PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
kekayaan alam yang melimpah baik yang dapat diperbaharui (renewable resources)
memiliki komoditi mineral yang melimpah seperti tembaga, emas, perak, batubara,
timah, nikel. Sumberdaya mineral yang melimpah ini di sebagian wilayah berhasil
fosil salah satunya batubara. Batubara yang berada di Indonesia dan bersifat
ekonomis terdapat pada cekungan sedimen berumur tersier dimana proses tektonik
lanjutan dan proses pengendapan yang berada di sekitar cekugan sedimen tersebut
dunia energi batubara dinilai sebagai bahan bakar alternatif dari industri yang
sangat penting dalam kehidupan dan pembangunan karena banyak digunakan oleh
batubara sekarang ini mengalami suatu penurunan, dimana para pengusaha industri
yang menggunakan bahan bakar batubara hanya akan menggunakan batubara high
calori. Di Indonesia sendiri batubara banyak sekali yang tersebar dimana batubara
tersebut berjenis low caloric - high caloric. Penyebaran batubara ini dikarenakan
yang diakibatkan pergerakan lempeng Eurasia dari utara ke selatan dan pergerakan
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dalam makalah ini masalah yang
akan diangkat yaitu tentang bagaimana endapan dan cadangan batubara yang ada
C. Tujuan
bagaimana endapan dan cadangan batubara yang ada di Indonesia dan di Sulawesi
Tenggara.
D. Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini, yaitu agar pembaca maupun penulis
TI NJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Batubara
dari sisa tumbuhan yang terhumifikasi, berwarna cokelat sampai hitam yang
selanjutnya terkena proses fisika, dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun,
Batubara adalah batuan yang mudah terbakar yang lebih dari 50% -70%
endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses
Batubara adalah salah satu sumber energi yang penting bagi dunia, yang
cepat di dunia di beberapa tahun belakangan ini, lebih cepat daripada gas, minyak,
bervariasi.
Batubara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan
kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Analisa unsur
Batubara terbentuk dari sisa tumbuhan mati dengan komposisi utama dari
cellulose. Proses pembentukan batubara atau coalification yang dibantu oleh factor
fisika, kimia alam akan mengubah cellulosa menjadi lignit, subbitumine dan
masuk ke dalam celah-celah vein batulempung dan ini sangat berbahaya. Gas metan
yang sudah terakumulasi di dalan celah vein, terlebih-lebih apabila terjadi kenaikan
temperature, karena tidak dapat keluar, sewaktu-waktu dapat meledak dan terjadi
kebakaran. Oleh karena itu, mengatahui bentuk deposit batubara dapat menentukan
cara penambangan yang akan dipilih dan juga meningkatkan keselamatan kerja.
antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Proses awalnya, endapan tumbuhan
batubara muda (lignite) atau disebut pula batubara coklat (brown coal). Batubara
tahun, maka batubara muda akan mengalami perubahan yang secara bertahap
sampai batubara menjadi lebih keras dan warnanya lebih hitam sehingga
tepat, peningkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus berlangsung hingga
pembatubaraan.
Sementara itu semakin tinggi peringkat batubara, maka kadar karbon akan
pembatubaraan secara umum dapat diasosiasikan dengan mutu atau mutu batubara,
seperti lignite dan sub-bituminus biasanya lebih lembut dengan materi yang rapuh
dan berwarna suram seperti tanah, memiliki tingkat kelembaban (moisture) yang
tinggi dan kadar karbon yang rendah, sehingga kandungan energinya juga rendah.
Semakin tinggi mutu batubara, umumnya akan semakin keras dan kompak, serta
warnanya akan semakin hitam mengkilat. Selain itu, kelembabannya pun akan
Batubara adalah mineral organik yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa
tumbuhan purba yang mengendap yang selanjutnya berubah bentuk akibat proses
fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun. Oleh karena itu, batubara
termasuk dalam kategori bahan bakar fosil. Adapun proses yang mengubah
Faktor tumbuhan purba yang jenisnya berbeda-beda sesuai dengan jaman geologi
berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Kualitas dari setiap
endapan batubara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu pembentukan,
berubah menjadi gambut (peat), yang selanjutnya berubah menjadi batubara muda
(lignite) atau disebut pula batubara coklat (brown coal). Batubara muda adalah
batubara dengan jenis maturitas organik rendah. Setelah mendapat pengaruh suhu
dan tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun, maka batubara muda akan
Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batubara menjadi lebih
keras dan warnanya lebih hitam sehingga membentuk bituminus (bituminous) atau
antrasit (anthracite). Dalam kondisi yang tepat, peningkatan maturitas organik yang
batubara. Berikut ini ditunjukkan contoh analisis dari masing --masing unsur yang
kadar karbon akan meningkat, sedangkan hidrogen dan oksigen akan berkurang.
