Anda di halaman 1dari 8

1) PENGGUNAAN CO-ANALGESIK DALAM PENATALAKSANAAN NYERI

Co-analgetika adalah obat yang khasiat dan indikasi utamanya bukanlah menghalau
nyeri,misalnya antidepresiva trisiklis (amitripilin) dan antiepileptika (karbamazepin,
pregabalin, fenytoin, valproat). Obat-obat ini digunakan tunggal atau terkombinasi dengan
analgetika lain pada keadaan-keadaan tertentu, seperti pada nyeri neuropatis.

Obat-obat ini mampu meringankan atau menghilangkan rasa nyeri tanpa mempengaruhi SSP
atau menurunkan kesadaran, juga tidak menimbulkan ketagihan. Kebanyakan zat ini juga
berdaya antipiretis dan atau antiradang. Oleh karena itu tidak hanya digunakan sebagai obat
antinyeri, melainkan juga pada demam (infeksi virus/kuman, pilek) dan peradangan seperti
rema dan encok. Obat-obat ini banyak diberikan untuk nyeri ringan atau sedang, yang
penyebabnya beraneka ragam, misalnya nyeri kepala, gigi, otot atau sendi (rema,encok), prut,
haid (dysmenorroe), nyeri akibat benturan atau kecelakaan (trauma).

Analgesik adjuvans adalah obat yang dikembangkan untuk tujuan selain penghilang nyeri
tetapi obat ini dapat mengurangi nyeri kronis tipe tertentu selain melakukan kerja primernya.
Sedatif ringan atau obat penenang, sebagai contoh, dapat membantu mengurangi spasme otot
yang menyakitkan, kecemasan, stres, dan ketegangan sehingga klien dapat tidur nyenyak.
Antidepresan digunakan untuk mengatasi depresi dan gangguan alam perasaan yang
mendasarinya, tetapi dapat juga menguatkan strategi nyeri lainnya (Berman, et al. 2009).

Dalam penatalaksanaan nyeri, WHO menganjurkan tiga langkah bertahap dalam penggunaan
analgesik.

Langkah 1 digunakan untuk nyeri ringan dan sedang seperti obat golongan nonopioid seperti
aspirin, asetaminofen, atau AINS, obat ini diberikan tanpa obat tambahan lain. Jika nyeri
masih menetap atau meningkat,

Langkah 2 ditambah opioid, untuk non opioid diberikan dengan atau tanpa obat tambahan
lain. Jika nyeri terus menerus atau intensif, langkah 3 meningkatkan dosis potensi opioid atau
dosisnya sementara dilanjutkan non opioid dan obat tambahan lain. Dosis tambahan yang
onsetnya cepat dan durasinya pendek digunakan untuk nyeri yang menyerang tiba-tiba. VAS
nyeri 1-3 disebut nyeri ringan, 4-7 disebut nyeri sedang, dan di atas 7 dianggap nyeri hebat.3

2) KONTRAINDIKASI OBAT ANALGETIK


INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI OBAT ANALGETIK

1. Analgetik Opioid atau Analgetik Narkotika


a. Morfin dan Alkaloid Opium
Indikasi
- Meredakan atau menghilangkan nyeri hebat yang tidak dapat diobati dengan dengan
analgesic non-opioid
- Mengurangi atau menghilangkan sesak napas akibat edema pulmonal yang
menyertai gagal jantung kiri.
- Mengehentikan diare
Kontraindikasi
Orang lanjut usia dan pasien penyakit berat, emfisem, kifoskoliosis, korpulmonarale
kronik dan obesitas yang ekstrim.

b. Meperidin dan Derivat Fenilpiperidin Lain


Indikasi
Meperidin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia. Meperidin digunakan juga
untuk menimbulkan analgesia obstetric dan sebagai obat praanestetik.
Kontraindikasi
Pada pasien penyakit hati dan orang tua dosis obat harus dikurangi karena terjadinya
perubahan pada disposisi obat. Selain itu dosis meperidin perlu dikurangi bila diberikan
bersama antisipkosis, hipnotif sedative dan obat-obat lain penekanSSP. Pada pasien yang
sedang mendapat MAO inhibitor pemberian meperidin dapat menimbulkan kegelisahan,
gejala eksitasi dan demam.

