Kebijakan Ppi
Kebijakan Ppi
02
RUMAH SAKIT TK.III DR. R. SOEHARSONO
KEPUTUSAN KEPALA
RS TK.III DR. R. SOEHARSONO BANJARMASIN
NOMOR 01.13.02.01/V/2017
TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN
KOMITE PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
RS TK.III DR. R. SOEHARSONO BANJARMASIN
1
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
Kesatu : KEPUTUSAN KEPALA RS TK.III DR. R. SOEHARSONO
BANJARMASIN Tentang KEBIJAKAN PELAYANAN
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RS TK.III DR.
R. SOEHARSONO BANJARMASIN.
Kedua : Kebijakan pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi RS
Tk.III Dr. R. Soeharsono Banjarmasin sebagaimana tercantum
dalam Lampiran Keputusan ini.
Ketiga : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan
pencegahan dan pengendalian infeksi RS Tk.III Dr. R.
Soeharsono Banjarmasin dilaksanakan oleh Kepala RS Tk.III Dr.
R. Soeharsono Banjarmasin.
Keempat : Kepala pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi wajib
mensosialisasikan keputusan ini ke seluruh karyawan di
Pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi.
Kelima : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan apabila
dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan
ini, akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di Banjarmasin
Pada tanggal 5 Mei 2017
Karumkit Tk.III Dr. R. Soeharsono
Tembusan:
1. Wakarumkit Tk.III Dr. R. Soeharsono Banjarmasin
2. Seluruh Kepala Bagian RS. Tk.III Dr. R. Soeharsono Banjarmasin
3. Komite PPI RS. Tk.III Dr. R. Soeharsono Banjarmasin
4. Arsip
2
Lampiran
Keputusan Kepala RS Tk.III Dr. R. Soeharsono
Nomor : 01.13.02.01/V/2017
Tanggal : 05 Mei 2017
KEBIJAKAN PELAYANAN
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI.
RS TK.III DR. R. SOEHARSONO BANJARMASIN
A. KEBIJAKAN UMUM
1. Pelayanan rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu dilandasi
dengan cinta kasih, tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, dan
memperhatikan mereka yang lemah dan kurang mendapat perhatian (option
for the poor).
2. Pelayanan rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu berorientasi
pada mutu layanan, keselamatan pasien, dan keselamatan dan kesehatan
kerja (K3) bagi pasien, keluarga dan masyarakat serta karyawan sesuai
dengan Visi, Misi, Falsafah dan Tujuan Rumah Sakit Tk.III Dr. R.
Soeharsono Banjarmasin.
3. Pelayanan rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu berfokus pada
pasien (patient centeredness) dengan melaksanakan akses ke pelayanan
dan kontinuitas pelayanan, memenuhi hak pasien dan keluarga, asesmen
pasien, pemberian pelayanan pasien, serta memberikan edukasi kepada
pasien, keluarga dan masyarakat.
4. Pelayanan rumah sakit dilaksanakan selama 24 jam setiap hari, kecuali
beberapa unit pelayanan tertentu
5. Setiap unit pelayanan harus menjalankan upaya peningkatan mutu melalui
kegiatan Plan-Do-Check-Action (PDCA).
6. Setiap unit pelayanan harus menjalankan kewaspadaan universal melalui
kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi yang menjangkau setiap
pelayanan di rumah sakit dan melibatkan berbagai individu.
7. Rumah sakit memberikan pelayanan terlebih dahulu tanpa memungut uang
muka.
8. Rumah sakit bisa memberikan keringanan biaya untuk pasien yang kurang
mampu.
9. Setiap pimpinan unit pelayanan harus mampu memberikan arahan,
mengendalikan, mengelola, dan memimpin unit pelayanan masing-masing
untuk mencapai visi-misi unit pelayanan maupun visi-misi rumah sakit.
10. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas rumah sakit wajib mematuhi
ketentuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dengan melakukan upaya
untuk mengurangi dan mengendalikan bahaya, resiko, mencegah
3
kecelakaan dan cedera, dan memelihara kondisi lingkungan dan keamanan,
termasuk dalam penggunaan alat pelindung diri (APD).
11. Semua individu yang terlibat dalam pelayanan rumah sakit wajib melakukan
6 (enam) sasaran Keselamatan Pasien.
12. Peralatan di unit pelayanan harus selalu dilakukan pemeliharaan dan
kalibrasi secara teratur sesuai ketentuan yang berlaku dan selalu dalam
kondisi siap pakai.
13. Penyediaan tenaga harus mengacu pada pola ketenagaan rumah sakit.
14. Semua petugas rumah sakit wajib memiliki ijin/ lisensi/ sertifikasi sesuai
dengan profesi dan ketentuan yang berlaku.
