Anda di halaman 1dari 31

fdatu

MINGGU, 01 FEBRUARI 2015


LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK II

A. JUDUL PERCOBAAN
Penentuan Orde Reaksi dan Tetapan Laju Reaksi
B. TUJUAN PERCOBAAN
1. Menunjukkan bahwa reaksi penyabunan etil asetat oleh ion hidroksida adalah reaksi orde
dua.
2. Menentukan tetapan laju reaksi penyabunan etil asetat oleh ion hidroksida dengan cara
titrasi.
C. LANDASAN TEORI
Laju reaksi atau keepatan reaksi dinyatakan sebagai perubahan konsentrasi zat pereaksi atau
produk reaksi tiap satuan waktu.
Laju reaksi= perubahan konsentrai
Waktu yang diperlukan untuk perubahan
Untuk reaksi,
A + B C
Waktu
Volume NaOH(ml)
3 menit
16,00
5 menit
17,10
15 menit
17,30
25 menit
17,70
40 menit
18,80
65 menit
18,90

Laju = -
Laju didefinisikan sebagai perubahan konsentrasi per satuan waktu. Satuan yang umum adalah
mol/dm. Umumnya laju reaksi meningkat dengan meningkatnya konsentrasi dan dapat dinyatakan
sebagai:
Laju = kf (C1,C2,.Ci)
Dimana k adalah konstanta laju,juga disebut konstanta laju spesifik atau konstanta kecepatan,
C1,C2,. Adalah konsentrasi dari reaktan-reaktan dan produk-produk. Sebagai contoh dalam hal
reaksi umum:
aA + bB + .. pP + qQ +
laju reaksi dapat dinyatakan dalam batasan tiap reaktan atau produk

Dimana a,b,,,p,q adalah koefisien-koefisien stokiometris dari reaktan dan produk, l,m adalah orde
dari reaksi terhadap A,B.(Dogra,S.K.2008:623)
Orde dari suatu reaksi menggambarkan bentuk matematik dimana hasil percobaan
dapat ditunjukkan. Orde reaksi hanya dapat dihitung secara eksperimen, dan hanya dapat
diramalkan jika suatu mekanisme reaksi diketahui ke seluruh orde reaksi yang dapat ditentukan
sebagai jumlah dari eksponen untuk masing-masing reaktan, sedangkan harga eksponen untuk
masing-masing reaktan dikenal sebagai orde reaksi untuk komponen itu.(Dogra,S.K.2008:624)
Dalam reaksi orde II, laju berbanding langsung dengan kuadrat konsentrasi dari
satu reaktan atau dengan hasil kali konsentrasi yang meningkat sampai pangkat satu atau dua dari
reaktan-reaktan tersebut.(Dogra,S.K.2008:628)
Reaksi penyabunan etilasetat dengan ion hidroksida
CH3COOC2H5 + OH- CH3COO- + C2H5OH
Bukan merupakan reaksi sederhana, namun ternyata bahwa reaksi ini merupakan reaksi orde
kedua,hokum laju reaksinya sebagai berikut:
= k1 [ester] [OH-]
Atau sebagai :

Dengan : a = konsentrasi awal ester,dalam mol liter-1


b = konsentrasi awal ion OH,dalam mol liter-1
x = jumlah mol liter-1 ester atau basa yang telah bereaksi
k1= tetapan laju reaksi
(Tim Dosen Kimia Fisik.2010:1)
Orde reaksi adalah banyaknya factor konsentrasi zat reaktan yang mempengaruhi
kecepatan reaksi. Penentuan orde reaksi tidak dapat diturunkan dari persamaan reaksi tetapi hanya
dapat ditentukan berdasarkan percobaan. Suatu reaksi yang diturunkan secara eksperimen
dinyatakan dengan rumus kecepatan reaksi :
V = k [A] [B]2
Persamaan tersebut mengandung pengertian reaksi orde 1 terhadap zat A dan merupakan reaksi
orde 2 terhadap zat B. Secara keseluruhan reaksi tersebut adalah reaksi orde 3.(Anonim.2010)

D. ALAT DAN BAHAN


1. Alat yang digunakan yaitu:
Labu Erlenmeyer bertutup asa 250 ml 6 buah
Termometer 1000C 2 buah
Pipet volume 10 ml, 20 ml dan 25 ml
Buret 50 ml 1 buah
Statif dan klem
Botol semprot 1 buah
Gelas kimia 100 ml
Stopwatch 2 buah
Corong biasa 1 buah
Batang pengaduk 1 buah
2. Bahan yang digunakan yaitu:
Larutan NaOH 0,02M
Larutan HCl 0,02M
Indikator phenolphthalein
Etil asetat p.a
Aquades
Tissue

E. PROSEDUR KERJA
1. Memipet 50 ml larutan NaOH dan 50 ml larutan etil asetat lalu memasukkan ke dalam
sebuah labu Erlenmeyer bertutup.
2. Mengukur suhu kedua larutan tersebut hingga suhu kedua larutan sama.
3. Kemudian memipet 20 ml larutan HCL 0,02M lalu dimasukkan ke dalam 6 buah erlenmeyer.
4. Mencampur larutan NaOH dan larutan etil asetat yang suhunya sama kemudian dikocok dan
menjalankan stopwatch pada saat kedua larutan bercampur.
5. Memipet 10 ml dari campuran reaksi pada menit ketiga lalu menambahkan 3 tetes indicator
pp kemudian dititrasi dengan larutan NaOH hingga berwarna pink.
6. Melakukan pengambilan seperti pengerjaan 5 pada menit ke 8,15,25,40 dan 65.
7. Kemudian menstandarisasi larutan NaOH yang ingin diketahui konsentrasinya secara pasti
dan teliti dengan cara mengambil 25 ml larutan etil asetat dan ditambahkan indicator pp lalu
dengan NaOH 0,02M.

F. HASIL PENGAMATAN
Menyediakan 50 ml larutan NaOH dan 50 ml larutan etil asetat
50 ml larutan NaOH + 50 ml larutan etil asetat (suhu 280C) larutan bening
20 ml larutan HCl 0,02M + 10 ml larutan campuran (3 menit) + 3 tetes indicator pp larutan
bening ,lalu dititrasi dengan NaOH 0,02M larutan berwarna pink muda.

0,216 gram etilasetat + 100 ml aquades (dikocok) larutan bening


25 ml larutan etilasetat + 3 tetes indicator pp (dititrasi dengan NaOH 0,02M) larutan berwarna
merah muda,volume NaOH yang digunakan 76,8 ml.

G. ANALISIS DATA
1. Standarisasi NaOH
Diketahui : Volume H2C2O4 = 10 ml
Massa H2C2O4.2H2O = 0,25 gram
Mr H2C2O4. 2H2O = 126 gram/mol
Ditanya : M NaOH =.?
Penyelesaian :
N NaOH =
= 0,0132 N
M

= 0,0132 M
2. Penentuan Tetapan laju reaksi
Diketahui : [ CH3COOC2H5] = a = 0,02 M
[ NaOH ] = b = 0,0132 M
VNaOH = 50 ml
Ditanya : K =?
a. Titrasi 1
VNaOH = 16,00 ml
t = 3 menit = 180 s
mmol NaOH = M x V
= 0,0132 M x 16,00 ml
= 0,2112 mmol
X=
Ln
Ln = k(0,02-0,0132)M.180 s
Ln = k(0,0068)M.180 s
0,148 = k (1,224) MS
K = 0,121 M-1S-1
b. Titrasi 2
VNaOH = 17,10 ml
t = 8 menit = 480 s
mmol NaOH = M x V
= 0,0132 M x 17,10 ml
= 0,225 mmol
X=
Ln
Ln = k(0,02-0,0132)M.480 s
Ln = k(0,0068)M.180 s
0,162 = k (3,264) MS
K = 0,0496 M-1S-1

c. Titrasi 3
VNaOH = 17,30 ml
t = 15 menit = 900 s
mmol NaOH = M x V
= 0,0132 M x 17,30 ml
= 0,228 mmol
X=
Ln
Ln = k(0,02-0,0132)M.900 s
Ln = k(0,0068)M.900 s
0,165 = k (6,12) MS
K = 0,0269 M-1S-1

d. Titrasi 4
VNaOH = 17,70 ml
t = 25 menit = 1500 s
mmol NaOH = M x V
= 0,0132 M x 17,70 ml
= 0,2336 mmol
X=
Ln
Ln = k(0,02-0,0132)M.1500s
Ln = k(0,0068)M.1500 s
0,1708 = k (10,2) MS
K = 0,0167 M-1S-1

e. Titrasi 5
VNaOH = 18,80 ml
t = 40 menit = 2400 s
mmol NaOH = M x V
= 0,0132 M x 18,80 ml
= 0,248 mmol
X=
Ln
Ln = k(0,02-0,0132)M.2400 s
Ln = k(0,0068)M.2400 s
0,186 = k (16,32) MS
K = 0,011 M-1S-1

f. Titrasi 6
VNaOH = 18,90 ml
t = 65 menit = 3900 s
mmol NaOH = M x V
= 0,0132 M x 18,90 ml
= 0,249 mmol
X=
Ln
Ln = k(0,02-0,0132)M.3900 s
Ln = k(0,0068)M.3900 s
0,1869 = k (26,52) MS
K = 0,0070 M-1S-1
Nilai K rata-rata adalah :
K rata-rata =
= M-1S-1
= 0,0387 M-1S-1

