Anda di halaman 1dari 23

1.

DEFINISI

Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telah mati) yang
terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi (biasanya oleh bakteri
atau parasit) atau karena adanya benda asing (misalnya serpihan, luka peluru, atau jarum
suntik). Proses ini merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk mencegah
penyebaran/perluasan infeksi ke bagian tubuh yang lain. Abses adalah infeksi kulit dan
subkutis dengan gejala berupa kantong berisi nanah.(Siregar, 2004).

Abses adalah pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai akibat dari infeksi yang
melibatkan organisme piogenik, nanah merupakan suatu campuran dari jaringan nekrotik,
bakteri, dan sel darah putih yang sudah mati yang dicairkan oleh enzim autolitik. (Morison,
2003)

Abses (misalnya bisul) biasanya merupakan titik mata, yang kemudian pecah; rongga abses
kolaps dan terjadi obliterasi karena fibrosis, meninggalkan jaringan parut yang kecil.
(Underwood, 2000)

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa abses adalah suatu infeksi kulit yang
disebabkan oleh bakteri / parasit atau karena adanya benda asing (misalnya luka peluru
maupun jarum suntik) dan mengandung nanah yang merupakan campuran dari jaringan
nekrotik, bakteri, dan sel darah putih yang sudah mati yang dicairkan oleh enzim autolitik.

2. Klasifikasi Abses

Ada dua jenis abses, septik dan steril.

Abses septic

Kebanyakan abses adalah septik, yang berarti bahwa mereka adalah hasil dari infeksi. Septic
abses dapat terjadi di mana saja di tubuh. Hanya bakteri dan respon kekebalan tubuh yang
diperlukan. Sebagai tanggapan terhadap bakteri, sel-sel darah putih yang terinfeksi
berkumpul di situs tersebut dan mulai memproduksi bahan kimia yang disebut enzim yang
menyerang bakteri dengan terlebih dahulu tanda dan kemudian mencernanya. Enzim ini
membunuh bakteri dan menghancurkan mereka ke potongan-potongan kecil yang dapat
berjalan di sistem peredaran darah sebelum menjadi dihilangkan dari tubuh. Sayangnya,
bahan kimia ini juga mencerna jaringan tubuh. Dalam kebanyakan kasus, bakteri
menghasilkan bahan kimia yang serupa. Hasilnya adalah tebal, cairan-nanah kuning yang
mengandung bakteri mati, dicerna jaringan, sel-sel darah putih, dan enzim.

Abses adalah tahap terakhir dari suatu infeksi jaringan yang diawali dengan proses yang
disebut peradangan. Awalnya, seperti bakteri mengaktifkan sistem kekebalan tubuh, beberapa
kejadian terjadi:

* Darah mengalir ke daerah meningkat.

* Suhu daerah meningkat karena meningkatnya pasokan darah.

* Wilayah membengkak akibat akumulasi air, darah, dan cairan lainnya.


* Ternyata merah.

* Rasanya sakit, karena iritasi dari pembengkakan dan aktivitas kimia.

Keempat tanda-panas, bengkak, kemerahan, dan sakit-ciri peradangan. Ketika proses


berlangsung, jaringan mulai berubah menjadi cair, dan bentuk-bentuk abses. Ini adalah sifat
abses menyebar sebagai pencernaan kimia cair lebih banyak dan lebih jaringan. Selanjutnya,
penyebaran mengikuti jalur yang paling resistensi, umum, jaringan yang paling mudah
dicerna. Sebuah contoh yang baik adalah abses tepat di bawah kulit. Paling mudah segera
berlanjut di sepanjang bawah permukaan daripada bepergian melalui lapisan terluar atau
bawah melalui struktur yang lebih dalam di mana ia bisa menguras isi yang beracun. Isi abses
juga dapat bocor ke sirkulasi umum dan menghasilkan gejala seperti infeksi lainnya. Ini
termasuk menggigil, demam, sakit, dan ketidaknyamanan umum.

Abses steril

Abses steril kadang-kadang bentuk yang lebih ringan dari proses yang sama bukan
disebabkan oleh bakteri, tetapi oleh non-hidup iritan seperti obat-obatan. Jika menyuntikkan
obat seperti penisilin tidak diserap, itu tetap tempat itu disuntikkan dan dapat menyebabkan
iritasi yang cukup untuk menghasilkan abses steril. Seperti abses steril karena tidak ada
infeksi yang terlibat. Abses steril cukup cenderung berubah menjadi keras, padat benjolan
karena mereka bekas luka, bukan kantong-kantong sisa nanah.

Menurut Letaknya abses dibedakan menjadi:

1. Abses Ginjal

Abses ginjal yaitu peradangan ginjal akibat infeksi.Ditandai dengan pembentukan sejumlah
bercak kecil bernanah atau abses yang lebih besar yang disebabkan oleh infeksi yang
menjalar ke jaringan ginjal melalui aliran darah.

1. Abses Perimandibular

Bila abses menyebar sampai di bawah otot-otot pengunyahan, maka akan timbul bengkak-
bengkak yang keras, di mana nanah akan sukar menembus otot untuk keluar, sehingga untuk
mengeluarkan nanah tersebut harus dibantu dengan operasi pembukaan abses.

1. Abses Rahang gigi

Radang kronis, yang terbungkus dengan terbentuknya nanah pada ujung akar gigi atau
geraham.Menyebar ke bawah selaput tulang (sub-periostal) atau di bawah selaput lendir
mulut (submucosal) atau ke bawah kulit (sub-cutaneus).Nanah bisa keluar dari saluran pada
permukaan gusi atau kulit mulut (fistel).Perawatannya bisa dilakukan dengan mencabut gigi
yang menjadi sumber penyakitnya atau perawatan akar dari gigi tersebut.

