Inkarserata Akreta


Konsistensi Kenyal Keras Cukup
uterus
Tinggi fundus Sepusat 2 jari bawah Sepusat
pusat
Bentuk uterus Diskoid Agak globuler Diskoid
Perdarahan Sedang- banyak Sedang Sedikit/ tidak ada
Tali pusat Terjulur Terjulur Tidak terjulur
sebagian
Ostium uteri Terbuka Konstriksi Terbuka
Pelepasan Lepas sebagian Sudah lepas Melekat
plasenta seluruhnya
Syok Sering Jarang Jarang sekali,
kecuali akibat
inversio oleh
tarikan kuat pada
tali pusat

Pada kasus ini dari anamnesis ditemukan bahwa plasenta belum


lahir 4 jam setelah lahir bayi, tampak tali pusat terklem 6 cm divulva
vagina pasien didiagnosis dengan retensio plasenta sesuai dengan teori.

2. PENATALAKSANAAN
Pada kasus ini pasien dipasangkan infus dua line diberikan
terapi oksitosisn 2 ampul dalam 500 cc RL dengan kecepatan 20 tetes
permenit. Untuk resusitasi cairan dan meningkatkan kontraksi uterus
atau menginduksi persalinan plasenta serta meminimalkan perdarahan dari
plasenta.
Pada pasien dilakukan transfusi darah 2 kantong WholeBlood
karena dari hasil pemeriksaan darah rutin didapatkan peningkatan
leukosit ( WBC 15,8 x 103/ L ), penurunan eritrosit ( RBC 2,4106/ L ),
penurunan hematokrit ( HCT 32% ), penurunan hemoglobin ( HGB 6,4
g/dL )
Berdasarkan teori yang termasuk usaha perbaikan keadaan umum
ini misalnya pemberian transfusi darah untuk memperbaiki syok atau
anemia dan menghilangkan atau mengurangi penyulit.
Pada pasien ini juga diberikan pemberian antibiotic berupa
Amoxicilin 3x500mg sebagai profilaksis/pencegahan terjadinya infeksi.
Pemberian Asam Mefenamat sebagai anti nyeri. Dilakukan manual
plasenta dan direnanakan untuk kuretase
Pada retensio plasenta, sepanjang plasenta belum terlepas, maka
tidak akan menimbulkan perdarahan. Bila terjadi banyak perdarahan
atau bila pada persalinan-persalinan yang lalu ada riwayat perdarahan
postpartum, maka tak boleh menunggu, sebaiknya plasenta langsung
dikeluarkan dengan tangan. Juga kalau perdarahan sudah lebih dari 500 cc
atau satu nierbekken, sebaiknya plasenta langsung dikeluarkan secara
manual dan diberikan uterus tonika, meskipun kala III belum lewat
setengah jam. Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung
kemih atau rektum penuh, karena itu keduanya harus dikosongkan.1,2,8
Tindakan yang dapat dikerjakan pada retensio plasenta adalah :1,2,8
A. Coba 1 2 kali dengan perasat Crede
Perasat Crede bermaksud melahirkan plasenta yang belum
terlepas dengan ekspresi. Syaratnya yaitu uterus berkontraksi baik
dan vesika urinaria kosong.
Pelaksanaan :
1. Fundus uterus dipegang oleh tangan kanan sedemikian rupa,
sehingga ibu jari terletak pada permukaan depan uterus
sedangkan jari lainnya pada fundus dan permukaan belakang.
Bila ibu gemuk hal ini tidak dapat dilaksanakan dan sebaiknya
langsung dikeluarkan secara manual. Setelah uterus dengan
rangsangan tangan berkontraksi baik, maka uterus ditekan ke
arah jalan lahir. Gerakan jari-jari seperti memeras jeruk. Perasat
Crede tidak boleh dilakukan pada uterus yang tidak dilakukan
pada uterus yang tidak berkontraksi karena dapat menimbulkan
inversio uteri.
2. Perasat Crede dapat dicoba sebelum meningkat pada pelepasan
plasenta manual.
B. Keluarkan plasenta dengan tangan (manual plasenta)1,2,5,7
Manual plasenta adalah tindakan invasif dan, kadang
memerlukan anestesia.Manula plasenta harus dilakukan sesuai
indikasi dan oleh operator berpengalaman. Indikasi manual plasenta
meliputi: retensio plasenta dan perdarahan banyak pada kala III yang
tidak dapat dihentikan dengan uterotonika dan masase, suspek ruptur
uterus, dan retensi sisa plasenta.