H. PEMBAHASAN
Pada percobaan ini yang pertama dilakukan yaitu memasukkan masing-masing 50 ml larutan
NaOH dan etil asetat yang telah dilarutkan dengan air sebanyak 100 ml pada konsentrasi 0,02M ke
dalam labu Erlenmeyer bertutup. Digunakan labu erlenmeyer bertutup agar larutan tidak
terkontaminasi dengan udara luar sehingga larutan tersebut tidak menguap. Kedua campuran ini
kemudian disamakan suhunya agar pada saat dicampur nanti bias cepat terjadi reaksi penyabunan.
Apabila larutan NaOH dan etilasetat langsung dicampurkan dengan cepat pada larutan NaOH. Hal
ini dilakukan karena etilasetat pada percobaan ini membutuhkan reaksi penguraian sehingga jika
dilarutkan etilasetat dituangkan ke dalam larutan NaOH maka akan terjadi reaksi penguraian yaitu
asam ditambah basa akan menghasilkan garam dan alcohol yaitu :
CH3COOC2H5 + OH- CH3COO- + C2H5OH
NaOH + HCl NaCl + H2O
HCl(sisa) + NaOH NaCl + H2O
Campuran antara etilasetat dan NaOH ini harus dikocok terus agar reaksi penguraiannya dapat
berlangsung terus. Pada saat kita mencampurkan maka kita langsung menjalankan stopwatch
selama 3 menit. Setelah 3 menit kita memipet larutan campuran reaksi dan memasukkan ke dalam
labu Erlenmeyer yang berisi larutan HCl. Larutan ini kemudian dikocok lalu ditambahkan
indicator pp, penambahan ini berfungsi sebagai indicator,agar terjadinya titik akhir titrasidan titik
ekivalen dari larutan yang akan dititrasi,kemudian larutan tersebut dititrasi dengan larutan NaOH
0,02M. Perlakuan ini berfungsi untuk mengikat HCl yang berlebih sehingga reaksi
penyabunannya berhenti. Pada saat melakukan titrasi hendaknya dilakukan dengan cepat agar
campuran larutan tidak menguap karena hasil reaksi tersebut menghasilkan alcohol,dimana
alcohol itu mudah menguap. Larutan HCl berfungsi untuk mengasamkan campuran, sehingga
akan menghentikan reaksi. Adapun prinsip kerja dari percobaan ini yaitu suatu reaksi penyabunan
yang didasarkan atas titrasi asam basa,di mana titrasi ini bertujuan untuk menghentikan reaksi
penyabunan agar tidak mengalami reaksi lebih lanjut.

I. PENUTUP
a. Kesimpulan
1. Berdasarkan analisis data ditentukan bahwareaksi antara etilasetat dengan ion hidroksida
adalah reaksi orde dua.
2. Tetapan laju reaksi antara etilasetat dengan ion hidroksida dapat ditentukan dengan cara
titrasi.
3. Tetapan laju yang di peroleh adalah 0,121 M-1S-1, 0,0496 M-1S-1, 0,0269 M-1S-1, 0,0167
M-1S-1, 0,011 M-1S-1 dan 0,007- M-1S-1.
4. Semakin lama waktu yang dibutuhkan campuran untuk bereaksi maka semakin banyak
NaOH yang digunakan.
b. Saran
Sebaiknya praktikan harus lebih teliti dalam melakukan titrasi agar diperoleh hasil yang akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2010. Orde Reaksi. http:// orde reaksi.org.wikipedia. Diakses pada tanggal 8 Desember
2010.
Atkins,P.W.1997. Kimia Fisik edisi keempat. Jakarta : Erlangga.
Dogra,S.K. 2008. Kimia Fisika dan soal-soal . Jakarta : Erlangga.
Ralph H,Petrucci.2005. Kimia Dasar. Jakarta : Erlangga.
Tim Dosen Kimia Fisik.2010. Penuntun Praktikum Kimia Fisik . UNM. Makassar.
siskaa ceria di 03.57
Berbagi

Tidak ada komentar:


Posting Komentar

Beranda
Lihat versi web
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR, AMFOTHER'12
Foto saya
siskaa ceria

Lihat profil lengkapku


Diberdayakan oleh Blogger.

Nonov Chem
Welcome to My BLOG, keep smile, enjoy, hope this can help you... :)
Wednesday, April 24, 2013
Laporan Praktikum - Penentuan Orde Reaksi dan Tetapan Laju Reaksi

Abstrak
Telah dilakukan percobaan untuk penyabunan (saponifikasi) etil asetat dengan Natrium
Hidroksidadengan bantuan katalis HCl untuk mempercepat reaksi. Tujuan dari percobaan ini yaitu
menunjukan bahwa reaksi yang terjadi adalah reaksi orde dua dan menentukan tetapan orde reaksi
dengan cara titrasi, yang pada prinsipnya penambahan HCl berfgunsi sebaagai penetral karena
kelebihan basa pada larutan serta mempercepat reaksi, melalui titrasi dengan NaOH standar. Dari
slope yang diperoleh yaitu didapat persen r 91,1 % Mendekati 100% yamg menandakannya
adalah orde dua selain dilihat dari grafik yang diperoleh. Tetapan laju reaksinya yaitu
Kata kunci: Laju Reaksi, Orde reaksi, Saponifikasi, Titrasi

Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Sabun merupakan garam logam alkali dengan rantai asam monokarbosiklik yang panjang. Sabun
berbahan dari larutan alkali. Larutan alkali yang digunakan dalam pembuatan sabun bergantung
pada jenis sabun yang diinginkan. Larutan alkali yang biasa digunakan dalam pembuatan sabun
keras adalah Natrium Hidroksida, dan alkali yang biasa digunakan dalam sabun lunak adalah
Kalium Hidroksida.
Sabun berfungsi sebagai pengemulsi kotoran-kotoran berupa minyak ataupun zat pengotor
lainnya, pembuatannya yaitu proses saponifikasi lemak minyak dengan larutan alkali
membebaskan gliserol. Lemak minyak yang digunakan dapat berasal dar lemak hewani maupun
nabati, lilin, ataupun minyak ikan laut.
Pada saat ini, teknologi sabun berkembang pesat. Sabun dengan jenis dan bentuk bervariasi serta
kegunaan yang beragam dapat dengan mudah diperoleh dipasaran. Kandungn zat yang terdapat
dalam sabun juga bervarisi sesuai degan sifat dan jenis sabun, dimana zat-zat tersebut dapat
memberi efek, baik yang menguntungkan maupun merugikan. Oleh karena itu perlu jeli
memperhatikan kualitas sabun dengan teliti sebelum membeli dan menggunakannya.
Pada pembuatan sabun, bahan dasar yang biasa digunakan adalah : C12-18. Jika kurang dari C12
akan menyebabkan iritasi pada kulit dan jika lebih dariC20, kurang larut (digunakan sebagai
campuran).
Bertolak dari hal-hal diatas perlu untuk mengetahui tentang bagaimana konsep pembuatan sabun,
dari apa saja bahan yang bereaksi sebagai reaksi penyabunan(saponifikasi), maka dilakukanlah
percobaan ini.

1.2 Tujuan
Menunjukan bahwa reaksi saponifikasi etil asetat oleh ion OH- adalah reaksi orde ke dua, dan
menentukan konsentrasi etil asetat dan ion oH yang bereaksi pada saat t, serta menentukan tetapan
laju reaksi dengan cara titrasi.
1.3 Prinsip
Reaksi penyabunan (saponifikasi) antara etil asetat dengan NaOH berdasarkan reaksi berikut:
Rx: CH3COOC2H5 + 2NaOH CH3COONa + C2H5OH + NaOH sisa
atau
Rx: CH3COOC2H5 + OH- CH3COO- + C2H5OH
Dengan variasi waktu pada suhu 400C, dibantu oleh katalis berupa asam yaitu asam klorida, dan
dilakukan titrasi dengan bantuan indicator PP, untuk menentukan tetapan laju reaksinya.
Dalam titrasi NaOH sisa (kelebihan NaOH) akan bereaksi dengan HCl dengan reaksi sebagai
berikut:
Rx: NaOH (aq) + HCl (aq) NaCl (aq) + H2O (l)

Bab II Tinjauan Pustaka


Saponifikasi adalah suatu reaksi yang menghasilkan sabun dan gliserol melalui penghidrolisaan
dengan basa, lemak atau minyak(Keenan,dkk,1990).
Kinetika kimia menunjukkan kecepatan dan mekanisme perubahan kimia suatu atribut mutu
terhadap waktu pada suhu tertentu. Kecepatan reaksi kimiawi ditentukan oleh massa produk yang
dihasilkan atau reaktan yang digunakan setiap unit waktu (Man 2000).
Laju reaksi merupakan penambahan konsentrasi produk atau pengurangan konsentrasi reaktan per
satuan waktu. Laju reaksi hampir selalu sebanding dengan konsentrasi pereaksi. Mengubah
konsentrasi suatu zat dalam suatu reaksi dapat mengubah laju reaksinya juga. Laju reaksi dapat
ditentukan dari konsentrasi reaktan maupun konsentrasi produk suatu reaksi. Secara matematis
laju reaksi dinyatakan sebagai (Labuza ,1982):