1. Abses Sumsum Rahang

Bila nanah menyebar ke rongga-rongga tulang, maka sumsum tulang akan terkena radang
(osteomyelitis). Bagian-bagian dari tulang tersebut dapat mati dan kontradiksi dengan tubuh.
Dalam hal ini nanah akan keluar dari beberapa tempat (multiple fitsel).
1. Abses dingin (cold abcess)

Pada abses ini, karena sedikitnya radang, maka abses ini merupakan abses menahun yang
terbentuk secara perlahan-lahan.Biasanya terjadi pada penderita tuberkulosis tulang,
persendian atau kelenjar limfa akibat perkijuan yang luas.

1. Abses hati

Abses ini akibat komplikasi disentri amuba (Latin: Entamoeba histolytica), yang
sesungguhnya bukan abses, karena rongga ini tidak berisi nanah, melainkan jaringan nekrotik
yang disebabkan oleh amuba. Jenis abses ini dapat dikenali dengan ditemukannya amuba
pada dinding abses dengan pemeriksaan histopatologis dari jaringan.

1. Abses (Lat. abscessus)

Rongga abnormal yang berada di bagian tubuh, ketidaknormalan di bagian tubuh, disebabkan
karena pengumpulan nanah di tempat rongga itu akibat proses radang yang kemudian
membentuk nanah. Dinding rongga abses biasanya terdiri atas sel yang telah cedera, tetapi
masih hidup.Isi abses yang berupa nanah tersebut terdiri atas sel darah putih dan jaringan
yang nekrotik dan mencair. Abses biasanya disebabkan oleh kuman patogen misalnya: bisul.

3. Etiologi

Menurut Siregar (2004) suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui beberapa cara:

1. Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum yang tidak
steril
2. Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain
3. Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak
menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses.

Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika :

1. Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi


2. Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
3. Terdapat gangguan sistem kekebalan

Bakteri tersering penyebab abses adalah Staphylococus Aureus

4. Patofisiologi

Jika bakteri masuk ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi suatu infeksi. Sebagian
sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi.
Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak
kedalam rongga tersebut, dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati, sel darah
putih yang mati inilah yang membentuk nanah yang mengisi rongga tersebut.

Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan terdorong. Jaringan pada
akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas.Abses dalam hal ini
merupakan mekanisme tubuh mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut.Jika suatu abses
pecah di dalam tubuh, maka infeksi bisa menyebar kedalam tubuh maupun dibawah
permukaan kulit, tergantung kepada lokasi abses. (Utama, 2001)

5. Manifestasi Klinis

Abses bisa terbentuk diseluruh bagian tubuh, termasuk paru-paru, mulut, rektum, dan
otot.Abses yang sering ditemukan didalam kulit atau tepat dibawah kulit terutama jika timbul
diwajah.

Menurut Smeltzer & Bare (2001), gejala dari abses tergantung kepada lokasi dan
pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejalanya bisa berupa:

1. Nyeri
2. Nyeri tekan
3. Teraba hangat
4. Pembengakakan
5. Kemerahan
6. Demam

Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak sebagai benjolan. Adapun
lokasi abses antaralain ketiak, telinga, dan tungkai bawah. Jika abses akan pecah, maka
daerah pusat benjolan akan lebih putih karena kulit diatasnya menipis. Suatu abses di dalam
tubuh, sebelum menimbulkan gejala seringkali terlebih tumbuh lebih besar.Paling sering,
abses akan menimbulkan nyeri tekan dengan massa yang berwarna merah, hangat pada
permukaan abses , dan lembut.

Abses yang progresif, akan timbul titik pada kepala abses sehingga Anda
dapat melihat materi dalam dan kemudian secara spontan akan terbuka (pecah).
Sebagian besar akan terus bertambah buruk tanpa perawatan. Infeksi dapat menyebar
ke jaringan di bawah kulit dan bahkan ke aliran darah.
Jika infeksi menyebar ke jaringan yang lebih dalam, Anda mungkin mengalami
demam dan mulai merasa sakit. Abses dalam mungkin lebih menyebarkan infeksi
keseluruh tubuh.

6. Pemeriksaan Diagnostik

Abses di kulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali, sedangkan abses dalam seringkali
sulit ditemukan. Pada penderita abses biasanya pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan
jumlah sel darah putih. Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dalam, bisa dilakukan
pemeriksaan rontgen, USG, CT scan atau MRI.