15. Setiap petugas rumah sakit harus bekerja sesuai standar profesi, standar
kompetensi, standar prosedur operasional, etika profesi, kode etik rumah
sakit dan semua peraturan rumah sakit yang berlaku.
16. Setiap unit pelayanan harus mampu mengelola data yang dapat dijadikan
sebagai sumber informasi dan pengambilan keputusan bagi kepentingan
manajemen dan pelayanan kepada masyarakat.
17. Setiap unit pelayanan harus berupaya memperoleh, mengolah dan
menggunakan informasi secara terintegrasi yang dikomunikasikan secara
benar untuk meningkatkan kesehatan pasien serta kinerja rumah sakit baik
secara keseluruhan maupun individu.
18. Koordinasi dan evaluasi pelayanan disetiap unit pelayanan wajib
dilaksanakan melalui rapat rutin minimal 1 kali dalam satu bulan.
19. Semua unit pelayanan wajib membuat laporan harian, bulanan, semester
dan tahunan kepada manajemen rumah sakit.
20. Rumah sakit menjalankan program keselamatan pasien melalui 7 (tujuh)
standar keselamatan pasien, dan 7 (tujuh) langkah menuju keselamatan
pasien rumah sakit.
21. RS Tk.III Dr. R. Soeharsono Banjarmasin bukan Rumah Sakit yang ditunjuk
untuk melakukan pelayanan pasien dengan HIV/AIDS, sehingga pelayanan
yang diselenggarakan RS Tk.III Dr. R. Soeharsono meliputi ; palayanan
Voluntary Conceling and Testing (VCT), pelayanan rujukan HIV ke rumah
sakit lain yang di tunjuk melayani HIV/AIDS, dan penerapan Universal
Precaution.
22. Rumah sakit melakukan penanggulangan Tuberkulosa ( TB ) sesuai dengan
pedoman stategi DOTS
23. Jika pelayanan yang dibutuhkan pasien tidak bersedia di rumah sakit, maka
pasien harus dirujuk ke rumah sakit lain yang bisa melayani setelah
mendapat persetujuan pasien / keluarga
24. Rumah sakit menghargai dan memenuhi hak pasien yang dilayani.
25. Seluruh karyawan rumah sakit berkewajiban menjaga dan melindungi
rahasia medis pasien yang dilayani.
26. Rumah sakit melakukan pengumpulan, validasi dan analisis data baik
internal ataupun eksternal untuk pengembangan pelayanan rumah sakit.
4
B. KEBIJAKAN KHUSUS :
1. ORGANISASI PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN INFEKSI
a) Dalam rangka melindungi pasien, pengunjung dan petugas terhadap
penularan infeksi di Rumah Sakit, maka RS Tk.III Dr. R. Soeharsono
Banjarmasin melaksanakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
(PPI).
b) Agar pelaksanaan PPI terkoordinasi dengan baik, Karumkit
membentuk Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (KPPI)
serta Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (TPPI). Komite PPI
RS Tk.III Dr. R. Soeharsono Banjarmasin bertanggung jawab langsung
kepada Karumkit. Tim PPI bertanggung jawab langsung kepada Komite
PPI.
c) Komite dan Tim PPI mempunyai tugas, fungsi dan kewenangan yang
jelas sesuai dengan Pedoman Manajerial Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan fasilitas kesehatan lainnya
yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Tahun 2011.
d) Pelaksanaan PPI dikelola dan diintegrasikan antara struktural dan
fungsional disemua unit dan menjadi tanggung jawab seluruh staf dan
karyawan.
e) Agar kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi berjalan lancar,
maka RumahSakit RS Tk.III Dr. R. Soeharsono Banjarmasin memiliki 1
IPCN (Infection Prevention and Control Nurse) purna waktu yang
bertugas mengawasi seluruh kegiatan pencegahan pengendalian
infeksi yang meliputi gugus tugas perawatan, CSSD, Laundry, Instalasi
Farmasi, Instalasi Gizi, Administrasi, IGD, Laboratorium,.
f) Dalam melaksanakan tugasnya IPCN dibantu oleh IPCLN (Infection
Prevention and Control Link Nurse) sebagai pelaksana
harian/penghubung di unit masing-masing.
2. KEWASPADAAN STANDAR
Meliputi kebersihan tangan, pemakaian alat pelindung diri, disinfeksi
dan sterilisasi, tatalaksana linen, penatalaksanaan limbah dan benda
tajam, pengendalian lingkungan, praktik menyuntik yang aman,kebersihan
pernafasan/etika batuk, praktek lumbal punksi, perawatan peralatan
pasien, penatalaksanaan linen, program kesehatan karyawan, penempatan
pasien. Kewaspadaan standar diterapkan secara menyeluruh di semua
area RS dengan mengukur risiko yang dihadapi pada setiap situasi dan
aktivitas pelayanan sesuai Panduan PPI RS Tk.III Dr. R. Soeharsono
Banjarmasin.
