Anda di halaman 1dari 21

1.

Mekanisme kerja antipiretik yang lengkap dan jelas dan golongan analgetik dari yang
klasik sampai modern harap dijelaskan
Jawaban:
Mekanisme Kerja Obat Antipiretik adalah Bekerja dengan cara menghambat produksi
prostaglandin di hipotalamus anterior (yang meningkat sebagai respon adanya pirogen
endogen).
Berdasarkan aksinya, obat-abat analgetik dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
a. Analgetik Opioid/analgetik narkotika
Analgetik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti opium atau
morfin. Golongan obat ini digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa
nyeri seperti pada fractura dan kanker. Tetap semua analgetik opioid menimbulkan
adiksi/ketergantungan.
Contoh obat Analgetik Opioid adalah Alfentanil, Benzonatate, Buprenorphine,
Butorphanol, Codeine, Dextromethorphan Dezocine, Difenoxin, Dihydrocodeine,
Diphenoxylate, Fentanyl, Heroin Hydrocodone, Hydromorphone, LAAM,
Levopropoxyphene, Levorphanol Loperamide, Meperidine, Methadone, Morphine,
Nalbuphine, Nalmefene, Naloxone, Naltrexone, Noscapine Oxycodone, Oxymorphone,
Pentazocine, Propoxyphene, Sufentanil.
b. Obat Analgetik Non-narkotik
Obat Analgesik Non-Nakotik dalam Ilmu Farmakologi juga sering dikenal dengan istilah
Analgetik/Analgetika/Analgesik Perifer. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri
dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Penggunaan Obat
Analgetik Non-Narkotik atau Obat Analgesik Perifer ini cenderung mampu
menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan
saraf pusat atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat kesadaran. Obat Analgetik
Non-Narkotik / Obat Analgesik Perifer ini juga tidak mengakibatkan efek ketagihan pada
pengguna (berbeda halnya dengan penggunaan Obat Analgetika jenis Analgetik
Narkotik).
Contoh obat Analgetik Non-Narkotik adalah Acetaminophen, Aspirin, Celecoxib,
Diclofenac, Etodolac, Fenoprofen, Flurbiprofen Ibuprofen, Indomethacin, Ketoprofen,
Ketorolac, Meclofenamate, Mefanamic acid Nabumetone, Naproxen, Oxaprozin,
Oxyphenbutazone, Phenylbutazone, Piroxicam Rofecoxib, Sulindac, Tolmetin.
2. Mana menurut Anda antipiretik yang paling baik dan paling kuat, jelaskan alasannya
Jawaban:
Asetosal/ asam asetil salisilat, karena ringan dan tidak sering yaitu iritasi saluran cerna.
3. Mekanisme anti radang/anti bengkak/anti flogistik/anti inflamasi dari berbagai jalur dan
golongan obatnya dijelaskan dari yang klasik sampai yang terbaru
Jawaban:
Mekanisme kerja
Asam arakidonat merupakan konstituen diet pada manusia, sebagai salah satu senyawa
yang kehadirannya bersama diet asarn linoleat. Asam arakidonat sendiri oleh mernbran
sel akan diesterifikasikan menjadi bentuk fosfolipid dan lainnya berupa kompleks lipid.
Dalam keadaan bebas tetapi dengan konsentrasi yang sangat kecil asam ini berada di
dalam sel. Pada biosintesis eikosanoid, asarn arakidonat akan dibebaskan dari sel
penyimpan lipid oleh asil hidrolase. Besar kecilnya pembebasan tergantung dari
kebutuhan enzim pensintesis eikosanoid. Kebutuhan ini ditentukan dari seberapa besar
respons yang diberikan terhadap stimuli penyebab radang (Campbell, 1991).
Asam asetilsalisilat (aspirin) sebagai prototip nonsteroidal anti-inflammatory drugs
(NSAID) merupakan analgetika nonsteroid, non-narkotik (Reynolds, 1982). Kerja utama
asam asetilsaIisilat dan kebanyakan obat antiradang nonsteroid lainnya sebagai
penghambat enzim siklooksigenase yang mengakibatkan penghambatan sintesis senyawa
endoperoksida siklik PGG2 dan PGH2. Kedua senyawa ini merupakan prazat semua
senyawa prostaglandin, dengan demikian sintesis rostaglandin akan terhenti (Mutschler,
1991; Campbell, 1991). Asam asetilsalisilat (salisilat) tidak menghambat metabolisme
asam arakidonat melalui alur lipoksigenase. Penghambatan enzim siklooksigenase
kemungkinan akan menambah pembentukan leukotrien pada alur lipoksigenase.
Kemungkinan ini dapat terjadi disebabkan bertambahnya sejumlah asam arakidonat dari
yang seharusnya dibutuhkan enzim lipoksigenase (Mutschler, 1991; Campbell, 1991).
Selain sebagai penghambat sintesis prostaglandin dari berbagai model eksperimen yang
telah dicoba kepada manusia untuk tujuan terapeutik, NSAID ternyata menunjukkan
berbagai kerja lain sebagai antiradang (Melmon dan Morreli, 1978).
Enersi yang dihasilkan dari oksidasi makanan disimpan dalam bentuk ikatan kimia
pirofosfat. Hidrolisis ikatan fosfat membebaskan enersi yang dipakai untuk berfungsinya
sel, misalnya pada sintesis protein. Salisilat memecah mata rantai di antara proses dimana
enersi dihasilkan melalui oksidasi dan membentuk coupling dengan fosfat. Kerja salisilat
ini disebut uncoupling oksidatif fosforilasi (Melmon dan Morreli, 1978). Asarn salisilat
dapat mempenetrasi membran sel yang membuat intrasel menjadi asidosis. merusak
sistim enzim dan menimbulkan kerusakan pada protein sitoplasma. Melalui
penggabungan dengan lisil, amin, tiol dan beberapa grup lain, konsentrasi salisilat yang
tinggi berinterferensi dengan reaksi enzimatik yang esensial pada perkenibangan proses
radang (Melmon dan Morreli. 1978). Salisilat juga dapat menghambat nonspesifik
pembebasan mediator kimia yang memberi efek perifer pada reaksi radang. Pembebasan
kinin dihambat melalui aktivasi kalikrein oleh salisilat (Melmon dan Morreli, 1978).
Pembebasan bahan-bahan lisosomal yang memberi kontribusi pada peradangan dapat
dicegah oleh salisilat dengan menstabilkan membran lisosomal (Melmon dan Morreli,
1978). Salisilat juga mempengaruhi metabolisme jaringan ikat, efek ini mungkin termasuk
salah satu dari aksi antiradang. Salisilat memberi efek terhadap komposisi, biosintesis
atau metabolisme mukopolisakarida jaringan ikat (Robins, 1974). Demam reumatik ada