- dA/dt= k[A]n
dimana:
dA/dt = laju perubahan konsentrasi A pada waktu tertentu
k = konstanta laju reaksi
[A] = konsentrasi pereaksi
n = ordo reaksi

Laju reaksi dapat dipergunakan untuk memprediksi kebutuhan bahan pereaksi dan produk
reaksi tiap satuan waktu, dan dapat juga dipergunakan untuk menghitung kebutuhan energi untuk
produksi hidrogen(Agus,2010).
Konstanta laju reaksi bersifat konstan terhadap konsentrasi pereaksi namun akan berubah jika
terjadi perubahan kondisi lingkungan seperti suhu(Labuza ,1982).
Ordo reaksi merupakan bagian dari persamaan laju reaksi. Penentuan ordo reaksi tidak dapat
diturunkan dari persamaan reaksi tetapi hanya dapat ditentukan berdasarkan eksperimen dengan
menggunakan sederet konsentrasi pereaksi. Pada reaksi ordo nol dimana n = 0, laju reaksi tidak
tergantung pada konsentrasi pereaksi dan bersifat konstan pada suhu tetap. Jadi laju reaksi ordo
nol hanya tergantung pada konstanta laju reaksi yang dinyatakan sebagai k. Laju reaksi menurut
ordo satu dimana n = 1, dipengaruhi oleh konsentrasi pereaksi dimana laju reaksi berbanding lurus
dengan konsentrasi pereaksi. Hal ini berarti peningkatan konsentrasi akan meningkatkan pula laju
reaksi(Labuza ,1982).
Pengaruh suhu terhadap kecepatan rekasi kimia pertama kali diungkapkan oleh Vant Hoff pada
1884, dan diperluas oleh Hood dan Arrhenius 1885 dan 1889, selanjutnya pengaplikasian terhadap
kemunduran bahan makanan oleh Labuza pada 1980 (Suyitno,1997; Wisnu,2006).

Bab III Metodologi


3.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan yaitu buret 50ml, statif, Erlenmeyer, botol semprot, batang pengaduk,
cawan petri, spatula, pipet volume dan pipet tetes, bulb, termomoter, stopwatch, hot plate, gelas
beker, dan tisu/kanebo.
Bahan yang digunakan yaitu Akuades, Asam Klorida, Etil Asetat, Indicator PP, dan
Natrium Hidroksida.

Bab IV Hasil dan Pembahasan


4.1 Tabel pengamatan
N0.
Pelakuan
V HCl
(ml)
V NaOH
(ml)
V Etil Asetat
(ml)
t(menit)
V titrasi
A.
Standarisasi NaOH
5+In PP 3 tetes
-
-
-
6,6
B.
Titrasi
10
20
10
0
8,6

10
20
10
10
8,7

10
20
10
20
9,6

10
20
10
30
9,4

10
20
10
40
9,7

t (s)

0
19,9
600
20,4
1200
23,5
1800
22,9
2400
24,1

4.1 Pembahasan
Laju reaksi merupakan penambahan konsentrasi produk atau pengurangan konsentrasi reaktan per
satuan waktu. Laju reaksi hampir selalu sebanding dengan konsentrasi pereaksi, dan Orde reaksi
merupakan pangkat dari konsentrasi komponen itu dalam hukum laju.
Reaksi penyabunan etil asetat dengan ion hidroksida bukan merupakan reaksi sederhana, namun
ternyata bahwa reaksi ini merupakan reaksi orde dua. Pada percobaan ini (penentuan orde reaksi
dan tetapan laju reaksi) digunakan larutan standar NaOH. Tujuan percobaan ini untuk
menunjukkan bahwa reaksi penyabunan etil asetat oleh ion hidroksida merupakan reaksi orde dua.
Selain itu, percobaan ini juga untuk menentukan tetapan laju reaksi penyabunan etilasetat oleh
ioon hidroksida dengan cara titrasi.
Langkah awal yang dilakukan adalah melakukan standarisasi larutan NaOH. Larutan NaOH harus
di standarisasi terlebih dahulu karena larutan tersebut merupakan larutan standar sekunder yang
tidak stabil dalam penyimpanannya. Dalam melakukan titrasi, digunakan larutan HCl yang
bertindak sebagai larutan standar primer. Dari standarisasi diperoleh volume NaOH sebanyak 6,6
ml. Dari hasil percobaan pada titrasi penyabunan, diketahui bahwa konsentrasi larutan NaOH
berubah-ubah. Konsentrasi awal NaOH yang digunakan adalah 0,02 M.

Selanjutnya, larutan etilasetat dan natrium hidroksida ditempatkan pada erlenmeyer bertutup agar
kedua larutan tersebut tidak terkontaminasi dengan zat lain yang dapat mempengaruhi konsentrasi
kedua larutan. Selain itu juga untuk mencegah menguapnya larutan etil asetat yang sifatnya mudah
menguap.
Kemudian masing-masing NaOH dan etil asetat dipipet 20ml dan 10ml,dan dimasukkan kedalam
erlenmayer, dan disamakan suhunya, pada suhu 400C untuk setiap variasi waktu yaitu pada 0
menit, 10 menit, 20 menit, 30 menit dan 40 menit.
Kedua suhu disamakan suhunya karena suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
laju reaksi. Jika suhu dinaikkan maka laju reaksi semakin besar karena kalor yang diberikan akan
menambah energi kinetik partikel pereaksi, akibatnya jumlah dari energi tumbukan bertambah
besar, begitu pun sebaliknya. Larutan yang telah sama suhunya kemudian dicampurkan.
Pencampuran pada suhu yang sama agar laju reaksi yang dihasilkan tidak mengalami perubahan
besar. Kemudian dilakukan pengocokan agar campuran homogen.
Reaksi yang terjadi adalah:
Rx:CH3COOC2H5 (aq) + NaOH (aq) CH3COONa (aq) + C2H5OH (aq)
Tiga menit terakhir dalam setiap variasi waktu, dipipet campuran dan memasukkan ke dalam
larutan HCl 10 ml, lalu ditambahkan indikator PP sebanyak tiga tetes. Penambahan HCl berfungsi
untuk menetralkan campuran karena campuran bersifat basa akibat kelebihan NaOH (ion OH-).
Penetralan dapat mencegah terjadinya reaksi lebih lanjut. Adapun persamaan reaksinya adalah:
Rx: NaOH (aq) + HCl (aq) NaCl (aq) + H2O (l)
Penambahan indikator PP untuk mengatahui titik akhir titrasi yaitu titik dimana mol NaOH sama
dengan mol HCl yang ditandai dengan perubahan warna larutan dari bening menjadi merah muda.
Dari hasil percobaan diketahui bahwa semakin lama pengocokan maka semakin banyak larutan
NaOH yang digunakan. Artinya semakin banyak NaOH yang bereaksi dengan etil asetat.
Perubahan warna yang dihasilkan menandakan bahwa titik ekuivalen sudah tercapai dimana mol
pentiter(NaOH) sama dengan mol analit(campuran), sehingga warna tersebut adalah hasil dari
reaksi antara NaOH dengan indikator.

Berikut penjabaran Faktor yg mempengaruhi laju reaksi:


