Anda di halaman 1dari 21

Presentasi Kasus

Asma Eksaserbasi Akut Derajat Berat pada Asma Episodik


Sering

Penyaji :

dr. Adam Prabata (Dokter Internsip)

Pembimbing:

dr. Yolanda Desire

NIP. 198212282009122001

RUMAH SAKIT TK IV CIJANTUNG KESDAM JAYA

JUNI 2015
BAB I
ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS
Nama : An. Alisya Suci Azzahra
No. Rekam Medik : 046753
Nama Orang Tua : Tn. Wahyudi
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 29 Juli 2006
Usia : 8 tahun
Pendidikan : SD
Pembiayaan : BPJS Swasta
Alamat : Jl. Cipinang Gg. Nusa Indah 3 RT/RW 03/04 Ciracas Jakarta
Timur
Tanggal Masuk : 22 Mei 2015 Pukul 08.25

ASSESSMENT AWAL (PAT)


Appearance : Tonus baik, masih aktif, dapat ditenangkan, tidak pucat, tidak
menangis
Work of Breathing : Mengi (+), posisi nyaman duduk membungkuk, Napas cuping
hidung (+), retraksi (+) suprasternal, epigastrium, dan
interkostal
Circulation : Pucat (-), sianosis (-), mottling (-)

ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan dengan alloanamnesis kepada ibu pasien.

Keluhan Utama
Sesak napas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien sesak napas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas sudah terjadi
sebanyak 3 episode pada pukul 01.00 dan 05.00. Keluhan sesak napas membaik setelah dibawa
ke klinik dan diuap. Sesak napas sudah terjadi + 15 menit sebelum masuk rumah sakit. Sesak
napas berbunyi ngik-ngik. Pasien merasa sesak bahkan pada saat istirahat. Saat sesak pasien
tidak bisa bicara. Posisi nyaman bagi pasien saat sesak adalah duduk membungkuk. Sesak
dapat dipicu aktivitas berat, tidur dengan bantal tinggi disangkal, terbangun dari tidur karena
sesak disangkal, kaki bengkak disangkal, perbaikan keluhan sesak dengan perubahan posisi
disangkal. Pasien juga mengalami batuk yang berdahak, pilek, dan demam tidak tinggi sejak 2
hari sebelum masuk rumah sakit. Saat serangan pasien tidak bisa makan maupun minum.
Namun di luar serangan, napsu makan pasien masih baik. Mual, muntah, nyeri ulu hati, rasa
panas di tenggorokan disangkal. BAB dan BAK tidak ada keluhan.

Sejak usia + 6 bulan, pasien mengalami sesak berulang yang kambuh setiap sebulan sekali.
Serangan biasanya terjadi selama 1-3 hari. Tidak ada gejala sesak di antara serangan. Pada saat
tidak ada serangan, aktivitas dan tidur pasien tidak terganggu. Pasien tidak menggunakan obat
untuk asma yang dihirup atau diminum secara rutin. Sesak pernah muncul pada malam hari
dan diperberat oleh suhu dingin. Sesak pernah muncul akibat terkena debu rumah. Terdapat
keluhan sering bersin pada pagi hari dan membaik ketika siang hari.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat alergi makanan dan obat disangkal. Keluhan alergi di kulit disangkal. Keluhan mata
berair dan merah di pagi hari disangkal. Riwayat batuk lama disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Ayah dan kakek pasien memiliki riwayat asma. Riwayat TB di keluarga pasien disangkal.

Riwayat Sosial
Rumah pasien cukup rajin dibersihkan karena ibu pasien telah mengetahui bahwa asma pasien
dapat kambuh bila terkena debu. Tidak ada hewan peliharaan di rumah. Tidak ada anggota
keluarga yang merokok. Pembiayaan menggunakan BPJS Swasta.

Riwayat Kehamilan
Saat hamil pasien, status kehamilan ibu pasien adalah G2P1A0. Pasien rajin kontrol kehamilan
ke rumah sakit (+ 5 kali) dan tidak pernah dikatakan ada kelainan pada janin. Ibu pasien tidak
mengalami sakit sewaktu hamil dan tidak mengonsumsi obat-obatan di luar resep dokter.
Riwayat Kelahiran
Pasien lahir spontan cukup bulan di rumah sakit ditolong oleh dokter. BB lahir 3 kg, PB lahir
51 cm. Pasien tidak biru dan tidak kuning saat dan setelah kelahiran.

