Anda di halaman 1dari 1

FASE SERIBU SATU MAKNA

By: Hamidah Samad

Aku tak tahu harus dari mana bercerita, memulai dengan kata seperti apa? Karena
terlalu banyak kisah dan kenangan tentang MEREKA. Disini dari sudut takkan terlihat, dari
jauh mungkin takkan terdengar derap langkah wajah-wajah baru itu. MEREKA datang
bersama rinai hujan. Berbekal tekad dan sebuah mimpi yang kadang terdengar konyol dan
tak realistis, bahkan tak tahu diri. MEREKA di sini, bersemayam dalam satu wadah serupa
balok kuning gading.

Di tempat ini, dari pagi hingga sore bersama tumpukan buku. MEREKA mencari,
bertanya dan berbagi. Sebuah hal yang kita sebut ilmu. Dan jangan lupakan sosok itu. Sosok
yang suka berbagi inspirasi, ilmu, dan motifasi. Sosok pahlawan tanpa tanda jasa, yang tahu
pasti tentang MEREKA dengan begitu banyak kata beda. Egois, labil, pemalu, pemberontak,
dan yang sejuta rasa ingin tahu. MEREKA berlakon layaknya wayang, mencari jati diri.

Di sini, di tempat serupa balok kuning gading ini. Ada tarik ulur tentang rasa,
bukannya tentang kepala semata. Namun mendewasa lewat luka. Belajar memahami dalam
diam, menafikan ego walau kadang menyiksa. MEREKA lalu menyadari, marahpun takkan ada
guna. Dan akhirnya memilih antara meminta dan memberi kata maaf.

Di sini juga ada canda, yang sering memicu gelak tawa ataukah sebuah luka. Menyelami
lebih dalam arti sahabat, dan mulai jatuh cinta. Bukankah MEREKA terlihat lebih manusiawi.
Waktupun bergulir begitu cepat, tak terasa tiga tahun MEREKA telah bersama. Di awali
sebuah perjumpaan, dengan nama X.A bersama dalam perjalanan panjang hingga menjadi
XII IPA A. Walau kerikil kadang memperlambat. Tersandung beberapa kali bahkan
terjatuh namun bangkit kembali. MEREKA menjadi lebih kuat, kokoh berdiri saling
menopang, saling berbagi. Entah itu tawa ataukah air mata. Karena MEREKA bersama-sama.
Ya..MEREKA adalah KAMI.

Meski di luar sana banyak pasang mata melirik dan berbisik tentang KAMI. Berbisik
tentang lakon yang kadang tak berdasar oleh suara-suara sumbang. Teralu banyak versi
cerita, tapi KAMI tak punya waktu membenarkan yang salah. KAMI tak punya waktu untuk
meluruskan yang bengkok. Biarlah sang pembisik bercerita hingga lelah dan kehabisan kata.

KAMI disini, di tempat serupa balok kuning gading ini. Bukan karena KAMI sempurna,
sebab sempurna bukan milik manusia. Di tempat ini KAMI satu dalam fase, PUTIH
ABU-ABU. PUTIH bukannya KAMI tanpa noda, ABU-ABU bukannya KAMI tanpa arah.
Karena KAMI sedang mencari beda, antara yang benar dan yang salah.

Anda mungkin juga menyukai