Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

Hipertensi Emergency

DisusunOleh :

Vitrosa Yosepta Sera, S.Ked


FAB 116 022

Pembimbing :

dr. Sutopo, Sp.KFR


dr. Tagor Sibarani

Kepaniteraan Klinik
Rehabilitasi Medik dan Emergency Medicine
Fakultas Kedokteran UPR - RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya
2017

1
BAB I
PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan silent killer (pembunuh diam-diam) yang secara


luas dikenal sebagai penyakit kardiovaskular yang sangat umum. Dengan
meningkatnya tekanan darah dan gaya hidup yang tidak seimbang dapat
meningkatkan faktor risiko munculnya berbagai penyakit seperti arteri koroner,
gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal. Salah satu studi menyatakan pasien yang
menghentikan terapi anti hipertensi maka lima kali lebih besar kemungkinannya
terkena stroke.1
Sampai saat ini hipertensi tetap menjadi masalah karena beberapa hal,
antara lain meningkatnya prevalensi hipertensi yang belum mendapat pengobatan
maupun yang sudah diobati tetapi tekanan darahnya belum mencapai target, serta
adanya penyakit penyerta dan komplikasi yang dapat meningkatkan morbiditas
dan mortilitas.2
Data epidemiologis menunjukkan bahwa dengan makin meningkatnya
poulasi usia lanjut, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar
akan bertambah, dimana baik hipertensi sistolik maupun kombinasi hipertensi
sistolik dan diastolik sering timbul pada lebih dari separuh orang yang berusia >65
tahun. Selain itu, laju pengendalian tekanan darah yang dahulu terus meningkat,
dalam dekade terakhir tidak menunjukkan kemajuan lagi. Dan pengendalian
tekanan darah ini hanya mencapai 34% dari seluruh pasien hipertensi. 2
Data hipertensi yang lengkap sebagian besar berasal dari negara-negara
yang sdah maju. Data dari The National Health and Nutrition examination survey
(NHNES) menunjukan bahwa tahun 1999-2000, insiden hipertensi pada orang
dewasa adalah sekitar 9-31%, yang berarti terdapat 58-65 juta orang hipertensi di
Amerika, dan terjadi peningkatan 15 juta dari data NHANES III tahun 1988-1991.
Hipertensi esensial sendiri merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi. 2

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. Primary Survey (Tn. G/45 tahun)


Vital Sign:
Tekanan Darah : 220/130 mmHg
Denyut Nadi : 84 kali/menit (reguler, kuat angkat, isi cukup)
Frekuensi Napas : 22 kali/menit, torako-abdominal
Suhu : 36,90C
Airway : Bebas, tidak ada sumbatan jalan napas
Breathing : Spontan, 22 kali/menit, pernapasan torako-abdominal,
pergerakan thoraks simetris kiri dan kanan
Circulation : Tekanan darah 220/130 mmHg, denyut nadi 84 kali/menit,
reguler, isi cukup, dan kuat angkat. CRT < 2 detik
Disability : GCS 15 (E4M6V5), pupil isokor +/+, diameter 3mm/3mm
Evaluasi masalah : Berdasarkan survey primer sistem triase, kasus ini
merupakan kasus yang termasuk dalam priority sign
karena pasien datang dengan keluhan nyeri kepala hebat
dengan pemberian label warna kuning
Tatalaksana awal : Tatalaksana awal pada pasien ini adalah ditempatkan di
ruang non bedah, dilakukan pemasangan akses infus
intravena menggunakan cairan NaCl500cc/24 jamdan
monitor observasi.

2.2. Secondary Survey


2.2.1. Identitas
Nama : Tn. G
Usia : 45 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Tingang V no. 11
Tgl Pemeriksaan : 26 Oktober 2017 pukul 19.50