hubungannya dengan proses imunologi. Salisilat mampu menekan berbagai reaksi
antigen-antibodi, termasuk diantaranya pengharnbatan produksi antibodi, pengharnbatan
agregasi antigen-antibodi dan penghambatan antigen yang membebaskan histamin.
Salisilat juga menginduksi nonspesifik stabilisasi penneabilitas kapiler selama reaksi imun.
Diperlukan konsentrasi salisilat yang tinggi untuk menghasilkan berbagai efek tersebut
(Robins, 1974). Sebagai antiradang, salisilat (asam asetilsalisilat) digunakan pada demam
rematik akut dan rheumatoid artritis (Robins, 1974).
Obat antiinflamasi terbagi atas 2,yaitu:
I. Golongan Steroid
Contoh: Hidrokortison, Deksametason, Prednisone
1. Hidrokortison merupakan hormon glukokortikoid utama yang disekresikan oleh
kelenjar adrenal. Hidrokortison memiliki kemampuan anti-radang dan menekan
sistem imun.
2. Deksametason adalah obat steroid jenis glukokortikoid sintetis yang digunakan
sebagai agen anti alergi, imunosupresan, anti inflamasi dan anti shock yang sangat
kuat.
3. Prednisone adalah obat antiinflamasi yang berfungsi untuk menekan atau
mengurangi proses peradangan pada tubuh.
II. Golongan AINS (non steroid)
Contoh: Parasetamol, Aspirin, Antalgin/Metampiron, AsamMefenamat, Ibuprofen
1. Parasetamol merupakan jenis obat yang termasuk kelompok analgesik atau pereda
rasa sakit. Obat ini dipakai untuk meredakan rasa sakit ringan hingga menengah. Obat
ini juga bisa dipakai untuk menurunkan demam.
2. Aspirin merupakan obat golongan Antiiflamasi non-steroid yang digunakan untuk
mengatasi rasa sakit (analgesik), mengatasi demam (antipiretik) dan mengatasi
peradangan (antiinflamasi).
3. Antalgin/Metampiron adalah satu obat penghilang rasa sakit (analgetik) turunan
NSAID, atau Non-Steroidal Anti Inflammatory Drugs.
4. Asam mefenamat adalah jenis obat untuk anti peradangan non steroid. Fungsinya
ialah untuk mengurangi rasa sakit ringan, sakit menengah dan meredakan peradangan
atau inflamasi.
5. Ibuprofen merupakan jenis obat anti inflamasi non-steroid. Obat ini dapat meredakan
rasa sakit ringan hingga menengah serta mengurangi inflamasi atau peradangan.
4. Mana menurut Anda antiradang yang paling baik dan paling kuat, jelaskan alasannya
Jawaban:
Diklofenak, karena dimana garam kalium absorpsinya lebih cepat dari pada garam natrium
sehingga kurang mengiritasi lambung.
5. Jelaskan mekanisme kerja antibiotik/ anti jamur/anti virus/ anti protozoa secara lengkap
dengan nama obat dan golongan nyamasingmasing secara lengkap
Jawaban:
Mekanisme kerja antibiotic ada 4 mekanisme,yaitu:
i. Mekanisme kerja antibiotic melalui penghambatan sintesis dinding sel
Dinding sel merupakan lapisan luar sel bakteri yang berfungsi mempertahankan
bentuk sel dan pelindung sel bakteri yang memiliki tekanan osmotic internal yang
lebih tinggi daripada lingkungannya. Tekanan osmotic internal bakteri gram positif
lebih besar 3 hingga 5 kali daripada tekanan osmotick.
Internal bakteri gram negatif. Penghambatan sintesis dinding sel menyebabkan sel
lisis. Dinding sel bakteri mengandung peptidoglikan yang secara kimia berisi
polisakarida dan campuran rantai polipeptida yang tinggi. Polisakarida dari
peptidoglikan berisi gula amino N-acetylglucosamine dan asam acetylmuramic. Sifat
keras pada dinding sel disebabkan oleh hubungan saling silang rantai peptide (seperti
melalui ikatan pentaglycine) yang merupakan hasil reaksi transpeptidasi yang
dilakukan oleh beberapa enzim. Semua -lactam menghambat sintesis dinding sel
bakteri dengan berikatan pada reseptor sel (beberapa merupakan enzim
transpeptidase). Reseptor yang berbeda memiliki afinitas yang berbeda terhadap
antibiotic. Protein reseptor ini berada dibawah control kromosom, sehingga mutasi
dapat mengubah jumlah atau afinitas reseptor terhadap antibiotic -lactam. Setelah
-lactam melekat pada satu atau beberapa reseptor, reaksi transpeptidasi dihambat
dan sintesis peptidoglikan dihentikan. Kemudian terjadi perpindahan atau inaktivasi
inhibitor enzim otolitik pada dinding sel. Aktivitas enzim litik akan enyebabkan lisis jika
lingkungan isotonic. Penghambatan enzim tranpeptidase oleh penisilin dan
sefalosporin menyebabkan hilangnya D-alanine dari rantai pentapeptida dalam reaksi
transpeptidasi.
ii. Mekanisme kerja antibiotic melalui hambatan fungsi membran sel
Membrane sel bakteri berfungsi sebagai barrier permeabilitas selektif, berperan dalam
transpor aktif dan mengontrol komposisi internal sel. Ketika fungsi integritas
membrane sel dirusak maka makromolekul dan ion akan keluar dari sel, kemudian sel
rusak dan mati. Antobiotik yang menghambat fungsi membrane sel akan berikatan
dengan sterol yang terdapat pada membrane sel bakteri.
iii. Mekanisme kerja antibiotic melalui penghambatan sintesis protein
Aminoglikosida merupakan salah satu antibiotic yang menghambat sintesis protein.
Penghambatannya melalui penambahan aminoglikan pada reseptor protein spesifik
pada subunit 30S ribosom bakteri. Kemudian aminoglikosida akan memblokir aktivitas
inisiasi kompek normal pembentukan peptide (mRNA+Formyl methionine+tRNA).
Selanjutnya akan terjadi salah pembacaan daerah pengenalan ribosom secara
konsekuen asam amino oksalat dimasiukan kedalam peptide sehingga menghasilkan
protein fungsional. Selanjutnya penambahan amino glikosida berakibat, dalam
pemecahan polisom menjadi monosom yang tidak dapat mensintesis protein.
iv. Mekanisme kerja antibiotic melalui penghambatan asam nukleat
antibiotik seperti rifampin akan menghambat pertumbuhan bakteri dengan ikatan
yang sangat kuat dengan enzim DNA Dependent RNA polymyrase bakteri, sedangkan
antibiotik trimetoprim akan menghambat sintesia asam nuklet melalui penghambatan
enzin reduktase dihidrofolat, enzim ini mereduksi dihidrofolik terhadap asam
tetrahidrofolat, yang berperan dalam sintesis purin dan DNA.