Riwayat Imunisasi
Pasien mendapatkan lima imunisasi dasar lengkap.

Riwayat Nutrisi
Pasien biasanya makan nasi, lauk pauk, dan sayuran tiga kali sehari dengan porsi sedang.
Pasien juga mengonsumsi cemilan dan susu.

Riwayat Tumbuh Kembang


Pasien duduk dan berjalan pada usia 8 dan 12 bulan. Tinggi dan berat badan pasien tidak
berbeda dengan teman sebayanya. Pasien selalu naik kelas dan tidak ada hambatan dalam
pelajaran. Pasien belum mengalami menarche.

PEMERIKSAAN FISIK
Tanda Vital
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
GCS : 15, E4M6V5
Tekanan darah : 100/70 mm Hg
Frekuensi nadi : 124 kali/menit, reguler, teraba lemah
Frekuensi napas : 48 kali/menit, napas dalam
Suhu Tubuh : 37oC
Saturasi O2 : 97% setelah pemberian O2 melalui nasal canul 3L/menit
Berat Badan : 22 kg

Status Generalis
Kepala : Normocephal, tidak ada deformitas, rambut hitam, persebaran
merata, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik
Telinga : Normotia, liang telinga lapang
Hidung : Kavum nasi lapang, tidak ada deviasi septum, ada sekret
kehijauan kental, ada napas cuping hidung
Bibir : Tidak ada sianosis, tidak ada fisura
Mulut : Oral hygiene baik, arkus faring simetris, tidak hiperemis, uvula
di tengah, Tonsil T1-T1
Leher : Trakea di tengah, tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II normal, tidak ada murmur dan gallop
Paru
Inspeksi : Simetris saat inspirasi dan ekspirasi, terdapat retraksi
suprasternal, interkostal, dan epigastrium, nampak penggunaan
otot bantu napas
Palpasi : Fremitus kanan dan kiri sama kuat. Pergerakan dada simetris saat
inspirasi dan ekspirasi
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Bunyi napas utama vesikuler di kedua paru. Tidak ada ronkhi.
Terdapat wheezing di kedua lapang paru, baik saat inspirasi
maupun ekspirasi
Abdomen
Inspeksi : Perut datar dan lemas
Auskultasi : Bising usus normal
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan. Hepar dan limpa tidak teraba
Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, tidak ada edema, tidak ada clubbing
finger, tidak nampak sianosis

PEMERIKSAAN PENUNJANG
22/5/2015 Pukul 09.30
Hemoglobin : 12,7 g
Hematokrit : 37%
Leukosit : 16.800/mm3
Trombosit : 405.000/mm3

DIAGNOSIS
Asma eksaserbasi akut derajat berat pada asma episodik sering

TATALAKSANA
Tatalaksana Awal
Oksigen 3 liter per menit
Inhalasi Ventolin ampul + NaCl 3 ml
Observasi 20 menit post inhalasi
Keadaan Umum : Perbaikan
Tanda Vital : Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Frekuensi Nadi : 116 kali/menit, teraba lemah
Frekuensi napas : 38 kali/menit, pernapasan dalam
Suhu : 37oC
Saturasi O2 : 97%
Pemeriksaan Fisik
Hidung : Napas cuping hidung sudah tidak nampak
Paru
Inspeksi : Simetris saat inspirasi dan ekspirasi, terdapat retraksi interkostal,
retraksi epigastrium dan suprasternal sudah tidak nampak
Palpasi : Fremitus kanan dan kiri sama kuat. Pergerakan dada simetris saat
inspirasi dan ekspirasi
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Bunyi napas utama vesikuler di kedua paru. Tidak ada ronkhi.
Wheezing di kedua lapang paru masih terdengar pada auskultasi
punggung, pada saat ekspirasi (+) dan inspirasi (-)