Sifat alami suatu reaksi. Beberapa reaksi memang secara alami lambat atau lebih cepat
dibandingkan yang lain. Jumlah spesies yang ikut bereaksi serta keadaan fisik reaktan, ataupun
kekompleksan jalanya (mekanisme reaksi) dan factor lain sangat menentukan kecepatan laju
reaksi.
Konsentrasi reaktan. Karena persamaan laju reaksi didefinisikan dalam bentuk konsentrsi reaktan
maka dengan naiknya konsentrasi maka naik pula kecepatan reaksinya. Artinya semakin tinggi
konsentrasi maka semakin banyak molekul reaktan yang tersedia denngan demikian kemungkinan
bertumbukan akan semakin banyak juga sehingga kecepatan reaksi meningkat.
Tekanan. Reaksi yang melibatkan gas, kecepatan reaksinya berbanding lurus dengan kenaikan
tekanan dimana factor tekanan ini ekuivalen dengan konsentrasi gas.
Orde reaksi. Orde reaksi menentukan seberapa besar konsentrasi reaktan berpengaruh pada
kecepatan reaksi.
Temperatur. Temperature berhubungan dengan energi kinetic yang dimiliki molekul-molekul
reaktan dalam kecenderungannya bertumbukan. Kenaikan suhu umumnya menyediakan energi
yang cukup bagi molekul reaktan untuk meningkatkan tumbukan antar molekul. Akan tetapi tidak
semua reaksi dipengaruhi oleh temperature, terdapat reaksi yang independent terhadap
temperature yaitu reaksi akan berjalan melambat saat temperature di naikkan seperti reaksi yang
melibatkan radikal bebas.
Pelarut. Banyak reaksi yang terjadi dalam larutan dan melibatkan pelarut. Sifat pelarut baik
terhadap reaktan, hasil intermediate, dan produknya mempengaruhi laju reaksi. Seperti sifat
solvasi pelarut terhadap ion dalam pelarut dan kekuatan interaksi ion dan pelarut dalam
pembentukan counter ion.
Radiasi elektromagnetik dan Intensitas Cahaya. Radiasi elektromagnetik dan cahaya
merupakansalah satu bentuk energi. Molekul-molekul reaktan dapat menyerap kedua bentuk
energi ini sehingga mereka terpenuhi atau meningkatkan energinya sehingga meningkatkan
terjadinya tumbukan antar molekul
Katalis. Adanya katalis dalam suatu sitem reaksi akan meningkatkan kecepatan reaksi disebabkan
katalis menurunkan energi aktifasi. Dengan penurunan energi aktifasi ini maka energi minimum
yang dibutuhkan untuk terjadinya tumbukkan semakin berkurang sehingga mempercepat
terjadinya reaksi.
Pengadukan. Proses pengadukan mempengaruhi kecepatan reaksi yang melibatkan sistem
heterogen. Seperti reaksi yang melibatkan dua fasa yaitu fasa padatan dan fasa cair seperti
melarutkan serbuk besi dalam larutan HCl, dengan pengadukan maka reaksi akan cepat berjalan.
Dalam percobaan ini yang paling dominan yaitu pengadukan, konsentrasi, sifat alami dari reaksi,
katalis, suhu dan orde reaksi, dimana yang paling signifikan adalah konsentrasi katalis dan suhu.
Untuk orde reaksi, adanya kenaikan orde reaksi ini kemungkinan disebabkan oleh pengaruh
perubahan suhu reaski, atau reaksi yang terjadi tidak sesuai dengan model matematis atau
persamaan yang digunakan dalam menghitung orde reaksi tersebut,
Pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi
Pada teori tumbukan, perubahan jumlah molekul pereaksi dapat berpengaruh pada laju suatu
reaksi. Telah diketahui jumlah mol spesi zat terlarut dalam 1 liter larutan dinamakan konsentrasi
molar. Bila konsentrasi pereaksi diperbesar dalam suatu reaksi, berarti kerapatannya bertambah
dan akan memperbanyak kemungkinan tabrakan sehingga akan mempercepat laju reaksi.
Karena persamaan laju reaksi didefinisikan dalam bentuk konsentrsi reaktan maka dengan naiknya
konsentrasi maka naik pula kecepatan reaksinya. Artinya semakin tinggi konsentrasi maka
semakin banyak molekul reaktan yang tersedia dengan demikian kemungkinan bertumbukan akan
semakin banyak juga sehingga kecepatan reaksi meningkat.

Suhu terhadap laju reaksi


Umumnya kenaikan suhu mempercepat reaksi, dan sebaliknya penurunan suhu memperlambat
reaksi. Bila kita memasak nasi dengan api besar akan lebih cepat dibandingkan api kecil. Bila kita
ingin mengawetkan makanan (misalnya ikan) pasti kita pilih lemari es, karena penurunan suhu
memperlambat proses pembusukan.
Laju reaksi kimia bertambah dengan naiknya suhu. Laju reaksi ditentukan oleh jumlah tumbukan.
Jika suhu dinaikkan, maka kalor yang diberikan akan menambah energi kinetik partikel pereaksi.
Sehingga pergerakan partikel-partikel pereaksi makin cepat, makin cepat pergerakan partikel akan
menyebabkan terjadinya tumbukan antar zat pereaksi makin banyak, sehingga reaksi makin cepat.
Umumnya kenaikan suhu sebesar 1000C menyebabkan kenaikan laju reaksi sebesar dua sampai
tiga kali. Kenaikan laju reaksi ini dapat dijelaskan dari gerak molekulnya. Molekul-molekul dalam
suatu zat kimia selalu bergerak-gerak. Oleh karena itu, kemungkinan terjadi tabrakan antar
molekul yang ada. Tetapi tabrakan itu belum berdampak apa-apa bila energi yang dimiliki oleh
molekul-molekul itu tidak cukup untuk menghasilkan tabrakan yang efektif. Kita telah tahu
bahwa, energi yang diperlukan untuk menghasilkan tabrakan yang efektif atau untuk
menghasilkan suatu reaksi disebut energi pengaktifan(energi aktivasi).
Energi kinetik molekul-molekul tidak sama. Ada yang besar dan ada yang kecil. Oleh karena itu,
pada suhu tertentu ada molekul-molekul yang bertabrakan secara efektif dan ada yang bertabrakan
secara tidak efektif. Dengan perkataan lain, ada tabrakan yang menghasilkan reaksi kimia ada
yang tidak menghasilkan reaksi kimia. Meningkatkan suhu reaksi berarti menambahkan energi.
Energi diserap oleh molekul-molekul sehingga energi kinetik molekul menjadi lebih besar.
Akibatnya, molekul-molekul bergerak lebih cepat dan tabrakan dengan dampak benturan yang
lebih besar makin sering terjadi. Dengan demikian, benturan antar molekul yang mempunyai
energi kinetik yang cukup tinggi itu menyebabkan reaksi kimia juga makin banyak terjadi. Hal ini
berarti bahwa laju reaksi makin tinggi.

Reaksi Saponifikasi
Kata saponifikasi atau saponify berarti membuat sabun (Latin sapon, = sabun dan fy adalah
akhiran yang berarti membuat). Jadi dapat disimpulkan bahwa rekasi saponifikasi adalah
pembuatan sabun.
Secara keseluruhan reaksi-reaksi yang terjadi pada reaksi saponifikasi yaitu(Vogel, 1990):
CH3COOC2H5 + 2NaOH CH3COONa + C2H5OH + NaOH sisa
(etilasetat) (natriumhidroksida) (natriumasetat) (etanol) (natriumhidroksida)
Rx: NaOH sisa + 2HCl NaCl + H2O + HCl sisa
(natriumhidroksida) (asamklorida) (natriumklorida) (air) (asamklorida)
HCl sisa + NaOH NaCl + H2O
(asamklorida) (natriumhidroksida) (natriumklorida) (air)

Untuk memberikan gambaran bahwa reaksi penyabunan etilasetat oleh ion hidroksi adalah orde
dua yaitu reaksi dibawah ini :
CH3COOC2H5 + OH- CH3COO- + C2H5OH
t=0 a b - -
x x x x
t=t (a-x) (b-x) x x
(Sukardjo, 1997)
Untuk dapat menentukan apakah suatu reaksi orde dua atau bukan dapat diselidiki seperti pada
reaksi tingkat satu yaitu (Sukardjo, 1997:
1. Dengan memasukkan harga a, b, t dan x pada persamaan. Bila harga-harga k2 tetap maka
reaksi orde dua.
2. Secara grafik. Bila reaksi orde dua maka grafik t terhadap log merupakan garis lurus tangen
atau slope.Untuk konsentrasi sama, grafik harus lurus bila reaksi orde dua.
3. Half life period tidak dapat dipakai untuk menyelidiki tingkat reaksi, dimana konsentrasi A
dan B berbeda, karena A dan B akan mempunyai waktu berbeda untuk bereaksinya setengah
jumlah zat tersebut.

Berdasarkan percobaan , grafik, dan hasil perhitungan, diperoleh reaksitersebut adalah orde dua.
Bab V Penutup
5.1 Simpulan
Reaksi yang terjadi yaitu reaksi orde dua dengan perolehan..
Berdasarkan grafik yg diperoleh serta perhitungan reaksi yang terjadi adalah reaksi orde dua.
5.2 Saran
Saran saya untuk percobaan kedepannya, untuk standarisasi bias menggunakan asam lain seperti
asam oksalat; menggunakan variasi suhu,; dan variasi kedua-duanya; dan untuk reaksi
saponifikasinya bias menggunakan larutan alkali lain seperti KCl yang adalah bahan untuk
pembuatan sabun lunak.

Daftar Pustaka
Agus Wibowo. 2010. Laju Reaksi Pencampuran Minyak Jarak Dan Air Pada Hydrogen
Reformer Menggunakan Pemanas Dan Katalis. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi
2010 Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang
Anonim.2008. rekasi Penyabunan.yprawira.wordpress.com/reaksi-saponifikasi-pada-proses-
pembuatan-sabun/ ( 4 April 2013)
Keenan,C.W; Kleinfelter,D.C; G,Wood.1990. Kimia Untuk Universitas, jilid 1, edisi 6. AB: A.H
Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta.
Labuza TP. 1982. Shelf-life Dating of Foods. Food and Nutrition Press., Inc., Westport,
Connecticut.
Man CM. 2000. Shelf-life Evaluation of Foods, 2nd ed. Aspen Publisher Incorporation, London.
Sukardjo.1997. Kimia Fisika. Rineka Cipta. Jakarta.
Suyitno.1997.Dasar-Dasar Kinetika Kemunduran Mutu, PAU Pangan dan Gizi. UGM. Yogyakarta.
Vogel.1990. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. PT.Kalman Media Pustaka.
Jakarta.
Wisnu Cahyadi.2006.Konstanta Laju Penurunan Kadar Iodat dalam Garam Beriodium. Jurusan
Teknologi Pangan, Fakultas Teknik, Universitas Pasudan Bandung.