3
2.2.2. Anamnesis
Autoanamnesis
Keluhan Utama : Nyeri kepala
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan nyeri kepalasejak 1 jam SMRS, nyeri kepala
dirasakan tiba-tiba di seluruh kepala setelah pasien pulang dari kantor.Mual (+)
Muntah (+) sebanyak 2 kali, berisi air bercampur makanan, setiap muntah
sebanyak gelas aqua. Mimisan (+) dari hidung sebelah kiri pada saat dirumah
dan setelah di IGD tidak ada terjadi mimisan.Demam (-), nyeri dada (-), sesak
napas (-), nyeri ulu hati (-), penglihatan kabur (+), BAK (+) berwarna kuning,
BAB (+) normal. Bicara pelo (-), mulut mencong (-), rasa kebas di daerah wajah
(-), pusing berputar (-), kelumpuhan tangan dan kaki (-). Pasien tidak ada
mengkonsumsi obat-obatan sebelumnya.
Riwayat Kebiasaan:
Merokok (+) 1 bungkus/hari,makan makanan koleseterol tinggi (+), dan minum
alkohol (-).
Riwayat Penyakit Dahulu:
Keluhan serupa (-), stroke (-), hipertensi (-),penyakit jantung (-), DM (-), dan
penyakit ginjal (-)
Riwayat Penyakit Keluarga:
Keluhan serupa (-), hipertensi (-)

2.2.3. Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Compos mentis (E4M6V5)
Vital sign : Tekanan Darah : 220/130 mmHg
Denyut Nadi : 84 kali/menit (reguler, isi cukup,
kuat angkat)
Frekuensi Napas : 22 kali/menit
Suhu : 36,90C

4
Kepala
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks pupil (+/+) pupil isokor
3mm/3mm
Leher
Pembesaran kelenjar tiroid (-/-), peningkatan JVP (-)
Thoraks
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan
Palpasi : Fremitus vokal normal kanan dan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Auskultasi : Bunyi jantung 1 (S1) dan 2 (S2), tunggal, reguler, murmur
(-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani (+)
Ekstremitas
Akral hangat, CRT < 2 detik, edem (-/-), kekuatan motorik pada semua
ekstremitas 5.
2.2.4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
a) Hematologi
- Leukosit : 8.600/ul
- Eritrosit : 3.980.000/ul
- Trombosit : 288.000/ul
- Hb : 14,0 g/dl
- Hematokrit : 42,0 %

5
b) Kimia Klinik
- Gula Darah Sewaktu : 102 mg/dl
- Creatinin : 0,77 mg/dl
Pemeriksaan EKG

Gambar 2.1. EKG Pasien

Gambar 2.2. Foto Thorax Pasien


Usulan : CT Scan kepala

2.2.5. Diagnosa
Hipertensi Emergency

6
2.2.6. Penatalaksanaan
- Head Up 30
- O2 nasal kanul 2-4 lpm
- IVFD NaCL 0,9% 500 cc/24 jam
- Inj. Lansoprazole 1x1 mg
- Po. Micardis 1x80 mg
- Po. Amlodipin 1x10mg
- Observasi selama 2 jam: keluhan sakit kepala pasien berkurang , tekanan
darah: 180/90 mmHg
- Pasien dikonsulkan ke bagian Jantung dan dirawat di ICCU
2.2.7. Prognosa
- Quo ad vitam : Dubia
- Quo ad functionam : Dubia
- Quo ad sanationam : Dubia

7
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Definisi Hipertensi


Hipertensi merupakan silent killer (pembunuh diam-diam) yang secara
luas dikenal sebagai penyakit kardiovaskular yang sangat umum. Dengan
meningkatnya tekanan darah dan gaya hidup yang tidak seimbang dapat
meningkatkan faktor risiko munculnya berbagai penyakit seperti arteri koroner,
gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal. Salah satu studi menyatakan pasien yang
menghentikan terapi anti hipertensi maka lima kali lebih besar kemungkinannya
terkena stroke.1
Hipertensi dianggap sebagai faktor risiko utama stroke, dimana stroke
merupakan penyakit yang sulit disembuhkan dan mempunyai dampak yang sangat
luas terhadap kelangsungan hidup penderita dan keluarganya. Hipertensi sistolik
dan distolik terbukti berpengaruh pada stroke. Dikemukakan bahwa penderita
dengan tekanan diastolik di atas 95 mmHg mempunyai risiko dua kali lebih besar
untuk terjadinya infark otak dibanding dengan tekanan diastolik kurang dari 80
mmHg, sedangkan kenaikan sistolik lebih dari 180 mmHg mempunyai risiko tiga
kali terserang stroke iskemik dibandingkan dengan dengan tekanan darah kurang
140 mmHg. Akan tetapi pada penderita usia lebih 65 tahun risiko stroke hanya 1,5
kali daripada normotensi.3
Sasaran pengobatan hipertensi untuk menurunkan morbiditas dan
mortalitas kardiovaskuler dan ginjal. Dengan menurunkan tekanan darah kurang
dari 140/90 mmHg, diharapkan komplikasi akibat hipertensi berkurang.
Klasifikasi prehipertensi bukan suatu penyakit, tetapi hanya dimaksudkan akan
risiko terjadinya hipertensi. Terapi non farmakologi antara lain mengurangi
asupan garam, olah raga, menghentikan rokok dan mengurangi berat badan, dapat
dimulai sebelum atau bersama-sama obat farmakologi.3