Gambar 3.1. Manual plasenta


Pelaksanaan :
1. Sebaiknya pelepasan plasenta secara manual dilakukan dalam
narkosis, karena relaksasi otot memudahkan pelaksanaannya.
Sebaiknya juga dipasang infus garam fisiologik sebelum
tindakan dilakukan. Setelah memakai sarung tangan dan
disinfeksi tangan dan vulva, termasuk daerah sekitarnya, maka
labia dibeberkan dengan tangan kiri sedangkan tangan kanan
dimasukkan secara obstetrik ke dalam vagina.
2. Tangan kiri sekarang menahan fundus untuk mencegah
kolpaporeksis. Tangan kanan dengan gerakan memutar-mutar
menuju ostium uteri dan terus ke lokasi plasenta; tangan dalam
ini menyusuri tali pusat agar tidak terjadi false route.
3. Supaya tali pusat mudah teraba, dapat diregangkan oleh asisten.
Setelah tangan dalam sampai ke plasenta maka tangan tersebut
pergi ke pinggir plasenta dan mencari bagian plasenta yang
sudah lepas untuk menentukan bidang pelepasan yang tepat.
Kemudian dengan sisi tangan sebelah kelingking plasenta
dilepaskan pada bidang antara bagian plasenta yang sudah
terlepas dan dinding rahim dengan gerakan yang sejajar dengan
dinding rahim. Setelah seluruh plasenta terlepas, plasenta
dipegang dan dengan perlahan-lahan ditarik ke luar.
4. Periksa cavum uterus untuk memastikan bahwa seluruh plasenta
telah dikeluarkan.
5. Lakukan masase untuk memastikan kontraksi tonik uterus.
6. Setelah plasenta dilahirkan dan diperiksa bahwa plasenta lengkap,
sementara kontraksi uterus belum baik segera dilakukan kompresi
bimanual uterus dan disuntikkan ergometrin 0,2 mg IM atau IV
sampai kontraksi uterus baik. Pada retensio plasenta, risiko atonia
uteri tinggi oleh karena itu harus segera dilakukan tindakan
pencegahan perdarahan postpartum. Apabila kontraksi uterus tetap
buruk setelah 15 detik, dilanjutkan dengan tindakan sesuai
prosedur tindakan pada atonia uteri.
7. Kesulitan yang mungkin dijumpai pada manual plasenta ialah
adanya lingkaran konstriksi, yang hanya dapat dilalui dengan
dilatasi oleh tangan dalam secara perlahan-lahan dan dalam
narkosis yang dalam. Lokasi plasenta pada dinding depan rahim
juga sedikit lebih sukar dilepaskan daripada lokasi pada dinding
belakang.
C. Kuretase
Seringkali pelepasan sebagian plasenta dapat dilakukan
dengan manual plasenta dan kuretase digunakan untuk mengeluarkan
sebanyak mungkin jaringan yang tersisa. Kuretase mungkin
diperlukan jika perdarahan berlanjut atau pengeluaran manual tidak
lengkap.

D. Tindakan bedah
Jika faktor risiko dan gambaran prenatal sangat mendukung
diagnosis perlengketanplasenta, Cesarean hysterectomy umumnya di
rencanakan, terutama pada pasien yang tidak berharap untuk
mempertahankan kehamilan. Jika plasentaakreta ditemukan setelah
melahirkan bayi, plasenta sesegera mungkin dikeluarkan untuk
mengosongkan cavum uteri. Walaupun dalam banyak kasus
pengeluaran plasenta akan menimbulkan perdarahan massif yang akan
berakhir dengan histerktomi.Pada kasus plasentaakretakompleta,
tindakan terbaik ialah histerektomi.Jika perlengketan tidak
terdiagnosis sebelum melahirkan dan perdarahan postpartum terjadi
saat manual plasenta, beberapa tindakan dapat menjadi pilihan,
tergantung keinginan pasien dan keadaan cerviks. Jika tidak ada
kemungkinan untuk meneruskan persalinanatauhemodinamik tidak
stabil, histerektomi harus dilakukan. Disisi lain, beberapa usaha dapat
dilakukan untuk mempertahankan uterus dengan tindakan bedah
(ligasi arteri hipogastrika) atau secara radiologik (teknik embolisasi
dari arteri uterina).Kayem menjelaskan dalam sebuah kasus terjadi
resorpsi spontan dari plasenta setelah 6 bulan embolisasi arteri
uterina.1,2,8
Gambar 3.2. Ligasi arteri hipogastrika

Dalam kasus plasenta perkreta, darah akan terus mengalir melalui


daerah invasi ketika sebagian plasenta dilepaskan karena tidak adanya
ligasi fisiologis miometrium yang biasanya akan membendung aliran
darah. Jika kasus ini ditemukan saat operasi caesar maka hemostasis dapat
dicapai melalui jahitan pada miometrium, atau melalui ligasi arteri uterina
maupun arteri iliakainterna. Namun, histerektomi pun biasanya
diperlukan.1,2,7,8
Pada kasus ini dicoba lakukan manual plasenta namun plasenta
yang keluar tidak utuh sehingga diputuskan untuk dilakukan kuretage.