Tatalaksana setelah konsultasi dengan dr. Amin, Sp. A

Loading cairan Ringer Asetat 300 ml


Infus dextrose 5% 16 tetes per menit dengan drip Aminofilin injeksi ampul
Cefotaxim injeksi 2x1 g + skin test
Dexamethasone injeksi 3 x ampul
Ambrocol syrup 3 x C1
Trimenza syrup 3 x C1
Inhalasi NaCl + Ventolin 1 ampul setiap 8 jam sekali

PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia

23 April 2015 24 April 2015 25 April 2015 26 April 2015


S: Keluhan sesak S: Keluhan sesak S: Keluhan sesak S: Keluhan sesak
berkurang tidak ada tidak ada, batuk tidak ada, batuk
O: Ronkhi -/-, O: Ronkhi -/-, berdahak (+) berdahak (+)
wheezing -/- wheezing -/- O: Ronkhi -/-, O: Ronkhi -/-,
A: Asma bronkial A: Asma bronkial wheezing -/- wheezing -/-
episodik sering episodik sering A: Asma bronkial A: Asma bronkial
P: RL 15 tpm, P: RL 15 tpm, episodik sering episodik sering
lanjutkan terapi lanjutkan terapi P: Ambroxol syrup 3 P: Pasien rawat jalan
x cth 1 Ambrocol syrup 3 x
Lanjutkan terapi cth 1
Cefixime 2 x 65 mg
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Asma
Berdasarkan definisi GINA Update 2010, asma adalah penyakit inflamasi kronik di
saluran napas yang melibatkan banyak sel dan mediator dalam prosesnya. Inflamasi kronik
tersebut diasosiasikan dengan hiperresponsivitas saluran napas yang menyebabkan episode
mengi berulang, kesulitan bernapas, dada terasa tertekan, dan batuk, terutama saat malam dan
pagi hari. Gejala tersebut berkaitan dengan obstruksi aliran napas menuju paru yang luas
namun bervariasi, yang biasanya reversibel secara spontan atau dengan pemberian terapi.1
Berdasarkan definisi UKK respirologi PP IDAI, asma adalah bila anak menunjukkan
gejala batuk dan/atau mengi yang timbul secara episodik, cenderung pada malam/dini hari
(nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat asma dan alergi pada pasien
atau keluarganya.2

Epidemiologi Asma
Di seluruh dunia diperkirakan terdapat 300 juta orang yang menderita asma. Tingkat
kematian asma mencapai 250.000 orang per tahunnya. Berikut dilampirkan peta prevalensi dan
grafik mortalitas asma di seluruh dunia.

Gambar 1. Peta prevalensi asma global 3


Gambar 2. Grafik mortalitas asma global 4
Sekitar 1 - 2,5% penduduk Indonesia mengidap asma. Penelitian mengenai prevalensi
asma di Indonesia telah dilakukan di pelbagai sentra, namun penelitian-penelitian tersebut tidak
menggunakan standar yang sama. Di bawah ini dilampirkan tabel prevalensi asma di Indonesia.

Peneliti Kota Tahun Jumlah Sampel Umur Prevalens (%)


Djajanto Jakarta 1991 1200 6-12 16,4
Rosmayudi O Bandung 1993 4865 6-12 6,6
Dahlan Jakarta 1996 - 6-12 17,4
Arifin Palembang 1996 1296 13-15 5,7
Rosalina I Bandung 1997 3118 13-15 2,6
Kartasasmita Bandung 2002 2678 6-7 3,0
2836 13-14 5,2