7. Komplikasi

Komplikasi mayor dari abses adalah penyebaran abses ke jaringan sekitar atau jaringan yang
jauh dan kematian jaringan setempat yang ekstensif (gangren). Pada sebagian besar bagian
tubuh, abses jarang dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tindakan medis secepatnya
diindikasikan ketika terdapat kecurigaan akan adanya abses. Suatu abses dapat menimbulkan
konsekuensi yang fatal.Meskipun jarang, apabila abses tersebut mendesak struktur yang vital,
misalnya abses leher dalam yang dapat menekan trakea. (Siregar, 2004)
8. Penatalaksanaan Medis
1. Abses luka biasanya tidak membutuhkan penanganan menggunakan antibiotik.
Namun demikian, kondisi tersebut butuh ditangani dengan intervensi bedah,
debridemen, dan kuretase. hal yang sangat penting untuk diperhatikan bahwa
penanganan hanya dengan menggunakan antibiotik tanpa drainase
pembedahan jarang merupakan tindakan yang efektif. Hal tersebut terjadi
karena antibiotik sering tidak mampu masuk ke dalam abses, selain bahwa
antibiotik tersebut seringkali tidak dapat bekerja dalam pH yang rendah.
9. Suatu abses harus diamati dengan teliti untuk mengidentifikasi penyebabnya,
utamanya apabila disebabkan oleh benda asing, karena benda asing tersebut harus
diambil. Apabila tidak disebabkan oleh benda asing, biasanya hanya perlu dipotong
dan diambil absesnya, bersamaan dengan pemberian obat analgesik dan mungkin juga
antibiotik.
10. Drainase abses dengan menggunakan pembedahan biasanya diindikasikan apabila
abses telah berkembang dari peradangan serosa yang keras menjadi tahap nanah yang
lebih lunak.
11. Apabila menimbulkan risiko tinggi, misalnya pada area-area yang kritis, tindakan
pembedahan dapat ditunda atau dikerjakan sebagai tindakan terakhir yang perlu
dilakukan.
12. Karena sering kali abses disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus, antibiotik
antistafilokokus seperti flucloxacillin atau dicloxacillin sering digunakan. Dengan
adanya kemunculan Staphylococcus aureus resisten Methicillin (MRSA) yang didapat
melalui komunitas, antibiotik biasa tersebut menjadi tidak efektif. Untuk menangani
MRSA yang didapat melalui komunitas, digunakan antibiotik lain: clindamycin,
trimethoprim-sulfamethoxazole, dan doxycycline.

Adapun hal yang perlu diperhatikan bahwa penanganan hanya dengan menggunakan
antibiotik tanpa drainase pembedahan jarang merupakan tindakan yang efektif.Hal tersebut
terjadi karena antibiotik sering tidak mampu masuk ke dalam abses, selain itu antibiotik
tersebut seringkali tidak dapat bekerja dalam pH yang rendah.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang
sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2001, hal.17).

Menurut Smeltzer & Bare (2001), Pada pengkajian keperawatan, khususnya sistem
integumen, kulit bisa memberikan sejumlah informasi mengenai status kesehatan seseorang
dan merupakan subjek untuk menderita lesi atau terlepas. Pada pemeriksaan fisik dari ujung
rambut sampai ujung kaki, kulit merupakan hal yang menjelaskan pada seluruh pemeriksaan
bila bagian tubuh yang spesisifik diperiksa.Pemeriksaan spesifik mencakup warna, turgor,
suhu, kelembaban, dan lesi atau parut. Hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :

1. Riwayat Kesehatan
Hal hal yang perlu dikaji di antaranya adalah :

Abses di kulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali, sedangkan abses dalam
seringkali sulit ditemukan.
Riwayat trauma, seperti tertusuk jarum yang tidak steril atau terkena peluru.
Riwayat infeksi ( suhu tinggi ) sebelumnya yang secara cepat menunjukkan rasa sakit
diikuti adanya eksudat tetapi tidak bisa dikeluarkan.

1. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik ditemukan :

Luka terbuka atau tertutup


Organ / jaringan terinfeksi
Massa eksudat dengan bermata
Peradangan dan berwarna pink hingga kemerahan
Abses superficial dengan ukuran bervariasi
Rasa sakit dan bila dipalpasi akan terasa fluktuaktif.

1. Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik

Hasil pemeriksaan leukosit menunjukan peningkatan jumlah sel darah putih.


Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dilakukan pemeriksaan rontgen, USG,
CT, Scan, atau MRI.

2. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses inflamasi


2. Resiko infeksi berhubungan dengan proses penyakit
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri akut
4. Resiko hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
5. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan mengenai proses penyakit dan
tindakan medis yang dilakukan

3. Intervensi Keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses inflamasi

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 224 jam diharapkan rasa nyaman
nyeri terpenuhi

Kriteria hasil : Nyeri hilang / berkurang

Rencana tindakan :

1. Kaji tingkat nyeri


Rasional : Untuk mengetahui seberapa berat rasa nyeri yang dirasakan dan mengetahui
pemberian terapi sesuai indikasi.

1. Berikan posisi senyaman mungkin

Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri dan memberikan kenyamanan.

1. Berikan lingkungan yang nyaman

Rasional : Untuk mendukung tindakan yang telah diberikan guna mengurangi rasa nyeri.

1. Kolaborasi dalam pemberian terapi analgetik sesuai indikasi Rasional : Untuk


mengurangi rasa nyeri

2. Resiko infeksi berhubungan dengan kulit yang rusak, trauma jaringan, stasis
jaringan tubuh

Tujuan

Infeksi tidak terjadi

Kriteria hasil

Tanda-tanda infeksi (-)


Suhu normal

Intervensi keperawatan

1. Observasi tanda terjadinya infeksi.

R/ mengetahui secara dini terjadinya infeksi dan untuk membantu memiih intervesi yang
tepat

2. Ganti balutan dengan teknik aseptik.

R/ Teknik aseptic yang tepat menurunkan resiko penyebaran bakteri dan kontaminasi silang.

3. Tingkatkan intake cairan 2-3 liter/hari Tingkatan nutrisi dengan diet TKTP Gunakan
pelunak feses bila terdapat konstipasi.

R/ nutrisi untuk meningkatkan ketahanan tubuh dan mempercepat pertumbuhan jaringan.

1. Berikan antibiotika sesuai program medis.

R/ Antibiotika untuk menghambat dan membunuh kuman patogen.

1. Pantau tanda-tanda radang: panas, merah, bengkak, nyeri, kekakuan. Untuk


mengidentifikasi indikasi kemajuan dan penyimpangan dari hasil yang diharapkan
R/ Untuk mengetahui secara dini terjadinya infeksi.

1. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri akut

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 324 jam diharapkan gangguan
pola tidur teratasi

Kriteria hasil : Pola tidur terpenuhi

Rencana tindakan :

1. Kaji pola tidur atau istirahat normal pasien

Rasional : Untuk mengetahui pola tidur yang normal pada pasien dan dapat menentukan
kelainan pada pola tidur.

1. Beri lingkungan yang nyaman

Rasional : Untuk mendukung pemenuhan kebutuhan aktivitas dan tidur.

1. Batasi pengunjung selama periode istirahat

Rasional : Untuk menjaga kualitas dan kuantitas tidur pasien

1. Pertahankan tempat tidur yang hangat, bersih dan nyaman

Rasional : Supaya pasien dapat tidur dengan nyaman

1. Kolaborasi pemberian terapi analgetika

Rasional : Agar nengurangi rasa nyeri yang menggangu pola tidur pasien

4. Resiko hipertermi berhubungan dengan proses infeksi

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 124 jam, pasien tidak mengalami perubahan suhu
tubuh yang signifikan

Kriteria hasil:

Suhu tubuh normal

Intervensi Keperawatan

1. Mencatat suhu pra operasi dan mengkaji suhu post operasi

R/ Sebagai evaluasi adanya perubahan suhu yang signifikan

2. Kaji suhu lingkungan dan modifikasi sesuai kebutuhan


R/ Dapat membantu dalam mempertahankan/menstabilkan suhu pasien

3. Lindungi area kulit dari paparan langsung aliran udara

R/ Kehilangan panas dapat terjadi ketika kulit dipajankan pada aliran udara atau lingkungan
yang dingin

4. Berikan selimut pada pasien

R/ menjaga kehilangan panas tubuh

5. Kolaborasi pemberian antipiretik

R/ Antipiretik merupakan terapi farmakologis untuk menurunkan suhu tubuh.

5. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan mengenai proses penyakit dan


tindakan medis yang dilakukan

Tujuan

Setelah dilakukan perawatan selama 224 jam diharapkan cemas berkurang

Kriteria hasil

Klien tidak bertanya-tanya lagi


Klien mengatakan mengerti tentang penjelasan
Wajah tampak relaks
TTV dalam batas normal
o TD 100-120/60-90 mmHg
o Nadi 60-100x/menit
RR 16-24 x/menit