5
3. KEBERSIHAN TANGAN
a. Kebersihan tangan dilakukan oleh seluruh petugas klinis maupun non
klinis di seluruh lingkungan RS Tk.III Dr. R. Soeharsono Banjarmasin.
b. Indikasi kebersihan tangan secara umum :
Segera : setelah tiba di tempat kerja
Sebelum :
Kontak langsung dengan pasien
Memakai sarung tangan sebelum pemeriksaan klinis dan
tindakan invasif
Menyediakan / mempersiapkan obat-obatan
Mempersiapkan makanan
Memberi makan pasien
Meninggalkan rumah sakit
Diantara : prosedur tertentu pada pasien yang sama dimana
tangan terkontaminasi untuk menghindari kontaminasi silang
Setelah :
Kontak dengan pasien
Melepas sarung tangan
Melepas alat pelindung diri
Kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, ludah, dahak,
muntahan, urine, keringat dan peralatan yang diketahui atau
kemungkinan terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh,
pispot, urinal baik menggunakan atau tidak menggunakan
sarung tangan.
Menggunakan toilet, menyentuh / melap hidung dengan tangan
(batuk / bersin).
Menyentuh lingkungan di sekitar pasien
6
e. 6 langkah kebersihan tangan.
Bersihkan kedua telapak tangan
Menggosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dan tangan
kanan
Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari
Jari-jari sisi dalam kedua tangan saling mengunci dan saling
digosokkan
Gosok ibu jari kiri dengan gerakan berputar dalam genggaman
tangan kanan dan sebaliknya
Gosok telapak tangan kiri dengan memutar ujung jari-jari kanan
dan sebaliknya
f. Jenis kebersihan tangan untuk seluruh ruangan / bagian (klinis & non-
klinis) di RS Tk.III Dr. R. Soeharsono Banjarmasin, yaitu :
Kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun antiseptik
chlorhexidine 2% (aseptik)
Kebersihan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol
(handrub)
Kebersihan tangan sebelum pembedahan dengan larutan
antiseptik chlorhexidine 4 % (surgical).
7
Jangan menambahkan sabun cair ke dalam tempatnya bila masih
ada isinya.
Dispenser sabun harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum
pengisian ulang
8
Kepatuhan kebersihan tangan melibatkan petugas klinis
maupun nonklinis dengan sasaran 30 % dari jumlah masing-
masing profesi (Dokter,Perawat,Fisioterapi dan Gizi).
9
menerapkan prinsip kewaspadaan kontak atau droplet atau airbone
atau kombinasinya.
e) Transportasi pasien infeksi dari satu unit ke unit lain harus dibatasi
seminimal mungkin dan bila terpaksa harus memperhatikan prinsip
kewaspadaan isolasi.
f) Pembersihan ruang kohort dilakukan setelah pembersihan ruang
perawatan umum dengan menggunakan bahan desinfektan.
g) Prosedur penunjang medik (pengambilan darah, pemberian gizi)
dilakukan setelah pasien yang tidak menular.
h) Setiap pengunjung atau pasien ruang kohort harus dilakukan edukasi
penggunaan APD, kebersihan tangan, etika batuk.
i) Adanya pengaturan alur penyakit menular.
10
menurunkan kadar penularan percik renik sehingga tidak menularkan
orang lain.
f) Pasien rawat inap MDR TB ditempatkan di ruang isolasi airbone dengan
ventilasi tekanan negatif dan petugas medis menggunakan masker N-95
dalam melakukan pelayanan kesehatan terhadap pasien tersebut.
g) Penampungan sputum oleh pasien harus dilakukan dalam ruangan
dengan konsep AII (Airbone Infection Isolation) atau box khusus dengan
pengaturan sistem ventilasi (Well Ventilated Sputum Induction Booth).
h) Pasien disarankan untuk membersihkan tangan setelah menampung
sputum dengan air mengalir dan sabun atau dengan larutan handrubs.
i) Saat memproses spesimen, petugas laboratorium tetap mengacu pada
kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi melalui
udara (airbone) dan transmisi melalui kontak.
j) Semua petugas kesehatan yang menangani pasien TB akan dilakukan
pemeriksaan kesehatan rutin secara berkala bekerjasama dengan Sub
Sumber Daya Manusia danK3 RS.
k) Apabila pasien akan ditransportasikan keluar dari ruang isolasi, pasien
harus mengenakan masker bedah untuk melindungi lingkungan sekitar.
l) Rumah sakit menjamin dilaksanakannya upaya perlindungan diri yang
adekuat bagi petugas kesehatan dan mereka yang bertugas di tempat
pelayanan.