pula batubara bermutu rendah-- seperti lignite dan sub-bituminus biasanya lebih
lembut dengan materi yang rapuh dan berwarna suram seperti tanah, memiliki
tingkat kelembaban (moisture) yang tinggi dan kadar karbon yang rendah, sehingga
kandungan energinya juga rendah. Semakin tinggi mutu batubara, umumnya akan
semakin keras dan kompak, serta warnanya akan semakin hitam mengkilat. Selain
yaitu :
Teori Insitu
maka setelah tumbuhan tersebut mati, belum mengetahui proses transportasi segera
tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami proses coalification. Jenis batubara
yang terebentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran luas dan merata,
kualitasnya lebih baik karena kadar abunya relative kecil. Batubara yang terbentuk
Selatan.
Teori Drift
terjadinya ditempat yang berbeda dengan tempat tumbuhan semula hidup dan
proses coalification. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai
penyebaran tidak luas, tetapi di jumapi dibeberapa tempat, kualitas kurang baik
umur, suhu dan tekanan. Mutu endapan batubara juga ditentukan oleh suhu, tekanan
sebagai berikut:
Posisi geotektonik
tersebut terbentuk.
Iklim
Tropis dan subtropis sesuai untuk pertumbuhan yang optimal hutan rawa
Penurunan cekungan
Umur geologi
tumbuhan Makin tua umur suatu batuan akan memiliki kemungkinan makin
tinggi
Dekomposisi
bentuk-bentuk tertentu.
Metamorfosis organik
Lingkungan Pengendapan
tergganggu, dan tumbuh secara insitu. Batubara yang terendapkan pada lingkungan
telmatis ( terestrial ), dan limnik ( subakuatik ) sulit untuk dibedakan, karena pada
hutan rawa biasanya terdapat bagian yang berada di bawah air. Batubara yang
terndapkan pada lingkungan payau ( marine ) dicirikan oleh kandungan abu, sulfur,
dan nitrogen yang tinggi, selain itu juga banyak mengandung detrital fosil moluska
laut. Bakteri sulfur mempunyai peran dalam gambut, yaitu mengurangi sulfat
proses dekomposisi primer. Pada iklim yang hangat, dan basah, bakteri hidup
- Braid Plain
Kandungan abu, sulfur total, dan vitrinite umumnya rendah, sementara pada
daerah tropis, kandungan vitrinite-nya tinggi. Pada bagian tengah lahan gambut,
umumnya kaya akan maseral internite ( 28 % ), karena suplai nutrisi yang terbatas.
Index ( TPI ) nya relatif tinggi, sekaligus menunjukkan bahwa tumbuhan asalnya
rendah, dan warna batubara yang buram dapat menunjukkan bahwa secara periodik
Lingkungan ini merupakan transisi dari lembah, dan dataran aluvial dengan dataran
delta, umunya melalui sungai berstadium dewasa yang memiliki banyak meander.
cekungan banjir, dll. Permukaan gambut cenderung basah, dan jarang mengalami
dengan nilai TPI, dan GI yang tinggi, serta didominasi oleh maseral telovitrinite /
humotellinite , dan secara kualitas memiliki kandungan abu, serta sulfur yang
Lingkungan ini dibedakan dengan upper delta plain dari tingkat pengaruh
pasang air laut terhadap sedimentasi, dimana batas antara keduanya adalah daerah
terdiri dari batulanau, batulempung, dan serpih yang diselingi oleh batupasir
berbutir halus.