Tabel 1. Prevalensi asma di Indonesia5

Patofisiologi Asma
Asma merupakan penyakit obstruksi saluran napas yang menyebabkan gangguan pada
aliran udara yang reversibel. Obstruksi tersebut disebabkan oleh inflamasi di saluran napas
yang berasosiasi dengan hiperreaktivitas bronkus. Inflamasi mengenai seluruh saluran napas,
termasuk saluran napas atas dan hidung, namun efek fisiologis penyempitan paling nampak
pada bronkus ukuran sedang.1
Inflamasi dimulai ketika alergen ditangkap
oleh sel dendritik, antigen presenting cell (APC)
utama yang ada di saluran napas. Setelah
menangkap antigen, sel dendritik pindah ke daerah
yang banyak mengandung limfosit dan
merangsang sel T Helper (Th) naif atau sel Th-0
untuk berubah menjadi Th-2. Th-2 merupakan
koordinator dari sekresi sitokin-sitokin yang
menyebabkan reaksi inflamasi pada asma.5
Reaksi inflamasi pada asma dapat dibedakan Gambar 3. Patogenesis Asma6
menjadi inflamasi akut dan kronis. Inflamasi akut
yang terjadi dapat dibedakan menjadi respon alergi fase cepat dan fase lambat. Reaksi fase
cepat disebabkan oleh respon sel yang sensitif terhadap Ig-E, terutama sel mast dan basofil.
Reaksi ini menghasilkan mediator mediator seperti histamin, prostaglandin, leukotrien, dll.
Mediator-mediator tersebut menginduksi kontraksi otot polos di saluran napas, menstimulasi
saraf aferen, hipersekresi mukus, vasodilatasi, dan kebocoran mikrovaskular. Reaksi fase
lambat meliputi aktivasi sel T, eosinofil, neutrofil, dan makrofag. Reaksi ini juga menghasilkan
mediator-mediator inflamasi yang semakin lama semakin banyak karena reaksi fase lambat
semakin lama akan semakin kuat.5
Selain inflamasi,
terdapat proses lain
dalam tubuh yang
terjadi pada pasien asma
yaitu remodelling
saluran napas.
Remodelling saluran
napas adalah perubahan
struktur sel dan jaringan
saluran napas karena
influks sel-sel inflamasi Gambar 4. Inflamasi dan Remodelling pada asma6
dan mediator
menyebabkan siklus kerusakan-perbaikan dalam dinding saluran napas. Perubahan struktur
yang terjadi antara lain hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran napas, hiperplasia sel
goblet dan kelenjar submukosa, deposisi matriks di dinding saluran napas, meningkatnya
permeabilitas vaskular, dan perubahan pada jaringan saraf. Perubahan struktur ini dapat terjadi
secara reversibel maupun irreversibel.5
Berdasarkan pemaparan
mekanisme seluler di atas, penyempitan
saluran napas pada asma dapat terjadi
karena banyak faktor, namun terutama
oleh kontraksi otot polos bronkial yang
diprovokasi mediator inflamasi. Selain
itu, faktor banyaknya sekret yang tebal
dan lengket, pengendapan protein plasma
yang keluar dari mikrovaskularisasi, serta
debris seluler juga mempengaruhi.
Gambar 5. Skema Patofisiologi Asma7
Kontraksi otot polos disertai penebalan
saluran napas akibat edema dan infiltrasi sel yang berulang dapat memicu hiperplasia kronik
otot polos. Penyempitan saluran napas menyebabkan resistensi saluran napas meningkat dan
laju ekspirasi menurun, sehingga meningkatkan volume residu paru. Kondisi ini menyebabkan
kecenderungan pasien melakukan hiperventilasi yang pada akhirnya menyebabkan hiperinflasi
toraks. Inflasi toraks menyebabkan kerja otot interkostal dan diafragma menjadi tidak optimal
yang akhirnya dapat menyebabkan kelelahan dan menimbulkan gagal napas.5

Faktor Resiko Asma


Faktor risiko asma dapat dibagi menjadi dua antara lain faktor yang berasal dari
penderita dan faktor yang berasal dari lingkungan. Faktor-faktor tersebut antara lain:5

1. Faktor Penderita
Genetik
Asma merupakan penyakit yang diwariskan secara genetik melalui interaksi
banyak gen. Gen yang terkait antara lain gen predisposisi atopi dan gen
predisposisi hiperresponsivitas jalan napas.
Obesitas
Jenis kelamin
Laki-laki lebih berisiko memiliki asma dibanding perempuan pada usia <14
tahun. Namun pada usia dewasa, risiko antara perempuan dan laki-laki menjadi
sama.
Riwayat atopi
2. Faktor Lingkungan
Alergen
Infeksi saluran napas, terutama infeksi virus
Rokok
Polusi udara
ASI