2. Obat Analgetik Non-narkotik


a. Salisilat
Indikasi
- Mengobati nyeri tidak spesifik misalnya sakit kepala, nyeri sendi, nyeri haid,
neuralgia dan myalgia.
- Demam reumatik akut
Kontraindikasi
- Pada anak dibawah 12 tahun
b. Parasetamol
Indikasi
Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai analgesic dan antipiretik, telah
menggantikan penggunaan salisilat. Sebagai analgesic lainnya, parasetamol sebaiknya
tidka diberikan terlalu lama karena kemungkinan menimbulkan nefropati analgesic.
Kontraindikasi
Penggunaan semua jenis analgesic dosis besar secara menahun terutama dalam kombinasi
berpotensi menyebabkan nefropati analgesic.

c. asam mefenamat
Indikasi
Sebagai analgesic, sebagai anti-inflamasi,
Kontraindikasi
Tidak dianjurkan untuk diberikan kepada anak dibawah 14 tahun dan wanita hamil dan
pemberian tidak melebihi 7 hari. Penelitian klinis menyimpulkan bahwa penggunaan
selama haid mengurangi kehilangan darah secara bermakna.
d. Ibuprofen
Indikasi
Bersifat analgesic dengan daya anti-inflamasi yang tidak terlalu kuat.
Kontraindikasi
Ibuprofen tidak dianjurkan diminum oleh wanita hamil dan menyusui karena ibuprofen
relative lebih lama dikenal dan tidak menimbulkan efek samping serius pada dosis
analgesic.

3) PERSAMAAN DAN PERBEDAAN OBAT-OBAT ANTELMINTIK

4) KONTRAINDIKASI KORTIKOSTEROID
Kontraindikasi pada kortikosteroid terdiri dari kontraindikasi mutlak dan relatif. Pada
kontraindikasi absolut, kortikosteroid tidak boleh diberikan pada keadaan infeksi jamur
yang sistemik, herpes simpleks keratitis, hipersensitivitas biasanya kortikotropin dan
preparat intravena. Sedangkan kontraindikasi relatif kortikosteroid dapat diberikan
dengan alasan sebagai life saving drugs. Kortikosteroid diberikan disertai dengan monitor
yang ketat pada keadaan hipertensi, tuberculosis aktif, gagal jantung, riwayat adanya
gangguan jiwa, positive purified derivative, glaucoma, depresi berat, diabetes, ulkus
peptic, katarak, osteoporosis, kehamilan.
Sediaan kortikoid lokal tidak boleh digunakan pada gangguan kulit untuk infeksi kuman,
virus, jamur, atau parasit juga tdk pada acne.
5) SALAH SATU OBAT KOSTIKOSTEROID
OBAT KORTIKOSTEROID : DEKSAMETASON

Dexamethasone merupakan kelompok obat kortikosteroid. Obat ini bekerja dengan cara
mencegah pelepasan zat-zat di dalam tubuh yang menyebabkan peradangan.

Dexamethasone digunakan untuk menangani sejumlah kondisi, seperti penyakit autoimun


(misalnya sarkoidosis dan lupus), penyakit peradangan pada usus (misalnya ulcerative
colitis dan penyakit Crohn), beberapa jenis penyakit kanker, serta alergi.

Dexamethasone juga digunakan untuk mengatasi mual dan muntah akibat kemoterapi,
mengobati hiperplasia adrenal kongenital, serta digunakan untuk mendiagnosis sindrom
Cushing.

