Anda di halaman 1dari 34

DETASEMEN KESEHATAN WILAYAH 06.04.

02
RUMAH SAKIT TK.III DR. R. SOEHARSONO

KEPUTUSAN KEPALA
RS TK.III DR. R. SOEHARSONO BANJARMASIN
NOMOR 01.13.02.01/V/2017
TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN
KOMITE PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
RS TK.III DR. R. SOEHARSONO BANJARMASIN

KEPALA RS TK.III DR. R. SOEHARSONO BANJARMASIN

Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah


Sakit Tk.III Dr. R. Soeharsono Banjarmasin, maka diperlukan
penyelenggaraan pelayanan yang bermutu tinggi dari setiap
gugus tugas/ unit pelayanan yang ada;
b. bahwa pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi
merupakan salah satu gugus tugas/ unit pelayanan di RS
Tk.III Dr. R. Soeharsono Banjarmasin yang harus
mendukung pelayanan rumah sakit secara keseluruhan
maka diperlukan penyelenggaraan pelayanan pencegahan
dan pengendalian infeksi yang bermutu tinggi.
c. bahwa agar pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi
dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya Surat Keputusan
Direktur tentang Kebijakan pelayanan pencegahan dan
pengendalian infeksi RS Tk.III Dr. R. Soeharsono
Banjarmasin sebagai landasan bagi penyelenggaraan
pelayanan.
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam a, b dan c, perlu ditetapkan dengan Surat Keputusan
Kepala Rumah Sakit Tk.III Dr. R. Soeharsono Banjarmasin.
Mengingat : 1. Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit.
2. SK Kepala RS Tk.III Dr. R. Soeharsono Banjarmasin No.
46/PR-Kep.Dir/VIII/2016 Tentang Kebijakan Pelayanan RS
Tk.III Dr. R. Soeharsono Banjarmasin.

1
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
Kesatu : KEPUTUSAN KEPALA RS TK.III DR. R. SOEHARSONO
BANJARMASIN Tentang KEBIJAKAN PELAYANAN
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RS TK.III DR.
R. SOEHARSONO BANJARMASIN.
Kedua : Kebijakan pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi RS
Tk.III Dr. R. Soeharsono Banjarmasin sebagaimana tercantum
dalam Lampiran Keputusan ini.
Ketiga : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan
pencegahan dan pengendalian infeksi RS Tk.III Dr. R.
Soeharsono Banjarmasin dilaksanakan oleh Kepala RS Tk.III Dr.
R. Soeharsono Banjarmasin.
Keempat : Kepala pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi wajib
mensosialisasikan keputusan ini ke seluruh karyawan di
Pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi.
Kelima : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan apabila
dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan
ini, akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Banjarmasin
Pada tanggal 5 Mei 2017
Karumkit Tk.III Dr. R. Soeharsono

dr. Komang Agus Wirawan, Sp.B


Letkol Ckm NRP. 11990004540271

Tembusan:
1. Wakarumkit Tk.III Dr. R. Soeharsono Banjarmasin
2. Seluruh Kepala Bagian RS. Tk.III Dr. R. Soeharsono Banjarmasin
3. Komite PPI RS. Tk.III Dr. R. Soeharsono Banjarmasin
4. Arsip

2
Lampiran
Keputusan Kepala RS Tk.III Dr. R. Soeharsono
Nomor : 01.13.02.01/V/2017
Tanggal : 05 Mei 2017

KEBIJAKAN PELAYANAN
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI.
RS TK.III DR. R. SOEHARSONO BANJARMASIN

A. KEBIJAKAN UMUM
1. Pelayanan rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu dilandasi
dengan cinta kasih, tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, dan
memperhatikan mereka yang lemah dan kurang mendapat perhatian (option
for the poor).
2. Pelayanan rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu berorientasi
pada mutu layanan, keselamatan pasien, dan keselamatan dan kesehatan
kerja (K3) bagi pasien, keluarga dan masyarakat serta karyawan sesuai
dengan Visi, Misi, Falsafah dan Tujuan Rumah Sakit Tk.III Dr. R.
Soeharsono Banjarmasin.
3. Pelayanan rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu berfokus pada
pasien (patient centeredness) dengan melaksanakan akses ke pelayanan
dan kontinuitas pelayanan, memenuhi hak pasien dan keluarga, asesmen
pasien, pemberian pelayanan pasien, serta memberikan edukasi kepada
pasien, keluarga dan masyarakat.
4. Pelayanan rumah sakit dilaksanakan selama 24 jam setiap hari, kecuali
beberapa unit pelayanan tertentu
5. Setiap unit pelayanan harus menjalankan upaya peningkatan mutu melalui
kegiatan Plan-Do-Check-Action (PDCA).
6. Setiap unit pelayanan harus menjalankan kewaspadaan universal melalui
kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi yang menjangkau setiap
pelayanan di rumah sakit dan melibatkan berbagai individu.
7. Rumah sakit memberikan pelayanan terlebih dahulu tanpa memungut uang
muka.
8. Rumah sakit bisa memberikan keringanan biaya untuk pasien yang kurang
mampu.
9. Setiap pimpinan unit pelayanan harus mampu memberikan arahan,
mengendalikan, mengelola, dan memimpin unit pelayanan masing-masing
untuk mencapai visi-misi unit pelayanan maupun visi-misi rumah sakit.
10. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas rumah sakit wajib mematuhi
ketentuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dengan melakukan upaya
untuk mengurangi dan mengendalikan bahaya, resiko, mencegah

3
kecelakaan dan cedera, dan memelihara kondisi lingkungan dan keamanan,
termasuk dalam penggunaan alat pelindung diri (APD).
11. Semua individu yang terlibat dalam pelayanan rumah sakit wajib melakukan
6 (enam) sasaran Keselamatan Pasien.
12. Peralatan di unit pelayanan harus selalu dilakukan pemeliharaan dan
kalibrasi secara teratur sesuai ketentuan yang berlaku dan selalu dalam
kondisi siap pakai.
13. Penyediaan tenaga harus mengacu pada pola ketenagaan rumah sakit.
14. Semua petugas rumah sakit wajib memiliki ijin/ lisensi/ sertifikasi sesuai
dengan profesi dan ketentuan yang berlaku.
15. Setiap petugas rumah sakit harus bekerja sesuai standar profesi, standar
kompetensi, standar prosedur operasional, etika profesi, kode etik rumah
sakit dan semua peraturan rumah sakit yang berlaku.
16. Setiap unit pelayanan harus mampu mengelola data yang dapat dijadikan
sebagai sumber informasi dan pengambilan keputusan bagi kepentingan
manajemen dan pelayanan kepada masyarakat.
17. Setiap unit pelayanan harus berupaya memperoleh, mengolah dan
menggunakan informasi secara terintegrasi yang dikomunikasikan secara
benar untuk meningkatkan kesehatan pasien serta kinerja rumah sakit baik
secara keseluruhan maupun individu.
18. Koordinasi dan evaluasi pelayanan disetiap unit pelayanan wajib
dilaksanakan melalui rapat rutin minimal 1 kali dalam satu bulan.
19. Semua unit pelayanan wajib membuat laporan harian, bulanan, semester
dan tahunan kepada manajemen rumah sakit.
20. Rumah sakit menjalankan program keselamatan pasien melalui 7 (tujuh)
standar keselamatan pasien, dan 7 (tujuh) langkah menuju keselamatan
pasien rumah sakit.
21. RS Tk.III Dr. R. Soeharsono Banjarmasin bukan Rumah Sakit yang ditunjuk
untuk melakukan pelayanan pasien dengan HIV/AIDS, sehingga pelayanan
yang diselenggarakan RS Tk.III Dr. R. Soeharsono meliputi ; palayanan
Voluntary Conceling and Testing (VCT), pelayanan rujukan HIV ke rumah
sakit lain yang di tunjuk melayani HIV/AIDS, dan penerapan Universal
Precaution.
22. Rumah sakit melakukan penanggulangan Tuberkulosa ( TB ) sesuai dengan
pedoman stategi DOTS
23. Jika pelayanan yang dibutuhkan pasien tidak bersedia di rumah sakit, maka
pasien harus dirujuk ke rumah sakit lain yang bisa melayani setelah
mendapat persetujuan pasien / keluarga
24. Rumah sakit menghargai dan memenuhi hak pasien yang dilayani.
25. Seluruh karyawan rumah sakit berkewajiban menjaga dan melindungi
rahasia medis pasien yang dilayani.
26. Rumah sakit melakukan pengumpulan, validasi dan analisis data baik
internal ataupun eksternal untuk pengembangan pelayanan rumah sakit.