Terdapat teori mengenai asma terkait pajanan dengan infeksi yaitu hygiene hypothesis.
Teori ini menyatakan bahwa pajanan terhadap infeksi pada anak sedini mungkin menyebabkan
pembentukan sistem imun anak ke arah non-alergi, yang menyebabkan penurunan risiko
asma dan alergi lainnya.1
Diagnosis Asma
Manifestasi klinis asma antara lain sesak napas episodik, mengi, batuk, dan dada terasa
berat. Riwayat asma pada anak dan keluarga juga dapat membantu menegakkan diagnosis.
Pemeriksaan fisik biasanya dapat menemukan kelainan hanya pada saat serangan. Temuan
yang dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik antara lain wheezing, retraksi dan penggunaan
otot bantu napas, napas cuping hidung, dll. Pada kondisi asma berat dapat ditemukan sianosis,
penurunan kesadaran, dan gerakan napas paradoks.5
Eksaserbasi atau serangan asma adalah episode perburukan gejala-gejala asma secara
progresif. Derajat eksaserbasi asma dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Parameter Klinis, Ringan Sedang Berat


Fungsi paru,
laboratorium
Tanpa Ancaman Henti Ancaman Henti
Napas Napas
Sesak Berjalan Berbicara Istirahat
Bayi: menangis Bayi: menangis Bayi: tidak mau
keras pendek dan lemah, minum/makan
kesulitan
menyusu/makan
Posisi Bisa berbaring Lebih suka duduk Duduk
membungkuk/bertopang
lengan
Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata
Kesadaran Mungkin Biasanya irritable Biasanya irritable Kebingungan
irritable
Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata
Mengi Sedang, sering Nyaring, sepanjang Sangat nyaring, Sulit/tidak
hanya pada ekspirasi + inspirasi terdengar tanpa terdengar
akhir ekspirasi stetoskop sepanjang
ekspirasi dan inspirasi
Penggunaan otot Biasanya tidak Biasanya ya Ya Gerakan paradoks
bantu napas torako-abdominal
Retraksi Dangkal, Sedang, ditambah Dalam, ditambah napas Dangkal/hilang
retraksi, retraksi suprasternal cuping hidung
interkostal
Frekuensi Napas Takipnea Takipnea Takipnea Bradipnea
Frekuensi Nadi Normal Takikardia Takikardia Bradikardia
Pulsus Paradoksus Tidak ada Ada Ada Tidak ada, tanda
<10 mmHg 10-20 mmHg >20 mmHg kelelahan otot
napas
FEV1
Pra-bronkodilator >60% 40-60% <40%
Post-bronkodilator >80% 60-80% <60%
Respons < 2 jam
SaO2 (%) >95% 91-95% <90%
PaO2 Normal >60 mmHg <60 mmHg
(biasanya tidak
perlu diperiksa)
PaCO2 <45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg

Tabel 2. Penilaian derajat serangan asma5

Selain berdasarkan derajat eksaserbasinya, asma juga dapat dibagi berdasarkan


kekerapannya. Pembagian tersebut dibagi berdasarkan Pedoman Nasional Asma Anak
Indonesia.

Parameter klinis, Asma episodik Asma episodik Asma persisten


kebutuhan obat, dan faal jarang sedang (Asma berat)
paru (Asma ringan) (Asma sedang)
1 Frekuensi serangan < 1x / bulan > 1x / bulan Sering
2 Lama serangan < 1 minggu > 1 minggu Hampir sepanjang
tahun, tidak ada
remisi
3 Di antara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan
malam
4 Tidur dan aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu
5 Pemeriksaan fisik di luar Normal Mungkin terganggu Tidak pernah
serangan (ada kelainan) normal
6 Obat pengendali (anti Tidak perlu Nonsteroid/steroid Steroid hirupan oral
inflamasi) hirupan dosis
rendah
7 Uji faal paru (di luar PEF/FEV1 > 80% PEF/FEV1 60-80% PEF/FEV1 <60%
serangan) Variabilitas 20-30%
8 Variabilitas faal paru Variabilitas > 15% Variabilitas > 30% Variabilitas > 50%
(bila ada serangan)