Jenis golongan antibiotik yang utama meliputi:


a. Penicillins, contohnya penicillin V, flucloxacillin, and amoxicillin.
b. Cephalosporins, contohnya cefaclor, cefadroxil, cefalexin.
c. Tetracyclines, contohnya tetracycline, doxycycline, and minocycline.
d. Aminoglycosides, contohnya gentamicin, amikacin, and tobramycin.
e. Macrolides, contohnya erythromycin, azithromycin, and clarithromycin.
Clindamycin.
f. Sulfonamides and trimethoprim, contohnya co-trimoxazole. Metronidazole and
tinidazole.
g. Quinolones, contohnya ciprofloxacin, levofloxacin, and norfloxacin.
6. Perbedaan bakteriostatik dan bakteriosidal, jelaskan
Jawaban:
Klasifikasi antibiotika dan kemoterapetika yang sering dianjurkan dan digunakan adalah
berdasarkan bagaimana kerja antibiotika tersebut terhadap kuman, yakni antibiotika yang
bersifat primer bakteriostatik dan antibiotika yang bersifat primer bakterisid. Berdasarkan
sifatnya (daya hancurnya) antibiotic dibagi menjadi dua:
1. Antibiotik yang bersifat bakterisidal, yaitu antibiotik yang bersifat destruktif terhadap
bakteri.
2.Antibiotik yang bersifat bakteriostatik, yaitu antibiotik yang bekerja menghambat
pertumbuhan atau multiplikasi bakteri.
Antibiotika yang bakterisid, yang secara aktif membasmi kuman meliputi misalnya
penisilin, sefalosporin, aminoglikosida (dosis besar), kotrimoksazol, rifampisin, isoniazid, -
laktam, aminoglikoside, kuinolon, dan lain-lain. Antibiotik yang mempunyai sifat
bakterisidal membunuh bakteri target dan cenderung lebih efektif serta tidak perlu
menggantungkan pada sistem imun manusia. Sangat perlu digunakan pada pasien dengan
penurunan sistem imun.
Sedangkan, yang termasuk bakteriostatik di sini misalnya sulfonamida, tetrasiklin,
kloramfenikol, eritromisin, trimetropim, linkomisin, klindamisin, asam paraaminosalisilat,
dan lain-lain. Obat obat bakteriostatik bekerja dengan mencegah pertumbuhan kuman,
tidak membunuhnya, sehingga pembasmian kuman sangat tergantung pada daya tahan
tubuh. Bakteriostatik justru bekerja menghambat pertumbuhan bakteri dan dapat
memanfaatkan sistem imun inang. Pembagian bakteriostatik dan bakterisid ini tidak
absolut, tergantung dari konsentrasi obat, spesies bakteri dan fase perkembangannya.
Manfaat dari pembagian ini berguna dalam hal pemilihan antibiotika, pada pasien dengan
status imunologi yang rendah (imunosuppressed) misalnya penderita HIV-AIDS, pada
pasien pembawa kuman (carrier), pada pasien dengan kondisi sangat lemah
(debilitated)misalnya pada pasien-pasien end-stage, maka harus dipilih antibiotika
bakterisid.
Manfaat dari pembagian ini dalam pemilihan antibiotika mungkin hanya terbatas, yakni
pada kasus pembawa kuman (carrier), pada pasien-pasien dengan kondisi yang sangat
lemah (debilitated) atau pada kasus-kasus dengan depresi imunologik tidak boleh
memakai antibiotika bakteriostatik, tetapi harus bakterisid. Secara klasik selalu dianjurkan
bahwa kombinasi antibiotik bakterisid dan bakteriostatik akan merugikan oleh karena
antibiotik bakterisid bekerja pada kuman yang sedang tumbuh, sehingga kombinasi
dengan jenis bakteriostatik akan memperlemah efek bakterisidnya. Tetapi konsep ini
mungkin tidak bisa begitu saja diterapkan secara luas dalam klinik, oleh karena beberapa
kombinasi yang dianjurkan dalam klinik misalnya penisilin (bakterisid) dan kloramfenikol
(bakteriostatik) justru merupakan alternatif pengobatan pilihan untuk meningitis bakterial
yang umumnya disebabkan oleh kuman Neisseria meningitidis, Haemophilus influenza.
7. Jelaskan juga mekanisme resistensi pada antibiotik/ anti jamur/anti virus/ anti
protozoadan bagaimana Anda menjelaskan cara untuk mencegah dan mengurangi
resistensi tersebut
Jawaban:
Mekanisme resistensinya adalah jika obat digunakan dengan dosis yang terlalu rendah,
atau waktu terapi kurang lama, maka hal ini dapat menyebabkan terjadinya resistensi
artinya bakteri tidak peka lagi terhadap obat yang bersangkutan.
Untuk mencegah resistensi, dianjurkan menggunakan kemoterapi dengan dosis yang
tepat atau dengan menggunakan kombinasi dari dua ataua tiga obat khususnya pada TBC,
lepra, dan AIDS.
8. Apa yang dimaksud dengan infeksi sekunder samakah dengan infeksi nosokomial