4
B. KEBIJAKAN KHUSUS :
1. ORGANISASI PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN INFEKSI
a) Dalam rangka melindungi pasien, pengunjung dan petugas terhadap
penularan infeksi di Rumah Sakit, maka RS Tk.III Dr. R. Soeharsono
Banjarmasin melaksanakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
(PPI).
b) Agar pelaksanaan PPI terkoordinasi dengan baik, Karumkit
membentuk Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (KPPI)
serta Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (TPPI). Komite PPI
RS Tk.III Dr. R. Soeharsono Banjarmasin bertanggung jawab langsung
kepada Karumkit. Tim PPI bertanggung jawab langsung kepada Komite
PPI.
c) Komite dan Tim PPI mempunyai tugas, fungsi dan kewenangan yang
jelas sesuai dengan Pedoman Manajerial Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan fasilitas kesehatan lainnya
yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Tahun 2011.
d) Pelaksanaan PPI dikelola dan diintegrasikan antara struktural dan
fungsional disemua unit dan menjadi tanggung jawab seluruh staf dan
karyawan.
e) Agar kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi berjalan lancar,
maka RumahSakit RS Tk.III Dr. R. Soeharsono Banjarmasin memiliki 1
IPCN (Infection Prevention and Control Nurse) purna waktu yang
bertugas mengawasi seluruh kegiatan pencegahan pengendalian
infeksi yang meliputi gugus tugas perawatan, CSSD, Laundry, Instalasi
Farmasi, Instalasi Gizi, Administrasi, IGD, Laboratorium,.
f) Dalam melaksanakan tugasnya IPCN dibantu oleh IPCLN (Infection
Prevention and Control Link Nurse) sebagai pelaksana
harian/penghubung di unit masing-masing.

2. KEWASPADAAN STANDAR
Meliputi kebersihan tangan, pemakaian alat pelindung diri, disinfeksi
dan sterilisasi, tatalaksana linen, penatalaksanaan limbah dan benda
tajam, pengendalian lingkungan, praktik menyuntik yang aman,kebersihan
pernafasan/etika batuk, praktek lumbal punksi, perawatan peralatan
pasien, penatalaksanaan linen, program kesehatan karyawan, penempatan
pasien. Kewaspadaan standar diterapkan secara menyeluruh di semua
area RS dengan mengukur risiko yang dihadapi pada setiap situasi dan
aktivitas pelayanan sesuai Panduan PPI RS Tk.III Dr. R. Soeharsono
Banjarmasin.

5
3. KEBERSIHAN TANGAN
a. Kebersihan tangan dilakukan oleh seluruh petugas klinis maupun non
klinis di seluruh lingkungan RS Tk.III Dr. R. Soeharsono Banjarmasin.
b. Indikasi kebersihan tangan secara umum :
Segera : setelah tiba di tempat kerja
Sebelum :
Kontak langsung dengan pasien
Memakai sarung tangan sebelum pemeriksaan klinis dan
tindakan invasif
Menyediakan / mempersiapkan obat-obatan
Mempersiapkan makanan
Memberi makan pasien
Meninggalkan rumah sakit
Diantara : prosedur tertentu pada pasien yang sama dimana
tangan terkontaminasi untuk menghindari kontaminasi silang
Setelah :
Kontak dengan pasien
Melepas sarung tangan
Melepas alat pelindung diri
Kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, ludah, dahak,
muntahan, urine, keringat dan peralatan yang diketahui atau
kemungkinan terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh,
pispot, urinal baik menggunakan atau tidak menggunakan
sarung tangan.
Menggunakan toilet, menyentuh / melap hidung dengan tangan
(batuk / bersin).
Menyentuh lingkungan di sekitar pasien

c. 3 Jenis kebersihan tangan :


Kebersihan tangan surgical
Kebersihan tangan Aseptik
Kebersihan tangan alkohol handrub

d. Kebersihan tangan dilakukan menurut 5 Momen Kebersihan Tangan


(WHO):
Momen 1 : sebelum kontak dengan pasien
Momen 2 : sebelum tindakan asepsis
Momen 3 : setelah terkena cairan tubuh pasien
Momen 4 : setelah kontak dengan pasien
Momen 5: setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien

6
e. 6 langkah kebersihan tangan.
Bersihkan kedua telapak tangan
Menggosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dan tangan
kanan
Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari
Jari-jari sisi dalam kedua tangan saling mengunci dan saling
digosokkan
Gosok ibu jari kiri dengan gerakan berputar dalam genggaman
tangan kanan dan sebaliknya
Gosok telapak tangan kiri dengan memutar ujung jari-jari kanan
dan sebaliknya

f. Jenis kebersihan tangan untuk seluruh ruangan / bagian (klinis & non-
klinis) di RS Tk.III Dr. R. Soeharsono Banjarmasin, yaitu :
Kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun antiseptik
chlorhexidine 2% (aseptik)
Kebersihan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol
(handrub)
Kebersihan tangan sebelum pembedahan dengan larutan
antiseptik chlorhexidine 4 % (surgical).

g. Kebersihan tangan efektif :


Tidak mengenakan jas lengan panjang saat melayani pasien
Bagi semua petugas yang berkontak langsung dengan pasien
(klinisi), semua perhiasan yang ada (misalnya: jam tangan, cincin,
gelang) harus dilepaskan selama bertugas dan pada saat
melakukan kebersihan tangan
Kuku dijaga tetap pendek tidak melebihi 1 mm, tidak menggunakan
kuku palsu dan cat kuku
Jika tangan ada luka ditutup dengan plester kedap air
Tutuplah kran dengan siku tangan atau putar kran menggunakan
handuk sekali pakai
Membersihkan tangan dengan sabun cair dan air mengalir apabila
tangan terlihat kotor
Membersihkan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol
(handrub) bila tangan tidak terlihat kotor diantara tindakan
Keringkan tangan menggunakan Tissu
Pastikan tangan kering sebelum memulai kegiatan / mengenakan
sarung tangan

7
Jangan menambahkan sabun cair ke dalam tempatnya bila masih
ada isinya.
Dispenser sabun harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum
pengisian ulang

h. Sediakan di setiap ruangan / bagian :


Area klinis (area perawatan/pelayanan langsung terhadap pasien):
Wastafel dengan air yang mengalir.
Larutan chlorhexidine 2 % (indikasi kebersihan tangan momen
2 dan 3) : poli rawat jalan, ICU, kamar bayi, hemodialisa, UGD
(area non tindakan), ruang keperawatan, unit penunjang medik
(radiologi, laboratorium klinik, rehabilitasi medik).
Larutan chlorhexidine 4 % : UGD (area tindakan), kamar
bedah, VK
Sabun biasa (handsoap) : kamar pasien, pos perawat (indikasi
kebersihan tangan momen 1,4,5), toilet, dapur.
Larutan berbahan dasar alkohol (handrub) : setiap tempat tidur
pasien di area kritis (UGD, kamar bayi, ruang observasi VK,
ICU, kamar bedah), setiap pintu masuk kamar pasien,meja
trolly tindakan.

Area non-klinis (area pelayanan tidak langsung terhadap pasien) :


Wastafel dengan air yang mengalir.
Sabun biasa (handsoap) : toilet, dapur, perkantoran, kantin,
aula.
Larutan chlorhexidine 2% (indikasi kebersihan tangan momen
3): sanitasi, kamar cuci, kamar jenazah, CSSD.
Larutan berbahan dasar alkohol (handrub) : pintu keluar-masuk
petugas / pengunjung, ruang tunggu rawat jalan, farmasi,
kamar jenazah, area dimana fasilitas kebersihan tangan
dengan sabun dan air mengalir tidak tersedia / jauh letaknya.

i. Melakukan monitoring compliance kebersihan tangan dengan cara :


Mengukur / mengobservasi kepatuhan kebersihan tangan :
Petugas klinis setiap 2 minggu sekali (ruang keperawatan,
UGD, ICU, OK,rawat jalan, kamar bayi, VK, rehabilitasi medik,
Gizi) .
Dengan memperhatikan 4,5,6 kebersihan tangan sebelum kontak
dengan pasien (Momen 1 menurut WHO).
Petugas non-klinis setiap sebulan sekali (kamar cuci,
farmasi, dapur, CSSD, sanitasi, kamar jenazah) : sesuai
indikasi kebersihan tangan secara umum.