Intervensi Keperawatan

1. Memberikan penjelasan tentang penyakitnya

R/ Klien akan mengerti dan kooperatif

2. Menganjurkan keluarga untuk mendampingi dan memberikan support sistem

R/ Membesarkan jiwa klien

3. Memberikan penjelasan sebelum melakukan tindakan apapun

R/ Klien akan mengerti tindakan dan mau bekerjasama

4. Mengobservasi TTV

R/ Kecemasan akan meningkatkan TTV


https://askepbidaramukti.wordpress.com/2014/09/12/laporan-pendahuluan-abses/

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat suatu infeksi bakteri.
Jika bakteri menyusup ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeksi. Sebagian sel
mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-
sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam
rongga tersebut dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih yang
mati inilah yang membentuk nanah, yang mengisi rongga tersebut.
Abses ginjal adalah salah satu yang terbatas pada ginjal dan disebabkan baik oleh
bakteri dari infeksi bepergian ke ginjal melalui aliran darah atau infeksi saluran kemih
bepergian ke ginjal dan kemudian menyebar ke jaringan ginjal.
Abses ginjal adalah penyakit yang sangat tidak biasa, tetapi umumnya terjadi
sebagai akibat dar i masalah umum seperti radang ginjal, penyakit batu dan refluks
vesicoureteral. Kadang-kadang, abses ginjal dapat berkembang dari sumber infeksi di setiap
area tubuh . Abses kulit multiple dan penyalah gunaan obat intravena juga dapat menjadi
sumber abses ginjal. Infeksi saluran kemih yang rumit terkait dengan batu, kehamilan,
kandung kemih neurogenik dan diabetes mellitus juga menempatkan seseorang pada risiko
untuk abses ginjal.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Rumusan Masalah
1.2.1.1 Bagaimana anatomi dan fisiologi perkemihan ?
1.2.1.2 Apa definisi dari abses renal ?
1.2.1.3 Apa etiologi dari abses renal ?
1.2.1.4 Apa patofisiologi dari abses renal ?
1.2.1.5 Apa manifestasi klinis dari abses renal ?
1.2.1.6 Bagaimana pemeriksaan penunjang dari abses renal ?
1.2.1.7 Bagaimana penetalaksanaan medis dari abses renal ?
1.2.1.8 Apa komplikasi dari abses renal ?
1.2.1.9 Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan abses renal ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Umum
1.3.1.1 Untuk mengetahui gagal ginjal kronik dan asuhan keperawatan pada pasien abses renal.
1.3.2 Khusus
1.3.2.1 Mengetahui anatomi dan fisiologi dari sistem perkemihan.
1.3.2.2 Mengetahui definisi dari abses renal.
1.3.2.3 Mengetahui etiologi dari abses renal.
1.3.2.4 Mengetahui patofisiologi dari abses renal.
1.3.2.5 Mengetahui manifestasi klinis dari abses renal.
1.3.2.6 Mengetahui pemeriksaan penunjang dari abses renal.
1.3.2.7 Mengetahui penetalaksanaan medis dari gagal ginjal kronik.
1.3.2.8 Mengetahui komplikasi dari abses renal.
1.3.2.9 Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan abses renal.
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Anatomi dan Fisiologi
Sistem perkemihan atau sistem urinaria, adalah suatu sistem dimana terjadinya proses
penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan
menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh
tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).
Susunan Sistem Perkemihan atau Sistem Urinaria :
1. GINJAL
Kedudukan ginjal terletak dibagian belakang dari kavum abdominalis di belakang
peritonium pada kedua sisi vertebra lumbalis III, dan melekat langsung pada dinding
abdomen.
Bentuknya seperti biji buah kacang merah (kara/ercis), jumlahnaya ada 2 buah kiri dan
kanan, ginjal kiri lebih besar dari pada ginjal kanan. Pada orang dewasa berat ginjal 200
gram. Dan pada umumnya ginjal laki laki lebih panjang dari pada ginjal wanita.
Satuan struktural dan fungsional ginjal yang terkecil di sebut nefron. Tiap tiap nefron
terdiri atas komponen vaskuler dan tubuler. Komponen vaskuler terdiri atas pembuluh
pembuluh darah yaitu glomerolus dan kapiler peritubuler yang mengitari tubuli. Dalam
komponen tubuler terdapat kapsul Bowman, serta tubulus tubulus, yaitu tubulus kontortus
proksimal, tubulus kontortus distal, tubulus pengumpul dan lengkung Henle yang terdapat
pada medula.
Kapsula Bowman terdiri atas lapisan parietal (luar) berbentuk gepeng dan lapis viseral
(langsung membungkus kapiler golmerlus) yang bentuknya besar dengan banyak juluran
mirip jari disebut podosit (sel berkaki) atau pedikel yang memeluk kapiler secara teratur
sehingga celah celah antara pedikel itu sangat teratur.
Kapsula bowman bersama glomerolus disebut korpuskel renal, bagian tubulus yang
keluar dari korpuskel renal disabut dengan tubulus kontortus proksimal karena jalannya yang
berbelok belok, kemudian menjadi saluran yang lurus yang semula tebal kemudian menjadi
tipis disebut ansa Henle atau loop of Henle, karena membuat lengkungan tajam berbalik
kembali ke korpuskel renal asal, kemudian berlanjut sebagai tubulus kontortus distal.
a. Bagian Bagian Ginjal
Bila sebuh ginjal kita iris memanjang, maka aka tampak bahwa ginjal terdiri dari tiga
bagian, yaitu bagian kulit (korteks), sumsum ginjal (medula), dan bagian rongga ginjal
(pelvis renalis).
a) Kulit Ginjal (Korteks)
Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan penyaringan darah yang
disebut nefron. Pada tempat penyarinagn darah ini banyak mengandung kapiler kapiler
darah yang tersusun bergumpal gumpal disebut glomerolus. Tiap glomerolus dikelilingi
oleh simpai bownman, dan gabungan antara glomerolus dengan simpai bownman disebut
badan malphigi. Penyaringan darah terjadi pada badan malphigi, yaitu diantara glomerolus
dan simpai bownman. Zat zat yang terlarut dalam darah akan masuk kedalam simpai
bownman. Dari sini maka zat zat tersebut akan menuju ke pembuluh yang merupakan
lanjutan dari simpai bownman yang terdapat di dalam sumsum ginjal.
b) Sumsum Ginjal (Medula)
Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang disebut piramid renal. Dengan
dasarnya menghadap korteks dan puncaknya disebut apeks atau papila renis, mengarah ke
bagian dalam ginjal. Satu piramid dengan jaringan korteks di dalamnya disebut lobus ginjal.
Piramid antara 8 hingga 18 buah tampak bergaris garis karena terdiri atas berkas saluran
paralel (tubuli dan duktus koligentes). Diantara pyramid terdapat jaringan korteks yang
disebut dengan kolumna renal. Pada bagian ini berkumpul ribuan pembuluh halus yang
merupakan lanjutan dari simpai bownman. Di dalam pembuluh halus ini terangkut urine yang
merupakan hasil penyaringan darah dalam badan malphigi, setelah mengalami berbagai
proses.
c) Rongga Ginjal (Pelvis Renalis)
Pelvis Renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk corong lebar.
Sabelum berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis renalis bercabang dua atau tiga disebut
kaliks mayor, yang masing masing bercabang membentuk beberapa kaliks minor yang
langsung menutupi papila renis dari piramid. Kliks minor ini menampung urine yang terus
kleuar dari papila. Dari Kaliks minor, urine masuk ke kaliks mayor, ke pelvis renis ke ureter,
hingga di tampung dalam kandung kemih (vesikula urinaria).
b. Fungsi Ginjal:
1. Mengekskresikan zat zat sisa metabolisme yang mengandung nitrogennitrogen, misalnya
amonia.
2. Mengekskresikan zat zat yang jumlahnya berlebihan (misalnya gula dan vitamin) dan
berbahaya (misalnya obat obatan, bakteri dan zat warna).
3. Mengatur keseimbangan air dan garam dengan cara osmoregulasi.
4. Mengatur tekanan darah dalam arteri dengan mengeluarkan kelebihan asam atau basa.
c. Peredaran Darah dan Persyarafan Ginjal
Peredaran Darah
Ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan arteria renalis,
yang berpasangan kiri dan kanan dan bercabang menjadi arteria interlobaris kemudian
menjadi arteri akuata, arteria interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi
kapiler membentuk gumpalan yang disebut dengan glomerolus dan dikelilingi leh alat yang
disebut dengan simpai bowman, didalamnya terjadi penyadangan pertama dan kapilerdarah
yang meninggalkan simpai bowman kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena kava
inferior.