Merek dagang: Cortidex, Oradexon

Tentang Dexamethasone

Golongan Kortikosteroid
Kategori Obat resep
Mengatasi alergi
Mengatasi peradangan
Meredakan pembengkakan otak
Mengatasi edema pada makula
Manfaat
Mengatasi mual dan muntah akibat kemoterapi
Mendiagnosis sindrom Cushing
Mengatasi hiperplasia adrenal kongenital

Dikonsumsi oleh Dewasa dan anak-anak


Masuk ke dalam Kategori C apabila dikonsumsi setelah
kehamilan melewati trimester pertama. (Kategori C: Studi pada
binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping
terhadap janin, namun belum ada studi terkontrol pada wanita
hamil. Obat hanya boleh digunakan jika besarnya manfaat yang
diharapkan melebihi besarnya risiko terhadap janin)
Kategori kehamilan
dan menyusui

Masuk ke dalam Kategori D apabila dikonsumsi pada kehamilan


trimester pertama. (Kategori D: Ada bukti positif mengenai risiko
terhadap janin manusia, tetapi besarnya manfaat yang diperoleh
mungkin lebih besar dari risikonya, misalnya untuk mengatasi
situasi yang mengancam jiwa)
Bentuk obat Tablet, sirup, suntik, dan infus

Dexamethasone merupakan jenis obat terbatas dan hanya bisa dibeli dengan resep dokter.
Selain berbentuk tablet dan sirup, dexamethasone juga tersedia dalam bentuk suntik dan
diperuntukkan bagi mereka yang mengalami kesulitan menelan obat atau bagi mereka
yang membutuhkan penanganan cepat.

Peringatan:

Untuk memastikan bahwa Anda dapat mengonsumsi dexamethasone dengan aman,


informasikan kepada dokter jika Anda memiliki masalah kesehatan seperti tekanan darah
tinggi, depresi atau gangguan mental, infeksi herpes pada mata, gangguan otot, TBC,
diabetes, penyakit ginjal, gagal jantung, radang lambung, glaukoma atau katarak,
penggumpalan darah, osteoporosis, gangguan tiroid, penyakit hati.
Hati-hati dan konsultasikan dengan dokter sebelum menggunakan dexamethasone
apabila Anda adalah wanita yang berencana untuk hamil, sedang hamil, atau menyusui.
Beri tahu dokter jika Anda baru saja atau akan menerima vaksin.
Beri tahu dokter jika Anda baru-baru saja berdekatan dengan penderita cacar air,
campak atau cacar ular (herpes zoster). Pengguna dexamethasone perlu menghindari
pengidap penyakit menular karena sistem kekebalan tubuh mereka melemah saat sedang
mengonsumsi obat steroid.
Jangan menghentikan pengobatan secara langsung tanpa bertanya terlebih dahulu
pada dokter, karena penghentian obat secara tiba-tiba dapat menyebabkan masalah.
Jika terjadi alergi atau overdosis, segera hubungi dokter.

Dosis Dexamethasone

Dosis dexamethasone tergantung pada penyakit atau gejala yang ditangani. Umumnya,
dosis awal yang akan diresepkan dokter berada di antara 0.75-9 mg per harinya. Perlu
diketahui bahwa dosis dexamethasone juga akan disesuaikan dengan perkembangan
penyakit atau gejala dan respons tubuh pasien terhadap obat ini. Untuk anak-anak, berat
badan menjadi salah satu tolak ukur dalam menentukan dosis obat. Untuk informasi lebih
lengkap, tanyakan pada dokter.

Mengonsumsi Dexamethasone dengan Benar

Konsumsilah dexamethasone sesuai takaran dosis dan frekuensi yang ditetapkan oleh
dokter. Jika Anda tanpa sengaja lupa mengonsumsi satu dosis, segera konsumsi dosis yang
tertinggal tersebut selama jedanya kurang dari satu hari. Namun, apabila sudah lewat satu
hari, jangan menggandakan dosis.

Jika dexamethasone yang diresepkan oleh dokter berbentuk tablet, konsumsilah dengan
disertai air dan jangan mengunyahnya. Obat ini bisa dikonsumsi ketika atau setelah Anda
makan.
Interaksi Obat

Agar dapat bekerja secara efektif, dexamethasone tidak dianjurkan untuk dikonsumsi
bersamaan dengan obat phenytoin, fenobarbital, rifampicin, suplemen vitamin A,
tetrasiklin dan antibiotik lainnya, tiazid, ephedrine, barbiturat, primidon. Dexamethasone
juga dapat mengubah efek obat pengencer darah oral, serta menurunkan efek obat
hipoglikemik oral dan salisilat.