8
Kepatuhan kebersihan tangan melibatkan petugas klinis
maupun nonklinis dengan sasaran 30 % dari jumlah masing-
masing profesi (Dokter,Perawat,Fisioterapi dan Gizi).

j. Melakukan program edukasi kebersihan tangan pada petugas, pasien,


keluarga dan pengunjung yang merupakan salah satu bagian dari
proses penerimaan pasien baru.

k. Setiap petugas di RS Tk.III Dr. R. Soeharsono Banjarmasin wajib


mengikuti pelatihan kebersihan tangan yang diadakan oleh rumah sakit
secara berkesinambungan mengenai prosedur kebersihan tangan
melalui orientasi dan pendidikan berkelanjutan.

l. Dilakukan monitoring kepatuhan kebersihan tangan petugas (dokter,


perawat, fisioterapi, gizi) setiap 2 minggu sekali pada hari selasa pada
setiap minggu ke 2.

m. Setiap minggu ke 2 hari selasa seluruh karyawan bebas assesoris


tangan.

4. KEWASPADAAN BERDASARKAN TRANSMISI


Merupakan tambahan kewaspadaan standar diterapkan pada pasien
rawat inap yang suspek atau telah ditentukan jenis infeksinya, berdasarkan
cara transmisi kontak, droplet atau airbone. Tatalaksana administratif
meliputi percepatan akses diagnosis, pemisahan penempatan pasien,
mempersingkat waktu pelayanan di rumah sakit, penyediaan paket
perlindungan petugas ; tatalaksana lingkungan meliputi penataan alur
pasien, penataan sistem ventilasi (natural maupun mekanikal) tatalaksana
penyediaan dan penggunaan alat pelindung diri.

a) Rumah Sakit menyediakan penghalang untuk pencegahan dan


prosedur isolasi yang melindungi pasien, pengunjung, staf terhadap
penyakit menular dan pasien yang rentan terhadap infeksi nosokomial (
imuno supressed )
b) Pasien dengan imuno supressed hanya di lakukan stabilisasi keadaan
untuk selanjutnya dirujuk kefasilitas kesehatan yang lebih lengkap.
c) Rumah Sakit berencana untuk saat ini menyiapkan ruang tekanan
negatif, namun saat ini kita menyiapkan ruang kohort untuk perawatan
pasien airbone disease, dengan sistem HEPA fillter dan pertukaran
udara 12 kali per jam, yang terpisah dari pasien non infeksi dan
khususnya terpisah dari pasien dengan kondisi imunocompromise.
d) Tatalaksana perawatan pasien infeksi diterapkan berdasarkan prinsip
kewaspadaan isolasi sesuai cara transmisi spesifiknya. Petugas

9
menerapkan prinsip kewaspadaan kontak atau droplet atau airbone
atau kombinasinya.
e) Transportasi pasien infeksi dari satu unit ke unit lain harus dibatasi
seminimal mungkin dan bila terpaksa harus memperhatikan prinsip
kewaspadaan isolasi.
f) Pembersihan ruang kohort dilakukan setelah pembersihan ruang
perawatan umum dengan menggunakan bahan desinfektan.
g) Prosedur penunjang medik (pengambilan darah, pemberian gizi)
dilakukan setelah pasien yang tidak menular.
h) Setiap pengunjung atau pasien ruang kohort harus dilakukan edukasi
penggunaan APD, kebersihan tangan, etika batuk.
i) Adanya pengaturan alur penyakit menular.

5. PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN INFEKSI TUBERKOLOSIS (PPI TB)


Merupakan bagian tidak terpisahkan dari PPIRS, khususnya kewaspadaan
infeksi airbone, dimaksudkan untuk lebih memprioritaskan kewaspadaan
terhadap risiko transmisi penyakit TB.
a) Semua pasien yang berobat ke UGD dengan keluhan batuk akan
diberikan edukasi oleh petugas RS terlatih mengenai etika batuk serta
higiene respirasi dan diharuskan memakai masker bedah, jika keluhan
pasien mengarah ke TB ( batuk 2 minggu atau batuk darah )
b) Semua pasien yang datang berobat ke poli rawat jalan dengan keluhan
batuk akan diberikan edukasi oleh petugas RS terlatih mengenai etika
batuk serta higiene respirasi dan diharuskan memakai masker bedah
c) Petugas rumah sakit memberikan pelayanan baik administrasi maupun
medis segera (maksimal 30 menit) bagi pasien suspek TB dan pasien TB
sehingga mengurangi waktu pasien tersebut berada di fasilitas pelayanan
kesehatan.
d) Pasien TB yang perlu dirawat inap ditempatkan di ruang terpisah dari
pasien lain (ruang isolasi), jika tidak memungkinkan bisa menggunakan
sistem kohorting dengan lama perawatan maksimal 2 minggu.
e) Rumah sakit menggunakan sistem ventilasi alamiah dan campuran
(menggunakan ekshaust) di ruang perawatan infeksi (Poli DOTS dan
ruang isolasi rawat inap serta UGD) untuk mengurangi penyebaran dan

10
menurunkan kadar penularan percik renik sehingga tidak menularkan
orang lain.
f) Pasien rawat inap MDR TB ditempatkan di ruang isolasi airbone dengan
ventilasi tekanan negatif dan petugas medis menggunakan masker N-95
dalam melakukan pelayanan kesehatan terhadap pasien tersebut.
g) Penampungan sputum oleh pasien harus dilakukan dalam ruangan
dengan konsep AII (Airbone Infection Isolation) atau box khusus dengan
pengaturan sistem ventilasi (Well Ventilated Sputum Induction Booth).
h) Pasien disarankan untuk membersihkan tangan setelah menampung
sputum dengan air mengalir dan sabun atau dengan larutan handrubs.
i) Saat memproses spesimen, petugas laboratorium tetap mengacu pada
kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi melalui
udara (airbone) dan transmisi melalui kontak.
j) Semua petugas kesehatan yang menangani pasien TB akan dilakukan
pemeriksaan kesehatan rutin secara berkala bekerjasama dengan Sub
Sumber Daya Manusia danK3 RS.
k) Apabila pasien akan ditransportasikan keluar dari ruang isolasi, pasien
harus mengenakan masker bedah untuk melindungi lingkungan sekitar.
l) Rumah sakit menjamin dilaksanakannya upaya perlindungan diri yang
adekuat bagi petugas kesehatan dan mereka yang bertugas di tempat
pelayanan.

6. ALAT PELINDUNG DIRI (APD)


Ditata perencanaan, penyediaan, penggunaan dan evaluasinya oleh Komite
PPI RS bersama K3 RS, instalasi farmasi dan bagian logistik RS.
a) APD digunakan berdasarkan prinsip kewaspadaan standar dan isolasi
dengan selalu mengukur potensi risiko spesifik pada setiap aktivitas
pelayanan/tindakan medik sehingga tepat, efektif dan efisien.
b) APD sekali pakai disediakan melalui instalasi farmasi.
c) Adanya ceklist tindakan yang menggunakan APD dan kebersihan tangan.
d) APD yang lain disediakan melalui unit K3 RS.
e) Masker untuk ruang kohort air borne desease dengan masker bedah N95.

11
f) Tim K3 RS melakukan monitoring dan audit ketepatan penggunaan APD
sebagai bahan dalam evaluasi dan rekomendasi peningkatan
efektivitasnya.

7. SURVEILANS INFEKSI RS (IRS)


Dilakukan secara sistematik aktif oleh IPCN (Infection Prevention Control Nurse
perawat pengendali infeksi purna waktu) dan IPCLN (link nurse perawat
penghubung pengendali infeksi) untuk menggambarkan tingkat kejadian berbagai
penyakit infeksi target sesuai Pedoman Surveilans Infeksi Rumah Sakit,
Kemenkes dan penyakit endemis di rumah sakit. Target surveilans yaitu : Infeksi
Saluran Kemih (ISK) terkait kateterisasi, Infeksi Daerah Operasi (IDO), plebitis
pada pasien berisiko, decubitus, Melakukan surveilens PPIRS
a) Melakukan Analisis, evaluasi dan rekomendasi tindak lanjut data infeksi
dilakukan Komite PPI RS di bawah koordinator. Dokter Penanggung jawab
PPI untuk tujuan pengendalian, manajemen risiko dan kewaspadaan
terhadap kejadian luar biasa(KLB)
b) Pengendalian angka IRS menggunakan target sasaran seuai program PPI.
Sasaran angka IRS dievaluasi setiap 3 tahun.
c) Kejadian luar biasa IRS ditetapkan oleh kepala RS berdasarkan pertimbangan
Komite PPI RS pada hasil evaluasi epidemiologik kecenderungan angka IRS
melalui surveilans. Kecenderungan kejadian IRS yang terus menerus
meningkat signifikan selama 3 bulan berturut-turut atau peningkatan signifikan
angka kejadian pada suatu waktu pengamatan tertentu diwaspadai sebagai
KLB. Pencegahan dan pengendalian risiko penyebaran kejadian yang
berpotensi menjadi KLB dilakukan segera secara sinergi melalui kerjasama
lintas unit/satuan kerja oleh Komite PPI RS.
d) Laporan Infeksi RS disampaikan Komite PPI RS kepada Direktur Medik dan
Keperawatan setiap bulan.
e) Pemantauan penerapan bundles Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
(plebitis, ISK, VAP/HAP, IDO) adalah sebagai salah satu tolak ukur
keberhasilan surveilans infeksi RS. Kultur mikrobiologi dilakukan pada setiap
kasus yang diduga infeksi rumah sakit (HAIs).