Tabel 3. Pembagian derajat penyakit asma pada anak menurut PNAA 20045

Diagnosis banding asma pada anak dapat dibedakan berdasarkan usia. Pada anak usia
5 tahun atau kurang, diagnosis banding yang dapat diperkirakan antara lain rhino-sinusitis
kronik, GERD, ISPA virus rekuren, fibrosis kistik, displasia bronkopulmonar, tuberkulosis,
malformasi kongenital berupa penyempitan jalan napas, aspirasi benda asing, imunodefisiensi,
dan penyakit jantung bawaan. Pada anak usia lebih dari 5 tahun, diagnosis banding yang dapat
diperkirakan antara lain sindrom hiperventilasi, serangan panik, obstruksi saluran napas atas,
inhalasi benda asing, disfungsi pita suara, PPOK, dan penyakit jantung.1
Pemeriksaan Penunjang Asma
Pemeriksaan penunjang asma yang penting untuk dilakukan adalah pemeriksaan untuk
mengukur fungsi paru. Pemeriksaan fungsi paru dapat dilakukan dari cara yang sederhana yaitu
peak expiratory flow rate (PEFR) atau arus puncak ekspirasi (APE) dan spirometri, atau yang
kompleks seperti muscle strength testing, volume paru absolut, dan kapasitas difusi.
Pemeriksaan fungsi paru dilakukan untuk mengevaluasi pelbagai aspek fungsi paru antara lain
volume paru, fungsi jalan napas, dan pertukaran gas. Pengukuran volume paru bermanfaat
untuk penyakit paru restriktif, sehingga kurang tepat jika digunakan untuk pasien asma yang
merupakan penyakit paru obstruktif. Pertukaran gas dinilai menggunakan analisis gas darah
sebagai baku emas, namun untuk pelaksanaan klinis biasanya digunakan pulse oxymetri. Pada
penyakit paru obstruktif, pemeriksaan yang penting adalah untuk evaluasi fungsi jalan napas
yaitu dengan melakukan manuver ekspirasi paksa secara maksimal. Pada anak usia >6 tahun,
pengukuran yang dapat dilakukan adalah dengan forced expiratory volume in 1 second (FEV1)
dan vital capacity (VC) menggunakan spirometer serta pengukuran PEFR dan APE dengan
peak-flow meter. Dalam manajemen pengelolaan asma, pengukuran variabilitas dan
reversibilitas fungsi paru dalam 24 jam penting untuk dilakukan.5
Berdasarkan Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) 2004, digunakan batasan berikut
untuk mendukung diagnosis asma:5

1. Variabilitas PEF/FEV1 > 15%


2. Kenaikan PEF/FEV1 > 15% setelah pemberian inhalasi bronkodilator
3. Penurunan PEF/FEV1 > 20% setelah provokasi bronkus
Penilaian variabilitas sebaiknya dilakukan dengan mengukur selama > 2 minggu.

Pemeriksaan hiperreaktivitas saluran napas juga dapat dilakukan untuk menunjang


diagnosis asma. Pemeriksaan tersebut dilakukan dengan provokasi bronkus dengan histamin,
metakolin, latihan/olahraga, udara kering dan dingin, atau dengan salin hipertonik. Pengukuran
penanda inflamasi juga dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis asma yaitu dengan
memeriksa eosinofil sputum dan kadar NO ekshalasi. Penilaian status alergi melalui uji kulit
atau pemeriksaan IgE spesifik juga banyak membantu dalam diagnosis asma.5
Gambar 6. Alur diagnosis asma anak7

Tatalaksana Serangan Asma Akut


Tujuan tatalaksana serangan asma antara lain5:

1. Meredakan penyempitan saluran respiratorik secepat mungkin


2. Mengurangi hipoksemia
3. Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya
4. Rencana re-evaluasi tatalaksana jangka panjang untuk mencegah kekambuhan