11
f) Tim K3 RS melakukan monitoring dan audit ketepatan penggunaan APD
sebagai bahan dalam evaluasi dan rekomendasi peningkatan
efektivitasnya.
12
8. PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIBIOTIKA
a) Pemilihan terapi antibiotik secara rasional kepada pasien didasarkan tujuan
dan indikasi (profilaksis atau terapi) sesuai hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi mikroba, sehingga untuk penderita penyakit infeksi perlu dilakukan
pemeriksaan mikrobiologi tersebut bekerja sama dengan KFT.
b) Ketepatan pemberian antibiotika agar aman bagi pasien meliputi :
Tepat indikasi, obat benar-benar dibutuhkan;
Tepat pemilihan obat dengan perbandingan biaya efektivitas yang baik
Tepat pasien, tidak ada kontra indikasi, efek sampingi minimal;
Tepat dosis, tepat cara pemberian, tepat durasi pemakaian;
Tepat informasi, kepada pasien dan keluarganya.
c) Pasien wajib diberi informasi tentang pengobatan yang diberikan dan efek
yang ditimbulkan
14
Semua limbah beresiko tinggi harus diberi label/ tanda yang jelas.
Wadah /container diberi alas kantong plastic dengan warna : kuning
untuk limbah infeksius & B3, merah untuk limbah radioaktif, hitam untuk
limbah non medis / domestika.
Limbah tidak boleh dibiarkan atau disimpan > 24 jam
Kantong plastic tempat limbah tidak diisi terlalu penuh ( cukup 3/4)
Wadah / container harus tertutup, tahan bocor, tidak berkarat, mudah
dikosongkan atau diangkat, mudah dibersihkan dan berada ditempat
yang terlindungi binatang atau serangga.
b) Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah anti bocor dan
tahan tusukan ( safety box), tanpa memperhatikan terkontaminasi atau
tidak.
c) Jarum dan syringe harus dimasukkan ke dalam Safety box
d) Pengangkutan limbah harus menggunakan troli yang tertutup.
Pengangkutan dilakukan 2 kali.
e) Pembuangan atau pemusnahan limbah medis padat harus dilakukan di
tempat pengelolaan sampah medis dalam hal ini Rumah Sakit
bekerjasama dengan pihak ketiga.
f) Petugas yang menangani limbah harus mengunakan APD seperti sarung
tangan khusus, masker, sepatu boot, apron, pelindung mata, dan bila
perlu helm
g) Prinsip metode pembersihan ruang perawatan dan lingkungan, pemilihan
bahan desinfektan , cara penyiapan dan penggunaannya dilaksanakan
berdasarkan telaah panitia PPI RS untuk mencapai efektivitas yang tinggi.
15
c) Pencegahan kontaminasi lingkungan maupun pada petugas dilakukan
dengan desinfeksi kereta linen, pengepelan/disinfeksi lantai,
implementasi praktik kebersihan tangan, penggunaan alat pelindung diri
(APD) sesuai potensi resiko selama bekerja
13 PENGELOLAAN MAKANAN
16
a) Seluruh SDM baru di RS wajib mengikuti program orientasi, termasuk
materi PPIRS
b) Setiap ada mahasiswa yang akan praktek harus diberiakan materi
orientasi PPIRS.
c) Monitoring dan evaluasi hasil pendidikan dan pelatihan dilakukan
oleh bagian SDM bersama Komite PPI RS sesuai ketentuan yang
berlaku sebagai dasar perencanaan program selanjutnya.
d) Seluruh staff dididik tentang pengelolaan infeksius.
Untuk pasien rawat inap disampaikan oleh perawat saat orientasi pasien
baru masuk, meliputi kebersihan tangan, etika batuk dan ketertiban
membuang sampah.
16. PENGKAJIAN RISIKO INFEKSI PADA KONSTRUKSI & RENOVASI di
RS
a) Sebelum melakukan kontruksi atau renovasi bangunan dilakukan
analisis terhadap kualitas udara, persyaratan utilisasi, kebisingan,
getaran dan prosedur emergensi.
b) Setiap konstruksi maupun renovasi bangunan yang dilakukan di RS
harus mengutamakan keselamatan pasien, pengunjung dan petugas
berdasarkan prinsip-prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi .
c) Pengkajian risiko infeksi dibuat berdasarkan dari panduan Infection
Control Risk Assesment (ICRA).
d) Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (KPPI
RS) melakukan pengkajian risiko infeksi dan tindak lanjut
berkolaborasi dengan bagian pemeliharaan dan K3 RS.