12
8. PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIBIOTIKA
a) Pemilihan terapi antibiotik secara rasional kepada pasien didasarkan tujuan
dan indikasi (profilaksis atau terapi) sesuai hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi mikroba, sehingga untuk penderita penyakit infeksi perlu dilakukan
pemeriksaan mikrobiologi tersebut bekerja sama dengan KFT.
b) Ketepatan pemberian antibiotika agar aman bagi pasien meliputi :
Tepat indikasi, obat benar-benar dibutuhkan;
Tepat pemilihan obat dengan perbandingan biaya efektivitas yang baik
Tepat pasien, tidak ada kontra indikasi, efek sampingi minimal;
Tepat dosis, tepat cara pemberian, tepat durasi pemakaian;
Tepat informasi, kepada pasien dan keluarganya.
c) Pasien wajib diberi informasi tentang pengobatan yang diberikan dan efek
yang ditimbulkan

9. STERILISASI ALAT/INSTRUMEN KESEHATAN PASKA PAKAI


Di RS dilakukan dengan 2 cara yaitu secara fisika atau kimia, melalui
tahapan pencucian (termasuk perendaman dan pembilasan), pengeringan,
pengemasan, labeling,indikatorisasi, sterilisasi, penyimpanan, distribusi diikuti
dengan pemantauan dan evaluai proses serta kualitas/mutu hasil sterilisasi
secara terpusat melalui Instalasi Pusat Pelayanan Sterilisasi (CSSD)
1. Pemrosesan alat/instrumen paska pakai dipilih berdasarkan kriteria alat.
Sterilisasi dilakukan untuk alat kritikal, sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi
(DTT) dilakukan untuk alat semi kritikal, disinfeksi tingkat rendah untuk alat
non kritikal.
2. Kriteria pemilihan desinfektan didasari telaah secara cermat terkait kriteria
memiliki spektrum luas dengan daya bunuh kuman yang tinggi dengan
toksisitas rendah, waktu disinfeksi singkat, stabil dalam penyimpanan, tidak
merusak bahan dan efisien. Unit kerja yang bertanggung jawab terhadap
penyediaan desinfektan dan antiseptik di RS sesuai rekomendasi Komite PPI
RS Tk.III Dr. R. Soeharsono Banjarmasin melalui instalasi farmasi.
3. Instalasi Pusat Pelayanan Sterilisasi (CSSD) bertanggung jawab menyusun
panduan dan prosedur tetap, mengkoordinasikan serta melakukan monitoring
dan evaluasi proses serta kualitas/mutu hasil sterilisasi dengan persetujuan
Komite PPI RS.
13
4. Unit CSSD memonitor pelaksanaan proses dekontaminasi di setiap unit
menggunakan form.

10. PEMAKAIAN ULANG PERALATAN & MATERIAL SEKALI PAKAI (single


use yang dire-use).

Dapat digunakan kembali sesuai dengan rekomendasi manufactur-nya. Alat


Medis Sekali Pakai dapat digunakan ulang (reuse of single use devices)
sesuai kebijakan RS.
a) AMSP dapat diproses secara benar/tepat (rasional) dan hasil sterilisasi
masih efektif dan efisien baik secara fisik /fungsi, kualitas serta aman
digunakan bagi pasien.
b) AMSP sangat dibutuhkan penggunaannya, tetapi sulit diperoleh atau
sangat mahal harganya
c) Pemrosesan AMSP yang disterilkan dan digunakan kembali harus
melalui proses pencatatan dan pengawasan mutu di bagian CSSD
d) AMSP yang non steril dilakukan pengawasan mutu dengan melihat
secara visual dan fungsi dari alat / bahan.
e) Daftar AMSP yang akan digunakan kembali ditentukan oleh RS.
f) Adanya form daftar peralatan alat single use yang di re-use.
g) Adanya form daftar monitoring alar single use yang dire-use.

11. PENGENDALIAN LINGKUNGAN RS


Meliputi penyehatan air, pengendalian serangga dan binatang
pengganggu, penyehatan ruang dan bangunan, pemantauan higiene
sanitasi makanan, pemantauan penyehatan linen, disinfeksi
permukaan/udara/lantai, pengelolaan limbah cair/limbah B3/limbah
padat medis/non medis dikelola oleh Instalasi Sanitasi Lingkungan RS
(ISLRS) dan Sub Bagian Rumah Tangga bekerjasama dengan pihak
ketiga, berkoordinasi dengan Komite PPI RS, sehingga aman bagi
lingkungan.

a) Pengelolaan limbah harus memperhatikan prinsip sebagai berikut :

14
Semua limbah beresiko tinggi harus diberi label/ tanda yang jelas.
Wadah /container diberi alas kantong plastic dengan warna : kuning
untuk limbah infeksius & B3, merah untuk limbah radioaktif, hitam untuk
limbah non medis / domestika.
Limbah tidak boleh dibiarkan atau disimpan > 24 jam
Kantong plastic tempat limbah tidak diisi terlalu penuh ( cukup 3/4)
Wadah / container harus tertutup, tahan bocor, tidak berkarat, mudah
dikosongkan atau diangkat, mudah dibersihkan dan berada ditempat
yang terlindungi binatang atau serangga.
b) Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah anti bocor dan
tahan tusukan ( safety box), tanpa memperhatikan terkontaminasi atau
tidak.
c) Jarum dan syringe harus dimasukkan ke dalam Safety box
d) Pengangkutan limbah harus menggunakan troli yang tertutup.
Pengangkutan dilakukan 2 kali.
e) Pembuangan atau pemusnahan limbah medis padat harus dilakukan di
tempat pengelolaan sampah medis dalam hal ini Rumah Sakit
bekerjasama dengan pihak ketiga.
f) Petugas yang menangani limbah harus mengunakan APD seperti sarung
tangan khusus, masker, sepatu boot, apron, pelindung mata, dan bila
perlu helm
g) Prinsip metode pembersihan ruang perawatan dan lingkungan, pemilihan
bahan desinfektan , cara penyiapan dan penggunaannya dilaksanakan
berdasarkan telaah panitia PPI RS untuk mencapai efektivitas yang tinggi.

12. PENGELOLAAN LINEN

a) Jenis linen di RS Tk.III Dr. R. Soeharsono Banjarmasin dikualifikasikan


menjadi linen bersih, linen kotor infeksius, linen kotor non infeksius
b) Untuk mencegah kontaminasi, pengangkutan linen menggunakan
kantong linen yang berbeda, linen kotor dengan kantong linen berwarna
hitam dan linen kotor infeksius dengan kantong linen kuning

15
c) Pencegahan kontaminasi lingkungan maupun pada petugas dilakukan
dengan desinfeksi kereta linen, pengepelan/disinfeksi lantai,
implementasi praktik kebersihan tangan, penggunaan alat pelindung diri
(APD) sesuai potensi resiko selama bekerja

13 PENGELOLAAN MAKANAN

Pengelolaan makanan di instalasi gizi memperhatikan standar sanitasi


makanan minuman, alat, lingkungan produksi dan higiene perorangan
penjamah makanan.
a) Semua bahan makanan yang disiapkan sampai dengan disajikan
kepada pasien, pegawai atau pengunjung dikelola sesuai pedoman
dan standar prosedur pelayanan instalasi gizi agat terhindar dari
pencemaran dan penularan infeksi melalui makanan
b) Penyimpanan bahan makanan harus selalu terpelihara dan dalam
keadaan bersih, terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya dan
hewan lain serta suhu penyimpanan disesuaikan dengan jenis bahan
makanan.
c) Penjamah makanan yang kontak langsung dengan makanan mulai
dari proses penyiapan bahan sampai dengan penyajiannya dilakukan
surveilans higiene pribadi berupa monitoring kultur mikrobiologi swab
rektal, dikoordinasikan dan di bawah tanggung jawab Komite K3 RS.
d) Petugas unit harus dalam kondisi sehat dan dilakukan pemeriksaan
berkala selama 6 (enam) bulan sekali

14. PENDIDIKAN dan PELATIHAN PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN


INFEKSI RS
Direncanakan dan dilaksanakan secara periodik dan berkesinambungan
oleh bagian Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT) bekerjasama dengan
Komite PPI RS untuk menjamin setiap petugas yang berada dan bekerja
di RS (termasuk peserta didik dan karyawan kontrak) memahami dan
mampu melaksanakan program PPI RS , khususnya kewaspadaan
standar dan kewaspadaan berbasis transmisi.