Yovita Novi di 1:30 AM


Share

No comments:
Post a Comment
Link ke posting ini
Create a Link

Home
View web version
About Me
My photo
Yovita Novi

masalah muncul karena keinginan tidak sesuai dengan kenyataan;

jangan lakukan terhadap orang lain apa yang tidak kau kehendaki orang lain lakukan untukmu;

View my complete profile


Powered by Blogger.

Kibtiyah Kimia
Selasa, 10 Desember 2013

laporan praktikum penyabuanan etil asetat

PENENTUAN TETAPAN LAJU REAKSI PENYABUNAN


ETIL ASETAT

Kibtiyah Sri Rahayu, Rezalani Marista_1


Lab. Kimia Fisika Jurusan Kimia Universitas Negeri Semarang
Gedung D8 Lt 2 Sekaran Gunungpati Semarang, Indonesia
kibtiyahrahayu@gmail.com, 085640103552

Abstrak
Telah dilakukan percobaan untuk penyabunan (saponifikasi) etil asetat dengan Natrium
Hidroksida dengan bantuan katalis HCl untuk mempercepat reaksi. Tujuan dari percobaan ini
yaitu menunjukan bahwa reaksi yang terjadi adalah reaksi orde dua dan menentukan tetapan orde
reaksi. Dalam percobaan ini dilakukan dengan cara titrasi. Percobaan dimulai dengan
mencampurkan etil asetat dan NaOH yang sudah termostat (suhunya sama) ke dalam erlenmeyer.
Kemudian diambil beberapa ml dan ditambahkan dengan larutan HCl. Tujuan dari penambahan
HCl adalah untuk menetralkan larutan. Selanjutnya baru dititrasi dengan NaOH. Titrasi dilakukan
sebanyak 12 kali. Dari hasil titrasi diperoleh data hubungan antara waktu (t) dengan volume titran
(NaOH). Semakin lama waktu pencampuran, semakin sedikit volume NaOH yang digunakan
untuk menitrasi. Berdasarkan teori, semakin lama waktu pencampuran maka volume NaOH yang
digunakan semakin banyak. Ketidak sesuaian hasil percobaan dengan teori mungkin disebabkan
kesalahan pada saat awal percobaan, yaitu volume etil asetat yang akan dicampurkan tidak sama
dengan volume NaOH. Hasil akhir dari percobaan dapat dirumuskan reaksi penyabunan etil asetat
yaitu
CH3COOCH5 + OH CH3COO + C2H5OH

Kata kunci: Laju Reaksi, Orde reaksi, Saponifikasi, Titrasi

Pendahuluan
Saponifikasi adalah suatu reaksi yang menghasilkan sabun dan gliserol melalui penghidrolisaan
dengan basa, lemak atau minyak(Keenan,dkk,1990).
Kinetika kimia menunjukkan kecepatan dan mekanisme perubahan kimia suatu atribut mutu
terhadap waktu pada suhu tertentu. Kecepatan reaksi kimiawi ditentukan oleh massa produk yang
dihasilkan atau reaktan yang digunakan setiap unit waktu (Man 2000).
Laju reaksi merupakan penambahan konsentrasi produk atau pengurangan konsentrasi reaktan per
satuan waktu. Laju reaksi hampir selalu sebanding dengan konsentrasi pereaksi. Mengubah
konsentrasi suatu zat dalam suatu reaksi dapat mengubah laju reaksinya juga. Laju reaksi dapat
ditentukan dari konsentrasi reaktan maupun konsentrasi produk suatu reaksi. Secara matematis
laju reaksi dinyatakan sebagai (Labuza ,1982):

dimana:
= laju perubahan konsentrasi A pada waktu tertentu
k = konstanta laju reaksi
[A] = konsentrasi pereaksi
N = ordo reaksi

Laju reaksi dapat dipergunakan untuk memprediksi kebutuhan bahan pereaksi dan produk
reaksi tiap satuan waktu, dan dapat juga dipergunakan untuk menghitung kebutuhan energi untuk
produksi hidrogen(Agus,2010).
Konstanta laju reaksi bersifat konstan terhadap konsentrasi pereaksi namun akan berubah jika
terjadi perubahan kondisi lingkungan seperti suhu(Labuza ,1982).
Ordo reaksi merupakan bagian dari persamaan laju reaksi. Orde reaksi adalah jumlah pangkat
faktor konsentrasi dalam hukum laju bentuk diferensial. Pada umumnya orde reaksi terhadap suatu
zat tertentu tidak sama dengan koefisien dalam persamaan stoikiometri reaksi (Hiskia, 2003).
Penentuan ordo reaksi tidak dapat diturunkan dari persamaan reaksi tetapi hanya dapat ditentukan
berdasarkan eksperimen dengan menggunakan sederet konsentrasi pereaksi. Pada reaksi ordo nol
dimana n = 0, laju reaksi tidak tergantung pada konsentrasi pereaksi dan bersifat konstan pada
suhu tetap. Jadi laju reaksi ordo nol hanya tergantung pada konstanta laju reaksi yang dinyatakan
sebagai k. Laju reaksi menurut ordo satu dimana n = 1, dipengaruhi oleh konsentrasi pereaksi
dimana laju reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi pereaksi. Hal ini berarti peningkatan
konsentrasi akan meningkatkan pula laju reaksi(Labuza ,1982).
Untuk menentukan laju dari reaksi kimia yang diberikan, harus ditentukan seberapa cepat
perubahan konsentrasi yang terjadi pada reaktan atau produknya. Secara umum, apabila terjadi
reaksi A B, maka mula-mula zat yang A dan zat B sama sekali belum ada. Setelah beberapa
waktu, konsentrasi B akan meningkat sementara konsentrasi zat A akan menurun (Partana, 2003 :
47). Hukum laju dapat ditentukan dengan melakukan serangkain eksperimen secara sistematik
pada reaksi A + B C, untuk menentukan orde reaksi terhadap A maka konsentrasi A dibuat tetap
sementara konsentrasi B divariasi kemudian ditentukan laju reaksinya pada variasi konsentrasi
tersebut. Sedangkan untuk menentukan orde reaksi B, maka konsentrasi B dibuat tetap sementara
itu konsentrasi A divariasi kemudian diukur laju reaksinya pada variasi konsentrasi tersebut
(Partana, 2003 : 49).
Pengaruh suhu terhadap kecepatan rekasi kimia pertama kali diungkapkan oleh Vant Hoff pada
1884, dan diperluas oleh Hood dan Arrhenius 1885 dan 1889, selanjutnya pengaplikasian terhadap
kemunduran bahan makanan oleh Labuza pada 1980 (Suyitno,1997; Wisnu,2006).

Metode
Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah dengan cara titrasi. Diawali dengan
memasukkan masing-masing 100 ml larutan NaOH dan Etil asetat ke dalam erlenmeyer berbeda
(temperatur sama) dan menyiapkan 6 buah erlenmeyer berisi 10 ml HCl 0,02 M . Selanjutnya
yaitu mencampurkan larutan NaOH dan etil asetat apabila temperatur sudah mencapai termostat
dan menghidupkan stopwatch pada saat kedua larutan itu bercampur. Memipet 10 ml campuran
reaksi dan memasukkan dalam erlenmeyer yang berisi 10 ml larutan HCl setelah tiga menit setelah
reksi dimulai, kemudian menambahkan 1 tetes indikator PP dan segera titrasi dengan NaOH 0,02
M.
Dalam percobaan ini menggunakan beberapa alat dan bahan. Alat yang digunakan yaitu
labu ukur 250 ml, pipet volume 10 ml, bulb, erlenmeyer 250 ml, buret 50 ml, botol semprot,
corong kaca, stopwatch, gelas ukur 100 ml, batang pengaduk, spatula, termometer, gelas beker,
dan tisu. Bahan yang digunakan yaitu Akuades, Asam Klorida, Etil Asetat, Indicator PP, dan
Natrium Hidroksida. Untuk mengetahui hubungan antara waktu dan volume NaOH menggunakan
grafik.

