KOLAM CIPARANJE
Tim MSP HIMIKAN UNPAD
ABSTRAK
Ciparanje merupakan salah satu daerah di Jatinangor yang digunakan FPIK
Unpad untuk membudidaya ikan. Ciparanje berada pada ketinggian sekitar 700 m dpl,
dengan jenis tanah Inceptisol, dengan pH 6,22 serta tipe iklim C (klasifikasi menurut
Schmidt dan Fergusson, 1951). Ciparanje menjadi darerah tangkapan air yang sangat
penting untuk kawasan jatinangor. Pada pengukuran kualitas air yang dilakukan di
Ciparanje data yang pergunakan adalah data primer yakni, data hasil pengukuran
parameter kualitas air yang diukur secara in situ (suhu, pH, oksigen terlarut,
kecerahan dan Amoniak). Beberapa data yang diperoleh dari hasil pengukuran yaitu
suhu perairan berkisar 25oC, kecerahan 38 hingga 45 cm. dan parameter kimia untuk
oksigen terlarut 6.4 hingga 7.9, derajat keasaman atau pH sekitar 5.72 hingga 6.69,
dan kadar amoniak 0.00 mg/l hingga 0.02 mg/l.
Kata kunci: Ciparanje, Kualitas air, Suhu, Oksigen terlarut, Amoniak
1. PENDAHULUAN
Di dalam suatu sistem Daerah Aliran Sungai, sungai yang berfungsi sebagai
wadah pengaliran air selalu berada di posisi paling rendah dalam landskap bumi. Oleh
karena itu kondisi sungai tidak dapat dipisahkan dari kondisi Daerah Aliran Sungai
(PP 38 Tahun 2011 tentang Sungai). Perubahan pola pemanfaatan lahan menjadi
lahan pertanian, tegalan dan permukiman serta meningkatnya aktivitas industri akan
memberikan dampak terhadap kondisi hidrologis dalam suatu Daerah Aliran Sungai.
Perubahan pola pemanfaatan lahan berarti telah terjadi perubahan jumlah dan jenis
vegetasi penutup tanah (Asdak, 2010). Selain itu, berbagai aktivitas manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya yang berasal dari kegiatan industri, rumah tangga,
dan pertanian akan menghasilkan limbah yang memberi sumbangan pada penurunan
kualitas air sungai (Suriawiria, 2003). Hal ini tidak terlepas dari salah satu fungsi
sungai sebagai tempat penampungan air yang berasal dari daerah di sekitarnya.
Ciparanje merupakan salah satu daerah di Jatinangor yang digunakan FPIK
Unpad untuk membudidaya ikan. Ciparanje berada pada ketinggian sekitar 700 m dpl,
dengan jenis tanah Inceptisol, dengan pH 6,22 serta tipe iklim C (klasifikasi menurut
Schmidt dan Fergusson, 1951). Ciparanje menjadi darerah tangkapan air yang sangat
penting untuk kawasan jatinangor. Daerah ini tidak hanya digunakan sebagai tempat
budidaya, tetapi juga aliran air dari ciparanje dimanfaatkan oleh masyarakat untuk
kegiatan pertanian. Akibat dari proses budidaya dan pertanian di Ciparanje
mengakibatkan terjadinya degradasi pada perairan. Juga belom banyak informasi
yang diketahui oleh masyarakat luas sejauh mana keadaan degradasi perairan yang
terjadi dikawasan Ciparanje.
Tujuan kegiatan ini adalah mengetahui data-data primer parameter kualitas
perairan di kolam Ciparanje dan badan air di sekitarnya, meliputi data suhu, pH,
oksigen terlarut, kecerahan dan Amoniak yang diukur secara In situ. Serta
mengetahui bagaimana aktivitas masyarakat, pertanian dan budidaya yang dapat
menyebabkan penurunan kualitas air di badan air yg ada disekitar Ciparanje.
2. METODE PENELITIAN
Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada hari minggu tanggal 26 april 2015, pengukuran
kualitas air secara langsung (In Situ) di beberapa tempat yang mewakili daerah kolam
dan badan air tersebut.
Pengukuran kecerahan
Cara kerja :
Menggunakan alat secchi disk.
Secchi disk dimasukan perlahan lahan ke dalam air.
Pertahankan posisi lurus ke dalam perairan sampai bulatan putih hitam
berwarna hitam semua atau putih semua.Warna hitam yang mewakili warna
gelap dan putih mewakili warna cerah.
Pengukuran Suhu
Cara Kerja:
Menggunakan alat Thermometer.
Termometer di dimasukan kedalam air.
Lihat pada garis yang menunjukan data.
Pengukuran Amoniak(NH4)
Cara kerja:
Masukan air sampel kedalam botol sampel sebanyak 5 ml.
Kemudian tetes kan amoniak kit 1 sebanyak 6 tetes dan tunggu 5 menit.
Lakukan hal yang sama terhadap amoniak kit 2 dan 3.
Kemudaian amati warna yang dihasilkan .
Analisis Sampel
Pengukuran parameter kualitas air pada penelitian ini dilakukan dalam satu metode
yaitu, pengukuran secara langsung (in situ). Dimana pengukuran secara langsung (in
situ) meliputi : Suhu, Kecerahan, derajat keasaman (pH) Oksigen terlarut (DO), dan
Amoniak (NH4).
Berdasarkan panduan pengujian kualitas air sumber dan limbah cair, (Standart
Nasional Indonesia 1994 dalam Khartiono, 2008) kegiatan pengujian meliputi :
1. Pemeriksaan unsurunsur yang dapat merubah dengan cepat, dilakukan
langsung di lapangan setelah pengambilan contoh.
2. Untuk pemeriksaan sampel air, sebelum dibawa ke laboratorium, botol ditutup
dengan rapat dan dimasukan ke dalam kantong plastik kemudian di simpan ke
dalam Cool box.
3. Semua hasil pemeriksaan dicatat dalam buku catatan khusus yang meliputi
nama sumber air, tanggal pengambilan contoh dan nama pemeriksa.
Analisis Data
Data-data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data primer yakni, data hasil
pengukuran parameter kualitas air yang diukur secara in situ (suhu, pH, oksigen
terlarut, kecerahan dan Amoniak).
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Perbandingan hasil pengukuran di lapangan menurut standar baku mutu PP
No.82 Tahun 2001 (kelas II), tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian
Pencemaran Air.
Tabel 1. Data Pengukuran Kualitas Air Kolam Di Ciparanje
Parameter Stasiun 1 ( Inlet) Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4
(outlet)
Do 7,2 7,3 6,4 7,6
pH 6,46 6,60 6,37 6,57
Suhu 25 oc 25 oc 25 oc 25 oc
Kecerahan 43 cm 38 cm 45 cm 44 cm
Amoniak 0.00mg/l 0.02mg/l 0.00mg/l 0.02mg/l
Suhu
Secara umum diketahui suhu yang diperoleh pada hasil pengamatan terhadap
4 stasiun yang berada di daerah kolam secara keseluruhan suhu 25o C. Tinggi
rendahnya suhu suatu perairan sangat ditentukan oleh beberapa faktor antara lain
ketinggian suatu daerah, curah hujan yang tinggi, dan intensitas cahaya matahari yang
menembus suatu perairan.
Menurut Anonimous (2001), air yang dangkal dan memiliki daya tembus cahaya
matahari yang tinggi dapat meningkatkan suhu perairan. Dengan demikian berarti
suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas air.
Pada dasarnya suhu sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan
ikan. Menurut Kordi dan Tancung (2005), suhu mempengaruhi aktivitas metabolieme
organisme, oleh karena itu penyebaran organisme di perairan tawar dibatasi oleh suhu
perairan tersebut. Memperhatikan suhu yang diperoleh pada empat stasiun
pengamatan pada kolam di ciparanje seperti sangat baik untuk menunjang usaha
budidaya perikanan air tawar. Hal ini selaras dengan pernyataan dalam Kordi (2010),
bahwa suhu yang cocok untuk kegiatan budidaya biota air antara 23 hingga 32 oC.
Pada sumber air suhu sekitar 27 oC serta pada aliran bawah ciparanje secara umum
berkisar 27oC.
Kecerahan
Berdasarkan hasil pengukuran dilapangan diketahui bahwa keberadaan nilai
kecerahan air kolam ciparanje cukup bervariasi yaitu sekitar 38 hingga 45 cm pada
kedalaman 2 m. Jelasnya mengenai hasil pengukuran kecerahan pada stasiun
pengamatan I, II ,III dan IV dapat memperhatikan nilai kecerahan dari hasil
pengamatan di kolam ciparanje untuk empat stasiun pengamatan yang berbeda
diperoleh nilai terendah sekitar 38 cm dan terjauh sekitar 45 cm.
