DISUSUN OLEH:
ANDRE CIPTA RAZOKI SARAGIH
NIM: 170301064
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ekosistem merupakan keanekaragaman suatu komunitas dan lingkungannya yang berfungsi
sebagai suatau satuan ekologi di alam, komunitas organik yang terdiri atas tumbuhan dan hewan
bersama habitatnya, keadaan khusus tempat komunitas suatu organisme lain dan komponen organisme
tidak hidup dari suatu lingkungan yang saling berinteraksi.
Pantai adalah tepi laut atau pesisir dan juga merupakan perbatasan antara daratan dengan laut.
Pantai juga tempat hidup beberapa organisme, selain itu juga sebagai sarana wisata dan sebagai sarana
memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat setempat.
Dari uraian di atas maka ekosistem pantai merupakan suatu komunitas yang menjadi habitat
beberapa organisme yang hidup di daerah sekitar pantai. Dengan kata lain pantai merupakan faktor
abotik yang perlu dijaga kelestariaannya agar faktor biotik yang menggantungkan hidupnya pada daerah
pantai dapat menciptakan suatu hubungan timbal balik. Dan manusia sebagai makhluk hidup yang
berakal mempunyai potensi paling besar dibandingkan hewan ataupun makhluk lainnya dalam rangka
mempertahankan ekosistem alam. Meskipun keberadaan manusia dianggap sebagai makhluk yang
potensial dalam menjaga kelestarian ekosistem, namun tidak sedikit manusia yang hanya memanfaatkan
kekayaan alam tetapi tidak memberikan timbal balik yang postif bagi alam. Hal yang demikian itulah
yang sekarang ini menjadi masalah pelik yang sulit dipecahkan, bahkan keadaan pantai pun semakin
terancam, sebab semakin banyak pantai yang sudah dijadikan objek wisata tapi kurang dijaga
kebersihannya sehingga dapat mengganggu keberangsungan organisme yang berada di sekitar pantai.
B. Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dalam penyusunan paper ekosistem pantai di antaranya menyangkut
pengertian, jenis-jenis, makhluk hidup penghuni ekosistem pantai, manfaat, dan mengetahui apakah ada
dampak negatif dari kegiatan manusia pada kelestarian ekosistem pantai serta penanggulangan
pencemaran pada ekosistem pantai.
C. Manfaat Penulisan
Dari setiap penulisan suatu paper pasti adanya manfaat yang bisa didapatkan seperti halnya
penulisan paper ini, antara lain:
D. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan paper ini adalah untuk mengetahui ekosistem
pantai yang meliputi pengertian dan apa saja yang ada pada ekosistem pantai tersebut. Dari penulisan
ini diharapkan apa yang kita ketahui tentang ekosistem pantai agar mahasiswa maupun masyarakat
umum untuk melindungi dan melestarikan ekosistem pantai.
BAB II
PEMBAHASAN
1
Dahuri, Keanekaragaman Hayati Laut. Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia, PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 2003.
salah satu ekosistem yang berada di wilayah pesisir, dan terletak antara garis air surut terendah
dengan air pasang tertinggi. Ekosistem ini berkisar dari daerah yang substratnya berbatu dan
berkerikil (yang mendukung flora dan fauna dalam jumlah terbatas) hingga daerah berpasir
aktif (dimana populasi bakteri, protozoa, metazoa ditemukan) serta daerah bersubstrat liat, dan
lumpur (dimana ditemukan sebagian besar komunitas binatang yang jarang muncul ke
permukaan (infauna). Pantai yang terbuka biasanya memiliki kondisi lingkungan yang kurang
baik, yakni kondisi fisik yang tidak stabil akibat fluktuasi suhu, salinitas, dan kelembaban yang
tinggi (Dahuri, 2003)2. Untuk mengidentifikasi pesisir harus terlebih dahulu disamakan cara
pandang atau pendekatan yang digunakan Secara geomorfologis pesisir dapat diidentifikasi
dari bentuk lahannya yang secara genetik berasal dari proses marin, fluviomarin, organik, atau
aeoiomarin. Secara biologi, karakteristik pesisir dapat diketahui dari persebaran ke arah darat
biota pantai, baik persebaran vegetasi maupun persebaran hewan pantai. Secara klimatologi,
karakteristik pesisir ditentukan berdasarkan pengaruh angin laut. Secara hidrologi,
karakteristik pesisir ditentukan seberapa jauh pengaruh pasang air laut yang masuk ke darat.