16
a) Seluruh SDM baru di RS wajib mengikuti program orientasi, termasuk
materi PPIRS
b) Setiap ada mahasiswa yang akan praktek harus diberiakan materi
orientasi PPIRS.
c) Monitoring dan evaluasi hasil pendidikan dan pelatihan dilakukan
oleh bagian SDM bersama Komite PPI RS sesuai ketentuan yang
berlaku sebagai dasar perencanaan program selanjutnya.
d) Seluruh staff dididik tentang pengelolaan infeksius.

15. PENDIDIKAN PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN INFEKSI


DIBERIKAN UNTUK SETIAP PASIEN.

Untuk pasien rawat inap disampaikan oleh perawat saat orientasi pasien
baru masuk, meliputi kebersihan tangan, etika batuk dan ketertiban
membuang sampah.
16. PENGKAJIAN RISIKO INFEKSI PADA KONSTRUKSI & RENOVASI di
RS
a) Sebelum melakukan kontruksi atau renovasi bangunan dilakukan
analisis terhadap kualitas udara, persyaratan utilisasi, kebisingan,
getaran dan prosedur emergensi.
b) Setiap konstruksi maupun renovasi bangunan yang dilakukan di RS
harus mengutamakan keselamatan pasien, pengunjung dan petugas
berdasarkan prinsip-prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi .
c) Pengkajian risiko infeksi dibuat berdasarkan dari panduan Infection
Control Risk Assesment (ICRA).
d) Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (KPPI
RS) melakukan pengkajian risiko infeksi dan tindak lanjut
berkolaborasi dengan bagian pemeliharaan dan K3 RS.

17. PENGGUNAAN CAIRAN DESINFEKTAN


a) Proses desinfeksi alat dapat dikategorikan menjadi:
Peralatan Kritis/risiko tinggi: adalah peralatan medis yang masuk
kedalam jaringan tubuh steril atau sirkulasi darah. Contoh isntrumen

17
bedah, kateter intravena, kateter jantung. Pengelolaannya dengan
cara sterilisasi.
Peralatan semikritis/risiko sedang: adalah peralatan yang kontak
dengan membrana mukosa tubuh. Pada peralatan semikritis, proses
sterilisasi disarankan namun tidak mutlak, jadi bisa dilakukan
disinfeksi tingkat tinggi.
Peralatan Nonkritis/resiko rendah: adalah peralatan yang kontak
dengan permukaan kulit utuh contoh: tensimeter, stetoskop, linen,
alat makan, lantai, perabot, tempat tidur. Untuk jenis peralatan ini
dapat digunakan disinfeksi tingkat sedang sampai tingkat rendah.
b) Disinfeksi lingkungan rumah sakit
Permukaan lingkungan : lantai, dinding, dan permukaan meja, trolly
didisenfeksi dengan detergen netral.
Lingkungan yang tercemar darah atau cairan tubuh lainnya
dibersihkan dengan desinfektan tingkat menengah.
c) Penggunaan disinfektan di ruang infeksi (menular) dan Area kritis
Untuk mengepel/membersihkan lantai dan wc menggunakan : creolin
Untuk area yang sering disentuh (High touch area) menggunakan
disinfektan: Lysol 1:100 (permukaan logam), Chlorine 0.05 %
(permukaan bukan logam).
Untuk area yang jarang disentuh (Non High touch area)
menggunakan sabun PH netral
d) Penggunaan disinfektan di area banyak tumpahan darah/cairan tubuh:
menggunakan disinfektan Chlorine 0.5%

Cairan desinfektan yang digunakan di RS Tk.III Dr. R. Soeharsono


Banjarmasin
NO ISI MERK PENGGUNAAN
1 Isopropyl, ethil alkohol Alkohol 70 %, Softa-man Antiseptik kulit
2 Chlorhexidine 2% Acetron Antiseptik kebersihan
tangan ruang perawatan,
antiseptik kulit pre operasi
3 Chlorhexidine 4% Cutisoft Antiseptik kulit kebersihan
tangan daerah kritis
4 Povidone Iodine 7.5% Bethadine Solotion Antiseptik kulit dan luka
operasi
5 Chlorin Bycline Disinfektan tumpahan
darah dan cairan tubuh

18
lainnya.
penggunaan di kamar
bersalin
untuk wabah (mis ;C
difficile)
Multi Drug Resisten
Organisem (Mis MRSA)

6 Gluteraldehyde 3.4% Steranios 2%, Stabimed High level desinfektan


7 Propanol, biphenylol Primasept Antiseptik kulit kamar bedah
2.0 g
8 Ethanol Lysol Low level Disinfeksi
9 Chlorhexidin Desmanol handrub Antiseptik kulit
digluconate solution
10 Benzalkonium Terralin protect High level desinfektan alat semi
chloride, kritikal
phenoxyethanol

18. PRAKTEK MENYUNTIK YANG AMAN


a) Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap suntikan untuk
mencegah kontaminasi pada peralatan injeksi dan terapi.
b) Vial/ampul/botol infus untuk single use harus dapat digunakan dengan
cara yang dapat menjaga syarat aseptik.
c) Multi dose vial digunakan
Hanya digunakan untuk satu orang pasien
Setiap mengakses via multi dose harus menggunakan jarum dan
spuit yang steril
Tidak disimpan atau dibawa ke kamar pasien atau ruang tindakan
kecuali vial tersebut hanya diperuntukkan untuk satu orang pasien
tertentu.
Setelah digunakan untuk pertama kali, harus dicantumkan tanggal
pertama kali vial dibuka dan tanggal beyond use date pada etiket
obat.
d) Cairan infus dalam botol (plastik atau kaca) tidak dapat digunakan
bersama sama untuk beberapa pasien.
e) Insulin flexpen hanya dapat digunakan untuk satu orang pasien dan
tidak dapat digunakan untuk bersama-sama untuk beberapa pasien.
f) Setiap kali penyuntikan insulin dengan menggunakan flexpen harus
menggunakan jarum baru.

19
19. PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN INFEKSI UNTUK PASIEN,
KELUARGA dan PENGUNJUNG.

a) Salah satu Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di rumah sakit


adalah kepedulian terhadap pasien, keluarga dan pengunjung
rumah sakit.
b) Pasien ,keluarga dan pengunjung harus diberikan edukasi tentang
PPIRS.
c) Pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit di RS Tk.III Dr. R.
Soeharsono Banjarmasin dikoordinasi oleh Tim PPIRS yang
tergabung dalam unit rawat jalan dan rawat inap.
d) Masing masing dari tenaga kesehatan ( Dokter, perawat, fisioterapi,
Gizi ,Farmasi dll ) maupun non kesehatan ( Pekarya, petugas
kebersihan , dll ) pasien, keluarga dan pengunjung turut ambil
bagian dalam pencegahan dan pengendalian infeksi.
e) Pasien, keluarga, dan pengunjung yang dirawat di RS Panti Rahayu
harus mentaati peraturan yang ada di RS Panti Rahayu sesuai
dengan peraturan tata tertib pasien.
f) Buku Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit
dan fasilitas lainya tahun 2011 : tentang kebersihan tangan dan
penggunaan Alat Pelindung Diri ( APD ) di fasilitas kesehatan
g) Pasien dapat mengingatkan petugas kesehatan ( Dokter, Perawat,
Fisioterapi, Pekarya, Gizi dll ) bila tidak melakukan kebersihan
tangan sebelum dan sesudah menyentuh pasien dan lingkungan
pasien.
h) Pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit adalah
tanggung jawab pasien, keluarga dan pengunjung.
i) Anak-anak di bawah 12 tahun di larang mengunjungi pasien
j) Pasien, keluarga dan pengunjung berperan penting di dalam
pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit. Setiap
ruangan / unit harus menyediakan fasilitas wastafel,tempat sampah

20
non infeksius (kantong hitam), sabun biasa (handsoap), masker bagi
pasien, keluarga dan pengunjung.

20. PENANGANAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)


a) Agar kejadian KLB dapat dikendalikan dan segera ditangani, Rumah
Sakit Panti Rahayu perlu mempunyai sistem pengendalian dan
penanganan KLB.
b) Untuk mendeteksi secara dini adanya KLB, dilakukan surveilans
infeksi di rumah sakit. Selain untuk deteksi dini, surveilans secara
aktif juga bertujuan untuk mencegah supaya KLB tidak terulang lagi.
c) Surveilans dilakukan oleh IPCN bekerjasama dengan IPCLN. Data
yang didapat dari surveilans diolah oleh komite PPIRS, disertai
analisis, rekomendasi dan tindak lanjut, dan digunakan sebagai
bahan laporan kepada Direktur rumah sakit, dan bahan komunikasi
dengan bagian yang terkait.
d) Kejadian Luar Biasa Infeksi Rumah Sakit ditetapkan oleh Direktur
berdasarkan pertimbangan Komite PPIRS Panti Rahayu Purwodadi
pada hasil evaluasi epidemiologik kecenderungan peningkatan
angka IRS secara signifikan selama 3 bulan berturut-turut.
Peningkatan signifikan angka kejadian IRS pada suatu waktu
pengamatan tertentu diwaspadai sebagai KLB.
e) Penanganan KLB IRS harus dilakukan dengan segera dan secara
terpadu oleh seluruh unsur yang terkait, dikoordinasikan oleh Komite
PPIRS. Selama terjadi KLB, Petugas Ruangan/Bagian terkait,
Kepala Bagian, dan IPCLN, harus berkoordinasi secara intensif
dengan Tim dan Komite PPI Rumah Sakit untuk menangani KLB
tersebut.
f) Setelah menerima laporan dugaan adanya KLB, Komite PPIRS
bersama IPCN/IPCO melakukan investigasi bersama di tempat
terjadinya KLB, meliputi:
Mencatat setiap kejadian infeksi di ruangan sesuai prosedur
Surveilans InfeksiRumah Sakit

21
Mencatat setiap kejadian infeksi di ruangan sesuai prosedur
Surveilans Infeksi Rumah Sakit.
Berkoordinasi dengan IPCLN dan Kepala ruangan serta dokter
yang bertanggung jawab menangani pasien, untuk melakukan
verifikasi diagnosis infeksi rumah sakit, penegakan diagnosis
IRS dan mengkonfirmasi sebagai kasus KLB. Selain itu juga
dilakukan investigasi terhadap kemungkinan sumber penularan,
cara penularan dan kemungkinan penyebarannya, serta aspek
lain yang diperlukan untuk penanggulangan atau memutuskan
rantai penularan.
Berkoordinasi dengan Bagian Laboratorium untuk melakukan:
o Swab ruang/alat yang diduga terkontaminasi bakteri.
o Pengambilan bahan dari berbagai lokasi tersangka sumber
infeksi untuk dibiakkan dan antibiogram.
o Pemasangan label di tempat penampungan bahan
pemeriksaan laboratorium pasien penyakit menular. Label
bertuliskan Awas Bahan Menular
Berkoordinasi dengan seluruh personil di bagian terkait untuk
memberikan klarifikasi-klarifikasi perihal yang terkait dengan
KLB, misalnya pelaksanaan Prosedur Tetap secara benar.
g) Apabila hasil investigasi menyimpulkan telah terjadi KLB, maka
Komite PPIRS menetapkan status siaga bencana KLB dan
melaporkan kepada pimpinan RS.
h) Untuk menanggulangi KLB Komite PPIRS berkoordinasi dengan
Direktorat Pelayanan Medik, Panitia K3 RS, Laboratorium, Farmasi,
Sanitasi, CSSD, Gizi, Kamar Cuci dan Bagian terkait lainnya sesuai
kebutuhan.
i) Apabila diperlukan pasien kasus KLB dirujuk ke rumah sakit rujukan
infeksi yang telah ditetapkan oleh dinas kesehatan.
j) Agar KLB IRS tidak meluas, Komite PPI bersama IPCLN dan
perawat ruangan melakukan langkah-langkah pencegahan dan
pembatasan dengan cara:

22
Melaksanakan dan mengawasi secara ketat pelaksanaan cuci
tangan yang benar dan tepat.
Menggunakan dan mengawasi penggunaan sarung tangan dan
APD lain sesuai indikasi.
Melakukan dan mengawasi pembuangan limbah dengan benar
Melakukan pemisahan pasien yang terinfeksi, disatukan dengan
pasien yang sama-sama terinfeksi/kohorting dan menentukan
staf yang akan memberikan penanganan (dipisahkan dengan
staf lainnya)
Apabila diperlukan mengusulkan kepada Direktur Utama untuk
mengisolasi ruangan atau mengisolasi pasien bersangkutan
yang dianggap tercemar oleh infeksi.
Mengawasi ketat penerapan Kewaspadaan Standar.
Ruangan yang terjadi KLB harus didisinfeksi.
k) Komite PPIRS melakukan dokumentasi tentang kejadian dan
tindakan yang telah diambil terhadap data atau informasi KLB.
l) Komite PPIRS terus melakukan monitoring dan evaluasi sampai KLB
berhasil diatasi.
m) Status KLB wajib dilaporkan ke dinas kesehatan setempat.
n) Komite PPI menyatakan KLB selesai jika dua kali masa inkubasi
terpanjang tidak ditemukan kasus baru.

21. PEMERIKSAAN KULTUR dan SWAB MIKROBIOLOGI DI LINGKUNGAN


RUMAH SAKIT

a) Swab dilakukan 2 kali setahun untuk area kritis (zona risiko tinggi
dan sangat tinggi)
b) Area lain bila diperlukan sewaktu-waktu atau bila terjadi wabah/KLB.
c) Persiapan pemakaian ruangan baru paska renovasi atau konstruksi
rumah sakit.
d) Dilakukan pemeriksaan pada pasien yang menderita infeksi yang
terjadi ili ,ilo.
e) Kultur dilakukan jika ada curiga kasus ILI dan ILO.

23
23. PENANGANAN PASIEN IMMUNOSUPPRESED
a. Penanganan pasien immunocopromised hanya melakukan kestabilisasi
keadaan umum, bila sudah stabil rumah sakit merujuk ke fasilitas
kesehatan yang lain.
b. RS Panti Rahayu tidak melakukan perawatan pasien imuncompromised.
Apabila terdapat pasien imunocompromised, maka dirujuk ke fasilitas
kesehatan yang lainnya.

23. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI KAMAR


JENAZAH
a) Pemindahan jenazah dari ruang perawatan:
Proses pemindahan harus sesuai dengan prinsip-prinsip
Kewaspadaan Standar.
Aspek budaya dan agama harus diperhatikan. Keluarga pasien
yang ingin melihat jenazah setelah dipindahkan dari ruang
perawatan juga harus menerapkan Kewaspadaan Standar.
Penanganan semua jenazah petugas harus menggunakan APD
yang sesuai.

b) Perawatan jenazah di kamar jenazah:


Petugas kamar jenazah harus melakukan Kewaspadaan
Standar ; melakukan kebersihan tangan yang benar dan
menggunakan APD yang sesuai dengan risiko pajanan sekret /
cairan tubuh pasien.
Pengawetan jenazah dengan menggunakan cairan formal
dehide dilakukan sesuai prosedur dan prinsip-prinsip
Kewaspadaan Standar.
Pengawetan jenazah tidak boleh dilakukan pada pasien yang
meninggal akibat penyakit menular.

24
Pemulasaraan jenazah secara higienis (membersihkan badan,
merapikan rambut, mendandani, memotong kuku dan mencukur)
harus dilakukan dengan menerapkan Kewaspadaan Standar.
Setelah selesai perawatan jenazah tempat dan ruangan wajib
dilakukan dekontaminasi.
c) Pembersihan dan disinfeksi kamar jenazah sesuai dengan ketentuan
panduan Pengelolaan Kamar Jenazah.
d) Penatalaksanaan limbah dan linen kamar jenazah sesuai dengan
ketentuan panduan Pengelolaan Kamar Jenazah.
e) Pemulasaraan jenazah berpenyakit menular harus dilakukan sesegera
mungkin, tidak melebihi batas waktu 4 jam.