Pada saat pasang naik, air laut akan membawa nutrisi ke dalam rawa
disisi lain, naiknya batas pasang, maka akan terendapkan sedimen klastik halus
batubara yang terbentuk dari reduksi sulfat yang terdapat dalam air laut. Batubara
rendah, dengan nilai GI yang tinggi. Kandungan vitrinite / huminite nya terutama
rendah. Hal ini menunjukkan tingginya proporsi tumbuhan dengan jaringan lunak (
soft tissued plant ), dan biodegradasi pada kondisi pH yang relatif tinggi.
- Barrier Beach
Pada lingkungan ini morfologi garis pantai dikontrol oleh rasio suplai
sedimen dengan energi pantai, yaitu gelombang pasang, dan arus. Jika nilairasio
tinggi, maka akan terbentuk delta, namun jika nilai rasio rendah, maka sedimentasi
Rawa gambut pada barrier beach memiliki permikaan yang relatif lebih
rendah terhadap muka air laut, sehingga seringkali terkena banjir, dan ditumbuhi
lalang alang. Gambut akan terakumulasi di suatu tempat, jika fluktuasi air pasang
tidak tinggi, sehingga timbunan material gambut tidak berpindah tempat. Dengan
- Estuary
laminasi batulanau, dan batupasir halus. Batubara yang terbentuk umumnya sangat
baru, yaitu :
Bentuk ini dicirikan oleh perlapisan batubara dan batuan yang menutupnya
melengkung kea rah atas akibat gaya kompresi. Ketebalan kea rah lateral lapisan
b. bentuk pinch
Bentuk ini dicirikan oleh perlapisan yang menipis dibagian tengah. Pada
umumnya dasar dari lapisan natubara merupakan batuan yang plastis, misalnya
Bentuk itu terjadi apabila di antara dua bagian deposit batubara terdapat urat
lempung. Bentukan ini terjadi apabila pada satu seri deposit batubara mengalami
patahan, kemudian pada bidang patahan yang merupakan rekahan terbuka terisi
e. bentuk fault
cadangan, akibat adanya perpindahan perlapisan akibat pergeseran kea rah vertical.
f. bentuk fold
perlipatan. Makin intensif gaya yang bekerja pembentuk perlipatan akan makin
C. Klasifikasi Batubara
Mutu setiap batubara akan ditentukan oleh faktor suhu, tekanan, serta lama waktu
organik. Semakin tinggi maturitas organiknya, maka semakin bagus mutu batubara
yang dihasilkan, begitu juga sebaliknya. Berdasarkan hal tersebut, maka kita dapat
Batubara pada golongan ini memiliki tingkat kelembaban yang tinggi, serta
kandungan karbon dan energi yang rendah. Biasanya batubara pada golongan ini
memiliki tekstur yang lembut, mudah rapuh, serta berwarna suram seperti tanah.
Jenis batubara pada golongan ini diantaranya lignite (batubara muda) dan sub-
bitumen.
Batubara pada golongan ini memiliki tingkat kelembaban yang rendah, serta
kandungan karbon dan energi yang tinggi. Biasanya batubara pada golongan ini
1. Lignite, disebut juga batubara muda. Merupakan tingkat terendah dari batubara,
berupa batubara yang sangat lunak dan mengandung air 70% dari beratnya.
Batubara ini berwarna hitam, sangat rapuh dan seringkali menunjukkan struktur
serat kayu. Nilai kalor rendah karena kandungan air yang sangat banyak (30-75 %),
kandungan karbon sangat sedikit (60-68&), kandungan abu dan sulfur yang banyak
(52.5-62.5). Batubara jenis ini dijual secara eksklusif sebagai bahan bakar untuk
pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Lignite dijumpai pada kondisi yang masih
coal mengandung sedikit carbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi
cokelat tua. Bituminous coal mengandung 68 - 86% karbon dari beratnya dengan
kandungan abu dan sulfur yang sedikit. Umumnya dipakai untuk PLTU, tapi dalam
jumlah besar juga dipakai untuk pemanas dan aplikasi sumber tenaga dalam industri
ruangan di rumah dan perkantoran. Batubara antrasit berbentuk padat (dense), batu-
konkoidal pecah mengandung antara 86% - 98% karbon dari beratnya, 9,3% abu,
dan 3,6% bahan volatile. Antarasit terbakar lambat, dengan batasan nyala api biru
(pale blue flame) dengan sedikit sekali asap. Antrasit terbentuk pada akhir Karbon
oleh pergerakan bumi yang menyebabkan pemanasan dan tekanan tinggi yang
Kalimantan Timur
peringkatnya, bersifat lunak, mudah diremas, mengandung kadar air yang tinggi
(10-70%), terdiri atas batubara coklat muda lunak (soft brown coal) dan batubara
lignitik atau batubara cokelat keras (lignitik atau hard brown coal) yang
memperlihatkan struktur kayu. Nilai kalorinya < 5700 kal/gr (dry mineral matter
free).