17
bedah, kateter intravena, kateter jantung. Pengelolaannya dengan
cara sterilisasi.
Peralatan semikritis/risiko sedang: adalah peralatan yang kontak
dengan membrana mukosa tubuh. Pada peralatan semikritis, proses
sterilisasi disarankan namun tidak mutlak, jadi bisa dilakukan
disinfeksi tingkat tinggi.
Peralatan Nonkritis/resiko rendah: adalah peralatan yang kontak
dengan permukaan kulit utuh contoh: tensimeter, stetoskop, linen,
alat makan, lantai, perabot, tempat tidur. Untuk jenis peralatan ini
dapat digunakan disinfeksi tingkat sedang sampai tingkat rendah.
b) Disinfeksi lingkungan rumah sakit
Permukaan lingkungan : lantai, dinding, dan permukaan meja, trolly
didisenfeksi dengan detergen netral.
Lingkungan yang tercemar darah atau cairan tubuh lainnya
dibersihkan dengan desinfektan tingkat menengah.
c) Penggunaan disinfektan di ruang infeksi (menular) dan Area kritis
Untuk mengepel/membersihkan lantai dan wc menggunakan : creolin
Untuk area yang sering disentuh (High touch area) menggunakan
disinfektan: Lysol 1:100 (permukaan logam), Chlorine 0.05 %
(permukaan bukan logam).
Untuk area yang jarang disentuh (Non High touch area)
menggunakan sabun PH netral
d) Penggunaan disinfektan di area banyak tumpahan darah/cairan tubuh:
menggunakan disinfektan Chlorine 0.5%
18
lainnya.
penggunaan di kamar
bersalin
untuk wabah (mis ;C
difficile)
Multi Drug Resisten
Organisem (Mis MRSA)
19
19. PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN INFEKSI UNTUK PASIEN,
KELUARGA dan PENGUNJUNG.
20
non infeksius (kantong hitam), sabun biasa (handsoap), masker bagi
pasien, keluarga dan pengunjung.
21
Mencatat setiap kejadian infeksi di ruangan sesuai prosedur
Surveilans Infeksi Rumah Sakit.
Berkoordinasi dengan IPCLN dan Kepala ruangan serta dokter
yang bertanggung jawab menangani pasien, untuk melakukan
verifikasi diagnosis infeksi rumah sakit, penegakan diagnosis
IRS dan mengkonfirmasi sebagai kasus KLB. Selain itu juga
dilakukan investigasi terhadap kemungkinan sumber penularan,
cara penularan dan kemungkinan penyebarannya, serta aspek
lain yang diperlukan untuk penanggulangan atau memutuskan
rantai penularan.
Berkoordinasi dengan Bagian Laboratorium untuk melakukan:
o Swab ruang/alat yang diduga terkontaminasi bakteri.
o Pengambilan bahan dari berbagai lokasi tersangka sumber
infeksi untuk dibiakkan dan antibiogram.
o Pemasangan label di tempat penampungan bahan
pemeriksaan laboratorium pasien penyakit menular. Label
bertuliskan Awas Bahan Menular
Berkoordinasi dengan seluruh personil di bagian terkait untuk
memberikan klarifikasi-klarifikasi perihal yang terkait dengan
KLB, misalnya pelaksanaan Prosedur Tetap secara benar.
g) Apabila hasil investigasi menyimpulkan telah terjadi KLB, maka
Komite PPIRS menetapkan status siaga bencana KLB dan
melaporkan kepada pimpinan RS.
h) Untuk menanggulangi KLB Komite PPIRS berkoordinasi dengan
Direktorat Pelayanan Medik, Panitia K3 RS, Laboratorium, Farmasi,
Sanitasi, CSSD, Gizi, Kamar Cuci dan Bagian terkait lainnya sesuai
kebutuhan.
i) Apabila diperlukan pasien kasus KLB dirujuk ke rumah sakit rujukan
infeksi yang telah ditetapkan oleh dinas kesehatan.
j) Agar KLB IRS tidak meluas, Komite PPI bersama IPCLN dan
perawat ruangan melakukan langkah-langkah pencegahan dan
pembatasan dengan cara:
22
Melaksanakan dan mengawasi secara ketat pelaksanaan cuci
tangan yang benar dan tepat.
Menggunakan dan mengawasi penggunaan sarung tangan dan
APD lain sesuai indikasi.