Susunan faktor-faktor lingkungan dan kisaran yang dijumpai di zona intertidal/ zona
pasang surut disebabkan zona ini berada di udara terbuka selama waktu tertentu dalam waktu
setahun, dan kebanyakan faktor fisiknya menunjukkan kisaran yang lebih besar di udara
daripada di air. Adapun faktor-faktor pembatas yang menjadi indikator di wilayah pesisir dapat
disebutkan sebagai berikut:
2
Ibid.
tidak berarti bahwa semua pantai mengalami kisaran atau tipe pasang surut yang sama.
Penyebab terjadinya pasang surut dan kisaran yang berbeda, sangat kompleks dan
berhubungan dengan interaksi tenaga penggerak pasang surut, matahari dan bulan, rotasi
bumi, geomorfologi pasu samudra, dan osilasi alamiah berbagai pasu samudera. Naik
turunnya muka laut dapat terjadi sekali sehari atau sering juga disebut pasang surut diurnal,
atau dua kali sehari atau disebut juga pasang surut semi diurnal. Dan ada juga yang
berperilaku diantara keduanya disebut dengan pasang surut campuran. Pada suatu perairan
pasang surut ini dapat diprediksi dengan analisa numerik sehingga pengetahuan kita tentang
ramalan pasang surut akan memudahkan pada saat kita melaksanakan penelitian di daerah
pesisir. Untuk keperluan itu diperlukan data pengukuran paling sedikit selama 15 hari, atau
selama 18.6 tahun jika ingin mendapatkan hasil prediksi dengan akurasi yang tinggi. Data-
data yang didapat tersebut dapat kita uraikan menjadi komponen pasang surut, yang kita
kenal dengan komponen harmonik. Hal ini dimungkinkan karena pasang surut bersifat
sebagai gelombang, sehingga dengan mengetahui amplitudo dan perioda dari masing-
masing komponen pasut tersebut, kita dapat mensitesanya melalui penjumlahan komponen
pasut yang ada.
2. Gelombang
Di zona intertidal, gerakan ombak mempunyai pengaruh yang terbesar terhadap organisme
dan komunitas dibandingkan dengan daerah-daerah laut lainnya. Pengaruh in terlihat nyata
baik secara langsung maupun tidak langsung. Aktivitas gelombang mempengaruhi
kehidupan pantai secara langsung dengan dua cara utama.
a. Pengaruh mekaniknya menghancurkan dan menghanyutkan benda yang terkena. Sering
terjadi penghancuran bangunan-bangunan buatan manusia yang disebabkan oleh
berbagai jenis gelombang badai dan hal ini terjadi juga di zona intertidal. Jadi mahluk
apapun yang mendiami zona ini harus beradaptasi dengan mekanisme penghancuran
gelombang ini. Pada pantai-pantai yang memilki pasir atau kerikil, kegiatan ombak
yang besar dapat membongkar substrat yang ada disekitarnya, ehingga mempengaruhi
bentuk zona . Terpaan ombak dapat menjadi pembatas bagi organisme yang tidak dapat
menahan terpaan tersebut, tetapi diperlukan bagi organisme lain yang tidak dapat hidup
selain di daerah dengan ombak yang kuat.
b. Kegiatan ombak dapat memperluas batas zona intertidal. Ini terjadi karena
penghempasan air yang lebih tinggi di pantai dibandingkan yang terjadi pada saat
pasang surut yang normal. Deburan ombak yang terus-menerus ini membuat organime
laut dapat hidup di daerah yang lebih tinggi di daerah yang terkena terpaan ombak
daripada di daerah tenang pada kisaran pasang surut yang sama. Kegiatan ombak juga
mempunyai pengaruh kecil lainnya, yakni mencampur atau mengaduk gas-gas atmosfir
ke dalam air, jadi meningkatkan kandungan oksigen sehingga daerah yang diterpa
ombak tidak pernah kekurangan oksigen. Karena interaksi dengan atmosfer terjadi
secara teratur dan terjadi pembentukan gelembung serta pengadukan substrat, penetrasi
cahaya di daerah yang diterpa ombak dapat berkurang. Akan tetapi secara ekologi hal
ini tidak begitu jelas.