lebih tinggi dari brown coal, bersifat lebih keras, tidak mudah diremas, kompak,
mengandung kadar air yang relatif rendah, umumnya struktur kayunya tidak tampak
lagi, relative tahan terhadap kerusakan fisik pada saat penanganan (coalhandling).
PEMBAHASAN
cekungan Tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau
dapat dikelompokkan sebagai batubara berumur Eosen atau sekitar Tersier Bawah,
kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar Tersier Atas, kira-kira 20
Batubara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar
khatulistiwa yang mirip dengan kondisi kini. Beberapa diantaranya tegolong kubah
gambut yang terbentuk di atas muka air tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang
tahun. Dengan kata lain, kubah gambut ini terbentuk pada kondisi dimana mineral-
mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk ke dalam sistem dan membentuk
lapisan batubara yang berkadar abu dan sulfur rendah dan menebal secara lokal.
Hal ini sangat umum dijumpai pada batubara Miosen. Sebaliknya, endapan
batubara Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi. Kedua umur
endapan batubara ini terbentuk pada lingkungan lakustrin, dataran pantai atau delta,
mirip dengan daerah pembentukan gambut yang terjadi saat ini di daerah timur
dan Kalimantan.
Ekstensi berumur Eosen ini terjadi sepanjang tepian Paparan Sunda, dari
sebelah barat Sulawesi, Kalimantan bagian timur, Laut Jawa hingga Sumatera. Dari
berlangsung mulai terjadi pada Eosen Tengah. Pemekaran Tersier Bawah yang
terjadi pada Paparan Sunda ini ditafsirkan berada pada tatanan busur dalam, yang
pengendapan mula-mula pada saat Paleogen itu non-marin, terutama fluviatil, kipas
sangat tinggi. Batubara Eosen sering tersingkap baik, berupa lapisan dan
membentuk seam.
- Penyebaran terbatas;
Tengah - Atas namun di Sumatera umurnya lebih muda, yakni Eosen Atas hingga
Oligosen Bawah. Di Sumatera bagian tengah, endapan fluvial yang terjadi pada fase
awal kemudian ditutupi oleh endapan danau (non-marin). Berbeda dengan yang
oleh lapisan batubara yang terjadi pada dataran pantai yang kemudian ditutupi di
Endapan batubara Eosen yang telah umum dikenal terjadi pada cekungan
berikut: Pasir dan Asam-asam (Kalimantan Selatan dan Timur), Barito (Kalimantan
Selatan), Kutai Atas (Kalimantan Tengah dan Timur), Melawi dan Ketungau
di Indonesia.
Paparan Sunda telah berakhir. Pada Kala Oligosen hingga Awal Miosen ini terjadi
transgresi marin pada kawasan yang luas di mana terendapkan sedimen marin
Selatan) dan Cekungan Sumatera bagian selatan. Batubara Miosen juga secara
regresi. Kondisi regresi dicirikan oleh mudurnya laut yang lambat, dan
pendangkalan pengendapan dari laut dalam ke laut dangkal, rawa rawa, delta,
dan delta. Endapan batubara miosen merupakan endapan batubara khas formasi
Selatan, dan Sumatera Tengah, dimana kedua cekungan ini terjadi setelah fase
regresif dengan pengendapan dari laut dalam, laut dangkal, hingga lingkungan delta
yang ditutupi endapan rawa. Batubara Miosen sebagian besar berupa lignit, sangat
lunak, kadar air tinggi, kadar debu rendah, dan kadar kalori rendah. Batubara
miosen umumnya menunjukkan bentuk lapisan yang kurang baik dalam singkapan,
dikarenakan kadar air dalam batubara tinggi, tekanan kompaksi rendah, serta
dataran pantai yang mirip dengan daerah pembentukan gambut saat ini di Sumatera
bagian timur. Ciri utama lainnya adalah kadar abu dan belerang yang rendah.