Tatalaksana serangan asma dapat dibagi menjadi 2 yaitu tatalaksana di rumah dan di
rumah sakit. Tatalaksana di rumah dapat dilakukan oleh pasien atau orang tuanya, dengan
syarat pernah menjalani terapi teratur sebelumnya dan telah cukup teredukasi. Terapi awal yang
dapat dilakukan di rumah adalah inhalasi beta-agonis kerja cepat sebanyak 2 kali dengan selang
waktu 20 menit. Pasien segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat bila tidak terjadi
perbaikan.5
Di rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya, pasien dengan serangan asma akan
dibawa ke unit gawat darurat (UGD) untuk dinilai derajat serangannya dan ditatalaksana.
Tatalaksana awal adalah pemberian beta 2-agonis kerja cepat dengan penambahan garam
fisiologi secara nebulisasi. Nebulisasi dapat diulang 2 kali dengan selang waktu 20 menit.
Apabila belum terjadi perbaikan, dapat ditambahkan obat anti-kolinergik pada nebulisasi
ketiga. Jika pasien datang dalam keadaan berat, langsung diberikan nebulisasi beta 2-agonis
kerja cepat dikombinasi dengan antikolinergik. Bila ada tanda mengarah ke dehidrasi dan
asidosis metabolik, pasien perlu segera dirawat agar dapat diberikan obat intravena.4
Berikut dilampirkan skema alur tatalaksana serangan asma pada anak:

Gambar 7. Alur Tatalaksana Serangan Asma pada Anak5


Kriteria pasien dengan serangan asma untuk masuk ke ICU antara lain5:

Tidak ada respon sama sekali terhadap tatalaksana awal di UGD dan/atau perburukan
serangan asma yang cepat
Adanya kebingungan, disorientasi, dan tanda lain ancaman henti napas, atau hilangnya
kesadaran
Tidak ada perbakan dengan tatalaksana baku di ruang rawat inap
Ancaman henti napas; hipoksemia tetap terjadi walaupun sudah diberi oksigen (kadar
PaO2<60 mmHg dan/atau PaCO2>45 mmHg)

Tatalaksana Asma Jangka Panjang


Tujuan tatalaksana asma
jangka panjang antara lain:

1. Pasien dapat menjalani


aktivitas normal anak
2. Sedikit mungkin absensi di
sekolah
3. Gejala tidak timbul pada
siang atau malam hari
4. Uji fungsi paru senormal
mungkin, tidak ada variasi
diurnal mencolol
5. Kebutuhan obat seminimal
mungkin dan tidak ada
serangan
6. Efek samping obat dapat
dicegah sehingga
tidak/sesedikit mungkin Gambar 8. Algoritma tatalaksana asma jangka
timbul, terutama yang panjang5

memengaruhi tumbuh
kembang anak.

Untuk mencapai penanggulangan optimal diperlukan kebijakan step up dan step down
antara lain:
Step up

Pengendalian lingkungan dan hal-hal pemberat asma sudah dilakukan


Pemberian obat sudah tepat susunannya dan tepat caranya
Tindakan 1 dan 2 sudah dicoba selama 4-6 minggu
Efek samping ICS tidak ada

Step down

Pengendalian lingkungan harus tetap baik


Asma sudah terkendali selama 3 bulan berturut-turut
ICS hanya boleh diturunkan 25% setiap 3 bulannya sampai dengan dosis
terkecil yang masih dapat mengendalikan asmanya
Bila step down gagal, perlu dicari sebabnya dan kalau sudah dikoreksi maka
ICS dapat diturunkan bersama-sama dengan penambahan LABA dan/atau
LTRA.