C. Jenis Pantai
Menurut Nybakken (2001)3 di lihat dari struktur tanah dan bahan penyusunnya, pantai
intertidal dapat dibedakan atas 3 jenis, yaitu:
a. Pantai Berbatu
Pantai berbatu merupakan salah satu jenis pantai yang tersusun oleh batuan induk yang
keras seperti batuan beku atau sedimen yang keras atau secara umum tersusun oleh bebatuan.
Keadaan ini berlawanan dengan penampilan pantai berpasir dan pantai berlumpur yang hampir
tandus. Dari semua pantai, pantai ini memiliki berbagai organisme dengan keragaman terbesar
baik untuk spesies hewan maupun tumbuhan.
3
Nybakken, Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001.
Gambar 2. Pantai Berbatu
Pantai berbatu menyediakan habitat untuk tumbuhan dan hewan. Habitat ini berperan
sebagai substrat, tempat mencari makan, tempat persembunyian serta tempat berinteraksinya
berbagai macam organisme khususnya yang memiliki hubungan rantai makanan. Daerah
intertidal khususnya pantai berbatu meruapakan zona yang penting untuk manusia dan
organisme lain. Daerah ini banyak dihuni hewan coelenterata, moluska, crustaceae dan
tumbuhannya adalah alga bersel tunggal, alga hijau, dan alga merah.
b. Pantai Berpasir
Pantai berpasir merupakan lingkungan yang sangat dinamis, dimana struktur fisik
habitatnya digambarkan dengan adanya interaksi antara pasir, gelombang, dan pasang surut air
laut. Pantai berpasir merupakan salah satu jenis pantai yang dinamis karena kemampuannya
untuk menyerap energy gelombang. Energy gelombang ini dikeluarkan melalui pergerakan
airnya yang membawa pasir pantai ke luar wilayah pantai pada saat gelombang besar dan
membawanya kembali ke wilayah pantai pada saat gelombang dalam keadaan tenang.
c. Pantai Berlumpur
Pantai berlumpur ini merupakan pantai yang lebih terlindung dari gerakan ombak,
keduanya cenderung mempunyai butiran yang lebih halus dan mengakumulasi lebih banyak
bahan organik sehingga menjadi berlumpur. Pantai berlumpur memiliki substrat yang sangat
halus dengan diameter kurang dari 0.002 mm. Pantai berlumpur tidak dapat berkembang
dengan hadirnya gerakan gelombang. Karena itu, pantai berlumpur hanya terbatas pada daerah
intertidal yang benar-benar terlindungi dari aktivitas gelombang laut terbuka.
Pantai berlumpur dapat berkembang dengan baik jika ada suatu sumber partikel
sedimen yang butirannya halus. Pantai berlumpur berada di berbagai tempat, sebagian di teluk
yang tertutup, gobah, pelabuhan, dan terutama estuaria. Pantai berlumpur cenderung untuk
mengakumulasikan bahan organik, yang berarti bahwa tersedia cukup banyak makanan yang
potensial untuk organisme penghuni pantai, tetapi berlimpahnya partikel organik yang halus
yang mengendap di daratan lumpur juga mempunyai kemampuan untuk menyumbat
permukaan alat pernapasan.
Indonesia memiliki wilayah laut yang lebih luas daripada dataran sehingga memungkinkan beberapa
wilayah Indonesia yang dekat dengan pesisir pantai dapat digunakan sebagai areal tambak garam. Jika
area tambak garam ini dibudidayakan secara maksimal maka garam yang dihasilkan dapat menjadi
komoditas bernilai jual dan berkualitas.