Persyarafan Ginjal
Ginjal mendapat persyarafan dari fleksus renalis (vasomotor) saraf ini berfungsi untuk
mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf inibarjalan bersamaan dengan
pembuluh darah yang masuk ke ginjal. Anak ginjal (kelenjar suprarenal) terdapat di atas
ginjal yang merupakan senuah kelenjar buntu yang menghasilkan 2(dua) macam hormon
yaitu hormone adrenalin dan hormn kortison.

2. URETER
Terdiri dari 2 saluran pipa masing masing bersambung dari ginjal ke kandung kemih
(vesika urinaria) panjangnya 25 30 cm dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian
terletak dalam rongga abdomen dan sebagian terletak dalam rongga pelvis. Lapisan dinding
ureter terdiri dari :
a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
b. Lapisan tengah otot polos
c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali
yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesika urinaria).
Gerakan peristaltik mendorong urin melalui ureter yang dieskresikan oleh ginjal dan
disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke dalam kandung
kemih.
Ureter berjalan hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus psoas dan dilapisi
oleh pedtodinium. Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter terjadi pada tempat ureter
meninggalkan pelvis renalis, pembuluh darah, saraf dan pembuluh sekitarnya mempunyai
saraf sensorik.

3. VESIKULA URINARIA ( Kandung Kemih )


Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet, terletak di
belakang simfisis pubis di dalam ronga panggul. Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang
dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan ligamentum vesika umbikalis medius. Bagian
vesika urinaria terdiri dari :
a. Fundus, yaitu bagian yang mengahadap kearah belakang dan bawah, bagian ini terpisah dari
rektum oleh spatium rectosivikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus deferent, vesika
seminalis dan prostate.
b. Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.
c. Verteks, bagian yang maju kearah muka dan berhubungan dengan ligamentum vesika
umbilikalis.
Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan yaitu, peritonium (lapisan sebelah
luar), tunika muskularis, tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).
4. URETRA
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang
berfungsi menyalurkan air kemih keluar.
Pada laki- laki uretra bewrjalan berkelok kelok melalui tengah tengah prostat
kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis kebagia penis panjangnya
20 cm. Uretra pada laki laki terdiri dari :
a. Uretra Prostaria
b. Uretra membranosa
c. Uretra kavernosa
Lapisan uretra laki laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling dalam), dan lapisan
submukosa. Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubisberjalan miring sedikit
kearah atas, panjangnya 3 4 cm. Lapisan uretra pada wanita terdiri dari Tunika
muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena vena, dan
lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam).Muara uretra pada wanita terletak di sebelah atas
vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra di sini hanya sebagai saluran ekskresi.
1.2 Definisi
Abses ginjal adalah abses yang terdapat pada parenkim ginjal. Abses ini dibedakan
dalam 2 macam, yaitu abses korteks ginjal dan abses kortiko-meduler. Abses korteks ginjal
atau disebut karbunkel ginjal pada umumnya disebabkan oleh penyebaran infeksi kuman
Stafilokokus aureus yang menjalar secara hematogen dari fokus infeksi di luar sistem saluran
kemih (antara lain dari kulit). Abses kortiko-medulare merupakan penjalaran infeksi secara
asending oleh bakteri E. Coli,Proteus, atau Klebsiella spp. Abses kortikomedulare ini
seringkali merupakan penyulit dari pielonefritis akut. (Basuki P. Purnomo, 2011)
Abses perirenal adalah abses yang terdapat di dalam rongga perirenal, yaitu rongga
yang terletak di luar ginjal tetapi masih dibatasi oleh kapsula Gerota, sedangkan abses
pararenal adalah abses yang terletak di antara kapsula Gerota dan peritoneum posterior
(Gambar 3-3). Abses perirenal dapat terjadi karena pecahnya abses renal ke dalam rongga
perirenal, sedangkan abses pararenal dapat terjadi karena : (1) pecahnya abses erirenal yang
mengalir ke rongga pararenal atau (2) karena penjalaran infeksi dari usus, pankreas, atau dari
kavum pleura ke rongga pararenal. (Basuki P. Purnomo, 2011)
1.4 Etiologi
Suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui beberapa cara:

a. Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum yang tidak
steril
b. Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain
c. Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak
menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses.
Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika:

a. Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi


b. Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
c. Terdapat gangguan sistem kekebalan.

1.5 Patofisiologi
Abses ginjal hasil dari penyebaran hematogen kortikal bakteri dari fokus extrarenal utama
infeksi. Staphylococcus aureus adalah agen etiologi dalam 90% kasus abses kortikal.
Sebaliknya, abses corticomedullary ginjal berkembang sebagai infeksi menaik oleh
organisme yang telah diisolasi dari urin. Keterlibatan parenkim ginjal yang parah dalam
kombinasi dengan abses corticomedullary lebih mungkin untuk memperluas pada kapsul
ginjal dan berlubang, sehingga membentuk abses perinephric. Ginjal corticomedullary infeksi
termasuk proses infeksi bawah akut dan kronis ginjal.

1.5 Manifestasi Klinis


Menurut (Basuki P. Purnomo, 2011) :
a. Nyeri pinggang
b. Demam disertai menggigil
c. Teraba massa sipinggang (pada abses peri atau pararenal)
d. Keluhan miksi jika fokus infeksinya berasaal dari : saluran kemih, anoreksia, malas dan
lemah.
Gejala ini sering didiagnosis banding dengan pielonefritis akut. Nyeri dapat dirasakan pula di
daerah (1) Pleura karena pleuritis akibat penyebaran infeksi ke subprenik dan Intrathorakal
(2) Inguinal (3) abdominal akibat pada peritoneum posterior. Nyeri pada saat hiperekstensi
pada sendi panggul adalah tanda dari penjalaran infeksi ke otot psoas.