3. KOMPLIKASI
Plasenta yang terlalu melekat, walaupun jarang dijumpai,
memiliki makna klinis yang cukup penting karena morbiditas dan,
kadang - kadang mortalitas yang timbulkannya.Komplikasinya meliputi
:1,2,3
a. Perforasi uterus
b. Infeksi
c. Inversio uteri
d. Syok (hipovolemik)
e. Perdarahan postpartum
f. Subinvolution
g. Histerektomi
Komplikasi pada pasien ini perdarahan ditandai dengan penurunan
Hb dan ditatalaksana perdarahan untuk mencegah terjadinya syok. Syok
pada retensio plasenta terjadi karena perdarahan dan infeksi berat. Oleh
karena itu pasien juga sudah dibekali antibiotik.

4. PROGNOSIS
Prognosis tergantung dari lamanya, jumlah darah yang hilang,
keadaan sebelumnya serta efektifitas terapi. Diagnosa dan penatalaksanaan
yang tepat sangat penting.
Prognosis pada kasus ini dubia et bonam dimana hal ini dapat
dilihat dari keadaan umum pasien yang membaik dan perdarahan yang
berangsunr-angsur berkurang. Retensio plasenta yang dievakuasi lebih dini
tanpa disertai infeksi memberikan prognosis yang baik terhadap ibu.6
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Perdarahan postpartum primer / dini (early postpartum hemorrhage)
yaitu perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab
utamanya adalah atonia uteri (50-60 %), retensio plasenta (16-17
%), sisa plasenta (23-24 %), laserasi jalan lahir (4-5 %), dan
kelainan darah (0,5 0,8 %).
2. Istilah retensio plasenta dipergunakan jika plasenta belum lahir
jam sesudah anak lahir. Biasanya setelah janin lahir, beberapa
menit kemudian mulailah proses pelepasan plasenta disertai sedikit
perdarahan (kira-kira 100 200 cc)
3. Pada kasus ini terjadi perdarahan post partum akibat retensio plasenta,
dilakukan manual plasenta namun tidak berhasil dan dilakukan
kuretage.
4. Pada kasus ini juga terjadi anemia akibat komplikasi dari perdarahan
dan dilakukan transfusi darah 2 bag WB untuk menangani komplikasi
perdarahan.

4.2 Saran
Memberikan edukasi pada pasien menegenai penyebab perdarahan
post partum, pencegahan serta memberikan edukasi pada ibu agar
persalinannya ditolong tenaga kesehatan ahli.
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan Edisi Keempat Cetakan Ketiga. Jakarta:


Yayasan Bina Pustaka sarwonoPrawirohardjo; 2014.
2. Rohani, Sasmita R, Marisah. Asuhan Kebidanan Pada Masa Persalinan.
Jakarta: SalembaMedika; 2011.
3. DeCherney AH, Nathan L. Curren. Obstetric & Gynecologic Diagnosis &
Treatment, Ninth Edition: Postpartum Hemorrhage & Abnormal Puerperium:
Retained Placenta Tissue. California: The McGraw-Hill Companies, Inc;
2003. 28:323-327.
4. Jevuska. Patofisiologi Retensio Plasenta.2013 Diakses pada tanggal 24
oktober 2016 dari http://www.jevuska.com/2011/09/10/patofisiologi-retensio-
plasenta
5. Anonim. Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal: Kala Tiga dan Empat
Persalinan. Bab 4:91-99.
6. Pernoll ML. Benson &Pernonolls Handbook of Obstetrics & Gynecology
Tenth Edition. New York: McGraw-Hill; 2001. 6:173-177; 11:341-342.
7. B-Lynch C. A Textbook of Postpartum Hemorrhage A Comprehensive Guide
to Evaluation, Management and Surgical Intervention : Placental
Abnormalities. Singapore: Sapiens Publishing; 2006. 8:66-68, 10:90-91,
24:203-207, 31:296-297.
8. Gondo HK. Penanganan Perdarahan Post Partum (HaemorhagiPost
Partum, HPP). Surabaya: Universitas Wijaya Kusuma; 2010.

Anda mungkin juga menyukai