Melakukan dan mengawasi pembuangan limbah dengan benar
Melakukan pemisahan pasien yang terinfeksi, disatukan dengan
pasien yang sama-sama terinfeksi/kohorting dan menentukan
staf yang akan memberikan penanganan (dipisahkan dengan
staf lainnya)
Apabila diperlukan mengusulkan kepada Direktur Utama untuk
mengisolasi ruangan atau mengisolasi pasien bersangkutan
yang dianggap tercemar oleh infeksi.
Mengawasi ketat penerapan Kewaspadaan Standar.
Ruangan yang terjadi KLB harus didisinfeksi.
k) Komite PPIRS melakukan dokumentasi tentang kejadian dan
tindakan yang telah diambil terhadap data atau informasi KLB.
l) Komite PPIRS terus melakukan monitoring dan evaluasi sampai KLB
berhasil diatasi.
m) Status KLB wajib dilaporkan ke dinas kesehatan setempat.
n) Komite PPI menyatakan KLB selesai jika dua kali masa inkubasi
terpanjang tidak ditemukan kasus baru.
a) Swab dilakukan 2 kali setahun untuk area kritis (zona risiko tinggi
dan sangat tinggi)
b) Area lain bila diperlukan sewaktu-waktu atau bila terjadi wabah/KLB.
c) Persiapan pemakaian ruangan baru paska renovasi atau konstruksi
rumah sakit.
d) Dilakukan pemeriksaan pada pasien yang menderita infeksi yang
terjadi ili ,ilo.
e) Kultur dilakukan jika ada curiga kasus ILI dan ILO.
23
23. PENANGANAN PASIEN IMMUNOSUPPRESED
a. Penanganan pasien immunocopromised hanya melakukan kestabilisasi
keadaan umum, bila sudah stabil rumah sakit merujuk ke fasilitas
kesehatan yang lain.
b. RS Panti Rahayu tidak melakukan perawatan pasien imuncompromised.
Apabila terdapat pasien imunocompromised, maka dirujuk ke fasilitas
kesehatan yang lainnya.
24
Pemulasaraan jenazah secara higienis (membersihkan badan,
merapikan rambut, mendandani, memotong kuku dan mencukur)
harus dilakukan dengan menerapkan Kewaspadaan Standar.
Setelah selesai perawatan jenazah tempat dan ruangan wajib
dilakukan dekontaminasi.
c) Pembersihan dan disinfeksi kamar jenazah sesuai dengan ketentuan
panduan Pengelolaan Kamar Jenazah.
d) Penatalaksanaan limbah dan linen kamar jenazah sesuai dengan
ketentuan panduan Pengelolaan Kamar Jenazah.
e) Pemulasaraan jenazah berpenyakit menular harus dilakukan sesegera
mungkin, tidak melebihi batas waktu 4 jam.
25
Suhu dan kelembaban kamar bayi sehat : 21 24 C & 45 -
60%, sedangkan
untuk kamar bayi sakit : 22 24 C & 35 60 %
Kulkas obat di check temperaturnya
b) Peralatan
Tempat tidur, gantungan, timbangan, peralatan photo terapi,
dibersihkan setiap hari dengan kain lembab memakai detergen
dan air bersih
Bak mandi : dibersihkan dengan detergen dan air bersih setiap
hari
c) Persyaratan bekerja di kamar bayi
Petugas
Mencuci tangan harus dilakukan sebelum dan sesudah
tindakan / memberi susu bayi, dari toilet, dll
Perawat kamar bayi harus mengikuti program vaccinasi
hepatitis & Varicella.
Tidak boleh memelihara kuku atau memakai perhiasan saat
bekerja.
Perawat yang merawat bayi sehat tidak boleh merawat bayi
sakit.
Rambut harus diikat / dipotong pendek sehingga tidak
mengenai muka bayi saat memberi susu bayi.
Mengganti popok harus mengunakan sarung tangan.
Bayi
26
Bayi yang sehat harus dipisahkan dari bayi yang sakit.
Pemberian vaccin Hepatitis B diberikan 24 jam setelah lahir
sedangkan bayi dengan riwayat ibu dengan Hepatitis
diberikan immunisasi pasif.
Bayi dengan berat badan normal dimandikan 1x sehari
sebelum putus tali pusat.
Perawatan tali pusat dengan menggunakan air bersih,
dikeringkan dan tidak ditutup dengan kassa.
Bayi yang dirawat dengan blue light, matanya harus ditutup
dan dibuka saat diberi susu.
Setiap bayi mempunyai perlengkapan masing-masing dan
disimpan ditempat yang sudah disediakan.
a) Pencegahan standar
Baju / gaun panjang dan sarung tangan harus digunakan pada semua
prosedur yang bersentuhan dengan darah atau cairan tubuh pasien,
termasuk juga kebersihan peralatan dan lingkungan, pemeriksaan
plasenta.