1.6 Pemeriksaan Diagnosis


Menurut (Basuki P. Purnomo, 2011) :
a. Pemeriksaan Urinalalis
Menunjukkan adanya oluria dan hematuria
b. Kultur Urine
Menunjukkan penyebab infeksi
c. Pemeriksaan darah
Terdapat leukositosis dan laju endap darah yang meningkat
d. Pemeriksaan foto polos abddomen
Didapatkan kekaburan pada daerah pinggang, bayanga psoas menjadi kabur, terdapat
bayangan gas pada jaringan lunak, skoliosis, atau bayangan opak dari suatu batu di saluran
kemih. Adanya proses pada subdiafragma akan tampak pada foto thoraks sebagai ateletaksis,
efusi pleura, empiema, atau elevasi diafrgama.
e. Pemeriksaan USG
Adanya cairan abses, tetapi pemeriksaan ini sanagt tergantung pada kemampuan pemeriksa.
f. Pemeriksaan CT Scan
Dapat menunjukkan adanya cairan nanah di dalam intrarenal, perirenal, maupun pararenal
1.7 Penatalaksanaan
Menurut (Basuki P. Purnomo, 2011) :
Jika dijumpai suatu abses harus dilakukan drainase, sedangkan sumber infeksi
diberantas dengan pemberian antibiotika yang adekuat. Drainase abses dapat dilakukan
melalui operasi terbuka ataupun perkutan melalui insisi kecil di kulit. Selanjutnya dilakukan
berbagai pemeriksaan untuk mencari penyebab terjadinya abses guna menghilangkan
sumbernya.

BAB 3
PENUTUP
3.1 Pengkajian
a. Anamnesis
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan utama yang sering dikeluhkan bervariasi meliputi keluhan infeksi kulit atau infeksi
saluran kemih. Infeksi bias diikuti dalam 11-2 minggu dengan demam dan nyeri pada
pinggang atau kostovertebra.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Mengkaji apakah ada riwayat penyakit seperti adanya penyakit bisul atau karbunkel
pada daerah tubuh lainnya, adanya riwayat demam sampai menggigil. Kaji apakah pasien
pernah menderita penyakit diabetes mellitus. Penting untuk dikaji mengenai riwayat
pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian di
dokumentasikan.
d. pengkajian psikososiokultural
adanya nyeri, benjolan pada pinggang dan pemeriksaan diagnostik yang akan
dilakukan akan memberikan dampak rasa cemas pada pasien.
3.2 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum pasien lemah dan terlihat sakit berat dengan tingkat kesadaran
biasanya composmentis. Pada TTV sering didapatkan adanya perubahan suhu tubuh
meningkat, nadi meningkat, frekuensi meningkat sesuai dengan peningkatan suhu tubuh dan
denyut nadi, TD tidak terjadi perubahan secara signifikan kecuali adanya penyakit hipertensi
renal
3.3 Pemeriksaan Fisik Fokus
Inspeksi. Terdapat pembesaran pada daerah costovertebra. Pada abses yang mengenai ginjal
sering didapatkan penurunan urin output karena terjadi penurunan dari fungsi ginjal. Pasien
mungkin mengalami nyeri pada saat melakukan fleksi panggul kesisikontra lateral.
Palpasi. Didapatkan adanya massa pembesaran ginjal pada costovertebra.
Perkusi. Pada sudut costovertebra memberikan stimulus nyeri local disertai suatu penjalaran
nyeri kepingang dan perut
3.4 DiagnosaKeperawatan
1. Nyeri b.d pasca drainase abses, respon inflamasi, kontraksiototefek sekunder, adanyaabses
renal.
2. Hipertermi b.d repon sistemik sekunder, adanya abses renal.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi yang tidak
adekuat, efek sekunder dari anoreksia, mual, muntah.
4. Gangguan activity daily living b.d kelemahan fisik secara umum
5. Kecemasan b.d prognosis penyakit, ancaman, kondisisakit, dan perubahan kesehatan.
3.5 RencanaKeperawatan
Rencana keperawatan
1. Nyeri b.d pasca drainase abses, respons inflamasi, kontraksi otot efek sekunder adanya abses
renal
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam nyeri berkurang / hilang atau
teradaptasi.
Kriteriahasil : - Pasien mengatakan nyeri berkurang / terkontrol
- Skala nyeri 0-4
- Raut wajah rileks
- TTV Normal (TD: 120/80 mmHg ; Nadi : 60-100x/menit ; T : 36,5oC-37,5oC ; RR : 16-
24x/menit)
Intervensi Rasional
Mandiri : Mandiri :
1. Beri posisi yang nyaman pada pasien 1. Posisi yang nyaman akan mengurangi rasa
nyeri pasien sehinggga pasien dapat
beristirahat
2. Beri lingkungan yang nyaman dan tenang2. Lingkungan yang tenang akan menurunkan
pada pasien stimulus nyeri ekternal dan menganjurkan
pasien untuk beristirahat
3. Istirahatkan pasien 3. Istirahat akan menurunkan O2 jaringan
perifer sehingga akan meningkatkan suplai
darah ke jaringan
4. Lakukan masase sekitar nyeri 4. Meningkatkan kelancaran suplai darah
untuk menurunkan iskemik

H. E : HE :
1. Ajarkan tehnik distraksi 1. Distraksi (pengalihan perhatian) dapat
mengurangi persepsi nyeri
2. Ajarkan tehnik nafas dalam 2. Meningkatkan asupan O2 sehinggadapt
menurunkan nyeri sekunder