Daerah pantai sering kali dianggap sebagai lahan yang tidak produktif untuk pertanian. Namun jika
dikaji lebih dalam ternyata di Indonesia sudah banyak pantai yang dijadikan tempat pertanian pasang
surut.
Pohon kelapa dan pisang merupakan dua jenis tanaman yang mudah tumbuh di mana pun sehingga dua
jenis tanaman ini dapat di tanam di pantai.
5. Objek wisata
Hewan hewan laut seperti kerang sering dijadikan sebagai kerajinan tangan warga di pesisir pantai.
Ancaman paling besar bagi kelestarian ekosistem pantai adalah segala aktifitas manusia
yang dapat berdampak pada wilayah pantai. Hasil akhir dari aktifitas manusia yang dapat
berdampak buruk pada ekosistem pantai diantara lain adalah sampah limbah domestik, limbah
sektor perikanan, pembangunan fasilitas-fasilitas wisata
Sampah sampah yang banyak terapung di laut dapat terbawa ke tepi oleh ombak
maupun arus laut. Kemudian pada saat surut, sampah sampah tersebut akan tertinggal di
antara biota biota daerah terumbu karang, ataupun tertimbun pasir pantai. Timbunan sampah
sampah ini kadang dihanyutkan kembali aleh ombak dan arus laut, sehingga pantai ataupun
biota yang tertempel dapat bersih kembali. Tetapi terkadang ketika penghanyutan kembali,
sampah sampah tersebut tidak terbawa semua, bahkan kadang bertambah banyak sehingga
akhirnya terjadi kebusukan di lokasi tersebut. Hal ini ditinjau dari segi estetika maupun efek
biologisnya jelas sangat merugikan.
Dalam usaha perikanan selain menghasilkan nilai ekonomis yang tinggi, tetapi juga ikut
berperan dalam menghasilkan limbah. Limbah yang dominan dari usaha perikanan adalah
limbah dan pencemaran yang berupa limbah cair yang membususk sehingga menghasilkan bau
amis/busuk yang sangat mengganggu estetika lingkungan. Limbah yang dihasilkan dari
industri pengolahan hasil perikanan umumnya dapat digolongkan menjadi :
a Limbah padat : basah dan kering
b Limbah cair
c Limbah sampingan
Limbah padat basah yaitu berupa potongan potongan ikan yang tidak dimanfaatkan.
Limbah ini berasal dari proses pembersihan ikan sekaligus mengeluarkan isis perutnya yang
berupa jerohan dan gumpalan gumpalan darah. Selain itu limbah ini juga berasal dari proses
cleaning, yaitu membuang kepala, ekor, kulit dan bagian tubuh ikan yang lain, seperti sisik dan
insang.
Limbah padat kering berupa sisa/potongan karton kemasan, plastic, kertas, kaleng, tali
pengemas, label kemasan dan potongan sterofoam dan sebagainya. Kondisi limbah ini dapat
dalam keadaan bersih (belum terkontaminasi oleh bahan lain) maupun sudah terkontaminasi
bahan lain seperti ikan/udang, bahan pencuci produk, darah dan lendir ikan.
Adanya limbah tersebut menimbulkan masalah yang serius terhadap lingkungan bila
tidak dikelola dengan baik. Permasalah yang mungkin timbul adanya bau amis yang disertai
bau bususk karena proses pembusukannya sehingga mengundang datangnya berbagai vector
penyakit diantaranya adalah lalat dan tikus.
Limbah cair berupa sisa cucian ikan/udang, darah dan lender ikan, yang banyak
mengandung minyak ikan sehingga menimbulakan bau amis yang menyengat. Limbah cair
juga berasal dari sanitasi dan toilet pada lokasi usaha tersebut.