8
2.2. Faktor Resiko Hipertensi
A. Faktor Risiko Hipertensi
1. Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol
a. Umur
Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin
besar risiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun mempunyai risiko
terkena hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih
besar sehingga prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu
sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 % diatas umur 60 tahun. Arteri
kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya dan tekanan darah seiring
bertambahnya usia, kebanyakan orang hipertensinya meningkat ketika 50an dan
60an.3
Dengan bertambahnya umur, risiko terjadinya hipertensi meningkat.
Meskipun hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun paling sering dijumpai
pada orang berusia 35 tahun atau lebih. Sebenarnya wajar bila tekanan darah
sedikit meningkat dengan bertambahnya umur. Hal ini disebabkan oleh perubahan
alami pada jantung, pembuluh darah dan hormon. Tetapi bila perubahan tersebut
disertai faktor-faktor lain maka bisa memicu terjadinya hipertensi.3

b. Jenis Kelamin
Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat angka
yang cukup bervariasi. Dari laporan Sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka
prevalensi 6,0% untuk pria dan 11,6% untuk wanita. Prevalensi di Sumatera Barat
18,6% pria dan 17,4% perempuan, sedangkan daerah perkotaan di Jakarta
(Petukangan) didapatkan 14,6% pria dan 13,7% wanita.3

c. Riwayat Keluarga
Menurut Nurkhalida, orang-orang dengan sejarah keluarga yang
mempunyai hipertensi lebih sering menderita hipertensi. Riwayat keluarga dekat
yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko terkena
hipertensi terutama pada hipertensi primer. Keluarga yang memiliki hipertensi dan

9
penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat. Jika kedua orang
tua kita mempunyai hipertensi, kemungkunan kita mendapatkan penyakit tersebut
60%.3

d. Genetik
Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan
ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar monozigot
(satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang penderita yang
mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkan secara
alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya akan menyebabkan
hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda
dan gejala.3

2. Faktor yang dapat diubah/dikontrol


a. Kebiasaan Merokok
Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara rokok
dengan peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan.Selain dari
lamanya, risiko merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang dihisap
perhari. Seseoramg lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan
hipertensi dari pada mereka yang tidak merokok.3
Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang diisap
melalui rokok, yang masuk kedalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel
pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses aterosklerosis dan hipertensi.3

b. Konsumsi Asin/Garam
Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis
hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan
asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari
menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika asupan garam
antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20 %.

10
Pengaruh asupan terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan
volume plasma, curah jantung dan tekanan darah.3
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena menarik
cairan diluar sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan volume dan
tekanan darah. Pada manusia yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang
ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan asupan garam sekitar 7-8
gram tekanan darahnya rata-rata lebih tinggi. Konsumsi garam yang dianjurkan
tidak lebih dari 6 gram/hari setara dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hari. 3
Menurut Alison Hull, penelitian menunjukkan adanya kaitan antara asupan
natrium dengan hipertensi pada beberapa individu. Asupan natrium akan
meningkat menyebabkan tubuh meretensi cairan yang meningkatkan volume
darah.14

c. Konsumsi Lemak Jenuh


Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan berat
badan yang berisiko terjadinya hipertensi.Konsumsi lemak jenuh juga
meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan
darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang
bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya
yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber
dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah.3

d. Penggunaan Jelantah
Jelantah adalah minyak goreng yang sudah lebih dari satu kali dipakai
untuk menggoreng, dan minyak goreng ini merupakan minyak yang telah rusak.
Bahan dasar minyak goreng bisa bermacam-macam seperti kelapa, sawit, kedelai,
jagung dan lain-lain. Meskipun beragam, secara kimia isi kendungannya
sebetulnya tidak jauh berbeda, yakni terdiri dari beraneka asam lemak jenuh
(ALJ) dan asam lemak tidak jenuh (ALTJ). Dalam jumlah kecil terdapat lesitin,
cephalin, fosfatida, sterol, asam lemak bebas, lilin, pigmen larut lemak,
karbohidrat dan protein. Hal yang menyebabkan berbeda adalah komposisinya,