Kolaborasi : Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan tim medis dalam
1. Mempercepat penyembuhan, untuk
pemberian obat analgetik sesuai indikasi mengurangi nyeri

Observasi: Observasi :
1. Kaji nyeri menggunakan PQRST 1. Mengetahui tingkat kapasitas nyeri pasien
2. Memantau keadaan pasien
2. Kaji TTV pasien

2. Hipertermi b.d repons istemik sekunder, adanya abses renal.


Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam, suhu tubuh pasien menurun/
kembali normal
K.H : - Suhu tubuh normal (36,5-37,5oC)
- Akral hangat
- Mukosa bibir lembab
- Turgor kulit tidak tampak kemerahan
Intervensi Rasional
Mandiri: Mandiri :
1. Beri kompres air hangat 1. Memvasodilatasi pembuluh darah
2. Pertahan kantirah baring total 2. Mengurangi peningkatan metabolisme
umum yang memberikan dampak terhadap
peningkatan suhu tubuh secara sistemik
HE :
H. E : 1. Untuk pemenuhan hidrasi cairan dalam
1. anjurkan pasien untuk banyak minum tubuh
2. Anjurkan pasien memakain pakaian
2. Untuk mempercepat evaporasi sehingga
yang tipis terjadi proses penguapan
Kolaborasi :
Kolaborasi : 1. Untuk mempercepat penyembuhan,
1. Kolaborasi dengan tim medis lain dalam menurunkan suhu tubuh
pemberian antipiretik dan antibiotic
Observasi :
Observasi : 1. Mengetahui /mengontrol adanya
1. Monitor suhu tubuh peningkatan suhu tubuh untuk di berikan
intervensi selanjutnya
2. Memantau keadaan pasien
2. observasi keadaan umum tubuh pasien

3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi yang tidak
adekuat, efek sekunder dari anoreksia, mual, muntah.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam, kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
K.H : - Porsi makan habis
- BB meningkat
- Mukosa bibir lembab
- Hb dan Albumin Normal
Intervensi Rasional
Mandiri : Mandiri :
1. Berikan makanan lunak 1. Memudahkan masuknya makanan
2. Berikan makanan setengah padat dengan
2. Meningkatkan kemampuan pasien dalam
sedikit air menelan

HE : HE :
1. Anjurkan pasien makan sedikit tapi
1. Membantupemenuhan nutrisi peroral
sering pasien
2. Anjurkan pasien untuk menelan secara
2. Mencegah kelelahan pasien saat makan
berurutan

Kolaborasi : Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian obat antasida 1. Mengurangi mual / ggn lambung pasien
Observasi :
Observasi : 1. Mengetahui Fungsi system
1. Kaji suara bising usus, catat terjadi gastrointestinal penting untuk pemasukan
perubahan di dalam lambung seperti mual, makanan
muntah. Observasi perubahan pergerakan
usus, misalnya : diare, konstipasi
4. Gangguan activity daily living b.d kelemahan fisik secara umum
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam, terjadi peningkatan perilaku dalam
perawatan diri
K.H : - pasien menampakkan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri
- pasien mampu dalam melakukan aktivitas
- koordinasi otot , tulang, rangka baik
Intervensi Rasional
Mandiri : Mandiri:
1. Beri lingkungan yang tenang 1. Lingkungan yang tenang membantu pasien
untuk beristirahat
2. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi pasien 2. Melatih perkembangan pasien

3. Berikan latihan ROM


3. Membantu melatih otot, tulang dan rangka
HE :
HE : 1. Untuk melancarkan peredarah darah
1. Ajarkan pasien untuk mobilisasi sehingga keaadan pasien tidak kaku

Kolaborasi :
Kolaborasi : 1. Mempercepat adanya peningkatan aktivitas
1. Rencanakan tindakan dengan tim medis lain pasien
untuk dalam memberikan tindakan fisioterapi Observasi :
yang tepat 1. Untuk mengetahui tingkat kemampuan
Observasi : aktivitas pasien
1.Kaji kemampuan klien dalam melakukan
aktivitas

5. Kecemasan b.d prognosis penyakit, ancaman, kondisi sakit, dan perubahan kesehatan.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam, kecemasan pasien berkurang
K.H : - Pasien menyatakan kecemasan berkurang
- Mengenal perasannya
- Kooperatif dalam tindakan
- W ajah tampak rileks
Intervensi Rasional
Mandiri : Mandiri :
1. Beri lingkungan yang tenang dan suasana
1. Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak
penuh istirahat perlu
2. Beri kesempatan kepadapasien untuk
2. Dapatmenghilangkanketegangan terhadap
mnegungkapkan perasaannya kekawatiran yang tidak diekspresikan
3. Memberikan waktuuntuk mengekspresikan
3. Beri privasi untuk pasien dan orang terdekat perasaan, menghilangkan kecemasan dan
perilaku adaptasi

HE :
HE: 1. Menurunkan kecemasan pada setiap
1. Jelaskan tentang prosedur tindakan yang tindakan yang akan dilakukan
akan dilakukan selama perawatan

Kolaborasi : Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengantim medis lain dalam
1. Meningkatkan relaksasi dan menurunkan
pemberian obat anti cemas sesuai indikasi kecemasan

Observasi :
1. Kaji tanda verbal dan nonverbal kecemasan, Observasi :
damping pasien dan lakukan tindakan bila
1. Relaksasiverbal/nonverbal dapat
menunnjukkan perilaku merusak menunjukkan rasa agitasi,marah, gelisah

http://dianalmira.blogspot.co.id/2014/04/askep-abses-renal.html

Anda mungkin juga menyukai