Limbah sampingan berupa jenis jenis ikan hasil tangkapan yang tidak/kurang
ekonomis untuk diolah lanjut sehingga kemudian dibuang ke laut tanpa melaui IPAL (instalasi
pengolahan air limbah). Biasanya ini biasa dilakukan oleh pengolahan tradisional yang
dilaksanakan dirumah rumah yang berlokasi di pinggir pantai, ataupun di atas permukaan air
laut.
Selanjutnya adalah ancaman yang berasal dari proses pembagunan fasilitas-fasilitas
wisata. Misalnya saja pembangunan hotel atau penginapan yang ada disekitar pantai atau
restoran di sekitar pantai. Ini mengakibatkan wilayah pantai yang awalnya didominasi oleh
tumbuhan kini menjadi bangunan-bangunan baru yang menyebabkan tak ada lagi tombuhan
yang dapat menahan pasir-pasir pantai agar tak terjadi abrasi.
Selain hal diatas yang dapat mengancam kelestarian ekosistem pantai juga adalah
Kegagalan pengelolaan SDA dan lingkungan hidup ditengarai akibat adanya tiga kegagalan
dasar dari komponen perangkat dan pelaku pengelolaan. Pertama, akibat adanya kegagalan
kebijakan (lag of policy) yang menjadikan aspek lingkungan hanya menjadi variabel minor.
Padahal, dunia internasional saat ini selalu mengaitkan segenap aktivitas ekonomi dengan isu
lingkungan hidup, seperti green product, sanitary safety, dan sebagainya. Salah satu contoh
dari kegagalan kebijakan tersebut adalah berkenaan dengan kebijakan penambangan pasir laut.
Di satu sisi, kebijakan tersebut dibuat untuk membantu menciptakan peluang investasi terlebih
pasarnya sudah jelas. Namun di sisi lain telah menimbulkan dampak yang cukup signifikan
dan sangat dirasakan langsung oleh nelayandan pembudidaya ikan di sekitar kegiatan. Bahkan
secara tidak langsung dapat dirasakan oleh masyarakat di daerah lain. Misalnya terjadi
gerusan/abrasi pantai,karena karakteristik wilayah pesisirbersifat dinamis.
Tidak semua efek dari pembuangan sampah ke laut buruk. Pada kasus pembuangan
sampah berupa kerangka mobil bekas, ban roda atau bahan karung dapat turun kedasar laut dan
menjadi habitat buatan untuk organisme laut. Binatang binatang laut dapat tinggal didalam
atapun berada didekat struktur. Keberadaan habitat buatan ini dapat mempengaruhi perubahan
lokal pada habitat dan distribusi ikan disekitar lokasi tersebut. Untuk itu diperlukan kegiatan
memilah memilah sampah, organik dan anorganik atau sampah yang masih bisa
dimanfaatkan kembali.
Upaya penanggulangan pencemaran laut akibat sampah dapat juga dilakukan dengan
Gerakan Bersih Pantai dan Laut. Pembersihan sampah dilakukan pada wilayah/ daerah aliran
sungai, muara, pantai dan laut, serta pemukiman masyarakat pesisir dan kemudian
memisahkannya menjadi sampah organik dan non organik. Hal ini dilakukan secara periodik
dengan mengerahkan komponen masa, dari kelompok anak anak sekolah dasar hingga
mahasiswa, organisasi pemuda, nelayan, pembudidaya ikan, masyarakat umum, serta segenap
organisasi organisasi dan partai akan cukup efektif sebagai media informasi, disamping
tindakan nyata yang dilakukan, kepada masyarakat akan pentingnya lingkungan yang bersih
dan sehat, termasuk juga lingkungan pesisir dan laut.