Kenali Efek Samping dan Bahaya Dexamethasone

Dexamethasone dapat menyebabkan efek samping dan bentuk efek samping tersebut bisa
berbeda-beda pada penggunanya. Ada beberapa efek samping yang mereda seiring dengan
tubuh menyesuaikan diri dengan obat ini.

Beberapa efek samping dexamethasone yang umum adalah:

Badan terasa lelah atau lemas.


Gangguan pola tidur.
Sakit kepala.
Vertigo.
Keringat berlebihan.
Jerawat.
Kulit kering dan menipis serta gampang memar.
Pertumbuhan rambut yang tidak biasa.
Perubahan suasana hati seperti depresi dan mudah tersinggung.
Mudah haus.
Sering buang air kecil.
Nyeri otot.
Nyeri pada sendi atau/dan tulang.
Sakit perut atau perut terasa kembung.
Rentan terhadap infeksi.

6) PENYALAGUNAAN ANTIDOTUM

7) INDIKASI ANTIDOTUM (PPT)


8) ATURAN PENGGUNAAN DIURETIK GOLONGAN THIAZID
Tiazid dan senyawa-senyawa terkait merupakan diuretika dengan potensi sedang,
yang bekerja dengan cara menghambat reabsorbsi natrium pada bagian awal tubulus
distal. Mula kerja diuretika golongan ini setelah pemberian per oral antara 1-2 jam,
sedangkan masa kerjanya 12-24 jam. Lazimnya tiazid diberikan pada pagi hari agar
diuresis tidak mengganggu tidur pasien.
9) EFEK SAMPING PENGGUNAAN DIURETIK (PPT)

10) PENGGUNAAN OBAT2 SISTEM RESPIRASI PADA KONDISI ASMA


Penggunaan Salbutalamol pada asma
Asma adalah penyakit yang disebabkan karena adanya inflamasi (peradangan) kronis
pada saluran pernafasan, yang belum diketahui secara pasti penyebabnya. Beberapa faktor
yang dapat memicu terjadinya asma antara lain adalah: infeksi saluran pernafasan, alergen
(debu, bulu hewan, serbuk sari, dll), kondisi lingkungan (udara dingin, asap rokok),
stress, olahraga berat, obat (aspirin, NSAIDs, -blocker). Adanya peradangan membuat
saluran pernafasan menjadi sangat sensitif terhadap rangsangan dan mudah mengalami
penyempitan. Salbutamol merupakan salah satu bronkodilator yang paling aman dan
paling efektif. Tidak salah jika obat ini banyak digunakan untuk pengobatan asma. Selain
untuk membuka saluran pernafasan yang menyempit, obat ini juga efektif untuk
mencegah timbulnya exercise-induced broncospasm (penyempitan saluran pernafasan
akibat olahraga). Saat ini, salbutamol telah banyak beredar di pasaran dengan berbagai
merk dagang, antara lain: Asmacare, Bronchosal, Buventol Easyhaler, Glisend, Ventolin,
Venasma, Volmax, dll. Selain itu, salbutamol juga telah tersedia dalam berbagai bentuk
sediaan mulai dari sediaan oral (tablet, sirup, kapsul), inhalasi aerosol, inhalasi cair
sampai injeksi.
Sediaan inhalasi cair banyak digunakan di rumah sakit untuk mengatasi asma akut yang
berat, sedangkan injeksi digunakan untuk mengatasi penyempitan saluran nafas yang
berat. Bentuk sediaan lain, seperti tablet, sirup dan kapsul digunakan untuk penderita
asma yang tidak dapat menggunakan cara inhalasi. Dari berbagai bentuk sediaan yang
ada, pemberian salbutamol dalam bentuk inhalasi aerosol cenderung lebih disukai karena
selain efeknya yang cepat, efek samping yang ditimbulkan lebih kecil jika dibandingkan
sediaan oral seperti tablet. Bentuk sediaan ini cukup efektif untuk mengatasi serangan
asma ringan sampai sedang, dan pada dosis yang dianjurkan, efeknya mampu bertahan
selama 3-5 jam.

Anda mungkin juga menyukai