24. PERSIAPAN PEMAKAIAN RUANGAN BARU PASKA KONSTRUKSI /


RENOVASI RS
a) Melakukan analisis dampak renovasi dan konstruksi terhadap kualitas
udara,tingkat kebisingan .
b) Melakukan edukasi (pemasangan rambu2 atau gambar diarea
renovasi) kepada petugas ,pengunjung dan pasien.
c) Melakukan pembersihan menyeluruh dan dekontaminasi semua
permukaan, termasuk dinding, langit-langit, jendela dan sistem ventilasi
berisiko tinggi.
d) Makukan swab ruangan dan uji kualitas udara, khususnya di area
berisiko tinggi sebelum ruangan digunakan.

25. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI KAMAR BAYI


a) Ruangan / Lingkungan
Lantai dipel dua kali sehari dengan menggunakan cairan sabun
netral
Ruangan di bongkar satu kali dalam seminggu
AC dibersihkan setiap satu bulan sekali
Pemeriksaan air bersih dilakukan setiap 3 bulan sekali
Ruang bayi sehat harus terpisah dengan ruangan bayi sakit

25
Suhu dan kelembaban kamar bayi sehat : 21 24 C & 45 -
60%, sedangkan
untuk kamar bayi sakit : 22 24 C & 35 60 %
Kulkas obat di check temperaturnya

b) Peralatan
Tempat tidur, gantungan, timbangan, peralatan photo terapi,
dibersihkan setiap hari dengan kain lembab memakai detergen
dan air bersih
Bak mandi : dibersihkan dengan detergen dan air bersih setiap
hari
c) Persyaratan bekerja di kamar bayi
Petugas
Mencuci tangan harus dilakukan sebelum dan sesudah
tindakan / memberi susu bayi, dari toilet, dll
Perawat kamar bayi harus mengikuti program vaccinasi
hepatitis & Varicella.
Tidak boleh memelihara kuku atau memakai perhiasan saat
bekerja.
Perawat yang merawat bayi sehat tidak boleh merawat bayi
sakit.
Rambut harus diikat / dipotong pendek sehingga tidak
mengenai muka bayi saat memberi susu bayi.
Mengganti popok harus mengunakan sarung tangan.

Ibu yang menyusui di kamar bayi


Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui bayi.
Membersihkan puting susu sebelum menyusui bayi
Petugas yang menerima ASI yang dipompa dari ibu /
keluarga, maka pada botol harus ditutup, beri label, tanggal
dan waktu pengambilan ASI.

Bayi

26
Bayi yang sehat harus dipisahkan dari bayi yang sakit.
Pemberian vaccin Hepatitis B diberikan 24 jam setelah lahir
sedangkan bayi dengan riwayat ibu dengan Hepatitis
diberikan immunisasi pasif.
Bayi dengan berat badan normal dimandikan 1x sehari
sebelum putus tali pusat.
Perawatan tali pusat dengan menggunakan air bersih,
dikeringkan dan tidak ditutup dengan kassa.
Bayi yang dirawat dengan blue light, matanya harus ditutup
dan dibuka saat diberi susu.
Setiap bayi mempunyai perlengkapan masing-masing dan
disimpan ditempat yang sudah disediakan.

26. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI KAMAR BERSALIN

a) Pencegahan standar
Baju / gaun panjang dan sarung tangan harus digunakan pada semua
prosedur yang bersentuhan dengan darah atau cairan tubuh pasien,
termasuk juga kebersihan peralatan dan lingkungan, pemeriksaan
plasenta.
Pelindung mata (goggles) dipakai pada setiap prosedur persalinan.
Semua benda tajam yang terkontaminasi oleh darah harus langsung
dibuang kedalam sharp container yang telah tersedia.
Semua linen yang terkena noda darah dimasukkan kedalam kantong
berwarna kuning.
Staff yang mempunyai lesi/luka terbuka atau goresan pada tangan
mereka harus menutup luka tersebut dengan plester kedap air dan
selalu menggunakan sarung tangan saat menangani persalinan.
Staff yang bekerja dikamar bersalin harus ikut dalam program vaccinasi
Hepatitis B.
Semua tissue dan sampah yang terkontaminasi dengan darah harus
dibuang ke dalam kantong plastik kuning.

27
b) Persyaratan bekerja di kamar bersalin
Petugas kamar bersalin
Dokter ganti baju sebelum menolong persalinan.
Menggunakan APD lengkap (sarung tangan, masker, goggle,
apron, topi) sebelum menolong persalinan.
Memakai alas kaki yang telah disediakan khusus untuk kamar
bersalin.
Melaksanakan kebijakan kebersihan tangan yang efektif.
Pasien
Pasien ganti baju sebelum ditolong persalinan
Keluarga yang masuk ke kamar bersalin dibatasi.
Pasien dengan infeksi harus ditempatkan diruang tersendiri
(isolasi)
Bayi
Perawat/bidan yang menerima bayi baru lahir harus
menggunakan APD lengkap.
Penghisap lendir bayi harus menggunakan yang sekali pakai.
Bayi lahir, tali pusat diikat dengan klem tali pusat steril dan diberi
alkohol 70% / povidine iodine7.5% pada ujung tali pusat.
Bayi baru lahir dibersihkan, kemudian bayi dimandikan dengan
air hangat.
c) Lingkungan
Ruang Bersalin
Pembersihan ruang bersalin dilakukan 2x sehari dan setiap
selesai tindakan.
Pembersihan umum dilakukan seminggu sekali pada hari tidak
ada tindakan/persalinan.
Semua tumpahan darah dan cairan tubuh harus dibersihkan
dengan menggunakan desinfektan chlorine.
Tempat tidur, meja pasien, lemari harus dibersihkan dengan
menggunakan deterjen netral setiap selesai digunakan.

28
Alat dan linen
Instrumen yang telah dipakai dicuci dengan air mengalir hanya
untuk menghilangkan noda darah (proses dekontaminasi) dan
langsung dikirim ke CSSD.
Kemasan steril tidak boleh robek, tidak boleh terbuka dan tidak
kotor, dan lihat tanggal kadaluarsa.
Semua peralatan medik steril yang akan dipakai dibatasi
secukupnya sesuai dengan keperluaan saat itu.
Kain gorden harus diganti setiap 1 bulan sekali atau kalau perlu
bila terkena darah.
Linen pasien harus diganti segera setelah pasien selesai
tindakan.
Linen yang telah terkontaminasi dengan darah harus
dimasukkan ke dalam kantong plastik warna kuning.

d) Penanganan terhadap ibu yang positif terpapar virus yang ditularkan melalui
darah Hepatitis B, C dan HIV.
Untuk meminimalkan resiko kelahiran bayi dengan kelainan darah karena
ibunya positif terkena virus yang ditularkan melalui darah, beberapa langkah
yang harus dilakukan :
Pertahankan selaput ketuban tetap utuh selama mungkin.
Tali pusat diklem/ditutup sesegera mungkin untuk menghindari tranfusi
janin maupun ibu yang tidak perlu.
Suntikan dan contoh darah bayi ditunda sampai darah yang berasal dari ibu
dibersihkan.
Dalam keadaan ibu positif menderita Hepatitis B, maka dorongan untuk
imnunisasi terhadap bayi sebaiknya aktif dilakukan.
Pada saat bayi dimandikan, harus dilakukan secara hari-hari sehingga
semua darah menempel bisa dibersihkan, semua peralatan yang
digunakan dibuang diplastik warna kuning atau dibersihkan sehingga
semua yang mengandung protein terangkat. Segera setelah prosedur ini
selesai dilakukan, bayi bisa ditangani dengan normal, tidak perlu diambil
tindakan pengisolasian.
Lakukan imunisasi HBIg bayi baru lahir dengan ibu yang positif hepatitis.
29
27. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI KAMAR BEDAH