Jawaban:
Infeksi sekunder adalah infeksi yang merasuk selama atau setelah pengobatan penyakit.
Infeksi tersebut dapat bervariasi dalam keparahan dan frekuensi, tergantung pada
sejumlah faktor, termasuk kesehatan pasien, penyebab masalah awal, pendekatan
pengobatan yang digunakan, dan kondisi fasilitas di mana pasien diperlakukan. Kadang-
kadang, dengan mudah disembuhkan, sementara di lain waktu, pada saat tak terduga bisa
membuat frustasi tenaga medis.
Infeksi sekunder sama dengan infeksi nosokomial
9. Jelaskan mekanisme kerja dan golongan obat yang bekerja pada jantung
Jawaban:
a. Kardiotonika
Mekanisme kerja: glikosida jantung ini merintangi system penyaluran impuls A-V
(atrioventikuler, yakni dari serambi ke bilik hingga penyaluran tersebut diperlambat).
Termasuk kedalam golongan obat ini:
1. Digitalis folium
2. Digoksin
3. Digitoksin
4. Quabain
5. Proscilaridin
b. Obat-obat angina pectoris
Mekanisme kerja: dapat diobati dengan vasodilator arteri jantung dan zat yang
mengurangi kebutuhan jantung akan oksigen.
c. Antiaritmia
Mekanisme kerja: menurunkan frekuensi denyutan jantung (efek kronotrop negative),
umumnya obat-obatan ini juga mengurangi daya kontraksi jantung (efek inotrop
positif).
Dibagi 4 golongan,yaitu:
1. Zat-zat dengan daya anestetika local, disebut juga efek kinidin atau efek stabilisasi
membrane
2. Zat perintang reseptor beta adrenergic atau beta bloker
3. Zat yang memperpanjang masa refrakter, dengan jalan memperpanjang aksi
potensial
4. Antagonis kalsium
10. Jelaskan mekanisme dan golongan obat obat yang bekerja pada sistem saraf pusat
Jawaban:
Mekanisme:
1. Merangsang atau menstimulasi, yang secara langsung maupun tidak langsung
merangsang aktivitas otak, sumsum tulang belakang beserta sarafnya
2. Menghambat atau mendepresi, yang secara langsung maupun tidak langsung
memblokir proses tertentu pada aktivitas otak, sumsum tulang belakang dan saraf-
sarafnya
Golongan obat:
1. Analgetika-antipiretika
2. Anti emetika
3. Anti epilepsy
4. Psikofarmaka
5. Hipnotika dan sedative
6. Anestetika
7. Anti parkinson
11. Jelaskan mekanisme dan golongan obat kanker baik secara farmakologi dan non
farmakologi
Jawaban:
a. Zat-zat alkilasi
Mekanisme kerja: berkhasiat terhadap sel yang sedang membelah
b. Anti metabolit
Mekanisme kerja: mengganggu sintesis DNA dengan jalan antagonisme saingan
c. Anti mitotika
Mekanisme kerja: mencegah pembelahan sel dengan merintangi pembelahan inti sel
d. Antibiotika
Mekanisme kerja: mengikat DNA sel kanker secara kompleks, sehingga sintesanya
terhenti
e. Imunomodulator
Mekanisme kerja: mempengaruhi secara positif reaksi biologis tubuh terhadap tumor
f. Hormone dan antihormon
g. Obat-obat lainnya
12. Mekanisme anti histamin dan golongan obatnya
Jawaban:
Mekanisme kerja
Antihistamin bekerja dengan cara menutup reseptor syaraf yang menimbulkan rasa gatal,
iritasi saluran pernafasan, bersin, dan produksi lendir (alias ingus). Antihistamin ini ada 3
jenis, yaitu Diphenhydramine, Brompheniramine, dan Chlorpheniramine. Yang paling
sering ditemukan di obat bebas di Indonesia adalah golongan klorfeniramin (biasanya
dalam bentuk klorfeniramin maleat).
Antihistamin menghambat efek histamin pada reseptor H1. Tidak menghambat pelepasan
histamin, produksi antibodi, atau reaksi antigen antibodi. Kebanyakan antihistamin
memiliki sifat antikolinergik dan dapat menyebabkan kostipasi, mata kering, dan
penglihatan kabur. Selain itu, banyak antihistamin yang banyak sedasi. Beberapa
fenotiazin mempunyai sifat antihistamin yang kuat (hidroksizin dan prometazin).
Penggolongan Antihistamin
1. H1-blockers (antihistaminika klasik)
Mengantagonir histamin dengan jalan memblok reseptor-H1 di otot licin dari dinding
pembuluh,bronchi dan saluran cerna,kandung kemih dan rahim. Begitu pula melawan
efek histamine di kapiler dan ujung saraf (gatal, flare reaction). Efeknya adalah
simtomatis, antihistmin tidak dapat menghindarkan timbulnya reaksi alergi
Dahulu antihistamin dibagi secara kimiawi dalam 7-8 kelompok, tetapi kini digunakan
penggolongan dalam 2 kelompok atas dasar kerjanya terhadap SSP, yakni zat-zat
generasi ke-1 dan ke-2.