Bentuk kampaye dan penyebarluasan informasi mengenai pencemaran pesisir dan laut
harus selalu digalakan terhadap seluruh masyarakat, berikut berbagai aspek yang terkait dengan
bahayanya, seperti dengan mengurangi limbah plastik, mengurangi limbah B3, menggunakan
bahan ramah lingkungan, menjaga kebersihan pantai dan laut terutama dari sampah non
organik agar mengurangi beban nelayan karena dirugikan oleh adanya limbah terutama
sampah. Sedangkan pembersihan pantai akibat limbah dari tumpahan minyak, dimana pantai
merupakan wilayah yang berhubungan langsung dengan manusia, sehingga pembersihan
tumpahan minyak menjadi suatu keharusan yang dituntut oleh banyak pihak. Secara umum ada
tiga metode yang dapat dipakai untuk membersihkan minyak yaitu :
a. Pembersihan secara fisik, dengan cara menyapu/mengangkut material pantai yang terkena
minyak. Ini dapat dilakukan dengan menggunakan alat grader, buldoser, front loader atau
jika skalanya kecil dapat dengan menggunakan sekop dan keranjang. Penggunaan alat berat
kadang menyebabkan sejumlah bessar pasir terangkut.
Untuk daerah pantai berbatu pembersihannya lebih sulit dilakukan karena tumpahan
minyak dapat masuk kesela sela batu dan teresap sampai ke dalam pori pori batu. Sehingga
untuk kasus kasus tertentu, dibiarkan saja merupakan langkah yang baik. Pembersihan
minyak yang ada pada batu dapat menggunakan alat high pressure water jets atau dengan
steam. Cara ini memang menghilangkan minyak tetapi berpengaruh juga pada organisme yang
hidup di batu.
b. Dispersan, ada dua fungsi penggunaan dispersan, yaitu dispersan dengan konsentrasi rendah
digunakan untuk mencegah minyak masuk ke dalam pantai (disebarkan pasang surut) dan
dispersan dengan konsentrasi tinggi digunakan untuk pembersihan tumpahan minyak.
Namun penggunaan dispersan menyebabkan kerusakan lain, yaitu dispersan terlalu masuk
kedalam material pasir daripada tersebar ke arah laut. Ditambah sifak toksisitas dari
dispersan sendiri membawa pengaruh buruk terhadap ekosistem sekitar.
e. Metode lain adalah, membiarkannya pada tempat terbuka sampai beberapa minggu.
Kemudian kadar oksigen, kelembapan, dan nutrien yang cukup akan menyebabkan minyak
terbiodegradasi.
Solusi secara garis besar, haruslah dimulai dari pemerintah, walaupun yang mencemari
lingkugan adalah rakyat bukan pemerintah. Pemerintah bekerjasama dengan pengusaha, karena
dengan adanya pabrik pabrik dapat mendukung anggaran pembelanjaan daerah yang salah
satunya merupakan hal yang harus dipenuhi. Sehingga, pemerintah seharusnya mengambil
jalan tengah yang bijaksana jika pemerintah mewajibkan tiap tiap pabrik harus mempunyai
filter atau penyaring terhadap limbah yang dihasilkannya, yang sekarang lazim di sebut IPAL
(Instalasi Pengelolaan Air Limbah). Sehingga air limbah yang tercemar itu tidak langsung
menuju ke air yang merupakan sumber kehidupan bagi makhluk hidup yang ada di sekitarnya
termasuk manusia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pantai serta ekosistemnya merupakan asset bagi negeri, dengan menjaga kelestarian
pantai menjadi bersih dari segala limbahdan pencemaran maka siapa pun yang berada di
lingkungan pantai dapat merasakan manfaat kenyamanannya dan dapat menikmati
keindahannya tanpa terganggu dengan kerusakan-kerusakan dari pencemaran limbah ataupun
tumpahan minyak. Ini tidaklah cukup hanya dilakukan oleh penduduk sekitar tapi semua
kalangan masyarakat turut berperan untuk menjaga kelestarian pada ekosistem pantai. Dengan
menjaga kebersihan ekosistem pantai, maka kita juga membantu menjaga asset negeri ini.
DAFTAR PUSTAKA
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/197210242001121-
BAGJA_WALUYA/Pengelolaan_Lingkungan_Hidup_untuk_Tk_SMA/Bab_11_
Permasalahan_Lingkungan_Laut_%26_Pesisir.pdf
Nybakken, James. 2001. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama
Van Zuidam, R.A., 1986, Aerial Photo Interpretation in Terrain Analsys and Global Mega-