Hasil Dan Pembahasan

Massa Aluminium Foil = 0,37 gram


Massa Aluminium Foil + NaOH = 0,37 + 0,79
= 1,16 gram

No.
Titer
Volume Titran (ml)
V1
V2
1.
HCl Blangko
15,27
-
2.
Campuran A (t = 0)
17,4

3.
Campuran B (t = 10)
9
10,25
4.
Campuran C (t = 15)
4,5
5
5.
Campuran D (t = 25)
4,1
5,1
6.
Campuran E (t = 30)
3,3
3,5
7.
Campuran F (t = 35)
1,5
2,2
8.
Campuran G (t = 45)
1,4
1,25

Persamaan Reaksi:

CH3COOC2H5 + 2NaOH CH3COONa + C2H5OH +NaOH sisa


NaOH sisa + HCL NaCl + HCl sisa
HCl sisa + NaOH NaCl

Mula2 a b -
Reaksi x x x
Sisa (a-x) (b-x) (x)

Grafik t terhadap Volume (V1 dan V2)


Perhitungan
1. Mencari milimol NaOH sisa reaksi
Untuk 0 menit
mmol NaOH sisa = mmol HCl awal mmol HCl akhir
= M1. V1 M2. V2
= 0,02. 10 0,02. 17,4
= 0.148 mmol
Untuk 10 menit
mmol NaOH sisa = mmol HCl awal mmol HCl akhir
= M1. V1 M2. V2
= 0,02. 10 0,02. 9,75
= 0,005
Untuk 15 menit
mmol NaOH sisa = mmol HCl awal mmol HCl akhir
= M1. V1 M2. V2
= 0,02. 10 0,02. 4,75
= 0,105 mmol
Untuk 25 menit
mmol NaOH sisa = mmol HCl awal mmol HCl akhir
= M1. V1 M2. V2
= 0,02. 10 0,02. 4,6
= 0,108 mmol
Untuk 30 menit
mmol NaOH sisa = mmol HCl awal mmol HCl akhir
= M1. V1 M2. V2
= 0,02. 10 0,02. 3,4
= 0,132 mmol
Untuk 35 menit
mmol NaOH sisa = mmol HCl awal mmol HCl akhir
= M1. V1 M2. V2
= 0,02. 10 0,02. 1,85
= 0,163 mmol
Untuk 45 menit
mmol NaOH sisa = mmol HCl awal mmol HCl akhir
= M1. V1 M2. V2
= 0,02. 10 0,02. 1,325
= 0,1735 mmol
2. Mencari mmol HCl yang sisa reaksi
Untuk 0 menit
mmol NaOH = mmol HCl awal mmol NaOH sisa
= M. V mmol NaOH sisa
= 0,02. 100 ( 0,148)
= 2,148 mmol
Untuk 10 menit
mmol NaOH = mmol HCl awal mmol NaOH sisa
= M. V mmol NaOH sisa
= 0,02. 100 0,005
= 1,995 mmol
Untuk 15 menit
mmol NaOH = mmol HCl awal mmol NaOH sisa
= M. V mmol NaOH sisa
= 0,02. 100 0,105
= 1,895 mmol
Untuk 25 menit
mmol NaOH = mmol HCl awal mmol NaOH sisa
= M. V mmol NaOH sisa
= 0,02. 100 0,108
= 1,892 mmol
Untuk 30 menit
mmol NaOH = mmol HCl awal mmol NaOH sisa
= M. V mmol NaOH sisa
= 0,02. 100 0,132
= 1,868 mmol
Untuk 35 menit
mmol NaOH = mmol HCl awal mmol NaOH sisa
= M. V mmol NaOH sisa
= 0,02. 100 0,163 = 1,837 mmol
Untuk 45 menit
mmol NaOH = mmol HCl awal mmol NaOH sisa
= M. V mmol NaOH sisa
= 0,02. 100 0,1735
= 1,8265 mmol

Waktu
a (mmol)
b (mmol)
(a-x)
1/(a-x)
0
-0,148
2
2,148
0,4655
10
0,005
2
1,995
0,5012
15
0,105
2
1,895
0,5277
25
0,108
2
1,892
0,5285
30
0,132
2
1,868
0,5353
35
0,163
2
1,837
0,5443
45
0,1735
2
1,8265
0,5475

Dari grafik diperoleh persamaan garis y = 0,001x + 0,482


Maka, k = slope = 0,001 atau 10-3

Reaksi penyabunan etil asetat dengan ion hidroksida bukan merupakan reaksi sederhana,
namun ternyata bahwa reaksi ini merupakan reaksi orde dua. Pada percobaan ini (penentuan orde
reaksi dan tetapan laju reaksi) digunakan larutan standar NaOH. Tujuan percobaan ini untuk
menunjukkan bahwa reaksi penyabunan etil asetat oleh ion hidroksida merupakan reaksi orde dua.
Pada praktikum kali ini yang bertujuan tentang pembuktian bahwa reaksi safonofikasi etil
asetat adalah orde dan menentukan tetapan laju reaksi tersebut. Pada dasarnya safonifikasi etil
asetat dapat dinyatakan dalam persamaan:
CH3-COO-C2H5 + OH- CH3COO- + C2H5OH
reksi safonifikasi etil asetat merupakan reaksi ordo dua yang dirumuskan dengan persamaan
d(eter) / dt = k [eter] [OH].
Pada praktikum reaksi safonifikasi etil asetat ini didapat hasil dari basa kuat (NaOH)
dengan mereaksikan etil asetat, maka akan terbentuk asetil dan alkohol. Kecepatan terbentuknya
produk dari waktu pertama to ke t berbeda. Kecepatan atau laju reaksi pada laju tersebut dapat
dicari dengan mengetahui jumlah konsentrasi baik produk maupun reaktan pada saat waktu
tertentu. Konsentrasi OH pada pertsamaan reaksi di atas dapat di anggap sama.
`Dilihat dari kurva yang terbentuk dari hasil pengamatan di atas dapat ditentukan konstanta
laju yang di dapat dari nilai slope yaitu 22,48M-1 menit - . akan tetapi nilai laju ini di dapat dari
nilai konsentreasi NaOH dari setiap waktu yanga digunakan yakni berturut-turut 10,15,25, 30,35
dan 45 menit, dengan konsentrasi 0,46 M-1 , 0,5 M-1, 0,53 M-1, 0,53 M-1, 0,54 M-1, 0,54 M-1
dan 0,55 M-1.
Pada percobaan diperoleh bahwa semakin lama, volume titran semakin sedikit. Hal ini berarti
banyaknya NaOH yang digunakan untuk menetralkan larutan basa semakin sedikit, artinya jumlah
yang digunakan untuk membentuk produk larutan basa semakin sedikit pula. Hal tersebut tidak
sesuai dengan teori yang seharusnya semakin lama diperoleh NaOH yang semakin banyak, ini
terjadi mungkin disebabkan karena volume etil asetat yang dicampurkan tidak sama dengan
volume NaOH. Sehingga larutan lebih bersifat basa.
Kesimpulan
Hasil percobaaan reaksi penyabunan Etil Asetat merupakan reaksi berorde dua dengan
diperoleh konstanta laju reaksi sebesar 10-3, akan tetapi kurva kurang linear (R2<0,9). Reaksi
yang terjadi adalah pada penyabunan antara etil asetat dengan NaOH adalah
CH3COOC2H5 (aq) + NaOH (aq) CH3COONa (aq) + C2H5OH (aq).
Daftar Pustaka
Harjito, 2013, Panduan penulisan manuskrip., diunduh di
www.facebook.com/groups/chemisfun/shshhsnshhhs.pdf pada tanggal 8 Oktober 2013.
Harjito, 2012, Panduan layout naskah dari manuskrip menggunakan Scribus bagi pemula,
Chemistri in Education 5(2): 67-81.
Wahyuni, Sri. 2013. Diktat Petunjuk Praktikum Kimia Fisika. Jurusan Kimia FMIPA Universitas
Negeri Semarang
Hiskia, Achmad. 2001. Elektrokimia dan Kinetika Kimia. Bandung: Citra Aditya Sakti.
Setiaji, Kartiko. 2011. Laporan Percobaan Kimia. Jogjakarta: SMA 1 Jetis.
Partana, Crys Fajar, dll. 2003. Common Textbook : Kimia Dasar 2. Yogyakarta : UNY
Press
Anonim.2008. rekasi Penyabunan.yprawira.wordpress.com/reaksi-saponifikasi-pada-proses-
pembuatan-sabun/ ( 10 Oktober 2013)

kibtiyah di 15.08
Berbagi

Tidak ada komentar:


Posting Komentar

Beranda
Lihat versi web
Mengenai Saya

Foto saya
kibtiyah
Lihat profil lengkapku
Diberdayakan oleh Blogger.

Silvia's blog
Sabtu, 11 Januari 2014
Laporan Kimia Fisika _ Penyabunan Etil Asetat
Penentuan Tetapan Laju Reaksi Penyabunan Etil Asetat
Silvia Marceliana, Khusnul Khotimah
Lab. Kimia Fisika Jurusan Kimia Universitas Negeri Semarang
Gedung D8 Lt 2 Sekaran Gunungpati Semarang, Indonesia
silvia.marceliana1412@gmail.com, 085642668343
50229

Abstrak
Reaksi penyabunan etil asetat yaitu reaksi antara etil asetat dengan NaOH. Tujuan dari praktikum
ini adalah untuk membuktikan bahwa reaksi penyabunan etil asetat oleh ion hidroksida adalah
reaksi yang berordo dua, serta menentukan tetapan laju reaksi yang terjadi pada penyabunan etil
asetat. Praktikum kali ini menggunakan metode titrimetri yaitu menitrasi campuran larutan antara
20 mL HCl dengan 10 mL larutan campuran NaOH-etil asetat pada t tertentu yaitu pad menit ke-0,
3, 8, 15, 25, 40, dan 65 . Variabel terikat pada praktikum ini adalah laju reaksi penyabunan etil
asetat. Sedangkan variabel bebas pada praktikum ini adalah konsentrasi reaktan (konsentrasi etil
asetat dan konsentrasi NaOH). Untuk temperatur, tekanan, dan metode praktikum sebagai variabel
kontrol. Dari percobaan diperoleh volume NaOH yang diperlukan untuk menitrasi semakin
banyak, seiring berjalannya waktu. Semakin lama waktu yang diperlukan dalam penyabunan etil
asetat maka laju reaksi yang terjadi semakin lambat. Dari praktikum yang dilakukan diperoleh
harga tetapan laju reaksi penyabunan etil asetat sebesar 0,03125 dan membuktikan bahwa
penyabunan etil asetat berorde dua.
Kata kunci: Etil asetat, Laju reaksi, Saponifikasi