Terapi Medikamentosa dan Suportif Asma


Terapi medikamentosa asma dapat digolongkan menjadi dua yaitu controller dan
reliever. Controller adalah obat yang dikonsumsi harian untuk jangka panjang untuk menjaga
agar asma terkontrol secara klinis melalui efek anti inflamasi. Reliever adalah obat yang
memiliki reaksi cepat untuk memulihkan kondisi bronkokonstriksi dan melegakan gejalanya.1
Obat reliever yang paling efektif digunakan untuk pasien asma usia anak adalah
golongan beta 2-agonis kerja cepat. Rute inhalasi menjadi pilihan karena memiliki efek
bronkodilator lebih cepat dan efek samping yang lebih sedikit dibandingkan rute administrasi
oral atau intravena. Terapi oral hanya digunakan pada anak yang tidak dapat menggunakan
terapi inhalasi. Obat golongan antikolinergik hanya direkomendasikan untuk jangka pendek
pada anak, tidak untuk manajemen jangka panjang.1 Salbutamol dapat diberikan dengan
metered dose inhaler (MDI) 2-4 semprotan/puff tiap 3-4 jam untuk serangan ringan, 6-10 puff
tiap 1-2 jam untuk serangan sedang, dan 10 puff untuk serangan berat. Pemberian melalui
nebulizer dosis 0,1-0,15 mg/kgBB (dosis maksimum 5 mg/kali) dengan interval 20 menit atau
kontinu dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/jam (dosis maksimum 15 mg/jam). Ipratopium
bromida dapat diberikan melalui nebulizer dengan dosis 0,1 ml/kgBB setiap 4 jam.5
Kortikosteroid sistemik preparat oral yang dapat diberikan sebagai reliever adalah
prednison, prednisolon, atau triamsinolon dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari diberikan 2-3 kali
sehari selama 3-5 hari. Preparat intravena yang diberikan adalah metilprednisolon dengan dosis
1 mg/kgBB setiap 4-6 jam. Pemberian teofilin dapat digunakan untuk reliever dengan dosis
inisial 6-8 mg/kgBB dilarutkan dalam 20 ml dekstrosa 5% atau NaCl 0,9%, diberikan selama
20-30 menit, dikurangi setengahnya bila sudah mendapat aminofilin sebelumnya kurang dari
12 jam. Selanjutnya aminofilin diberikan dengan dosis rumatan 0,5-1 mg/kgBB/jam. Dosis
maksimal aminofilin adalah 16-20 mg/kgBB/hari. Teofilin tidak menjadi pilihan pertama
karena efek sampingnya banyak dan batas keamanannya sempit.5
Terapi suportif yang dapat diberikan kepada pasien asma serangan akut adalah oksigen
dan terapi cairan. Oksigen diberikan pada serangan asma eksaserbasi akut derajat sedang dan
berat. Pemeriksaan analisis gas darah dianjurkan bila saturasi oksigen kurang dari 90%. Terapi
cairan diberikan pada serangan asma derajat sedang dan berat karena resiko dehidrasi akibat
kurangnya intake cairan, peningkatan insensible water lost, takipnea, atau efek teofilin. Cairan
yang diberikan sejumlah 1-15 kali kebutuhan rumatan.5
Obat controller yang dapat digunakan pada anak antara lain kortikosteroid inhalasi dan
sistemik, antileukotrien, beta 2-agonis jangka panjang oral dan inhalasi, sodium kromoglikat,
dan teofilin. Steroid inhalasi yang digunakan adalah budesonide dengan dosis 100-200 mcg,
dosis maksimal 400 mcg/hari. Antileukotrien di Indonesia hanya ada zafirlukast dan hanya
untuk anak >7 tahun. Beta 2-agonis kerja panjang inhalasi biasanya diberikan sebagai terapi
kombinasi dengan kortikosteroid inhalasi, yaitu salmeterol dan formoterol, yang biasanya
sudah dikombinasikan menjadi sepaket dengan kortikosteroid. Pemberian beta 2-agonis
melalui jalur oral tidak dianjurkan karena memiliki efek kardiovaskular dan saraf yang besar.
Sodium kromoglikat tidak ditemui preparatnya di Indonesia.5
DAFTAR PUSTAKA

1. Bateman ED, et al. Global strategy for asthma mannagement and prevention: updated
2010. Global Initiative for Asthma. 2010.
2. Rahajoe N, Supriyatno B, Styanto DB. Pedoman nasional asma anak. Jakarta: UKK
Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2004.
3. Devereux G. The increase in the prevalence of asthma and allergy: food for thought.
Nature Reviews Immunology. 2006: 6; 869-74.
4. Strachan D, et al. Asthma Mortality. The Global Asthma Report 2014. Diunduh dari:
http://www.globalasthmareport.org/burden/mortality.php pada 24 Mei 2015 22.00.
5. Rahajoe EN, et al. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: IDAI. 2012.
6. Bateman ED, et al. Global strategy for asthma mannagement and prevention: updated
2002. Global Initiative for Asthma. 2002.
7. UKK Pulmonologi IDAI. Konsensus Nasional Asma Anak. Sari Pediatri. 2000: (2) 1;
50-66.

Anda mungkin juga menyukai