a.Obat generasi ke-1: prometazin, oksomemazin, tripelennamin, (klor) feniramin,


difenhidramin, klemastin (Tavegil), siproheptadin (periactin), azelastin (Allergodil),
sinarizin, meklozin, hidroksizin, ketotifen (Zaditen), dan oksatomida (Tinset).
Obat-obat ini berkhasiat sedatif terhadap SSP dan kebanyakan memiliki efek
antikolinergis
b. Obat generasi ke-2: astemizol, terfenadin, dan fexofenadin, akrivastin (Semprex),
setirizin, loratidin, levokabastin (Livocab) dan emedastin (Emadin). Zat- zat ini bersifat
khasiat antihistamin hidrofil dan sukar mencapai CCS (Cairan Cerebrospinal), maka pada
dosis terapeutis tidak bekerja sedative. Keuntungan lainnya adalah plasma t2-nya yang
lebih panjang, sehingga dosisnya cukup dengan 1-2 kali sehari. Efek anti-alerginya selain
berdasarkan, juga berkat dayanya menghambat sintesis mediator-radang, seperti
prostaglandin, leukotrin dan kinin.
2. H2-blockers (Penghambat asma)
obat-obat ini menghambat secara efektif sekresi asam lambung yang meningkat akibat
histamine, dengan jalan persaingan terhadap reseptor-H2 di lambung. Efeknya adalah
berkurangnya hipersekresi asam klorida, juga mengurangi vasodilatasi dan tekanan
darah menurun. Senyawa ini banyak digunakan pada terapi tukak lambug usus guna
mengurangi sekresi HCl dan pepsin, juga sebagai zat pelindung tambahan pada terapi
dengan kortikosteroida. Lagi pula sering kali bersama suatu zat stimulator motilitas
lambung (cisaprida) pada penderita reflux.
Penghambat asam yang dewasa ini banyak digunakan adalah simetidin, ranitidine,
famotidin, nizatidin dan roksatidin yang merupakan senyawa-senyawa heterosiklis dari
histamin.
13. Jelaskan mekanisme dan golongan zat imunomodulator dan imunosupresor
Jawaban:
Golongan obat imunomodulator bekerja dengan tiga cara yaitu:
a. Imunorestorasi : adalah suatu cara untuk mengembalikan fungsi sistem imun yang
terganggu dengan memberikan berbagai komponen sistem imun, seperti:
immunoglobulin dalam bentuk Immune Serum Globulin (ISG), Hyperimmune Serum
Globulin (HSG), plasma, plasmapheresis, leukopheresis, transplantasi sumsum tulang, hati
dan timus.
- ISG dan HSG
Diberikan untuk memperbaiki fungsi sistem imun pada penderita dengan defisiensi imun
humoral, baik primer maupun sekunder. ISG dapat diberikan secara intravena dengan
aman. Defisiensi imunoglobulin sekunder dapat terjadi bila tubuh kehilangan Ig dalam
jumlah besar, misalnya pada sindrom nefrotik, limfangiektasi intestinal, dermatitis
eksfoliatif dan luka bakar.
- Plasma
Infus plasma segar telah diberikan sejak tahun 1960 dalam usaha memperbaiki sistem
imun. Keuntungan pemberian plasma adalah semua jenis imunoglobulin dapat diberikan
dalam jumlah besar tanpa menimbulkan rasa sakit
- Plasmapheresis
Plasmapheresis (pemisahan sel darah dari plasma) digunakan untuk memisahkan plasma
yang mengandung banyak antibodi yang merusak jaringan atau sel, seperti pada penyakit:
miastenia gravis, sindroma goodpasture dan anemia hemolitik autoimun.
- Leukopheresis
Pemisahan leukosit secara selektif dari penderita telah dilakukan dalam usaha terapi
artritis reumatoid yang tidak baik dengan cara-cara yang sudah ada (Gemi, 2010: 152).
b. Imunostimulasi : adalah cara memperbaiki fungsi sistem imun dengan menggunakan
bahan yang merangsang sistem tersebut. Biological Response Modifier (BRM) adalah
bahanbahan yang dapat merubah respons imun, biasanya meningkatkan. Bahan yang
disebut imunostimulator itu dapat dibagi sebagai berikut:
1. Biologik
- Hormon timus Sel epitel
- Limfokin
- Interferon
- Antibodi monoclonal
- Transfer factor / ekstrak leukosit
- Lymphokin-Activated Killer (LAK) cells
- Bahan asal bakteri
- Bahan asal jamur
2. Sintetik
- Levamisol
- Isoprinosin
- Muramil Dipeptida (MDP)
- Bahan-bahan lain
c. Imunosupresi : adalah suatu tindakan untuk menekan respons imun. Kegunaannya di
klinik terutama pada transplantasi untuk mencegah reaksi penolakan dan pada berbagai
penyakit inflamasi yang menimbulkan kerusakan atau gejala sistemik, seperti autoimun
atau auto-inflamasi.
1. Steroid
Steroid seperti glukokortikoid atau kortikosteroid (KS) menunjukkan efek anti-inflamasi
yang luas dan imunosupresi. Efek ini nampak dalam berbagai tingkat terhadap produksi,