11
minyak sawit mengandung sekitar 45,5% ALJ yang didominasi oleh lemak
palmitat dan 54,1% ALTJ yang didominasi asam lemak oleat sering juga disebut
omega-9. minyak kelapa mengadung 80% ALJ dan 20% ALTJ, sementara minyak
zaitun dan minyak biji bunga matahari hampir 90% komposisinya adalah ALTJ. 3

e. Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol


Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Peminum alkohol berat
cenderung hipertensi meskipun mekanisme timbulnya hipertensi belum diketahui
secara pasti. Orangorang yang minum alkohol terlalu sering atau yang terlalu
banyak memiliki tekanan yang lebih tinggi dari pada individu yang tidak minum
atau minum sedikit.Menurut Ali Khomsan konsumsi alkohol harus diwaspadai
karena survei menunjukkan bahwa 10 % kasus hipertensi berkaitan dengan
konsumsi alkohol.Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih
belum jelas. Namun diduga, peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume
sel darah merah serta kekentalan darah merah berperan dalam menaikkan tekanan
darah.3

f. Obesitas
Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran mengkonsumsi makanan yang
mengandung tinggi lemak. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya hipertensi
karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang
dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti
volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga
memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga
meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah.
Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan natrium dan air.Berat badan
dan indeks Massa Tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah,
terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada
orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya
normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30 % memiliki berat
badan lebih.3

12
g. Olahraga
Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi karena
meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga
cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot
jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan
sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada
arteri.3

h. Stres
Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu dan bila stres
sudah hilang tekanan darah bisa normal kembali. Peristiwa mendadak
menyebabkan stres dapat meningkatkan tekanan darah, namun akibat stress
berkelanjutan yang dapat menimbulkan hipertensi belum dapat dipastikan. 3

i. Penggunaan Estrogen
Estrogen meningkatkan risiko hipertensi tetapi secara epidemiologi belum
ada data apakah peningkatan tekanan darah tersebut disebabkan karena estrogen
dari dalam tubuh atau dari penggunaan kontrasepsi hormonal estrogen.MN Bustan
menyatakan bahwa dengan lamanya pemakaian kontrasepsi estrogen ( 12 tahun
berturut-turut), akan meningkatkan tekanan darah perempuan.3

Hipertensi emergensi adalah peningkatan tekanan darah secara progresif


yang disertai kerusakan organ target dan dalam penanganannya memerlukan
penurunan tekanan darah dalam beberapa menit untuk mencegah berlanjutnya
kerusakan organ target tersebut. Keadaan klinis berupa ensefalopati hipertensif,
perdarahan intra-cranial, stroke, angina pectoris tak stabil atau infark miokard
akut, payah jantung kiri dengan edema paru, aneurisma aorta disekan, krisis
adrenal, epistaksis yang hebat, eklampsia.3
Hipertensi urgensi adalah peningkatan tekanan darah tanpa adanya
kerusakan organ target dan dalam penaganannya memerlukan penurunan tekanan
darah dalam beberapa jam. Keadaan klinis berupa edema papil akut, sakit kepala

13
yang hebat (severe headache), sesak nafas, pedal edema. Peningkatan tekanan
darah semata (asymptomatic chronic hypertension)tidak merupakan krisis
hipertensi.3

Tabel 3.1.Faktor Presipitasi Krisis Hipertensi


1. Akselerasi tekanan darah secara tiba-tiba pada orang yang hipertensi esensial
2. Hipertensi renovaskular
3. Glomerulonefritis akut
4. Eklampsia
5. Feokromositoma
6. Sindroma putus obat antihipertensi
7. Trauma kepala berat
8. Tumor yang mensekresikan renin
9. Penggunaan katekolamin pada penderita yang menggunakan MAO inhibitor