Abstract
Ethyl acetate saponification reaction is the reaction between ethyl acetate with NaOH. The
purpose of this lab is to prove that the saponification reaction of ethyl acetate by reaction of the
hydroxide ion is berordo two, as well as determining the reaction rate constant in the
saponification of ethyl acetate. Practicum this time using titrimetric method which titrate the
mixture between the 20 mL solution of HCl with 10 mL of ethyl acetate-NaOH mixture at that
particular t pad minute 0, 3, 8, 15, 25, 40, and 65. The dependent variable in this lab is the reaction
rate of ethyl acetate saponification. While the independent variable in this lab is the reactant
concentration (the concentration of ethyl acetate and the concentration of NaOH). For
temperature, pressure, and as a practical method of control variables . Obtained from the
experiments that the volume of NaOH required to titrate the more, as time goes by. The longer the
time required in the saponification of ethyl acetate the reaction rate occurs more slowly. Obtained
from the lab that performed the reaction rate constant prices saponification of ethyl acetate at
0.03125 and prove that the saponification of ethyl acetate of order two.
Keywords : Ethyl acetate , rate of reaction , Saponification

Pendahuluan
Reaksi penyabunan atau saponifikasi adalah proses hidrolisis basa kuat seperti KOH dan NaOH
terhadap lemak (lipid). Dimana reaksinya akan menghasilkan gliserol sebagai hasil sampingan.
Dengan reaksi sebagai berikut:
C3H5(OOCR)3 + 3 NaOH C3H5(OH)3 + 3 NaOOCR
Gliserol Na-Stearat (sabun)
(Purba, 2006)

Menurut Keenan (1980), sabun bertindak sebagai suatu zat pengemulsi untuk mendispersikan
minyak dan sabun teradsorpsi pada butiran kotoran.
Kinetika kimia merupakan bagian dari ilmu kimia fisika yang mempelajari tentang kecepatan
ataupun laju reaksi-reaksi kimia dan mekanisme reaksi-reaksi yang terlibat didalamnya.
Kecepatan reaksi atau laju reaksi adalah kecepatan perubahan konsentrasi terhadap waktu, jadi
tanda negatif hanya menunjukkan bahwa konsentrasi berkurang bila waktu bertambah. (Sukardjo,
2002).
Laju reaksi dapat pula digunakan untuk memprediksi kebutuhan bahan pereaksi tiap satuan waktu
dan dapat juga digunakan untuk menghitung kebutuhan energi untuk produksi hydrogen (Wibowo,
2010). Seiring bertambahnya waktu dalam suatu reaksi, mka jumlah zat pereaksi akan menjadi
produk, dan sebaliknya jumlah zat hasil reaksi(produk) akan semakin bertambah. Satuan laju
reaksi adalah mol/L det atau M det-1. Menurut Setiaji (2011), faktor-faktor yang mempengaruhi
laju reaksi adalah : 1) Temperatur , semakin tinggi suhu dalam sistem maka reaksi dalam sistem
akan semakin cepat pula, 2) Katalis, keberadaan katalis dalam suatu reakasi ini akan memperepat
jalannya suatu reaksi dalam sistem tanpa merubah komposisi, 3) Konsentrasi reaktan, semakin
tinggi konsentrasi reaktan maka semakin cepat reaksi yang terjadi, 4) Tekanan, tekanan yang
dimaksud adalah tekanan gas, semakin tinggi tekanan reaktan maka reaksi akan semakin cepat
berlangsung, 5) Luas permukaan, semakin luas permukaan suatu partikel maka reaksi akan
semakin cepat berlangsung.

Selain penentuan laju reaksi, percobaan juga dapat menunjukkan orde suatu reaksi. Orde reaksi
merupakan jumlah pangkat dari faktor konsentrasi dalam hukum laju bentuk deferensial.
Umumnya orde reaksi terhadap suatu zat tidak sama dengan koefisien dalam persamaan
stoikiometri reaksi (Hiskia, 2003).
Reaksi yang terjadi pada penyabunan etil asetat merupakan salah satu reaksi berorde dua,
meskipun reaksi yang terjadi pada penyabunan etil asetat bukan reaksi sederhana. Sehingga
hukum hukum laju reaksi untuk penyabunan etil asetat dapat dinyatakan sebagai:

dimana:
a : konsentrasi awal ester dalam mol/liter
b : konsentrasi awal ion OH dalam mol/liter
x : jumlah mol/liter ester atau basa yang telah bereaksi pada waktu t
: tetpan laju reaksi
Apabila dialurkan terhadap waktu (t) akan diperoleh garis lurus dengan arah lereng , sehingga
dari arah lereng ini memungkinkan perhitungan dari tetapan reaksi . Hubungan tersebut dapat
dilihat pada gambar 1 (Wahyuni, 2013).

Gambar 1. Plot terhadap t


Dalam praktikum ini akan menyelesaikan apa bukti bahwa penyabunan etil asetat oleh ion
hidroksida adalah reaksi orde dua dan berapa tetapan laju reaksi pada penyabunan etil asetat.
Tujuan dari praktikum ini adalah membuktikan bahwa reaksi penyabunan etil asetat oleh ion
hidroksida adalah reaksi yang berorde dua dan menentukan tetapan laju reaksi yang terjadi pada
saponifikasi etil asetat.
Metode
Pada praktikum penetapan penyabunan etil asetat ini menggunakan alat-alat sebagai berikut:
seperangkat alat titrasi yang berupa buret 50 mL lengkap dengan statif dan klem, labu ukur 100
mL dan 250 mL dari pyrex, pipet volum 10 mL dari pyrex, pipet ukur 1 mL, 5 mL, dan 25 mL dari
pyrex, erlenmeyer 100 mL dan 250 mL dari pyrex, corong kaca, pipet tetes, serta stopwatch.
Sedangkan untuk bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah HCl p.a produksi dari
Merckproduksi dari Merck, etil asetat p.a, NaOH for syn produksi dari Merck, indikator
pp(phenol-ptialin), aquades serta alkohol.

Langkah awal yang dilakukan pada praktikum penetapan laju reaksi penyabunan etil asetat adalah
alat-alat dan bahan-bahan yang akan digunakan disiapkan. Langkah selanjutnya larutan NaOH
0,10256 M dibuat dengan cara melarutkan 1,0256 gram kristal NaOH dalam aquades hingga
volume menjadi 250 mL.

Langkah berikutnya yaitu dengan membuat larutan etil asetat 0,1 M yaitu dengan cara larutan etil
asetat p.a sebanyak 0,98 mL diencerkan menjadi 100 mL. Untuk membuat larutan HCl 0,1 M juga
sama seperti membuat larutan lainnyan, yaitu dengan diencerkannya larutan HCl p.a sebanyak
2,07 mL menjadi 250 mL larutan. Kemudian, larutan 0,10256 M larutan NaOH sebanyak 50 mL
dan 0,1 M larutan etil asetat sebanyak 50 mL didiamkan hingga mencapai temperatur termostat.
Untuk langkah selanjutnya larutan HCl 0,1 M dibagi kedalam 8 erlenmeyer (masing-masing
erlenmeyer sebanyak 20 mL), langkah selanjutnya larutan etil asetat dan NaOH yang telah
termostat dicampur dengan cepat. Pada menit ke-0, 3, 8, 15, 25, 40, dan 65 campuran
diambil(dicuplik) sebanyak 10 mL, selanjutnya cuplikan tersebut dimasukkan kedalam erlenmeyer
yang telah diisi dengan larutan HCl 0,1 M. Langkah selanjutnya, yaitu campuran larutan pada
menit ke-0, 3, 8, 15, 25, 40, dan 65 yang bereaksi dengan HCl 0,1 M diambil lagi 10 mL dan
kemudian dititrasi, titrasi dilakukan secara duplo. Titrasi dilakukan dengan larutan NaOH 0,10256
M hingga terbentuk warna merah muda yang tak hilang.

Variabel terikat pada praktikum ini adalah laju reaksi penyabunan etil asetat. Sedangkan variabel
bebas pada praktikum ini adalah konsentrasi reaktan (konsentrasi etil asetat dan konsentrasi
NaOH). Untuk temperatur, tekanan, dan metode praktikum sebagai variabel kontrol.

Data yang diperoleh berupa berupa volum NaOH yang dibutuhkan untuk menetralkan HCl sisa
reaksi dengan campuran NaOH-etil asetat pada menit tertentu. Dari persamaan laju, pada tetapa
laju reaksi penyabunan etil asetat oleh ion hidroksida dapat diperoleh hubungan antara terhadap t,
kurva linear yang diperoleh dari hubungan tersebut inilah menunjukkan reaksi orde dua.