pengerahan, aktivasi dan fungsi sel efektor. Efek anti-inflamasi dan efek imunosupresi KS
sulit dibedakan karena banyak sel, jalur dan mekanisme yang sama terlibat dalam kedua
proses tersebut. KS efektif terhadap penyakit autoimun yang sel T dependen seperti
tiroiditis Hashimoto, berbagai kelainan kulit, polymiositis, beberapa penyakit reumatik,
hepatitis aktif dan inflammatory bowel disease.
2. Cyclophosphamide atau cytoxan dan chlorambucil
Merupakan alkylating agent yang dewasa ini banyak digunakan dalam pengobatan imun,
sebagai kemoterapi kanker dan pada transplantasi sumsum tulang. Oleh karena efek
toksiknya, hanya digunakan pada penyakit berat.
3. Anatagonis purin: Azathioprine dan Mycophenolate Mofetil Azathioprine (AT)
digunakan di klinik sebagai transplantasi, arthritis reumatoid, LES, inflamatory bowel
disease, penyakit saraf dan penyakit autoimun lainnya. Mycophenolate Mofetil (MM)
adalah inhibitor iosine monophosphate dehydrogenase, yang berperan pada sintetis
guanosin. Digunakan pada transplantasi (ginjal, jantung, hati), artritis reumatoid dan
kondisi lain seperti psoriasis.
4. Cyclosporine-A, Tacrolimus (FK506) dan Rapamycin
Ketiga obat di atas digunakan untuk mencegah reaksi penolakan pada transplantasi antara
lain: sumsum tulang dan hati.
5. Methotrexate (MTX)
Merupakan antagonis asam folat yang digunakan sebagai anti kanker dan dalam dosis
yang lebih kecil digunakan pada pengobatan artritis reumatoid, juvenile artritis
reumatoid, polymyositis yang steroid resisten dan dermomyositis, sindrom Felty, sindrom
Reiter, asma yang steroid dependen dan penyakit autoimun lain.
6. Imunosupresan lain
Radiasi, drainase duktus torasikus dan pemberian interferon dosis tinggi telah digunakan
secara eksperimental dalam klinik sebagai imunosupresan. Di masa mendatang sudah
dipikirkan penggunaan prostaglandin, prokarbazin, miridazol dan antibodi anti sel T.
7. Antibodi monoclonal
Antibodi dapat merupakan suatu imunosupresan yang aktif baik untuk sel B maupun sel T.
Berbagai antibodi monoklonal seperti terhadap Leucocyte Differentiation Antigen dapat
menekan imunitas spesifik dan non-spesifik seperti CD3 dan CD8. Dengan diketahuinya
peranan sitokin dan ditemukannya reseptor terhadap sitokin yang larut, telah dipikirkan
pula untuk menggunakan mekanisme ini untuk mempengaruhi respons imun
Golongan obat imunosupresan:
1. Azatioprin
Mekanisme kerja: Azotioprin adalah antimetabolit golongan purin yang merupakan
prekursor 6-merkaptopurin. Azotioprin dalam tubuh diubah menjadi 6-
merkaptopurin(6-MP) yang merupakan metabolit aktif dan bekerjaMenghambat sintesis
de novo purin.
2. Metotreksat (MTX)
Digunakan sebagai obat tunggal atau kombinasi dengan siklosporin dalam mencegah
penolakan cangkok sumsum tulang. MTX juga berguna untuk penyakit autoimun dan
peradangan tertentu. Saat ini disetujui untuk digunakan dalam pengobatan artritis
reumatoid yang aktif dan berat pada orang dewasa dan pada psoriasis yang sudah
refrakter terhadap obat lain.
3. Siklofosfamid
Secara umum siklofosfamid mengurangi respon imun humoral dan meningkatkan
respon imun selular. Selain pada bedah cangkok, obat ini juga digunakan pada artritis
reumatoid, sindrom nefrotik dan granulomatosis Wegener.
4. Kortikosteroid
Mekanisme Kerja: Glukokortikoid dapat menurunkan jumlah limfosit secaraCepat,
terutama bila diberikan dalam dosis besar.Studi terbaru menunjukkan bahwa
kortikosteroid menghambatProliferasi sel limfosit T,imunitas seluler.
5. Siklosporin (Cyclosporin A)
Berasal dari jamur Tolypocladium inflatum gams. Siklosporin punya efek imunosupresan
karena mempunyai kemampuan yang selektif dalam menghambat sel T. Siklosporin
digunakan terutama dalam kombinasi denga prednison untuk mempertahankan ginjal,
hati dan cangkok jantung pada transplantasi.
6. Rho (D) imunoglobulin
Antibodi ini merupakan bentuk spesifik dalam pengobatan imunologi untuk ibu dengan
Rho (D) negatif yang terpapar darah Rho (D) positif pada perdarahan karena abortus,
amniosintesis, trauma abdomen atau kelahiran biasa dari janin.
7. Tacrolimus (prograf)
Senyawa makrolida ini diekstraksi dari jamur streptomyces tsukubaensis (1993). Khasiat dan