Amoniak(NH4)
Berdasarkan hasil pengukuran dilapangan diketahui bahwa keberadaan
Amoniak pada air kolam ciparanje dan sekitarnya secara umum cukup bervariasi
yaitu sekitar 0.00 mg/l hingga 0.02 mg/l. Jelasnya mengenai hasil pengukuran
oksigen terlarut pada stasiun pengamatan I, II,III dan IV beserta sumber air dan aliran
bawah ciparanje dapat memperhatikan nilai derajat keasaman dari hasil pengamatan
di kolam ciparanje untuk empat stasiun pengamatan yang berbeda diperoleh nilai
terendah sekitar 0.00 mg/l dan tertinggi sekitar 0.02 mg/l. Menurut Jenie dan Rahayu
(1993) dalam Marlina (2004), konsentrasi amonia yang tinggi pada permukaan air
akan menyebabkan kematian ikan yang terdapat pada perairan tersebut. Toksisitas
amonia dipengaruhi oleh pH yang ditunjukkan dengan kondisi pH rendah akan
bersifat racun jika jumlah amonia banyak, sedangkan dengan kondisi pH tinggi hanya
dengan jumlah amonia yang sedikit akan bersifat racun juga. Selain itu, pada saat
kandungan oksigen terlarut tinggi, amonia yang ada dalam jumlah yang relatif kecil
sehingga amonia bertambah seiring dengan bertambahnya kedalaman (Welch, 1952
dalam Setiawan, 2006). Kadar amonia pada perairan alami biasanya kurang dari 0,1
mg/liter. Kadar amonia bebas yang tidak terionisasi pada perairan tawar sebaiknya
tidak lebih dari 0,2 mg/liter. Jika kadar amonia bebas lebih dari 0,2 mg/liter, perairan
bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan. Kadar amonia yang tinggi dapat merupakan
indikasi adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik,
industri, dan limpasan pupuk pertanian. Kadar amonia yang tinggi juga dapat
ditemukan pada dasar danau yang mengalami kondisi tanpa oksigen atau anoxic
(Effendi, 2003).
KESIMPULAN
1. Parameter fisik yaitu suhu perairan berkisar 25oC, kecerahan 38 hingga 45
cm. dan parameter kimia untuk oksigen terlarut 6.4 hingga 7.9, derajat
keasaman atau pH sekitar 5.72 hingga 6.69, dan kadar amoniak 0.00 mg/l
hingga 0.02 mg/l.
2. Secara umum keberadaan kualitas fisik air disekitar Ciparanje, seperti: suhu
dan kecerahan maupun kualitas kimianya (oksigen terlarut, derajat keasaman,
dan amoniak) masih berada pada kondisi yang relatif baik. Dimana hal
tersebut menggambarkan bahwa aktivitas masyarakat, pertanian dan budidaya
tidak begitu mempengaruhi kualitas air disekitar Ciparanje. Sehingga perairan
disekitar Ciparanje masih dapat digunakan dalam kegiatan sehari-hari
manusia lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 2010. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
Presiden Republik Indonesia.
Asdak, C. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sunga. Gadjah Mada
University Press.Yogyakarta.
Effendi, H., 2003, Telaah Kualitas Air, edisi ke 5, Kanisius, Yogyakarta, 51-53
Kordi MG, Tancung AB. 2005. Pengelolaan Kualitas air. Penerbit Rineka Cipta.
Jakarta. 208 hal.
Kordi MG. 2010. Budi daya Ikan Bandeng Untuk Umpan. Penerbit Akademia,
Jakarta 2010. Hal 111.
Schmidt, F. H., and Ferguson. 1951. Rainfall Type Based on Wet and Dry Periods
Rations for Indonesia With Western Guinea. Jawatan Meteorologi dan
Geofisika. Jakarta.
Suriawiria, Unus. 2003. Air dalam Kehidupan dan Lingkungan yang Sehat. Penerbit
Alumni. Bandung.
Welch, P.S. 1952. Limnological Methods. New York: Mc. Graw Hill Book Company
Inc.