Tabel 3.2.Keadaan Klinis Pada Hipertensi Emergensi


Akselerasi tekanan darah disertai edema papil
Kondisi serebrovaskular
Infark otak dengan hipertensi berat
Perdarahan intraserebri
Perdarahan subaraknoid
Trauma kepala
Kondisi Cardiac
Aorta diseksi akut
Payah jantung kiri akut
Infark / impending miokard akut
Keadaan setelah operasi bypass koroner
Kondisi Ginjal
Glomerulonefritis akut
Hipertensi renovaskular
Krisis ginjal karena penyakit kolagen vaskular

14
Hipertensi berat setelah cangkok ginjal
Gangguan sirkulasi katekolamin
Krisis Feokromositoma
Makanan atau reaksi obat dengan MAO inhibitor
Penggunaan obat simpathomimetik (cocaine)
Reaksi penghentian obat antihipertensi
Reflek automatisasi setelah trauma medula spinalis
Eklampsia
Kondisi Operatif
Hipertensi berat pada pasien yang memerlukan tindakan operasi segera
Hipertensi post operatif
Perdarahan pembuluh darah yang dioperasi
Luka bakar yang luas
Epistaksis hebat
Thrombotic thrombocytopenic purpura
Krisis hipertensi sering diperkirakan karena masalah sekunder dari
keadaan lain, ternyata penyebab yang tersering adalah tidak adekuatnya
pengobatan hipertensi sebelumnya, penyebab lain adalah hipertensi reno-vaskular,
hipertensi reno-parenkim, feokromositoma, hiperaldosteronisme
primer.Terjadinya akibat peningkatan secara mendadak resistensi perifer sistemik
(systemic vascular resistance) yang disebabkan oleh terjadinya peningkatan
hormone vasokonstriktor sistemik (angiotensin II, vasopressin, norepinephrin).
Organ yang terlibat karena hipertensi adalah susunan saraf pusat (memiliki
peranan autoregulasi), ginjal ( punya peranan autoregulasi ), jantung, pankreas dan
usus.4
Bedakan apakah hipertensi emergensi atau urgensi dengan menilai adanya
kerusakan organ target, telusuri riwayat penyakit sebelumnya, adakah hipertensi
serta pengobatannya, penyakit ginjal dan jantung serta kelainan neurology,
pemeriksaan fisik tekanan darah dalam beberapa kali pengukuran, pemeriksaan
funduskopi dapat membedakan keadaan urgensi bila tak ada kelainan pada
pembuluh darah retina, tidak ada spasme maupun eksudat sedangkan pada

15
hipertensi emergensi dijumpai papil edema dan eksudasi yang berat, pemeriksaan
jantung dan aorta , pemeriksaan neurologist.5
Tes laboratorium meliputi test terhadap proteinuria, hematuria, darah
perifer, faal ginjal berupa elektrolit dan BUN/SC . Foto thorak diperlukan untuk
mencari kardiomegali atau edema paru. EKG untuk evaluasi kardiologi.5

Tabel 2.4. Gejala Klinis Hipertensi Emergensi


Tipe Hipertensi Gejala khas Tanda khas Keterangan
Emergensi
Stroke akut Kelemahan, Defisis Hipertensi tidak
(trombosis atau gangguan neurologist fokal selalu diobati
emboli) kemampuan
motorik
Perdarahan Sakit kepala, Gangguan mental, Fungsi lumbar
subaraknoid delirium tanda-tanda menunjukkan
rangsang santokromia atau
meningen sel darah merah
Trauma kepala Sakit kepala, Perdarahan Computed
akut gangguan terbuka, ekimosis, tomographic (CT)
kemampuan gangguan mental scan dapat
sensorik dan menolong
motorik penjelasan
gangguan
intrakranial
Encefalopati Sakit kepala, Papilledema Biasanya sebagai
hipertensif gangguan mental diagnosa per
ekslusionem
Iskemik kardiak / Nyeri dada, mual EKG abnormal
infark muntah, (gelombang. T-
elevasi)
Payah jantung kiri Sesak berat Ronkhi (+)