mekanisme immunosupressivenya sama dengan sikolosporin, tetapi ca lebih kuat 50x dalam hal
pencegahan sintesa IL-2 yang mutlak perlu untuk proliferasi sel T.
8. Mycofenolat-mofetil (CellCept)
Obat terbaru ini (1996) adalah prodrug dengan khasiat menekan perbenyakan dari khusus
limfosit melalui inhibisi enzim dehidrogenasi yang diperlukan untuk sintese purin
(DNA/RNA).
9. Talidomida (synovir)
Derivat-piperidin ini (1957) adalah obat tidur dengan efek teratogen sangat kuat (peristiwa
softenon, 1962, lihat edisi empat), yang berdasarkan khasiat anti-angiogenesisnya.
10. Sulfalazin (sulcolon)
Sulfalazin adalah persenyawaan sulfapiridin dengan 5- ASA yang bersifat antiradang dengan
jalan blokade siklo-oksigenase serta lipoksigenase dan dengan demikian mencegah sintesis
prostaglandin dan leukotrien .
14. Jelaskan penggolongan obat kanker dan temukan 5 penyakit kanker terbanyak di
Indonesia dan pengobatannya
Golongan obat:
1. Zat-zat alkilasi
Mekanisme kerja: berkhasiat terhadap sel yang sedang membelah
2. Anti metabolit
Mekanisme kerja: mengganggu sintesis DNA dengan jalan antagonisme saingan
3. Anti mitotika
Mekanisme kerja: mencegah pembelahan sel dengan merintangi pembelahan inti sel
4. Antibiotika
Mekanisme kerja: mengikat DNA sel kanker secara kompleks, sehingga sintesanya
terhenti
5. Imunomodulator
Mekanisme kerja: mempengaruhi secara positif reaksi biologis tubuh terhadap tumor
6. Hormone dan antihormon
7. Obat-obat lainnya
5 penyakit kanker:
a. Kanker serviks
b. Kanker payudara
c. Kanker hati
d. Kanker tumor
e. Kanker darah
Cara pengobatannya:
Besarnya jumlah penderita kanker di Indonesia ini sebenarnya bisa dikurangi jika
membiasakan hidup sehat. Seperti dengan rajin berolahrga, makan buah dan sayuran,
menghindari makanan berpengawet dan menjauhi alkohol serta rokok.
Namun, jika sudah terlanjur menderita kanker, tak ada hal lain yang bisa dilakukan
selain melakukan pengobatan. Pengobatan kanker selain lewat medis, juga bisa
dilakukan secara alternatif. Pengobatan alternatif bagi penderita kanker bisa dilakukan
dengan minum obat herbal antikanker yang berkhasiat menumpas habis sel kanker
sampai ke akar-akarnya seperti Sarang Semut yang kini dikenal sebagai herbal
antikanker dengan reaksi tercepat.
Hanya 1-2 bulan penggunaan, efek positif sudah dapat dirasakan oleh penderita kanker.
Penderita kanker tidak perlu cemas akan efek samping yang ditimbulkan karena sejauh
ini tidak ada efek samping negatif yang dilaporkan oleh para penggunanya. Penderita
kanker dapat sembuh tanpa perlu menjalani berbagai macam pengobatan yang rumit
dan menyakitkan.
Daftar Pustaka
Fitrianingsih Dwi, dkk.2009. farmakologi obat-obat dalam praktek kebidanan.yogyakarta :
Binari Media Utama.
Anonim. 2006. Informai spesialite obat indonesia : volume 41; Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia
: jakarta .
Boyd, W. (1971). An Introduction to the Study of Disease. Ed 6. Philadelphia: Lea &
Febiger. Halaman 96- 1 01 .
Campbell, W.B. (1991). Lipid-Derived Autacoids : Eicosanoids and Platelet-Activating Factor.
Dalam: Goodman and Gilman's The Pharmacological Basis of Therapeutics. Ed 8.
Editor: Gilman, A.G. et al. New York: Pergamon Press. Vol. I. Halaman 600-602, 605-
606, 61 1.
Garrison, I.C. (1991). Histamine, Bradykinin, 5-Hydroxy-tryptamine, and their Antagonist.
Dalam: Goodman and Gilman's The Pharmacological Basis of Therapeutics. Ed 8.
Editor: Gilman, A.G. et al. New York: Pergamon Press. Vol. I. Halaman 579-
580,588,593.
Haynes R.C. (1991). Adrenocorticotropic Hormone. Dalam: Goodman and Gilman's The
Pharmacological Basis of Therapeutics. Ed 8. Editor: Gilman, A.G. et al. New York:
Pergamon Press. Vol. II. Halaman 1443.
Hirschelmann, R. (1991). Nichtsteroidale Antiphlogistika. Med. Mo. Pharm., 4: 104.
Insel, P.A. (1991). Analgesic-Antipyretics and Antiinflammatory Agents: Drugs Employed in
the Treatment of Rheumatoid Arthritis and Gout. Dalam: Goodman and Gilman's The
Pharmacological Basis of Therapeutics. Ed 8. Editor: Gilman, A.G. etal. New York:
Pergamon Press. Vol. I. Halaman 639,648,665,667.
Korolkovas, A. (1988). Essentials of Medicinal Chemistry. Ed 2. New York: A Wiley
lnterscience Publ. Halaman 1052-1053.