lignit sehingga kurang ekonomis kecuali jika sangat tebal (PT Adaro) atau lokasi
tergolong kelas yang tinggi seperti pada Cebakan Pinang dan Prima (PT KPC),
endapan batubara di sekitar hilir Sungai Mahakam, Kalimantan Timur dan beberapa
bahan bakar energinya. Bahan bakar revolusi industri di Eropa pada abat 19 adalah
batubara Indonesia.
mencapai 61.366 juta ton dan cadangannya mencapai 6769 juta ton. Ini merupakan
suatu keuntungan lebih karena kita memiliki cadangan energi yang berlimpah
Perkembangan produksi batubara nasional ini tidak terlepas dari permintaan dalam
negeri (domestik) dan luar negeri (ekspor) yang terus meningkat setiap tahunnya.
Sebagian besar produksi tersebut untu memenuhi permintaan luar negeri, yaitu rata-
rata 72.11% dan sisanya 27.89% untuk memenuhi permintaan dalam negeri.
Indonesia hanya 0.5% dari cadangan dunia, namun produksi Indonesia menempati
posisi ke-6 produsen dengan jumlah produksi mencapai 246 juta juta ton, setelah
china (2.760 juta ton), USA (1.007 juta ton), India (490 juta ton), Australia (325
eksportir sejumlah (203 juta ton). Posisi pertama ditempati Australia (252 juta ton),
China sebagai produsen batubara terbesar dunia, hanya menempati peringkat ke-7
sebesar 6769 juta ton pertahun dan produksinya mencapai 246 juta ton pertahun
berarti batubara Indonesia akan habis sekitar 27 tahun lagi. Ini bila dilakuakan tanpa
potensial dan telah banyak perusahaan yang telah melakukan eksplorasi utamanya
di kecamatan Watubangga.
dalam data geologi Kabupaten kolaka, potensi batubara tidak pernah ada, tapi
DAS Watunohu Dusun Lametusa desa Parutallang Kecamatan Ngapa Kab Kolaka
Utara merupakan jenis batubara linnit, dengan luas sebaran daerah penyelidikan
batubara ini dapat dipergunakan untuk pembakaran kalori tingkat rendah hingga
sedang.
Timur. Endapan batubara yang ditemukan di Kolaka Timur ini diduga masih
tergolong dalam batubara jenis lignit. Luas sebaran daerahnya dan juga
secara rinci. Namun di tempat ini sudah kerap dilakukan kegiatan fieldtrip batubara
Halu Oleo.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan
dikelompokkan sebagai batubara berumur Eosen atau sekitar Tersier Bawah, kira-
kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar Tersier Atas, kira-kira 20 juta
tahun yang lalu menurut Skala waktu geologi. Cadangan batubara Indonesia hanya
0.5% dari cadangan dunia, namun produksi Indonesia menempati posisi ke-6
produsen dengan jumlah produksi mencapai 246 juta juta ton, setelah china (2.760
juta ton), USA (1.007 juta ton), India (490 juta ton), Australia (325 juta ton) dan
di Kolaka Utara dan Kolaka Timur ini diduga masih tergolong dalam batubara jenis
lignit. Luas sebaran daerahnya dan juga cadangannya belum diketahui secara pasti,
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Stach, E, et al. (1982). Stachs Textbook of Coal Petrology third revised and
enlarged edition. Berlin Sttutgart : Gebr. Borntraeger.
Thomas, Larry. (2013). Coal Geology second edition. New York Oxford West
Sussex : Wiley Blackwell.
http://www.jendelaexplorasi.net/2014/01/genesa-batubara-indonesia.html (diakses
pada tanggal 7 februari 2016 pukul 13.07 WITA)
http://energitoday.com/2013/01/potensi-tambang-sulawesi-tenggara-dalam-
kepungan-investor/ (diakses pada tanggal 7 februari 2016 pukul 13.15
WITA)