Pelindung mata (goggles) dipakai pada setiap prosedur persalinan.
Semua benda tajam yang terkontaminasi oleh darah harus langsung
dibuang kedalam sharp container yang telah tersedia.
Semua linen yang terkena noda darah dimasukkan kedalam kantong
berwarna kuning.
Staff yang mempunyai lesi/luka terbuka atau goresan pada tangan
mereka harus menutup luka tersebut dengan plester kedap air dan
selalu menggunakan sarung tangan saat menangani persalinan.
Staff yang bekerja dikamar bersalin harus ikut dalam program vaccinasi
Hepatitis B.
Semua tissue dan sampah yang terkontaminasi dengan darah harus
dibuang ke dalam kantong plastik kuning.
27
b) Persyaratan bekerja di kamar bersalin
Petugas kamar bersalin
Dokter ganti baju sebelum menolong persalinan.
Menggunakan APD lengkap (sarung tangan, masker, goggle,
apron, topi) sebelum menolong persalinan.
Memakai alas kaki yang telah disediakan khusus untuk kamar
bersalin.
Melaksanakan kebijakan kebersihan tangan yang efektif.
Pasien
Pasien ganti baju sebelum ditolong persalinan
Keluarga yang masuk ke kamar bersalin dibatasi.
Pasien dengan infeksi harus ditempatkan diruang tersendiri
(isolasi)
Bayi
Perawat/bidan yang menerima bayi baru lahir harus
menggunakan APD lengkap.
Penghisap lendir bayi harus menggunakan yang sekali pakai.
Bayi lahir, tali pusat diikat dengan klem tali pusat steril dan diberi
alkohol 70% / povidine iodine7.5% pada ujung tali pusat.
Bayi baru lahir dibersihkan, kemudian bayi dimandikan dengan
air hangat.
c) Lingkungan
Ruang Bersalin
Pembersihan ruang bersalin dilakukan 2x sehari dan setiap
selesai tindakan.
Pembersihan umum dilakukan seminggu sekali pada hari tidak
ada tindakan/persalinan.
Semua tumpahan darah dan cairan tubuh harus dibersihkan
dengan menggunakan desinfektan chlorine.
Tempat tidur, meja pasien, lemari harus dibersihkan dengan
menggunakan deterjen netral setiap selesai digunakan.
28
Alat dan linen
Instrumen yang telah dipakai dicuci dengan air mengalir hanya
untuk menghilangkan noda darah (proses dekontaminasi) dan
langsung dikirim ke CSSD.
Kemasan steril tidak boleh robek, tidak boleh terbuka dan tidak
kotor, dan lihat tanggal kadaluarsa.
Semua peralatan medik steril yang akan dipakai dibatasi
secukupnya sesuai dengan keperluaan saat itu.
Kain gorden harus diganti setiap 1 bulan sekali atau kalau perlu
bila terkena darah.
Linen pasien harus diganti segera setelah pasien selesai
tindakan.
Linen yang telah terkontaminasi dengan darah harus
dimasukkan ke dalam kantong plastik warna kuning.
d) Penanganan terhadap ibu yang positif terpapar virus yang ditularkan melalui
darah Hepatitis B, C dan HIV.
Untuk meminimalkan resiko kelahiran bayi dengan kelainan darah karena
ibunya positif terkena virus yang ditularkan melalui darah, beberapa langkah
yang harus dilakukan :
Pertahankan selaput ketuban tetap utuh selama mungkin.
Tali pusat diklem/ditutup sesegera mungkin untuk menghindari tranfusi
janin maupun ibu yang tidak perlu.
Suntikan dan contoh darah bayi ditunda sampai darah yang berasal dari ibu
dibersihkan.
Dalam keadaan ibu positif menderita Hepatitis B, maka dorongan untuk
imnunisasi terhadap bayi sebaiknya aktif dilakukan.
Pada saat bayi dimandikan, harus dilakukan secara hari-hari sehingga
semua darah menempel bisa dibersihkan, semua peralatan yang
digunakan dibuang diplastik warna kuning atau dibersihkan sehingga
semua yang mengandung protein terangkat. Segera setelah prosedur ini
selesai dilakukan, bayi bisa ditangani dengan normal, tidak perlu diambil
tindakan pengisolasian.
Lakukan imunisasi HBIg bayi baru lahir dengan ibu yang positif hepatitis.
29
27. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI KAMAR BEDAH
30
Tutup kepala digunakan mulai pintu masuk kamar bedah, dan
diganti setiap kali selesai operasi.