a) Pencegahan dan pengendalian Infeksi di Kamar Bedah berfokus pada pasien,


petugas, teknik pembedahan, lingkungan, dan peralatan.
b) PPI di Kamar Bedah meliputi :
Kebersihan Tangan
Kebersihan tangan dilaksanakan melalui praktek mencuci tangan
menggunakan sabun antiseptik (chlorhexidin 2 %) dan air mengalir,
atau handrub. Kebersihan tangan wajib diimplementasikan di kamar
bedah oleh setiap petugas kamar bedah sesuai dengan kebijakan
kebersihan tangan di RS Tk.III Dr. R. Soeharsono Banjarmasin.
Penerapan praktik kebersihan tangan oleh seluruh petugas kamar
bedah berpedoman pada lima saat kebersihan tangan wajib
dilaksanakan (standar WHO) dan enam langkah prosedur.
Kebersihan tangan surgical, menggunakan chlorhexidin 4 %,
dengan enam langkah prosedur dan mencuci sampai siku tangan.
Alat Pelindung Diri (APD)
Pakai sarung tangan sesuai ukuran tangan dan jenis tindakan
Cuci tangan segera setelah melepas sarung tangan
Pakai sarung tangan bila ada kemungkinan akan terkontaminasi
darah, cairan tubuh, sekret, ekskret, bahan/benda terkontaminasi,
mukosa, kulit yang tidak utuh, atau kulit utuh yang potensial
terkontaminasi.
Gantilah sarung tangan bila akan merawat pasien yang berbeda.
Masker bedah dipakai selama tindakan operasi dan diganti
dengan masker baru pada saat akan operasi berikutnya.
Kenakan apron sebelum akan memakai gaun steril
Kenakan Gaun steril untuk tindakan operasi
Kenakan Gaun bersih tidak steril untuk melindungi kulit dari
kontaminasi dan mencegah baju menjadi kotor, selama tindakan
/merawat pasien yang memungkinkan terjadinya percikan cairan
tubuh pasien.

30
Tutup kepala digunakan mulai pintu masuk kamar bedah, dan
diganti setiap kali selesai operasi.
Gunakan alas kaki yang tertutup bagian depan, dan tidak bolong
bolong.
c) Penanganan peralatan perawatan pasien
Pembersihan dan desinfeksi dilakukan segera setelah alat-alat
dipergunakandan dilakukan oleh petugas terlatih.
Peralatan untuk ventilasi dan pernapasan yang digunakan pada
penderita TB yang dioperasi digunakan alat yang sekali pakai.
d) Pembersihan lingkungan
Menggunakan cairan desinfektan untuk RS sesuai dengan pedoman
RS
Tempat tidur/ kursi, meja, permukaan meja operasi, permukaan meja
instrument dibersihkan setiap selesai dipakai pasien dengan
menggunakan clorin 0,05 % atau desinfektan yang lain sesuai
kebijakan Rumah Sakit
Penanganan limbah, sampah medis (infeksius) dalam kantong kuning
kemudian dibakar di incenerator, benda tajam masuk ke dalam box
safety, sampah umum/rumah tangga (non infeksi) dibuang di TPA.
Penanganan tumpahan darah atau bahan infeksi harus dibersihkan
sesuai SPO.
e) Pasien
Pasien berhenti merokok 1 bulan sebelum operasi.
Mandi pasien dengan antiseptik malam dan pagi hari sebelum operasi.
Cukur rambut, dilakukan bila benar-benar diperlukan segera sebelum
operasi dengan menggunakan clipper bukan razor.
Post operasi, meliputi pencegahan dan rawatan pasien sebelum,
selama pasien dan sesudah pasien operasi.
Penderita TB sewaktu dibawa masuk kamar operasi segera langsung
masuk kamar operasi tidak diperbolehkan menunggu di lingkungan
kamar operasi. Masker bedah harus dipakai pasien selama pasien
dipindah ke kamar operasi

31
Pasien TB harus dipulihkan kesadarannya diruang kamar operasi /
ruang anastesi, tidak boleh diruangan pemulihan.
f) Petugas
Memberikan pendidikan dan pelatihan kepada petugas kamar bedah
Memberikan motivasi kepada petugas.
Petugas tidak memakai jam tangan, gelang, cincin.
Tidak berkuku panjang dan memakai kutek
Petugas yang sakit menular dilarang untuk bekerja di kamar bedah.

28. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI POLI KLINIK GIGI


a) Jalur utama penyebaran mikroorganisme pada praktek dokter gigi adalah
melalui :
Kontak langsung dengan luka infeksi atau saliva dan darah yang
terinfeksi
Kontak tidak langsung dari alat-alat yang terkontaminasi
Percikan darah, saliva atau sekresi nasofaring langsung pada kulit yang
terluka maupun utuh atau mukosa
Aerosol atau penyebaran mikroorganisme melalui udara.
b) Semua pasien yang datang harus dianggap carrier dari mikroorganisme
patogen.
Evaluasi pasien : mengetahui riwayat kesehatan yang lengkap
Perlindungan diri :
Hindari memegang sesuatu yang tidak dibutuhkan pada waktu
merawat pasien, hindari kontak dengan mata, hidung, mulut dan
rambut serta hindari memegang luka atau abrasi.
Tutupi luka atau lecet-lecet pada jari dengan plester kedap air.
Melakukan kebersihan tangan sebelum dan setelah merawat pasien
dengan chlorhexidine 2 %.
Dokter gigi memakai baju praktek yang bersih dan berlengan pendek.
Dokter gigi dan perawat gigi harus menggunakan :
Sarung tangan : sarung tangan lateks bersih digunakan pada saat
memeriksa pasien tanpa kemungkinan terjadinya perdarahan,
sarung tangan steril digunakan pada saat melakukan tindakan

32
bedah, sarung tangan rumah tangga digunkan pada saat
membersihkan alat/permukaan kerja atau bila menggunakan
bahan kimia.
Kacamata pelindung : melindungi mata dari splatter dan debris
yang diakibatkan oleh high speed handpiece, pembersihan karang
gigi.
Masker : mencegah terhirupnya aerosol yang dapat menginfeksi
saluran pernafasan atas maupun bawah.
c) Sterilisasi instrumen :
Sebelum disterilkan alat-alat harus dibersihkan terlebih dahulu dari
debris organik, darah dan saliva
Setelah dibersihkan, instrumen harus dibungkus untuk sterilisasi
Proses sterilisasi dilakukan di CSSD
Instrumen harus tetap steril hingga saat dipakai, pembungkus
instrumen hanya boleh dibuka segera sebelum digunakan, apabila
dalam waktu 1 bulan tidak digunakan harus disterilkan ulang.
d) Menutupi pegangan lampu, tombol-tombol pada unit gigi, baki instrumen,
ujung alat three way syringe, saliva ejector, ujung alat tambalan sinar,
sandaran kepala dengan plastik, alumunium foil sekali pakai untuk tiap
pasien.
e) Pembuangan barang-barang bekas pakai seperti sarung tangan, masker,
penutup permukaan yang terkontaminasi darah atau cairan tubuh ke dalam
tempat sampah infeksius sedangkan benda tajam seperti jarum atau pisau
scalpel dimasukkan ke dalam tempat sampah benda tajam.
f) Berkumur antiseptic sebelum tindakan kedokteran gigi, efektif mereduksi
jumlah oral mikroorganisme rongga mulut

29. PERBANDINGAN DATA DASAR INFEKSI (BENCHMARKING)

a) Perbandingan data dasar infeksi dilakukan secara internal (antar unit)


maupun eksternal (dengan Rumah Sakit lain yang sejenis atau dengan
praktik terbaik / bukti ilmiah yang diakui).

33
b) Perbandingan data dasar infeksi dilakukan oleh tim Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi setiap bulan (benchmarking internal) dan setahun sekali
(benchmarking eksternal).
c) Rumah sakit yang menjadi mitra dalam benchmarking eksternal adalah rumah
sakit lokal / nasional yang setara maupun organisasi kesehatan internasional
yang terbukti memiliki praktik terbaik secara ilmiah.
d) Hasil perbandingan dianalisa, ditindaklanjuti dan dilaporkan kepada Direksi
secara tertulis dalam bentuk laporan bulanan PPI (benchmarking internal) dan
laporan surveilans tahunan (benchmarking eksternal).
e) Hasil perbandingan data dasar infeksi internal maupun eksternal
dikoordinasikan dalam rapat tim pokja PPI setiap 3 bulan sekali.

30. RISK MANAGEMENT PPI


a) Setiap gugus tugas melakukan pengkajian risk PPI di masing-masing
ruangan.
b) Pengkajian didasarkan pada management risk.
c) Dilakukan analisis risk management PPI oleh IPCN bersama komite
PPI.
d) Komite PPI menetapkan hasil analis untuk dijadikan program kerja
PPIRS panti rahayu.
e) Risk PPI juga terkait kejadian KLB

Karumkit Tk.III Dr. R. Soeharsono

dr. Komang Agus Wirawan, Sp.B


Letkol Ckm NRP. 11990004540271

34

Anda mungkin juga menyukai