Pengertian :
Flu Burung adalah penyakit yang disebabkan oleh virus H5N1 yang menyerang pada sistem
kekebalan tubuh manusia. Penyakit menular ini awalnya hanya menyerang burung, unggas dan
kadang sapi-babi, kemudian oleh proses mutasi genetik juga menyerang manusia.
Etiologi :
Kelemahan virus tersebut adalah tidak tahan panas. Pada daging akan mati pada suhu 80 0
C selama 1 menit. Pada telur akan mati pada suhu 64 0 C selama 4,5 menit.
Peka terhadap pH yg ekstrim
Peka terhadap pelarut lemak, spt : deterjen
Daya infeksi rendah oleh : formalin, oksidator, -propiolakton, iodine, larutan asam, eter,
ion amonium dan klorida
Epidemiologi :
Sampai bulan juni 2007 sebanyak 313 orang diseluruh dunia telah terjangkit virus AI
dengan 191 diantaranya meninggal dunia. Kasus penyakit ini meningkat cepat dari tahun ke
tahun. Pada tahun 2003 tercatat terdapat 4 kasus, kemudian berkembang menjadi 46 kasus
(2004), 97 kasus (2005), 116 kasus (2006), dan pada tahun 2007 pertanggal 15 juni sudah
dilaporkan terjadi 50 kasus dengan angka kematian 60%. Negara yang terjangkit sebagian besar
adalah negara-negara di asia (thailand, vietnam, kamboja, china, dan indonesia), tetapi saat ini
telah menyebar ke irak dan turki.
Kasus AI di Indonesia bermula dari ditemukannya kasus pada unggas di pekalongan, jawa
tengah pada bulan agustus 2003.
Kasus terbanyak pada daerah yang mobilitas penduduk dan unggasnya sangat padat seperti
daerah DKI Jakarta,Jabar, dan Banten.Sampai dengan laporan tanggal September 2011, telah
ditemukan sebanyak 179 kasus FB konfirmasi dengan 147 kematian. Kasus Flu burung
menyerang semua golongan umur tetapi terbanyak pada usia Balita sampai usia produktif
dengan tidak membedakan antara lelaki dan perempuan.
Cara penularan :
Unggas yang terinfeksi, mengeluarkan lendir dari mulut atau hidung atau kotorannya. Unggas-
unggas yang lain rentan terkena kontaminasi karena mereka umumnya hidup berkelompok,
sangat mudah untuk menularkan dari satu ke yang lain. Manusia lalu terinfeksi karena terjadi
kontak dengan unggas yang sakit tersebut atau lingkungan yang telah terkontaminasi. Karena
virus ini bisa menular bukan saja lewat barang yang telah terkontaminasi dengan kotoran unggas
yang sakit, tapi juga melalui udara dan air. Penularan manusia ke manusia dapat terjadi walaupun
tidak sesering penularan unggas ke manusia.
Patomekanisme :
(ii) Pada hewan yang gejala-gejala awal muncul sangat lambat dan penyakit berlangsung lama,
gejala-gejala neirologik dan, secara histologik, terjadi lesi nonsuppuratif di otak mendominasi
gambaran klinis (Perkins and Swayne 2002a, Kwon 2005). Tetapi virus juga dapat ditemukan
pada organ-organ lainnya. Perjalanan
penyakit semacam ini pernah diuraikan terjadi pada angsa, bebek, emu dan spesies lain yang
secara eksperimental diinfeksi dengan HPAI strain H5N1 garis Asia. Pada unggas petelur,
peradangan dapat ditemukan di kandung telur, saluran telur, dan setelah folikel pecah, terjadi
peradangan yang disebut sebagai peritonitis
kuning telur.
(iii) Pada bebek, burung camar dan burung gereja, dijumpai replikasi virus yang terbatas.
Unggas-unggas ini menunjukkan terjadinya penumonia interstisial yang ringan, radang kantung
udara dan adakalanya miokarditis limfositik dan histiositik (Perkins and Swayne 2002a, 2003).
(iv) Dalam percobaan yang dilaporkan oleh Perkins dan Swayne (2003), burung dara dan walet
terbukti kebal terhadap infeksi H5N1. Meskipun demikian, Werner et al (belum dipublikasikan)
berhasil memicu terjadinya gangguan neurologik yang berkepanjangan akibat adanya ensefalitis
non-suppuratif (Klopfleisch 2006), pada
5/16 burung dara dengan menggunakan isolat HPAI H5N1 baru dari Indonesia.
Gejala Klinik :
Pemeriksaan laboratorium :
Pada dasarnya dilakukan untuk menilai keadaan kesehatan pasien dan juga untuk mendeteksi
bakteri/virus apa yang menyerang pasien tersebut. Pemeriksaan untuk menilai keadaan kesehatan
antara lain dengan menilai kadar leukosit, fungsi hati, fungsi ginjal, dan yang penting juga
analisis gas darah arteri.
Pada pemeriksaan ini, antara lain, akan dapat diketahui berapa kadar oksigen (O2) dan
karbondioksida (CO2) di darah pasien. Kalau oksigennya rendah, nilai normalnya berkisar 85-95
mmHg, dan atau karbondioksidanya tinggi, nilai normalnya 35-45 mmHg, maka dapat terjadi
keadaan gawat napas. Dari data yang ada, sebagian besar pasien flu burung meninggal karena
gawat napas akut ini.
Upaya menemukan virus flu burung dapat dilakukan dengan pemeriksaan serologi untuk menilai
respons antigen antibodi dan atau mengisolasi virusnya sendiri. Pada kasus flu burung juga dapat
dijumpai peningkatan titer netralisasi antibodi dan dapat pula dilakukan analisis antigenik dan
genetik, antara lain untuk mengetahui apakah sudah ada mutasi dari virus tersebut.
Penatalaksanaan :
Pencegahan :