Gunakan alas kaki yang tertutup bagian depan, dan tidak bolong
bolong.
c) Penanganan peralatan perawatan pasien
Pembersihan dan desinfeksi dilakukan segera setelah alat-alat
dipergunakandan dilakukan oleh petugas terlatih.
Peralatan untuk ventilasi dan pernapasan yang digunakan pada
penderita TB yang dioperasi digunakan alat yang sekali pakai.
d) Pembersihan lingkungan
Menggunakan cairan desinfektan untuk RS sesuai dengan pedoman
RS
Tempat tidur/ kursi, meja, permukaan meja operasi, permukaan meja
instrument dibersihkan setiap selesai dipakai pasien dengan
menggunakan clorin 0,05 % atau desinfektan yang lain sesuai
kebijakan Rumah Sakit
Penanganan limbah, sampah medis (infeksius) dalam kantong kuning
kemudian dibakar di incenerator, benda tajam masuk ke dalam box
safety, sampah umum/rumah tangga (non infeksi) dibuang di TPA.
Penanganan tumpahan darah atau bahan infeksi harus dibersihkan
sesuai SPO.
e) Pasien
Pasien berhenti merokok 1 bulan sebelum operasi.
Mandi pasien dengan antiseptik malam dan pagi hari sebelum operasi.
Cukur rambut, dilakukan bila benar-benar diperlukan segera sebelum
operasi dengan menggunakan clipper bukan razor.
Post operasi, meliputi pencegahan dan rawatan pasien sebelum,
selama pasien dan sesudah pasien operasi.
Penderita TB sewaktu dibawa masuk kamar operasi segera langsung
masuk kamar operasi tidak diperbolehkan menunggu di lingkungan
kamar operasi. Masker bedah harus dipakai pasien selama pasien
dipindah ke kamar operasi
31
Pasien TB harus dipulihkan kesadarannya diruang kamar operasi /
ruang anastesi, tidak boleh diruangan pemulihan.
f) Petugas
Memberikan pendidikan dan pelatihan kepada petugas kamar bedah
Memberikan motivasi kepada petugas.
Petugas tidak memakai jam tangan, gelang, cincin.
Tidak berkuku panjang dan memakai kutek
Petugas yang sakit menular dilarang untuk bekerja di kamar bedah.
32
bedah, sarung tangan rumah tangga digunkan pada saat
membersihkan alat/permukaan kerja atau bila menggunakan
bahan kimia.
Kacamata pelindung : melindungi mata dari splatter dan debris
yang diakibatkan oleh high speed handpiece, pembersihan karang
gigi.
Masker : mencegah terhirupnya aerosol yang dapat menginfeksi
saluran pernafasan atas maupun bawah.
c) Sterilisasi instrumen :
Sebelum disterilkan alat-alat harus dibersihkan terlebih dahulu dari
debris organik, darah dan saliva
Setelah dibersihkan, instrumen harus dibungkus untuk sterilisasi
Proses sterilisasi dilakukan di CSSD
Instrumen harus tetap steril hingga saat dipakai, pembungkus
instrumen hanya boleh dibuka segera sebelum digunakan, apabila
dalam waktu 1 bulan tidak digunakan harus disterilkan ulang.
d) Menutupi pegangan lampu, tombol-tombol pada unit gigi, baki instrumen,
ujung alat three way syringe, saliva ejector, ujung alat tambalan sinar,
sandaran kepala dengan plastik, alumunium foil sekali pakai untuk tiap
pasien.
e) Pembuangan barang-barang bekas pakai seperti sarung tangan, masker,
penutup permukaan yang terkontaminasi darah atau cairan tubuh ke dalam
tempat sampah infeksius sedangkan benda tajam seperti jarum atau pisau
scalpel dimasukkan ke dalam tempat sampah benda tajam.
f) Berkumur antiseptic sebelum tindakan kedokteran gigi, efektif mereduksi
jumlah oral mikroorganisme rongga mulut
33
b) Perbandingan data dasar infeksi dilakukan oleh tim Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi setiap bulan (benchmarking internal) dan setahun sekali
(benchmarking eksternal).
c) Rumah sakit yang menjadi mitra dalam benchmarking eksternal adalah rumah
sakit lokal / nasional yang setara maupun organisasi kesehatan internasional
yang terbukti memiliki praktik terbaik secara ilmiah.
d) Hasil perbandingan dianalisa, ditindaklanjuti dan dilaporkan kepada Direksi
secara tertulis dalam bentuk laporan bulanan PPI (benchmarking internal) dan
laporan surveilans tahunan (benchmarking eksternal).
e) Hasil perbandingan data dasar infeksi internal maupun eksternal
dikoordinasikan dalam rapat tim pokja PPI setiap 3 bulan sekali.
34