16
akut / edema paru
akut
Aorta diseksi Nyeri dada Pelebaran aorta Echocardiogram,
knob pada foto CT dada, atau
polos dada angiogram kadang-
kadang diperlukan
untuk konfirmasi
Operasi pembuluh Perdarahan, nyeri Perdarahan pada Sering
darah pada bekas bekas operasi membutuhkan
operasi operasi perbaikan
pembuluh darah
Feokromositoma Sakit kepala, Pucat, flushing, Phentolamine
keringat dingin, Fakomatosis sangat berguna
palpiltasi
Obat yang Sakit kepala, Takikardia Riwayat
berhubungan palpiltasi penggunaan obat
dengan
katekolamin
Preeklamsi / Sakit kepala, Edema, Perlu petunjuk
eklamsia uterus yang hiperrefleksia pengobatan /
sensitif protocol

Tabel 2.5. Gejala Klinis Krisis Hipertensi


Tekanan Darah Urgensi Emergensi
Tinggi
Tekanan darah >180/110 >180/110 >220/140
Gejala Sakit kepala, Sakit kepala berat, Sesak nafas, nyeri
kecemasan, sering sesak nafas dada, nokturia,
asimptomatik disartria, kelemahan
umum sampai

17
dengan penurunan
kesadaran,
Pemeriksaan Tidak dijumpai Ada kerusakan Encefalopati, edema
kerusakan organ organ target; pulmonum,
target, tidak ada penyakit insufisiensi ginjal,
penyakit kardio kardiovaskular cerebrovascular
vaskular secara yang stabil accident, iskemik
klinis kardiak
Terapi Observasi 1-3 jam; Observasi 3-6 jam; Pemeriksaan lab
tentukan turunkan tekanan dasar; infus;
pengobatan awal; darah dengan obat pengawasan tekanan
tingkatkan dosis oral; berikan terapi darah; mulai
yang sesuai penyesuaian pengobatan awal di
ruang emergensi
Perencanaan Rencanakan Rencanakan Segera rawat di
pengawasan < 72 pengawasan < 24 ICU; obati mencapai
jam; jika tidak ada jam target tekanan darah;
indikasi dapat investigasi penyakit
rawat jalan lain.

Pada pasien ini tatalaksana di IGD dilakukan Head Up 30, pemberian O 2


nasal kanul 2-4 lpm, pemasangan IV line dengan infus NaCL 0,9% 500 cc/24
jam,Inj. Lansoprazole 1x1 mg, Po.Micardis 1x80 mg, Po. Amlodipin 1x10
mgdilakukan observasi selama 2 jam. Setelah 2 jam, sakit kepala pasien menurun,
tekanan darah: 180/90 mmHg. Pasien dikonsulkan ke bagian Jantung dan dirawat
di ICCU.

18
BAB IV
KESIMPULAN

Telah dilaporkan seorang pria, Tn. G, 45 tahun, dengan keluhan


sakit kepala Berdasarakan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang pasien didiagnosa dengan Hipertensi Emergency. Penatalaksanaan
pada pasien ini yaitu dilakukan Head Up 30, pemberian O2 nasal kanul 2-4 lpm,
pemasangan IV line dengan infus NaCL 0,9% 500 cc/24 jam,Inj. Lansoprazole
1x1 mg, Po.Micardis 1x80 mg, Po. Amlodipin 1x10 mgdilakukan observasi
selama 2 jam. Setelah 2 jam, sakit kepala pasien menurun, tekanan darah: 180/90
mmHg. Pasien dikonsulkan ke bagian Jantung dan dirawat di ICCU.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Fauci, A.S., Braunwald, E., Kasper, D.L., Hauser, S.L., Longo, D.L.,
Jameson, J.L., Loscalzo, J., 2010. Harrisons: Principles of Internal
Medicine. 17th ed. New York: McGraw-Hill Companies
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI).
Konsensus Pedoman Tatalaksana Hipertensi Emercency. Jakarta: PERKI;
2010.
3. Hirschi MM. Hypertensive crisis. Medical Progress 2009; 23: 44-48
4. Houston, M., 2009. Handbook of Hypertension. Tennessee: Wiley
Blackwell. pp. 61, 62.
5. Kaplan NM. Clinical Hypertension. Baltimore: William & Wilkins 2012:
339-354

20

Anda mungkin juga menyukai