Richard, Harkness. (1989). Informasi Obat. Diterjemahkan oleh Goeswin Agoes dan
MathildaB.Widianto. Bandung: Penerbit ITB.

Tatro DS (Ed.) .(1992).Drug Interaction Facts. J.B. Lippincott Co. St. Louis

Tatro, D. (2009). Drug Interaction Facts. The authority on drug interactions.

Brooks, F. G., J. S. Butel dan S. A. Morse. 2005. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 22. Salemba
Medika. Jakarta.

Entjang, I. 2003. Mikrobiologi dan Parasitologi untuk Akademi Keperawatan. Citra Aditya
Bakti. Bandung.

Glazer AN., Nikaido H. (2007). Microbial Biotechnology: Fundamentals Of Applied


Microbiology Second Edition. Cambridge University Press.

Khairan, Umar A, Jenie, and Retno S Sudibyo. 2009. Fragmentation Studies of delta6,7-
Anhidroreitromisin-A By Liquid Chromatography-Mass Spectroscopy (LC-MS). Indo. J
Chemistry, 9(3) : 491-499.

Pelczar, M.J., E.C.S. Chan. 2005. Dasar-dasar Mikrobiologi. UI Press. Jakarta.

Pratiwi, Silvia T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Erlangga. Jakarta.

Rahayu, D.I., 2011. Prinsip Pengobatan. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang

Sri A. D.G, L.Z. Udin, Ika G.K. dan Viena S. 2009. Studi Biosintesis Antibiotika Dan Aktivitas
Antibiotika Dari Jamur Penicillium Chrysogenum Pada Berbagai Kondisi Proses Fermentasi.
LIPI Bandung

Rahayu Utami, Eka. 2012. Antibiotika, Resistensi, dan Rasionalitas Terapi. Malang : Saintis.
Vol. 1 No.1.

Anda mungkin juga menyukai