Hasil dan pembahasan


Penentuan laju reaksi etil asetat dapat dilakukan dengan metode titrasi atau konduktometri.
Namun pada praktikum kali ini metode yang digunakan adalah titrimetri atau metode titrasi.
Penyabunan etil asetat terjadi antara etil asetat dan NaOH dalam waktu tertentu dan dalam
keadaan yang termostat. Keadaan termostat ini harus dilakukan karena temperatur merupakan
salah satu hal yang mempengaruhi laju reaksi. Jika suhu dinaikkan maka laju reaksi akan semakin
cepat, karena kalor yang diberikan akan menambah energi kinetik partikel pereaksi, akibatnya
tumbukan antar partikel akan bertambah besar, dan sebaliknya.

Kemudian campuran etil asetat dan NaOH yang telah termostat ditambahkan HCl, tujuannya
adalah untuk mengetahui banyaknya NaOH yang tersisa dalam proses saponifikasi tersebut serta
memberikan suasana asam. Karena hasil awal dari reaksi saponifikasi adalah karboksilat.
Sehingga penambahan HCl ini mengubah karboksilat menjadi asam karboksilat. Reaksinya dapat
dilahat sebagai berikut:
CH3COOC2H5 + OH CH3COO + C2H5 OH + NaOH sisa reaksi

NaOH sisa reaksi + 2 HCl NaCl + H2O + HCl sisa

Selanjutnya larutan tersebut ditambah dengan PP untuk selanjutnya dititrasi dengan NaOH.
Penambahan indikator PP bertujuan untuk mengetahui titik akhir titrasi yaitu titik dimana mol
NaOH sama dengan mol HCl yang ditandai dengan perubahan warna larutan dari tak berwarna
menjadi merah muda yang tak hilang.

HCl sisa + NaOH NaCl + H2O

Dalam praktikum ini diperoleh volum yang diperlukan untuk menitrasi menjadi semakin
bertambah seiring bertambahnya waktu saat terjadinya penyabunan (saponifikasi) etil asetat. Data
volume NaOH 0,010256 M yang diperlukan untuk menitrasi sisa asam pada penyabunan etil asetat
dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Volum NaOH 0,010256 M yang diperlukan untuk titrasi pada t tertentu
Jenis titer
Volume NaOH yang diperlukan (mL)
V rata-rata
V1
V2
HCl blanko
7,00
7,00
7,00
campuran menit ke-0
5,30
5,35
5,325
Campuran menit ke-3
5,65
5,60
5,625
Campuran menit ke-8
5,90
5,90
5,90
Campuran menit ke-15
6,25
6,30
6,275
Campuran menit ke-25
6,50
6,45
6,475
Campuran menit ke-40
6,65
6,70
6,675
Campuran menit ke-65
6,80
6,75
6,775
Pada tabel 1 menunjukkan volum yang digunakan untu menitrasi 10 mL cuplikan yang diambil
dari 30 mL dari larutan campuran dari larutan HCl 20 mL dan larutan etil asetat-NaOH 20 mL
(pada t tertentu). Data pada tabel 1 harus diubah sehingga dapat dinyatakan dalam jumlah yang
setara untuk campuran awal, yaitu 100 mL.
Jumlah mol NaOH awal telah diketahui, maka jumlah mol NaOH yang bereaksi dengan etil
asetatpun dapat diketahui. Data yang digunakan dalam analisis ini adalah dalam bentuk
konsentrasi yang dinyatakan dalam satuan mol/L. Oleh karena itu volum data yang diperoleh dari
praktikum (pada tabel 1) harus diubah menjadi molaritas yaitu dengan membagi jumlah mol
NaOH yang bereaksi pada t tertentu pada proses penyabunan etil asetat. Dapat dilihat pada tabel 2
ini merupakan konsentrasi NaOH yang telah bereaksi dengan etil-asetat.
Tabel 2. Konsentrasi NaOH yang bereaksi pada t tertentu
Waktu (menit ke-)
[NaOH] yang bereaksi (M)
0
0,0000
3
0,008974
8
0,0174352
15
0,0289737
25
0,0351268
40
0,0412804
65
0,0443572

Perlu kita ketahui bahwa jumlah mol NaOH yang diperlukan untuk titrasi harus sebanding dengan
jumlah mol HCl sisa reaksi. Sisa HCl yang tidak bereaksi dengan NaOH (dari larutan induk) akan
bereaksi dengan NaOH saat dilakukan titrasi. Semakin lama waktu yang diperlukan untuk
pencampuran NaOH dan etil asetat maka HCl yang sisa semakin banyak, sehingga saat dititrasi
diperlukan NaOH lebih banyak untuk bereaksi dengan HCl sisa tersebut.

Hubungan antara terhadap waktu pencampuran NaOH dengan etil asetat dapat dilihat pada
gambar 2 dengan gradien . Konsentrasi dari NaOH yang bereaksi dengan etil asetat diperoleh dari
hasil pengurangan konsentrasi NaOH mula-mula dengan konsentrasi etil asetat yang bereaksi.
Seperti yang kita ketahui bahwa , maka dengan mengalurkan plot dapat diketahui.

Gambar 2. Grafik hubungan antara terhadap waktu pencampuran NaOH dengan etil asetat

Dari gambar diatas dapat diketahui R2 nya sebesar 0,990, dengan gradien 4.10-5. Dari data
tersebut dapat kita ketahui harga tetapan laju reaksi dari penyabunan etil asetat sebesar 0,03125.
Data tersebut dapat menunjukkan bahwa kurva yang diperoleh kurang linear. Hal tersebut kurang
tepat karena mungkin terjadi kesalahan dalam melakukan praktikum. Kesalahan yang terjadi
mungkin disebabkan kurang teliti dalam pembacaan skala nonius, alat yang digunakan kurang
steril, mugkin juga alat yang digunakan rusak.
Pada reaksi penyabunan etil asetat yang telah dilakukan dalam percobaan ini diperoleh harga
tetapan laju reaksi penyabunan etil asetat (k) sebesar 0,03125. Dari persamaan , maka dapat
diketahui laju reaksi dari penyabunan etil asetat. Laju reaksi tersebut dapat dilihat pada tabel 3
sebagai berikut:

Waktu (detik)
Laju reaksi
0
8,0938.10-5
180
5,4238.10-5
480
5,4442.10-5
900
1,4657.10-5
1500
7,5078.10-6
2400
2,7247.10-6
3900
1,2207.10-6

Laju reaksi pada penyabunan etil asetat berbanding terbalik dengan waktu. Pada t=0 laju reaksi
pada penyabunan etil asetat berlangsung sangat besar, seiring berjalannya waktu laju reaksi yang
terjadi semakin kecil dalam praktikum ini laju reaksi yang terjadi hampir mendekati nol.

Pada penentuan orde reaksi penyabunan etil asetat, digunakan kurva untuk membuktikan orde
reaksi yang terjadi. Kurva yang digunakan pada penentuan orde reaksi adalah kurva yang
menunjukkan linearitas yang terbesar. Dapat dilihat pada gambar 3, bahwa pada kurva pembuktian
orde satu diperoleh dengan mengalurkan ln(a-x) sebagai fungsi waktu.
Pembuktian orde dua dapat dilihat pada gambar 4, pembuktian orde dua ini diperoleh dengan
mengalurkan sebagai fungsi dari waktu. Selanjutnya, untuk pembuktian orde tiga diperloleh
dengan mengalurkan sebagai ungsi dari waktu seperti yang disakjikan pada gambar 5.

Gambar 3. Pembuktian reeaksi orde satu

Gambar 4. Pembuktian reaksi orde dua

Gambar 5. Pembuktian reaksi orde tiga

Dari ketiga kurva yang disajikan dapat dilihat bahwa pada gambar 4, kurva menunjukkan
linearitas paling tinggi. Hal ini membuktikan bahwa pada reaksi penyabunan etil asetat merupakan
reaksi pada orde dua.

Kesimpulan
Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa reaksi penyabunan etil asetat adalah reaksi yang
berorde dua. Hal ini dibuktikan pada kurva yang diperoleh dari kurva reaksi sebagai fungsi waktu
dan diperoleh harga tetapan laju reaksi dari penyabunan etil asetat sebesar 0,03125.

Daftar pustaka
Hiskia, Achmad. 2001. Elektrokimia Dan Kinetika Kimia. Bandung: Citra Aditya Sakti.
Keenan, C.W,dkk. 1990. Kimia Untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.
Purba, Michael. 2006. Kimia Untuk SMA Kelas XII. Jakarta: Erlangga
Setiadji, Kartiko. 2011. Laporan Percobaan Kimia. Yogyakarta: SMA 1 Jetis.
Sukardjo. 2002. Kimia Fisika. Yogyakarta: Rineka Cipta.
Wahyuni, Sri. 2013. Diktat Petunjuk Praktikum Kimia Fisika. Semarang: Jurusan Kimia FMIPA
UNNES.
Wibowo, Agus. 2010. Laju Reaksi Pencampuran Minyak Jarak dan Air Pada Hydrogen Reformer
Menggunakan Pemanas dan Katalis. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2010.
Semarang: FT UNWAHAS Semarang.

silvia Marceliana di 00.27


Berbagi

Tidak ada komentar:


Posting Komentar

Beranda
Lihat versi web
Mengenai Saya

Foto saya
silvia Marceliana

Lihat profil lengkapku


Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai